• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regenerasi Kepemimpinan Umat, Suatu Keniscayaan

Secara kewahyuan dan logis empirik regenerasi kepe-mimpinan umat menjadi keniscayaan dalam kehidupan umat Islam. Rasulullah mengajak umatnya supaya mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang zamannya berbeda degan zaman sekarang. Itu, artinya umat Islam tidak boleh meninggalkan generasi yang lemah di belakangnya/ sesudah zamannya. Kelemahan tersebut bisa saja lemah ilmunya (tidak berilmu dan terkebelakang), lemah imannya maka mudah tergoda, lemah hartanya-miskin-, lemah fisiknya (sering sakit-sakitan, atau penyakitan), lemah persaudaraannya (suka konflik dan mempertengkarkan masalah kecil-kecil) (Lihat QS: An Nisa: 9).

Kepemimpinan, kaderisasi dan regenerasi merupakan

sunnatullah. Oleh sebab itu, siapa yang akan memegang

kekuasaan, kepemimpinan, fungsi-fungsi jabatan yang ada dalam kehidupan umat Islam ketika yang memimpin sekarang sudah bearakhir masanya, atau meninggal dunia dan masuk ke alam barzah (meninggal dunia)? Tuntutan sejatinya harus ada yang menggantikan, generasi penerus, untuk menerus-kan kepemimpinan yang telah dipersiapmenerus-kan sedini mungkin agar dapat tumbuh, besar dan berkembang sesuai dengan idealisme, pemikiran dan harapan munculnya yang lebih baik sebagaimana dikehendaki. (Fathi, 2009: 102).

Dalam konteks sejarah Islam patut dicatat bahwa seorang pemimpin hendaknya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. Orang yang pertama dipilih Rasulullah adalah orang yang paling dekat dari keluarga dan sahabat-saha-batnya sendiri. Khadijah beriman, disusul kemudian Zaid bin Haritsah, Ali bin Abu Thalib beserta sahabat-sahabatnya Abu Bakar. Kemudian Rasul memilih orang-orang yang baik dan menyeru mereka agar masuk Islam. Hal ini dibantu Abu Bakar memahami tugas-tugasnya secara alami sesuai fitrah-nya. Ia menyeru setiap orang yang dipercayainya untuk masuk Islam dari pihak keluarganya (Fathi, 2009: 202).

Hampir tidak ada yang meragukan kemuliaan dan kewaraan Abu Bakar dalam menyebarkan agama Islam. Kepribadiannya yang penuh kekeluargaan, dicintai dan

berakhlakul karimah. Dari keluarganya yang masuk Islam,

sebagaimana tampilnya Ustman bin Affan dari keturunan Umaiyah, Zubair bin Awwam Al Asadi, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Halhah bin Ubaidillah. Mereka inilah golongan pertama dan generasi kedua dalam dakwah untuk menyerukan ajaran-ajaran dan kepemimpinan Islam yang dibawa Rasulullah (Fathi, 2009: 202).

Sesungguhnya tanggung jawab untuk mempersiapkan pemimpin pengganti dan generasi kedua dan berikutnya adalah merupakan tugas semua pemimpin yang sedang memegang tampuk kekuasaan. Dengan penuh tanggung jawab para pemimpin masa kini, memiliki kesadaran sejarah untuk mempersiapkan sepenuh keyakinan dalam

memper-siapkan regenerasi dan kemimpinan baru ke depan baik secara spiritual, intelektual, maupun material (Fathi, 2009: 203).

Tantangan berat umat Islam saat ini yang semakin mengemuka adalah komunis gaya baru, syi’ah, dan kekuatan kolaboratif penghancur dan anti Islam (gabungan kapitalisme, dan sosialisme). Tidak mungkin umat Islam mampu meng-atasi tantangan eksternal ini jika kita tidak mempersiapkan kader-kader pemimpin Islam yang kuat imannya, bagus akhlaknya, amal sholehnya luas, berani, dan tangguh mem-perjuangkan cita-cita Islam. Memang sampai kini masih eksis ormas Islam, diantaranya Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Al Jamiyatul Washliyah, Al Ittihadiyah, Persatuan Uman Islam (PERSIS), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), namun keadaan terkini ada kekuatan luar yang berusaha membenturkan kepentingan ormas sebagaimana kepenting-an partai politik. Fenomena ini harus disadari oleh pemim-pinan Islam yang ada sekarang dan genereasi muda Islam yang perlu dikader dengan kesadaran kritis dalam kebang-kitan umat Islam untuk memperjuangkan terwujudnya baldatun

thoyyibatun wa Robbun Ghofur, Negara yang baik/damai

dalam ampunan Allah.

Dalam perspektif kontemporer, tuntutan mempersiap-kan pemimpin berakhlakul karimah tidak boleh diabaimempersiap-kan oleh umat Islam. Sebab, tantangan semakin krusial, dan sangat berat. Terutama dalam dinamika politik yang saat ini sangat signifikan bagi eksistensi dan kemajuan umat Islam. Karena itu, semua unsur dan komponen umat dalam ber-bagai institusi keIslaman harus lebih terarah dan terencana

membangun generasi baru yang mau berjihad dengan harta dan jiwanya mengubah keadaan umat Islam jangan menjadi generasi pengikut saja, harus menjadi generasi pelopor Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi sekalian alam). Kekuatan politik tidak boleh dijauhi, tapi siapkan calon politisi yang wara’, profesional, berani dan santun. Dunia pendidikan sejak dari dasar, menengah dan tinggi terutama perguruan tinggi Islam harus menjadi wahana kaderisasi pemimpin umat yang tangguh. Saatnya, lembaga pendidikan Islam menyiapkan satu format latihan kepemimpinan yang berbasis kepada nilai ajaran Islam dan profesional dalam segala bidang kehidupan. Hal ini penting untuk menjamin idealita ajaran Islam bahwa umat Islam adalah umat terbaik (khaira

ummah).

