• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum Perguruan Tinggi Islam

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI

D. Kurikulum Perguruan Tinggi Islam

Keberadaan perguruan tinggi sangat strategis dalam pengembangan sumberdaya manusia melalui pelayanan pen-didikan tinggi. Begitu luasnya ilmu pengetahuan yang perlu ditransformasikan kepada mahasiswa, maka perguruan tinggi memberikan pelayanan transformasi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dapat dilakukan melalui akademi, sekolah tinggi, institut, dan universitas.Peran strategis perguruan tinggi tersebut dalam rangka pengembangan kebudayaan dengan mendidik mahasiswa untuk menjadi ilmuan, teknokrat, dan intelektual sebagai pelaksana pembangunan bangsa (Lihat

UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi).

Sebagai mewakili jenis perguruan tinggi, maka tujuan universitas Islam bukan sekedar menyelenggarakan “pendi-dikan tinggi” untuk melatih otak, membicarakan kebenaran “tingkat tinggi” untuk memberikan “gelar-gelar tingkat tinggi” ia harus melahirkan orang-orang yang berpengetahuan tinggi dan bertaqwa mulia, yang disinari oleh nilai-nilai luhur, serta terpanggil untuk bekerja giat demi kebaikan diri mereka sendiri dan bagi ummat manusia pada umumnya. Oleh karena itu universitas Islam harus mencetak sarjana-sarjana dibidang ilmu-ilmu keIslaman yang bersedia menyebarluaskan ilmu pengetahuannya tersebut kedalam ilmu-ilmu pengetahuan moderen. Ia juga harus mencetak orang-orang yang men-dalam ilmunya men-dalam berbagai cabang ilmu pengetahauan, teknik, dan profesional, sosial budaya, kealaman dan sains dengan penguasaan yang memadai, tetapi juga menampil-kan kebenaran serupa melalui kajian yang bermacam-macam itu, hidup secara baik dan membimbing orang lain untuk hidup secara baik pula demi tercapainya kebahagiaan dan rahmat, yang dikenal sebagai “siratul mustaqim,” atau jalan yang lurus. Universitas Islam bertujuan membawa para mahasiswanya kepada kedamaian dan keimanan yang sama tingkatannya dengan mempersatukan mereka atas dasar

Tauhid, risalah, dan akhirah (Keesaan Tuhan, Kerasulan dan

Hari Kiamat) dan merealisasikan nasib mereka sendiri di dunia ini melalui kerja keras dan kehidupan yang jujur (Bilgrami, 1985: 62).

ber-sumber dari hakikat pengetahuan. Perkataan ‘ilm (jamaknya “’ulum”) seringkali digunakan di dalam pengertian umum sebagai pengetahuan atau sebuah disiplin, baik yang merupa-kan ilmu pengetahuan sosial, maupun ilmu pengetahuan alam, seni atau keterampilan, sains dan teknologi. Tetapi sains-sains syari’ah sebenarnya mencakup semua sains-sains yang murni dan terpakai, ilmu-ilmu pengetahuan alam dan sosial, baik secara sebagian (parsial) maupun keseluruhan. Dan sains-sains syariah ini tunduk kepada pengaruh dari hukum etika, metafisika, kosmologi, ontologi atau penilaian-penilaian Islam (Bilgrami, 1985: 62).

Pandangan di atas sejalan dengan spektrum yang luas makna kurikulum menurut Robert S. Zais, (1997:8) bahwa secara umum sesungguhnya kurikulum telah diubah dari isi mata pelajaran dan sejumlah daftar mata pelajaran yang terbatas kepada keseluruhan pengalaman yang disampaikan kepada pelajar di bawah perhatian dan pengarahan sekolah.

Definisi kurikulum ini tampak memiliki cakupan yang lebih luas dalam konteks pendidikan dengan fokus kepada keseluruhan program dan aktivitas pembelajaran dalam ran-cangan dan pengawasan lembaga pendidikan. Tidak hanya terbatas pada susunan mata pelajaran saja sebagaimana daftar mata pelajaran pada struktur program atau roster mata pelajaran yang disampaikan kepada anak didik melalui pembelajaran yang dirancang dan dikelola oleh guru.

Kurikulum pendidikan Islam yang mempunyai orientasi nilai, hendaknya memberikan satu kesatuan arah dan tujuan baru dengan merangsang sekolah-sekolah, anak didik dan

para pendidik guna memenuhi tuntutan perkembangan ilmu-ilmu Islam dan tantangan zaman. Hal ini membuat kurikulum pendidikan Islam relevan dan fungsional untuk menjawab kebutuhan nasional, regional dan pada tingkat global. Di sini pendidikan Islam baru dapat dijadikan alternatif di tengah pertarungan dengan sistem pendidikan lain yang bersifat sekuler, atau yang dihasilkan peradaban Barat (Azra, 2012: 26).

