• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN 1 Syiah secara Singkat 1

Dalam dokumen Inilah JalanKu yang Lurus! (Halaman 173-181)

Sejarah Singkat Mazhab Syiah

Maometto mori dunque senza prendere congedo dai suoi lìdi Compagni, e senza lasciare alcuna istruzione per l’avvenire della comunità da lui creata. La morte sopraggiunse con rapidità così fulminea, che né egli, né alcuno dei Compagni ebbe il menomo sospetto che la fine fosse tanto vicina.”

Leone Caetani, Annalli dell'Islam, 2 (1907).

Di antara para sejarawan Barat dan Islam, Caetani termasuk yang berpendapat bahwa Nabi Saw tidak sempat meninggalkan penggantinya. Dengan paragraf yang singkat di atas, Caetani menegaskan bahwa Nabi Saw tidak memberikan wasiat dan sekaligus menerangkan sebabnya. Nabi Saw tidak sempat memberikan petunjuk kepada para sahabatnya tentang pelanjutnya, karena maut tiba-tiba menyergapnya, la fine fosse tanto vicina. Menurut Caetani, karena tidak adanya petunjuk seperti itu, dengan terburu-buru beberapa jam setelah Nabi Saw meninggal dunia, para sahabat berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah, mengangkat Abu Bakr sebagai khalifah.

1 Kecuali delapan paragraf pertama, yang ditulis oleh Ustad

174 Emilia Renita AZ

Menurut Sir Thomas Arnold, “Sakit Nabi Saw begitu parah sehingga ia tidak menaruh perhatian pada urusan pemerintahan.” Arnold melanjutkan, “Tidak perlu berpikir mengapa orang genius yang mahir berorganisasi itu mengabaikan rencana masa depan masyarakat religius yang baru dibentuknya.” (The Caliphate, 1924, h.19).

Ini teori umum tentang sejarah awal Islam. Nabi Saw mengabaikan rencana masa depan masyarakat religius yang baru dibentuknya. Ini sangat mengherankan, bukan saja bagi Arnold, tetapi bagi banyak sejarawan lainnya.

Dari keheranan ini berkembang berbagai teori.

Menurut para sejarawan Syiah, seperti Sayyid Baqir Shadr, dengan meneliti dokumen-dokumen historis–

seperti Al-Quran, hadis, kesusasteraan Arab klasik, dan memori kolektif (Holbach), mereka menemukan bahwa Nabi Saw sama sekali tidak mengabaikan rencana masa depan umatnya. Beliau mengerti sekali bahwa umat yang baru dibentuknya menghadapi ancaman dari luar dan juga dari dalam. Beliau tahu bahwa berbagai kepentingan politik akan memecah-belah umat; bahwa mayoritas umat Islam yang masuk Islam pada Futuh Makkah tidak sempat mendapat pendidikan Nabi Saw yang memadai.

Karena itu, sejak awal kenabian sampai detik-detik terakhir kehidupannya, Rasulullah Saw telah mengarahkan umatnya untuk mengikuti penerima wasiatnya, al-washi, yaitu Ali bin Abi Thalib. Betapapun banyak teori sejarah tentang awal Islam, sebetulnya teori sejarah Islam bisa dipisahkan pada dua kelompok saja: (1) kelompok yang

berpendapat bahwa Nabi Saw tidak berwasiat. Inilah yang sekarang kita kenal sebagai Ahlussunnah; (2) kelompok yang percaya penuh bahwa Nabi Saw berwasiat. Inilah yang kemudian disebut sebagai Syiah.

Walhasil, sejarah Syiah tidak terpisah dari sejarah Islam. Seluruh perjalanan sejarah umat Islam adalah sejarah interaksi antara kelompok nafi (yang menolak wasiat) dan kelompok itsbat (yang menegaskan wasiat). Syiah adalah Islam itu sendiri yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Ajarannya antara lain kontinuitas kepemimpinan atau imamah oleh seseorang yang dilantik oleh Allah Swt melalui Nabi-Nya Saw. Prinsip dasar inilah yang menjamin kelestarian Islam dan membentuk identitas kesyiahan.

