• Tidak ada hasil yang ditemukan

sebagai Nabi dan Rasul Terakhir

Dalam dokumen Inilah JalanKu yang Lurus! (Halaman 96-106)

T

ampaknya tuduhan ini tidak digunakan untuk menyesatkan Syiah, walaupun masih juga menyebar tuduhan bahwa Syiah mengkultuskan Ali di atas Nabi Saw dan bahkan menggambarkan kesalahan Jibril menurunkan wahyu. Mereka menuduh Syiah dengan tuduhan—dalam peribahasa Arab—yudhhiku al-tsaqla, saking lucunya sampai perempuan yang keguguran pun tertawa. Mereka memfitnah bahwa Syiah percaya Imam Ali-lah yang seharusnya menerima wahyu.

Berikut ini adalah pandangan Syiah tentang kedudukan Imam Ali dalam hubungannya dengan Nabi Saw.

Kesamaan Persepsi antara Sunni dan Syiah tentang Ali bin Abi Thalib.

Dibandingkan dengan riwayat dari sahabat-sahabat Nabi Saw yang lain, hanya dari Imam Ali yang kita temukan banyak hadis shahih bicara tentang kemuliaannya;

sebagaimana diakui oleh Ahmad bin Hanbal, “Tidak

datang hadis kemuliaan (al-fadha'il) dari sahabat Nabi Saw seorang pun seperti riwayat tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib Ra.”1

Sunni dan Syiah sepakat bahwa kedudukan Ali dalam hubungannya dengan Rasulullah Saw sama seperti hubungan Harun dan Musa; bahwa Allah dan Rasul-Nya mencintai Ali dan Ali mencintai Allah dan Rasul-Nya;

bahwa tidak mencintai Ali kecuali mukmin dan tidak membencinya kecuali munafik; bahwa Ali termasuk Ahlulbait As yang harus diikuti sepeninggal Nabi Saw.

Perbedaan Utama Persepsi antara Sunnah dan Syiah tentang Imam Ali: Wasiat.

Bila Sunni dan Syiah sepakat dalam berbagai hadis di atas (yang dikutip di sini hanya sebagian saja) tentang posisi Imam Ali, dalam hal wasiat mereka berpisah, sejak zaman para sahabat sampai sekarang. Menurut Syiah, Rasulullah Saw berwasiat kepada Imam Ali. Menurut Sunni, Rasulullah Saw TIDAK berwasiat sama sekali kepada siapa pun.

1 Banyak sekali ulama yang meriwayatkan pernyataan Imam Ahmad ini, antara lain, Al-Hakim pada hadis pertama Bab Manaqib Amir al-Mu’minin 3: 107; Ibn Asakir, hadis 1117, tarjamah Amir al-Mu’minin, Tarikh Dimasyq 3: 83; Ibn Hajar, tarjamah akhir tentang Amir al-Mu’minin Tahdzib al-Tahdzib 7: 339; Ibn

‘Abd al-Barr, pada hamisy al-Ishabah 3: 51: Berkata Ahmad bin Hanbal, “Tidak diriwayatkan tentang keutamaan seorang pun sahabat Nabi Saw dengan sanad-sanad yang bagus seperti yang

98 Emilia Renita AZ

Perbedaan pandangan ini sudah dimulai sejak zaman para sahabat. Pernah para sahabat berkumpul di depan Aisyah. Mereka menyebut-nyebut Ali sebagai penerima wasiat (washi) Nabi Saw, dan Aisyah menolaknya. Menurut Aisyah, sampai akhir hayatnya, ketika Nabi Saw bersandar pada pangkuannya, Nabi Saw tidak berwasiat. “Kapan ia berwasiat?” tanya Aisyah. (Lihat snapshot hadis Aisyah di bawah ini, Shahih al-Bukhari, hadis 2536).

Snapshot para sahabat menyebut Ali sebagai washi, Shahih Bukhari 2536 :

Al-Bukhari menyebutkan hadis ini dalam Kitab:

Washiyat, Bab Wasiat dan Sabda Nabi Saw bahwa tidak boleh seorang Muslim tidur tanpa wasiat yang tertulis di dekatnya.

Kemudian Al-Bukhari mengutip ayat al-Baqarah: 180, yang menjadi dasar hadis-hadis dalam bab tersebut:

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan kebaikan (dalam terjemah resmi, harta yang banyak), berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

Karena wasiat diwajibkan dalam Al-Quran, mungkinkah Nabi Saw wafat tanpa meninggalkan wasiat?