Muhammad Saw adalah manusia yang luas biasa namun bukan tidak mungkin diteladani dan diikut jejak-jejak kesuk-sesannya yang multi dimensi. Salah seorang guru leadership menyatakan bahwa pemimpin yang baik memberikan inspirasi. Itulah yang membedakan pemimpin dengan yang bukan. Muhammad disamping meninggalkan teladan yang bisa kita

copy paste juga meninggalkan banyak inspirasi dan

kebijak-sanaan (wisdom) tentang banyak hal. Tugas kitalah mengem-bangkan inspirasi tersebut sesuai dengan dimensi waktu dan ruang serta dalam radius kekhalifahan yang kita emban (Antonio, 2007: 1-12).

Sesungguhnya membina karakter akhlakul karimah merupakan bagian dari pendidikan akhlak dalam Islam. Namun secara khusus dalam konteks menyiapkan calon

pe-mimpin, nampaknya pendidikan formal tidak cukup untuk memastikan perolehan calon pemimpin berkarakter akhlakul

karimah. Dalam konteks ini, calon pemimpin umat tidak

hanya diperoleh melalui lembaga pendidikan dasar, menengah dan tinggi, tetapi melibatkan lembaga perkaderan calon pe-mimpin, baik ormas Islam maupun organisasi siswa, mahasiswa dan pemuda Islam yang menangani khusus mengenai perkader-an berkelperkader-anjutperkader-an menyiapkperkader-an pemimpin umat dperkader-an bperkader-angsa.

Menurut Fathi (2009), karakter dasar yang diperlukan pemimpin Islam adalah beriman, ikhlas, yakin dan bertaqwa, berilmu pengetahuan dan mau belajar, pendidikan, murah hati/dermawan, keadilan, bersabar dan mampu menahan penderitaan. Sifat-sifat dan karakter di atas menjadi bagian penting yang diinternalisasikan ke dalam perumusan model baru pelatihan atau kaderisasi para dai, pelajar, mahasiswa sebagai calon pemimpin umat dan bangsa sehingga ke depan ada perubahan orientasi organisasi siswa, mahasiswa dan pelajar. Untuk itu perlu dirancang pengembangan sumber-daya manusia di ormas Al Ittihadiyah yang memastikan bahwa ada kesiapan untuk mengisi ruang gerak kemajuan intelek-tual, kekayaan material, kekuatan spiriintelek-tual, berbagai modal sosial dan perjuangan kultural Islam bagi kemajuan umat dan bangsa Indonesia. Para generasi muda Islam yang dibina melalui kiprah Al Ittihadiyah harus tetap memiliki sikap moderat dan konsisten pada komitmen berbangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Panca-sila dan Undang-Undang Dasar 1945.

E. Penutup

Para pemimpin Islam, baik lembaga pendidikan Islam maupun pemimpin ormas Islam, perlu melakukan evaluasi model perkaderan organisasi Islam, atau pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan sebagai bagian integral pengembangan sumberdaya manusia bagi bangsa Indonesia. Sebab perkader-an calon pemimpin Islam masih jauh dari harapperkader-an perjuperkader-angperkader-an Islam yang murni dan pencapaian kemampuan yang diharap-kan untuk menjadi pejuang Islam masa depan. Untuk itu perlu kita bangun kesadaran baru, bahwa salah satu hal yang krusial adalah meninggikan kemuliaan Islam sebagaimana hadis Rasul “Al Islam ya’lu wala yu’la ‘alaih), memerlukan strategi ampuh, pikiran cerdas dengan kolaborasi umat Islam berbasis ukhuwah Islamiyah yang tinggi.

Keberadaan generasi muda yang dikader di sekolah, madrasah, pesantren dan perguruan tinggi serta pada orga-nisasi otonom (Barisan Muda, Muslimat Al Ittihadiyah), harus masuk ke dalam gerbang masa depan, dengan karakteristik insan paripurna. Tidak boleh larut dengan berbagai kemu-dahan yang menggersangkan jiwa lalu terjebak pada narkoba, seks bebas, ragu tentang masa depannya, sunyi dalam kera-maian (anomi), tidak jelas perjuangan/cita-cita, dan lambat mencapai kecerdasan dan kedewasaan. Hanya itu muncul disebabkan kita tidak pernah memikirkan dan mengevaluasi perkaderan kepemimpinan pelajar, mahasiswa dan pemuda Islam selama ini.

Akhirnya generasi muda kehilangan keteladanan dan porak poranda karena kurang mampu berkompetisi dalam

keunggulan, percaya diri, nasionalisme dan bermartabat, dan sekaligus mampu bekerjasama untuk mendatangkan kebaikan dengan bangsa lain. Saatnya umat dan bangsa ini kembali bangkit, karena itu pekerjaan jangan sampai stagnan. Generasi muda sebagai sumberdaya pembangunan bangsa teruslah mengisi dasawarsa keempat era kebangkitan Islam. Era ter-sebut sudah dimulai sejak awal tahun 1400 H dan kini sudah masuk 40 tahun era tersebut, sebab kini umat sudah melangkah dan memasuki tahun 1440 Hijriyah. InsyaAllah!