• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

Dalam dokumen Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofi (Halaman 102-108)

97 very high.

2. LANDASAN TEOR

DAS adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung atau pegunungan dimana air yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama pada suatu titik atau stasiun yang ditinjau. DAS ditentukan dengan menggunakan peta topografi yang dilengkapi dengan garis-garis kontur. Garis- garis kontur dipelajari untuk menentukan arah dari limpasan permukaan. Limpasan berasal dari titik-titik tertinggi dan bergerak menuju titik-titik lebih rendah dalam arah tegak lurus dengan garis-garis kontur. Daerah yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi tersebut adalah DAS. Air hujan yang jatuh di dalam DAS akan mengalir menuju sungai utama yang ditinjau, sedang yang jatuh di luarnya akan mengalir ke sungai lain di sebelahnya (Triatmodjo 2010).

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang

98

dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam (Suripin 2001). DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda, perbedaan ini ditentukan oleh banyak faktor, antara lain adalah bentuk dan ukuran DAS, pola drainase serta

profil melintang dan gradien memanjang sungai yang sangat mempengaruhi debit sedimen yang terjadi pada DAS tersebut (Sosrodarsono dan Takeda 2003).

Menurut Arsyad (2006) proses terjadinya aliran permukaan adalah curah hujan yang jatuh di atas permukaan tanah pada suatu wilayah pertama-tama akan masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi setelah ditahan oleh tajuk pohon sebagai air intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus selama air masih berada di bawah kapasitas lapang. Apabila hujan terus berlangsung dan kapasitas lapang telah terpenuhi, maka kelebihan air hujan tersebut akan tetap terinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan (depression storage), selanjutnya setelah simpanan depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air yang disebut tambatan permukaan (detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan (over land flow), kelebihan air hujan diatas sebagian menguap atau terevaporasi walaupun jumlahnya sangat sedikit.

Besarnya aliran permukaan dapat menjadi kecil jika curah hujan tidak melebihi kapasitas infiltrasi. Selama hujan yang terjadi adalah kecil atau sedang, aliran permukaan hanya terjadi di daerah yang

impermeabel dan jenuh di dalam suatu DAS atau langsung jatuh di atas permukaan air. Apabila curah hujan yang jatuh jumlahnya lebih besar dari jumlah air yang dibutuhkan untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi dan cadangan

depresi, maka barulah bisa terjadi aliran permukaan. Apabila hujan yang terjadi kecil, maka hampir semua curah hujan yang jatuh terintersepsi oleh vegetasi yang lebat (Kodoatie dan Syarief 2005).

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya (baseflow) (Asdak 2001).

3.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan salah satu proyek mata kuliah Aplikasi GIS/RS untuk Meteorologi Terapan. Metode penelitian yang dilakukan pada proyek ini terdiri atas lokasi penelitian, alat dan bahan yang digunakan, serta metodologi dan diagram alir pengerjaan proyek ini. Jenis proyek ini adalah Proyek aplikasi penerapan keilmuan hidrometeorologi.

Lokasi penelitian adalah di kampus IPB Dramaga yang dilakukan selama kegiatan perkuliahan Aplikasi GIS/RS untuk Meteorologi Terapan. Obyek penelitian adalah kawasan DAS Ciliwung Hulu. Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer yang telah dilengkapi oleh perangkat lunak ArcGIS dan

99

diperlukan dalam pengerjaan proyek tersebut adalah data jenis tanah, data tutupan lahan, serta data kemiringan tanah.

Berikut adalah metodologi penelitian yang disajikan dalam diagram alir.

Gambar 1. Diagram alir pengerjaan proyek

Pengerjaan proyek mula-mula diawali oleh pembuatan peta DEM. Digital Elevation Model atau DEM merupakan suatu model digital yang menggambarkan kembali kondisi permukaan bumi beserta keadaan topografinya dalam bentuk tiga dimensi. DEM sudah lama dikenal dan diaplikasikan di berbagai belahan dunia. Konstruksi DEM (Digital Elevation Model) yang disediakan pada beberapa modul di berbagai perangkat lunak GIS pada dasarnya menggunakan formula matematis yang hampir sama. Metode yang paling umum digunakan adalah metode linear

gridding yaitu cara untuk menginterpolasi data ketinggian (baik berupa garis maupun titik) kemudian dikonversi menjadi format raster yang hasil akhirnya berupa piksel atau cell grid. Data DEM merupakan data spasial yang berisi nilai ketinggian, dari data DEM ini dapat diekstraksi menjadi beberapa turunan data spasial lain seperti

contour reconditioning.

Penentuan peta data DEM selanjutnya digunakan untuk melakukan deliniasi DAS. Delineasi DAS sendiri adalah proses penentuan jaringan sungai secara lengkap sehingga dapat dihitung jumlah sungai dan anak sungai secara keseluruhan. Setelah proses deliniasi DAS, pengerjaan proyek dilanjutkan dengan memasukkan beberapa parameter seperti deliniasi, penggunaan lahan, kemiringan

lahan, dan tipe tanah menjadi satu kesatuan untuk mencari nilai HRU. HRU yang dikombinasikan dengan data iklim akan mendapatkan nilai CN. Pada akhirnya akan dilakukan analisis terhadap nilai CN yang dihasilkan dengan melihat kondisi lapang yang sebenarnya.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut kemudian dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak 2001). Menurut Linsley et al. (1982) DAS merupakan daerah yang dianggap sebagai wilayah dari titik tertentu pada sungai dan dipisahkan oleh punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada peta topografi. UU RI No.7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air pasal 1 ayat 1 mendefinisikan daerah aliran sungai sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami.