Seorang di antara tabi’in—Thalhah bin Musharrif—

bertanya pada seorang sahabat, Abdullah bin Abi Aufa, apakah Nabi Saw berwasiat. Ia menjawab “Tidak.” Ia bertanya lagi, “(Kalau Nabi Saw tidak berwasiat) kenapa wasiat itu diwajibkan kepada manusia atau mereka diperintahkan untuk berwasiat?” Abdullah bin Abi Aufa menjawab (atau menghindar), "Beliau berwasiat dengan Kitab Allah.” (Masih dari Shahih al-Bukhari, hadis 2535).1

1 Di sini, Ibn Abi Aufa mempermainkan dua makna wasiat:

nasihat atau pesan dan perjanjian yang harus dilaksanakan setelah pemberi wasiat meninggal (lihat Dr. Ahmad Mukhtar Umar, Mu’jam al-Lughah al-'Arabiyah al-Mu’ashirah, pada kata ausha). Thalhah bertanya tentang wasiat dalam arti kedua, dan ia menjawab “Tidak.” Ketika didesak, bukankah Al-Quran mewajibkan memberi wasiat, ia menjawab, “Ia berwasiat dengan Al-Quran.” Dengan wasiat dalam arti pertama.

100 Emilia Renita AZ

Untuk mempertahankan bahwa Nabi Saw tidak berwasiat, sebagian ulama Sunni menerjemahkan kata kutiba sebagai “dianjurkan” atau “disunnahkan”. Atau, mereka mengatakan bahwa ayat wasiat ini di-mansukh dengan ayat waris dalam surah al-Nisa' (lihat kitab-kitab tafsir dan

‘Ulum Al-Qur'an, yang akan menghabiskan tempat kalau ditulis di sini). Ketika kepada Ibrahim al-Nakha’i (47-96 H), periwayat hadis terpecaya salah seorang guru Abu Hanifah, ditanyakan perihal wasiat yang diperdebatkan oleh Thalhah dan Al-Zubair dengan keras, ia berkata,

“Mereka tidak perlu berbuat begitu. Nabi Saw wafat dan beliau tidak berwasiat. Abu Bakar berwasiat. Jika ia berwasiat, itu bagus (seperti Abu Bakar). Jika ia tidak berwasiat, itu tidak apa-apa (seperti Nabi Saw).” (Lihat Tafsir al-Qurthubi 2: 260, perihal perdebatan di antara Thalhah dan Zubair, lihat Tafsir al-Thabari, Tafsir al-Tsa’labi, Tafsir ‘Abd al-Razaq al-Shan’ani, pada tafsir ayat wasiat).

Snapshot Tafsir al-Qurthubi 2:260: Sunnah berwasiat.

Ada banyak hadis yang meriwayatkan kedudukan Imam Ali sebagai washi, penerima wasiat Nabi Saw.

Untuk menghemat ruang, di sini hanya dikutipkan satu hadis saja beserta snapshot-nya di bawah ini:

Snapshot Tarikh al-Thabari 2:321- Ali sebagai washi:

102 Emilia Renita AZ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” Muhammad bin Ishaq telah meriwayatkan dari Abd al-Ghaffar bin al-Qasim, dari Al-Minhal bin ‘Amr, dari Abdullah bin Naufal bin al-Harits bin Abdul Muthallib, dari Abdullah bin Abbas, dari Ali bin Abi Thalib. Ia berkata:

Ketika turun ayat ini kepada Rasulullah Saw, Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, beliau memanggilku, "Ali, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk memberikan peringatan kepada keluarga dekatku. Berat bagiku untuk melakukannya, karena jika aku umumkan perkara ini kepada mereka, aku akan melihat apa yang tidak aku sukai dari mereka. Aku diam sampai Jibrail datang kepadaku. Ia berkata kepadaku, 'Jika tidak engkau lakukan apa yang diperintahkan, Tuhanmu akan mengazab kamu.' Siapkan bagi kami satu sha' makanan dan masukkan ke situ satu kaki kambing. Penuhi juga satu wadah susu.

Lalu, kumpulkan Bani Abd ul Muthallib untukku sehingga aku bisa menyampaikan kepada mereka apa yang diperintahkan Tuhan kepadaku."