Rasulullah Saw menyampaikan prinsip itu pada masa hidupnya, dan sejak itu pula sebagian sahabat beliau menerimanya, bahkan sepeninggal beliau pun mereka konsisten terhadapnya. Merekalah perintis Mazhab Syiah pada masa hidup Nabi Saw, dan sepeninggal beliau pun mereka tetap pada janji itu. Di saat yang sama, sebagian orang mengabaikan prinsip ini dan mereka menyerahkan pemilihan pemimpin kepada massa.

Penamaan pengikut Amirul Mukminin Ali As dengan Syiah sudah dimulai pada masa hidup Rasulullah Saw. Banyak sekali hadis yang meriwayatkan bahwa beliau sendiri yang menetapkan nama itu untuk para pengikut Ali As. Para ahli hadis dan tafsir meriwayatkan ketika ayat 7 surah 98 (al-Bayyinah) turun:

176 Emilia Renita AZ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itulah sebaik-baik manusia.

Beliau Saw sambil menghadap ke arah Ali As bersabda:

Kamu dan Syiahmu pada Hari Kiamat merupakan orang-orang yang ridha dan diridhai.

Di hadis lain, beliau Saw bersabda:

Engkau dan Syiahmu, janjiku dan kalian pada Hari Kiamat adalah di sisi Telaga—Kautsar. Ketika umat-umat datang untuk menghadapi hisab, kalian dipanggil sementara cahaya memancar dari wajah kalian.

Hadis yang menyatakan bahwa ayat ini berkenaan dengan pengikut Ali As dan sesungguhnya Nabi Saw yang memberi mereka nama Syiah, tersebar di berbagai kitab rujukan. Sebagai contoh, kitab al-Durr al-Mantsûr,

6: 589; al-Shawa'iq al-Muhriqah, 161; Nihâyah Ibn Atsîr, kata qamh, 4: 106; Manaqib Ibn Maghazili, 293, dan lain-lain. Perlu diketahui, Suyuthi menukil hadis-hadis itu di dalam kitab al-Durr al-Mantsûr dari Tafsîr al-Thabari dan Târîkh Ibn 'Asakir.

Berdasarkan keterangan di atas, yang memberi nama Syiah kepada pengikut Amirul Mukminin Ali As adalah Rasulullah Saw. Dan kenyataan ini sendiri merupakan dasar untuk menentukan pola pemerintahan sepeninggal Nabi Muhammad Saw.

Imamah Lahir Bersama Kenabian

Tentu saja, posisi imamah berbeda dengan posisi kenabian; nabi adalah penerima wahyu dan pendiri agama, sedangkan imam bukan penerima wahyu kenabian dan bukan pula pendiri agama, melainkan dia menanggung tugas-tugas yang sebelumnya ditanggung nabi dalam ranah penjelasan hukum dan penerapannya. Imam adalah rujukan dalam penjelasan hukum dan keyakinan Islam serta pengatur urusan negara.

Berdasarkan prinsip ini dan sebagaimana tertera jelas dalam banyak hadis, ketika Rasulullah Saw menyatakan kenabiannya kepada Bani Hasyim, beliau juga mengumumkan suksesi Ali As atas dirinya dan kepemimpinan dia setelah beliau. Kenyataan ini membuktikan bahwa kenabian dan imamah lahir bersamaan. Di samping itu, dua kedudukan tersebut

178 Emilia Renita AZ

ini tersurat dalam buku-buku referensi sejarah, yang antara lain Rasulullah Saw bersabda:

Sesungguhnya ini (Ali) saudaraku, washiku, dan khalifahku pada kalian, maka dengarlah dia dan taatilah

(Tarikh al-Thabari, 2: 319-321, terbitan Dar al-Ma’arif, Mesir; Tarikh Kamil Ibn Atsir, 2: 62-63, terbitan Dar Shadir, Beirut; Sirah Halabiyah, 71: 311, terbitan al Bahiyah, Mesir; Tarikh Ibn 'Asakir, 1: 65, hadis 139-140-141, terbitan Beirut; Tafsir Khazin, Alaudin Syafi'i 3:371, terbitan Mesir, dan lain-lain.)

