• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Pengembangan Karikalum

Dalam dokumen Buku Belajar Dan Pembelajaran (Halaman 131-140)

KOMPONEN KURIKULUM

2. Landasan Pengembangan Karikalum

Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat (Depdikbud, 1986: 1).

Adapun yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimna pembuatan kurikulum akan berjalan. Hal tersebut meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut : Siapa akan dilibatkan dalam pembuatan kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau siswa ? Apa prosedur yang akan digunakan dalam pembuatan kurikulum, petunjuk administratif, konlisi fakultas (staf pengajar) atau konsultasi universitas ? jika komisi yang digunakan, bagaimana mereka akan diatur ? (Zais, 1976 : 17) sedangkan Bondi dan Wiles (1989 : 87) mengemukakan babwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah proses yang meliputi banyak hal yakni : (1) kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3) penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan, dan (4) peralatan dalam evaluasi proses ini. Secara singkat, pengembangan kurikulum adalah suatu perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan (Taba, 1962 : 6).

Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam pengembangan kurikulum diperlakan landasan-landasan pengembangan kurikulum. Seperti yang tercantum dalam kurikulum SP, dalam landasan program dan pengembangan dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsur, yaitu : (1). Nilai dasar yang mempakan falsafah dalam penyelidikan manusia seutuhnya, (2). Fakta empirik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum studi, maupun surve lainnya. (3). Landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotannya (Depdikbud, 1986 : 1). Hal yang dikemukakan dalam "Landasan Program dan Pengembangan Kurikulum" merupakan contoh adanya landasan-landasan pengembangan kurikulum, yang acapkali disebut sebagai determinan (faktor-faktor penentu) pengembangan kurikulum.

a. Landasan Filosofis. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti seluas-luasnya) (Raka, Joni, 1983 : 6). Segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan

demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis pertyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat realitas, hakikat ilmu pengetalman, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988: 13). Oleh karena itu landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masysarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari satu sistem berbeda dengan pendidikan yang lain. Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dan suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain. Perbedam tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang majemuk. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni pancasila.

b. landsaan Sosial- Budaya - Agama. Realitas sosial-budaya - agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Masyarakat adalah suatu kelompok individu-individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda ( Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983 : 5 ). Masyarakat sebagai kelompok individu-individu mempunyai pengaruh terhadap individu-individu dan sebaliknya, individu-individu itu pada taaf-taraf tertentu juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat (Raka Joni, 1983 :5) kebersaman individu-individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh nilai-nilai individu yang menjadi pegangan Mdup dalam interaksi di antana mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihomati oleh individu-individu dalam masyarakat tersebut, mencakup nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai keagamaam berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Oleh kreena nilai-nilai agama berhubungan dengan

kepereayaan, maka pada umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan kepereayaannya (Rika Joni, 1983 : 5). Nilai-nilai sosial- budaya masyarakat bersumber pada basil karya akal budi manusia, sehingga dalam mencrima, menyebarluaskan, melestrikan dan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Dengan demikian, apabila terhadap nilai-nilai sosial budaya yang tidak berterima atau bersesuaian dengan akaInya akan dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai keagamaan. Untuk menerima melaksanakan, menyebarluaskan. pelestarian, atau penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial budaya-agama, maka masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum. Jelas kiranya bagi kita. mengapa salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.

c. Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik ( siswa) meng hadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat ( Raka Joni, 1983: 25 ). Perubahan masarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan seluruh nilal yang telah disepakati oleh msyarakat dapat pula tersebut, sedangkan seluruh nilai yang disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais, 1987: 157). Namun dengan demikian menurut Damd Joesoep (1982 dalam Raka Joni, 1983 : 40) bahwa sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat ntuk perkembangan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu : pikiran ( logika), perasaan (estetika), dan kemuan (etika). Ilmu pengetahuan dan tehnologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubaban yang makin pesat, temasuk didalamya perubahan ilmu pengetahuan, tehnologi, dan seni.

d. Landasan perkembangan masyarakat. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada msyarakat tertentu perkembangannya tersebut sangat lambat tetapi masyarakat lainnya cepat baik sanggat cepat (Nana Sy Sukmadinata, 1988:66). Perkembangan masyarakat juga dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya agama akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan masyarakat. lpteks mendukung kegiatan msyarakat, dan kebutuhan msyarakat akan membantu menetapkan perkembangan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka, diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.

Pengertian kurikulum dan Iandasan-landasan pengembangan kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya, akan merupakan dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan kurikulum lebili lanjut. Tugas-tugas berikut ini akan membantu memantapkan perasaan anda mengenai pengertian kurikulum dan landasan - landasan pengembangan kurikulum.

1.3. Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum. 1. Komponen kurikulum

Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih dahulu mengenal konaponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950 dalam Tabs, 1962 : 422) bahwa "it is important as a part of a compherensive theory or organization to indkate just what kinds of elements. An in a given currkulum it is important to identify the partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut, tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrck (1950 dalam Taba, 1962: 425) mengemukakan 4 (empat) elemen, yakni : tujuan (obejetives), mata pelajaran (subject matter), metode dan

organisasi (method and organization), dan evaluasi (evolution). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 komponen dasur: (1) aim, goals, and objektive, (2) content, (3) leaming activities, don (4)evaluations (Zais, 1976: 295). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) menemukan empat konaporten dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau isi penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari : tujuan, materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.

a. Tujuan. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum mempakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasik" tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan objetives, yang ketiganya mempakan suatu hirarki vertikal. Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti yang disampaikan oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia. Hirearki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan institusional) mempakan tujuan yang menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata pelajaran bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hirarki tuju" kurikulum Indonesia adalah tujuan pengajaran., yakni suatu tujuan yang, menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa. Tujuan pengajuan

terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajoran (TUP) dan Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya, tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki vertikal daii tujuan yang terendah ke tujuan yang lebib tinggi. Untuk memperjelas uraian, berikut mempakan hirarki nujuan kurikulum Indonesia. Hirarki tujun kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti terurai sebelumnya, tersurat seperti terurai sebelumnya,

Jenjang Tujuan Dokumen Penanggung Jawab Tujuan Pendidikan UU SPN & GBHN Menteri Dikbud Tujuan

Kelembagaan

Kurikulum Tiap Lembaga

Kepala Sekolah

Tujuan Kurikuler GBBP Guru Mata Pelajaran / Bidang Studi / Kelas Tujuan Pengajaran GBPP & Rancangan

Pembelajaran

Guru Mata Pelajaran

tersurat sampai dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985 atau 1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan zaman. Pengembangan hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia tertampak dalam draft kurikulum tahun 1994/1995. Hirarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi, tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan untuk lebili tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.

b. Materi pengalaman belajar. Hal yang mempakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan fonnal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai

dengan dan paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalumya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isil bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebili efektif. Hal ini berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman belajar (Taba, 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetalman, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang atau Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata disiplin thou. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar barus dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum. Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini : Selecting the content, with accompanying leaming experiences, in one of the two central derision in currkulum making, and there fore rational method of going about it is a matter of great concert " c. Organisasi. Perbedaan antara behijar di sekolah dan belajar dalam

kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namam demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian kurikulum dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta

pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.

Evaluasi. Evaluasi merupakan komponen ke empat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses) mampun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai dasan pengembangan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi jelaslah bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil. Sebagai konponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, hingga dapat dilihat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.

BAB IV

Dalam dokumen Buku Belajar Dan Pembelajaran (Halaman 131-140)