(‘Ali ra berkata): Aku lakukan apa yang diperintahkan Nabi Saw kepadaku. Aku undang mereka. Hari itu, ada empat puluh orang. Mungkin lebih atau kurang satu orang. Ada paman-pamannya: Hamzah, Abbs, Abu Lahab. Setelah mereka berkumpul, Nabi Saw memanggilku untuk membawa makanan

yang sudah aku siapkan. Setelah makanan itu aku letakkan, Rasulullah Saw mengambil satu kerat daging. Ia kunyah dengan gigi-giginya, lalu beliau letakkan di tengah-tengah hidangan. Kemudian beliau berkata, "Ambillah dengan nama Allah."

Semua orang makan sampai kenyang. Demi Allah, setiap orang makan sebanyak yang aku siapkan untuk semuanya. Kemudian beliau berkata, "Beri orang-orang ini minuman." Lalu aku membawa wadah susu itu. Mereka pun minum sampai puas.

Demi Allah, setiap orang minum sama dengan yang lainnya. Ketika Rasulullah Saw hendak berbicara, Abu Lahab menginterupsi, "Sahabat kalian telah menyihir kalian." Maka bubarlah orang-orang, dan Rasulullah Saw tidak sempat berbicara kepada mereka.

Keesokan harinya beliau berkata, "Hai Ali, orang ini telah mendahuluiku dengan apa yang kamu dengar, sehingga orang-orang bubar sebelum aku berbicara kepada mereka. Siapkan lagi makanan seperti yang sudah kamu lakukan. Kumpulkan mereka lagi."

Aku kerjakan. Aku kumpulkan mereka. Kemudian beliau memanggilku untuk membawakan makanan. Aku hidangkan makanan sebagai jamuan. Lalu Rasulullah Saw melakukan apa yang beliau lakukan sehari sebelumnya. Mereka pun makan dan minum. Lalu Rasulullah Saw berkata,

104 Emilia Renita AZ

kepada kalian kebaikan dunia dan akhirat. Allah telah memerintahkan kepadaku untuk memanggil kalian kepadanya. Siapakah di antara kalian yang mau membantuku dalam urusanku ini, sehingga ia menjadi saudaraku, washi-ku, dan khalifahku (penggantiku) untuk kalian?" Semua orang diam seribu bahasa. Lalu aku berkata (dan aku adalah yang paling muda di antara mereka), "Aku, ya Nabi Allah.

Aku mau menjadi wazirmu untuk urusan ini." Lalu beliau menyentuh pundakku dan berkata, "Inilah saudaraku, washi-ku, dan khalifahku (penggantiku) untuk kalian. Dengarkan dia dan taati dia." Orang-orang pun berdiri sambil tertawa. Mereka berkata kepada Abu Thalib, "Ia memerintahkan kamu mendengarkan Ali dan mematuhinya."1

Walhasil, Syiah menjalankan agamanya dengan merujuk kepada Imam Ali sebagai “washi” dan

“khalifah”, dan mematuhi serta menaatinya, sebagaimana diperintahkan Nabi Saw. Syiah tidak mau mengubah-ubah wasiat Nabi Saw karena takut akan ancaman Allah

1 Abu Ja’far bin Jarir al-Thabari, Tarikh al-Thabari: Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, 2:321. Tahqiq: Muhammad al-Fadl Ibrahim. Kai-ro: Dar al-Ma’arif, tanpa tahun. Lihat juga: al-Kāmil fi al-Tarikh 1:586-587; Mukhtasar Tarikh Dimasyq 17:310; al-Sirah al-Halabiyyah 1:461; Ma’alim al-Tanzīl 4: 378; Tafsir al-Khazin 3:371-372; Syarh ibn Abi Hadid 13:210-244; Syawahid Tanzīl 1:372-373; Kanz

al-‘Ummal 36419 meriwayatkan hadiş ini dari Ibn Ishaq, Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim, Ibn Mardawaih, dan Al-Baihaqi dalam Dala'il al-Nubuwwah.

Swt, Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs al-Baqarah [2]: 181)

Jika Syiah memilih Imam Ali sebagai khalifah sepeninggal Nabi karena das Sollen dan menerima Abu Bakar sebagai khalifah karena das Sein, mestikah keduanya disesatkan. Nabi Saw bersabda, “Janganlah kamu kembali kafir, yaitu kamu memerangi sesama kamu.” (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Hajj, Bab al-Khuthbah Ayyam Muna, hadis 1622).

106

Dalam dokumen Inilah JalanKu yang Lurus! (Halaman 96-106)