Empat Sumber Utama Syiah

Salah satu bahasan penting untuk mengenal Syiah adalah bahasan mengenai keyakinan dan pandangan Syiah serta kesamaan dan perbedaannya dengan mazhab-mazhab Islam yang lain. Syiah Imamiyah memperoleh pokok keyakinan agama Islam dan cabangnya dari empat sumber, yaitu Al-Quran, Sunnah Nabi Saw, Sunnah Ahlulbait As, dan akal.

1. Al-Quran

Al-Quran diterima semua mazhab Islam dan tergolong sumber yang sama di antara mereka. Pun begitu, ada perbedaan dalam pola penggunaan dan

metode pemahaman konsep-konsep serta ajarannya.

Bagaimanapun, Syiah tidak pernah meyakini adanya tahrif atau perubahan Al-Quran, sejak dulu kala sampai sekarang. Sebaliknya, Syiah senantiasa meyakini Al-Quran terjaga dari segala macam perubahan.

2-3. Sunnah Nabi Muhammad Saw dan Ahlulbait As Sumber utama kedua bagi Mazhab Syiah untuk memperoleh pokok agama Islam dan cabangnya adalah Sunnah Nabi Saw. Sunnah di sini berarti sabda, tindakan, dan sikap diam (yang bermakna persetujuan) beliau.

Sumber ini juga diterima oleh semua mazhab Islam, walaupun mereka berbeda pendapat dalam syarat perawi hadis Nabi dan cara pengambilan Sunnah beliau.

Dengan demikian, setiap kali hadis yang berisi sabda, tindakan, dan atau sikap diam Nabi Muhammad Saw diriwayatkan melalui jalur yang valid maka itu hujah atau bukti.

Menurut Syiah Imamiyah, jalur paling valid untuk mencapai Sunnah Nabi Muhammad Saw adalah para imam Ahlulbait Nabi As. Apa pun yang dijelaskan oleh Ahlulbait As pada hakikatnya adalah Sunnah Nabi Saw.

Dan apa yang dimaksud dengan Ahlulbait Nabi As adalah dua belas imam suci As ditambah Sayidah Fathimah Zahra As, putri Nabi Saw. Perihal perkataan, tindakan, dan sikap diam Ahlulbait As adalah hujah atau bukti, banyak sekali bukti yang menyatakannya, antara lain hadis tsaqalain dan

180 4. Akal

Ulama Syiah, berdasarkan petunjuk Al-Quran dan Sunnah, meyakini kedudukan tinggi bagi akal dalam memperoleh ajaran agama Islam. Dari satu sisi, mereka menerima asas baik dan buruk rasional serta membuktikan keadilan Ilahi atas dasar itu, di sisi lain, fukaha Syiah Imamiyah mempercayai akal sebagai sumber hukum syariat bersama Al-Quran dan Sunnah. Mereka juga meyakini asas kelaziman antara hukum akal dan syariat.

Di samping itu, peran akal sebagai alat untuk memahami Al-Quran dan Sunnah juga mereka terima, karena indikator rasional dan penilaian akal dapat membantu mufasir dalam menafsirkan Al-Quran dan mujtahid dalam menyimpulkan hukum dari Al-Quran serta Sunnah.

Dengan demikian maka jelaslah jawaban atas pertanyaan di atas, karena Syiah dan Ahlussunnah punya perbedaan terkait sumber-sumber tersebut (Al-Quran, Sunnah Nabi Saw dan Ahlulbait As, serta akal), dengan sendirinya mereka pun punya perbedaan dalam keyakinan dan fatwa.

Terkait Sunnah, Syiah hanya menerima Sunnah Nabi Muhammad Saw dan Ahlulbait As sebagai hujah dan bukti.

Adapun perkataan dan tindakan sahabat Nabi Saw tidak mereka pandang sebagai hujah karena bukan manusia suci. Tidak demikian halnya dengan Ahlussunnah, mereka menerima Sunnah sahabat Nabi Saw sebagai hujah dan bukti.

Emilia Renita AZ

LAMPIRAN 2

Sahabat Nabi Saw Menurut Al-Quran

Dalam dokumen Inilah JalanKu yang Lurus! (Halaman 173-181)