Hakikat ilmu pengetahuan dalam Islam menunjukkan bahwa tanda-tanda kekuasaan (ayat-ayat) Allah itu berada di dalam diri manusia, di dalam alam dan ditambah dengan apa yang tertulis di dalam kitab suci alquran (Abdullah, 1990: 161).

Dalam Islam tidak dikenal pemisahan esensial antara “ilmu agama” dengan “ilmu profan”. Berbagai ilmu dan pers-pektif intelektual yang dikembangkan dalam Islam memang mempunyai satu hirarki. Tetapi hirarki ini pada akhirnya bermuara kepada pengetahuan tentang “Yang Maha Tunggal” substansi dari segenap ilmu. Inilah alasan mengapa ilmuan muslim berusaha mengintegrasikan ilmu-ilmu yang semula dikembangkan peradaban-peradaban lain ke dalam skema hirarki ilmu pengetahuan menurut Islam. Dan ini pulalah alasan mengapa ulama, pemikir, filosof dan ilmuan muslim sejak dari Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina sampai Al Ghazali, Nahsr Al Din Al Thusi dan Shadra sangat peduli dengan klasi-fikasi ilmu-ilmu (Azra, 1990: 10-11).

Keberadaan ilmu-ilmu yang diolah oleh ilmuan-ilmuan Islam dalam lembaga-lembaga pendidikan dapat dikelom-pokkan kepada tujuan dan kelompok-kelompok (Langgulung, 1988: 10-12), berikut:

a. Pengetahuan agama dan syar’iyah.

Diantara ilmu-ilmu yang berkembang dan mendapat pengembangan khusus dalam kelompok ini adalah: (1) Ilmu Tafsir al Qur’an, (2) Ilmu bacaan (qiraat), tajwid, dan pemberian baris (dabt), (3) Ilmu Hadits, (4) Ilmu Mustalah Hadits, (5) Ilmu Fiqh, (6) Ilmu Usul al-Fiqh, (7) Ilmu Kalam, (8) Ilmu Tasawuf

a. Ilmu-Ilmu Bahasa dan Sastera

Diantar ilmu-ilmu yang banyak dibahas dalam kelompok ini adalah: (1) Ilmu Bahasa, (2) Ilmu Nahwu, Sharaf, dan ‘arud, (3) Ilmu Balaghah, (4) Ilmu Kritik Sastera.

b. Ilmu-Ilmu Sejarah dan Sosial.

Diantara ilmu-ilmu yang banyak dibicarakan dalam kelompok ini adalah: (1) Ilmu sirah, peperangan, dan biografi, (2) Ilmu sejarah politik dan sosial, (3) Ilmu jiwa, pendidikan, akhlak, sosiologi, ekonomi, dan tatalaksana: ini terdiri dari ilmu-ilmu berikut: (a) Ilmu jiwa, (b) Ilmu pendidikan, (c) Ilmu akhlak, (d)Ilmu sosiologi, (e) Ilmu politik, (f) Ilmu ekonomi, (g) Ilmu tatalaksana, (4) Ilmu-Ilmu geografi dan perencanaan kota, yang terdiri dari ilmu-ilmu: (a) Ilmu geografi, (b) Ilmu perencanaan kota (town planning).

c. Ilmu-Ilmu Falsafah, Logika, Debat, dan Diskusi. d. Ilmu-Ilmu tulen (baht) seperti: (1) Ilmu Matematika,

(b) Ilmu Falak, (c) Ilmu Musik

e. Ilmu Kealaman dan Eksperimental, yaitu: (a)

f. Ilmu-Ilmu Terapan dan Praktis ; yang terdiri dari:

(a) Ilmu Kedokteran, (b)Ilmu Farmasi, (c) Ilmu Pertanian. Berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan yang dikemu-kakan, maka setiap perguruan tinggi Islam dapat merekons-truksi kurikulum pendidikannya sesuai dengan keniscayaan integrasi ilmu pengetahuan. Menurut Al Attas (Daud, 2012: 212), kurikulum pendidikan Islam harus berisikan ilmu yang dapat memenuhi keperluan manusia dengan baik memiliki dua sifat, yaitu: pertama; yang memenuhi keperluannya yang bersifat kekal dan spiritual, dan kedua; yang memenuhi keperluan material dan emosional.

Universitas Islam tidak akan terwujud hanya karena adanya uang, piagam (pendirian), gedung-gedung atau karena telah adanya banyak sarjana dalam berbagai bidang. Jika para sarjana muslim tidak mampu menegakkan inti ilmu pengetahuan dan menarik konsep-konsep dari metafisika yang tercantum dalam alqur’an dan sunnah, dan merumus-kan ancangan dasar yang Islami terhadap ilmu-ilmu sosial, kealaman dan humaniora, tidak akan ada buku-buku ajar, yang merefleksikan ancangan Islami tersebut (Al Bighrami dan Ashraf, 1989: 74).