100

DAS Citarum Hulu terletak antara 1070 30’’BT – 108 BT dan 6043’Lintang

Selatan -7015’Lintang Selatan. DAS

Citarum Hulu meliputi beberapa wilayah yang terdiri dari kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kota Sumedang yang keseluruhannya terletak di Jawa Barat. DAS ini merupakan suatu cekungan dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di bagian utara, pegunungan Patuha-

Malabar bagian selatan, dan pegunungan Krenceng dan Gunung Mandalawangi di bagian barat (BP DAS 2006). Keadaan iklim DAS Citarum Hulu yaitu curah hujan rata-rata terendah di DAS ini yaitu 1800 mm/tahun dan tertinggi yaitu 4000 mm/tahun. Rentang suhu harian dan tahunan sekitar (24-280C) dan kelembaban

relatifnya berkisar 80%.

Gambar 2. Peta deliniasi DAS Citarum Hulu

Berdasarkan peta jenis tanah DAS Citarum Hulu memiliki jenis tanah yang beragam antara lain inseptisol alluvial, inseptisol, latosol dan rogosol. Jenis tanah dominan yang ada di DAS ini adalah jenis

inseptisol. Tanah jenis inseptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profilnya lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya.

101

relatif datar dan landai serta sedikit bergelombang, kemiringan dataran <3% sampai dengan 50%. Kondisi kemiringan dipengaruhi oleh hujan yang jatuh sehingga akan lebih cepat terkonsentrasi. Kemiringan yang cukup landai tersebut juga menyebabkan terjadinya banjir di beberapa titik DAS. Beberapa wilayah DAS Citarum

cukup landai. Wilayah tersebut hampir terpusat di wilayah tengah DAS yang memiliki potensi banjir cukup tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Semakin jauh dari pusat DAS, kemiringan dataran semakin curam, bahkan pada titik tertentu, kemiringannya >30%.

Gambar 4. Peta tipe tanah DAS Citarum Hulu

Penggunaan lahan (Landuse) di DAS Citarum hulu di dominasi dengan lahan sawah irigasi sebesar 25.19% dari luas DAS secara keseluruhan, kemudian diikuti oleh penggunaan lahan DAS lainnya yaitu pemukiman (17.15%), kebun

(17.15%), tegalan/ladang (15.28%), hutan (12.23%), semak (6.22%), sawah tadah hujan (4.91%), rumput (1.65%), air tawar (0.16%), Gedung (0.42%), tanah berbatu (0.04%) dan empang (0.01%).

102

HRU (Hydrological Response Unit) merupakan unit analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan dari kesamaan parameter karakteristik tanah, penggunaan lahan, dan kelas lereng yang spesifik (Mulyana, 2012). Kelas lereng yang digunakan dalam kajian ini adalah 0-2%, 2- 8%, 8-15%, 15-30% dan 30-99.99%. hal ini sesuai dengan literatur salah satu peta tanah

yang sering digunakan dalam penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa DAS citarum terbagi menjadi 23 subbasin dan 555 HRU yang didalamnya terdapat keragaman penutupan lahan (Landuse), sebaran jenis tanah (soil type), dan kelas kemiringan lahan (Landslope).

Gambar 6. Peta Hydrological response unit (HRU) DAS Citarum Hulu

Berdasarkan pengolahan data, DAS Citarum Hulu memiliki rata-rata curve number (CN) sebesar 74.65 dengan beberapa aktivitas DAS seperti evaporasi dan transpirasi sebesar 371.8 mm serta presipitasi sebesar 1.404.8 mm. Setiap tutupan lahan memiliki nilai CN yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh nilai CN yang dipengaruhi oleh tekstur tanah dan tutupan lahan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa CN tertinggi didapat oleh sawah irigasi. Hal ini disebabkan oleh kondisi sawah yang jenuh sehingga mengakibatkan air hujan yang turun sebagian besar dialirkan sebagai limpasan permukaan (Runoff). Nilai CN yang tinggi mengindikasikan bahwa kemampaun lahan untuk infiltrasi sangat rendah sedangkan limpasan permukaannya sangat tinggi. Begitu pula sebaliknya.

5.

KESIMPULAN

DAS Citarum Hulu memiliki Nilai HRU sebanyak 555 unit dengan nilai CN rata-rata wilayah sebesar 74.65. Nilai CN setiap tutupan lahan berbeda-beda. Pada tutupan lahan yang memiliki CN terbesar memiliki nilai limpasan besar dan infiltrasi rendah yaitu pada tutupan lahan jenis sawah irigasi. Nilai CN rata-rata yang cukup tinggi pada DAS Citarum Hulu membuktikan adanya perubahan tutupan lahan dari tipe yang cukup baik dalam melakukan infiltrasi, menjadi tipe yang kurang mampu melakukan infiltrasi air hujan. Penentuan dan analisis nilai CN pada akhirnya dapat digunakan untuk melakukan pembatasan terhadap kegiatan pembukaan hutan menjadi tutupan lahan jenis lainnya, sehingga laju infiltrasi menjadi stabil.

103

Dalam dokumen Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofi (Halaman 102-108)