Konsep dan prinsip epistemologi Islam meneguhkan kembali tentang integrasi ilmu pengetahuan. Setiap per-guruan tinggi Islam perlu merancang ulang, tidak hanya pengembangan program studi, atau program akademiknya, tetapi sekaligus menata ulang struktur pengetahuan yang menjadi mata kuliah. Pengembangan program studi

kea-gamaan sama pentingnya dengan pengembangan prodi sains, baik sains kealaman maupun sains sosial, tek terkecuali bahasa, sastera dan seni. Untuk itu, dalam pengembangan program studi sains, bahasa dan seni harus tetap mengkaji pengetahuan yang bersumber dari wahyu. Inti pengetahuan-nya ada pada mata kuliah: Tauhid, fikih, ilmu kalam, akhlak, tasauf, tafsir, dan hadis. Begitu pula pengembangan bahasa arab juga penting, sebagaimana halnya bahasa Inggris, bahasa kebangsaan, dan seni sastera. Sedangkan pengembangan prodi keagamaan, sebagaimana Ushuluddin, Dakwah, Syari’ah, dan adab juga penting mengkaji dasar-dasar saintifik kealaman, sosial, dan budaya.Sejatinya, selama ini, program studi kea-gamaan memang sudah melakukan strategi keseimbangan atau ingralitas ilmu, namun perlu pilihan-pilihan yang lebih tepat agar menghasilkan kemaslahatan dan kemuliaan dunia dan akhirat secara maksimal.

E. Penutup

Filsafat pendidikan Islam adalah pengetahuan filosofis yang mengkaji tentang hakikat pendidikan Islam. Pengkajian pemikiran mendalam tentang hakikat, tujuan, dan fungsi pendidikan Islam, didasarkan kepada pemahaman atas pe-mikiran mendalam tentang hakikat manusia. Bahkan pemi-kiran tentang pengetahuan Islam menjadi dasar dan pedoman penyusunan kurikulum pendidikan. Perguruan tinggi Islam perlu menyusun kurikulum pendidikannya dengan melaku-kan kebijamelaku-kan integrasi ilmu pengetahuan yang mengakomo-dasi pengetahuan kewahyuan dan pengetahuan empiris, sains

kealaman dan sosial yang mendukung pengembangan kebu-dayaan Islam. Filsafat pendidikan membantu memudahkan dalam merumuskan kurikulum pendidikan tinggi Islam, dengan didasarkan kajian pada dimensi epistemologi yang merumuskan hakikat pengetahuan dalam Islam. Hakikat pengetahuan Islam menghasilkan sumber pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan, dan nilai-nilai pengetahuan sehingga benar-benar integral dengan pengembangan kuri-kulum pendidikan tinggi Islam.

F. Daftar Pustaka

Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan

Ber-dasarkan alqur’an, Jakarta: Rinekacipta, 1990.

Azizy, A. Qodri A, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika

Sosial, Semarang: Aneka Ilmu,2003.

Azra, Azyumardi dalam Pengantar buku Charles Michael Stanton,

Pendidikan Tinggi dalam Islam, Jakarta: Logos, 1990.

Azra, Azyumardi, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan

Islam, Jakarta: Logos, 1999.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi

di Tengah Tantangan Millenium III, Jakarta: Prenada,

2012.

Azyumardi Azra, Reintegrasi Ilmu-ilmu dalam Islam, dalam Strategi Pendidikan Upaya Memahami Wahyu dan Ilmu, Nanat Fatah Natsir dan Hendriyanto Attan.

Islam, Terjemahan, Machnun Husein, Yogyakarta,

Tiara-wacana, 1989.

Daud, Wan Mohd Nor Wan, Fasafah dan Amalan Pendidikan

Islam Syed M. Naquib Al-Attas: Suatu Huraian Konsep Asli Islamisasi, Kuala Lumpur: Penerbit University Malaya,

2012.

Fadhil Lubis Nur Ahmad, Pengantar Filsafat Umum, Medan: IAIN Press, 2001.

Husaini, S. Waqar Ahmed, Sistem Pembinaan Masyarakat

Islam, Bandung: Pustaka,1980.

Kartanegara, Mulyadi, Integrasi Ilmu, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

Navaid, M.I, Education and Science in Islam, New Delhi: Discovery Publishing House, PVT, LTD, 2010.

Noordin, Tajul Arifin, Konsep Asas Pendidikan Sepadu, Kuala Lumpur: Nurin Enterprise, 1988.

Zais, Robert S., Curriculum: Principles and Foundations, New York: Harper & Row Publishers, Inc, 1997.

PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI