• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1 Theory of Planned Behavior (TPB)

Teori ini awalnya dinamakan Theory of Reasoned Action (TRA), dikembangkan di tahun 1967, selanjutnya teori tersebut terus direvisi dan diperluas oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein. Mulai tahun 1980 teori tersebut digunakan untuk mempelajari perilaku manusia dan untuk mengembangkan intervensi-intervensi yang lebih mengena. Pada tahun 1988, hal lain ditambahkan pada model reasoned action yang sudah ada dan kemudian dinamakan Theory of Planned Behavior (TPB).

Theory of Reasoned Action ini berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku yang di bawah kendali individu sendiri. Jika perilaku tersebut tidak sepenuhnya di bawah kendali atau kemauan individu, meskipun ia sangat termotivasi oleh sikap dan norma subjektifnya, ia mungkin tidak akan secara nyata menampilkan perilaku tersebut. Sebaliknya, Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak di bawah kendali individu.

commit to user

Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu intensi berperilaku yang ke tiga, yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku). PBC mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu.

Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka

commit to user

memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku-perilaku tertentu.

TRA/TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai anteseden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia melakukannya. Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan atau informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan mangarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Karena Ajzen dan Fishbein tidak hanya tertarik dalam hal meramalkan perilaku tetapi juga memahaminya, mereka mulai mencoba untuk mengindentifikasi penentu-penentu dari intensi berperilaku.

2 Attitude toward behavior

Definisi sikap menurut Allport dalam Setiadi (2003) adalah suatu mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku. Definisi yang dikemukakan oleh Allport tersebut mengandung makna bahwa sikap adalah mempelajari kecenderungan

commit to user

memberikan tanggapan terhadap suatu obyek baik disenangi ataupun tidak disenangi secara konsisten.

Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Kepercayaan-kepercayaan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome evaluation). Sikap-sikap tersebut dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku dan dihubungkan dengan norma subjektif dan perceived behavioral control.

Sikap terhadap perilaku atau attitude toward behavior adalah sejauh mana kinerja perilaku positif atau negatif dihargai. Menurut harapan tersebut - model nilai, sikap terhadap perilaku ditentukan oleh total set diakses keyakinan perilaku perilaku menghubungkan ke berbagai hasil dan atribut lainnya. Secara khusus, kekuatan masing-masing kepercayaan tertimbang oleh evaluasi dari hasil atau atribut, dan produk agregat

commit to user 3 Subjective norm

Norma didefinisikan sebagai aturan, baik secara eksplisit maupun implisit yang mampu mengatur pikiran dan perilaku seseorang (Fransson dan Biel, 1997). Sementara yang dimaksud norma disini sebagai sebuah faktor sosial yang mengacu pada perasaan seseorang tentang bagaimana dia mempersepsikan tekanan dari lingkungan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau nilai normatif yang berlaku di masyarakat atau lingkungan (Ajzen, 1991). Norma subyektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu.

Norma subyektif sebagai faktor sosial menunjukkan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan atau perilaku (Dharmmesta, 1998). Norma subyektif terbentuk dari keyakinan normatif dan kemauan untuk menuruti kemauan orang lain yang dianggap penting. Keyakinan normatif berkaitan dengan kondisi bahwa individu atau kelompok referen penting akan setuju atau tidak setuju dengan pelaksanaan

commit to user

perilaku. Kekuatan masing-masing keyakinan normatif ditimbulkan melalui motivasi orang tersebut untuk mengikuti referen dan estimasi norma subyektif diperoleh dengan menjumlahkan hasilnya dari seluruh referen penting. Hasil penelitian empiris menjelaskan bahwa norma subyektif berpengaruh terhadap niat (Dharmesta, 1998; Tjahjono, 1997).

4 Perceived behavioral control

Perilaku akan bergantung pada interaksi antara sikap, keyakinan, dan niat berperilaku. Niat berperilaku seseorang juga akan dipengaruhi oleh kontrol keperilakuan yang dirasakan. Kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan kondisi di mana orang percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan, mencakup juga pengalaman masa lalu di samping rintangan-rintangan yang ada yang dipertimbangkan oleh orang tersebut (Dharmmesta, 1998).

Perceived behavioral control (PBC) menunjuk suatu derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan

commit to user

menyetujuinya. PBC dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung melalui intensi. Jalur langsung dari PBC ke perilaku diharapkan muncul ketika terdapat keselarasan antara persepsi mengenai kendali dan kendali yang aktual dari seseorang atas suatu perilaku. Ajzen dalam Dharmmesta (1998) telah menyatakan bahwa kontrol keperilakuan yang dirasakan dapat berpengaruh pada niat atau secara langsung pada perilaku itu sendiri.

5 Consumer Value

Schwartz (1994) menjelaskan bahwa nilai adalah suatu keyakinan, berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik, mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian – kejadian serta tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.

Consumer value atau nilai konsumen adalah sebuah konsep pemasaran dan bisnis yang mencoba untuk menganalisis kepuasan yang diterima oleh pengguna dari pembelian. Lebih penting lagi, ia mencoba untuk menganalisis kemungkinan bahwa konsumen akan menjadi pelanggan berulang menyediakan bisnis berkelanjutan bagi perusahaan. Bisnis menganalisa "nilai pelanggan" dalam upaya untuk memperkuat basis pelanggan, studi kinerja produk dan memasarkan produk lebih efektif.

commit to user

Nilai konsumen adalah salah satu cara terbaru di mana pemasar telah berusaha untuk menganalisis kepuasan pelanggan. Ketika konsumen melihat nilai konsumen akan tinggi, mereka akan menyebarkan reputasi perusahaan dari mulut ke mulut, yang dapat menyebabkan lebih banyak penjualan. Pada saat konsumen melakukan evaluasi dan penilaian terhadap harga dari suatu produk sangat dipengaruhi oleh perilaku dari konsumen itu sendiri (Morris, Morris,1990). Sementara perilaku konsumen menurut Kotler (2000), dipengaruhi 4 (empat) aspek utama yaitu budaya, sosial, personal (umur, pekerjaan,kondisi ekonomi) serta psikologi (motivasi, persepsi, percaya). Dalam penelitian ini Consumer value atau nilai konsumen terdiri dari health conciusness, enviromental conciusness, dan apperance conciusness. Health conciusness atau kesadaran akan kesehatan tersebut konsumen akan peduli tentang keadaan yang diinginkan untuk mempertahankan kehidupan yang sehat. Dalam konteks pembelian kosmetik tersebut maka konsumen dengan kesadaran tinggi mungkin mempertimbangkan suatu produk yang aman untuk kulit dan tubuh, karena itu, mereka mungkin lebih serius berkaitan dengan jenis bahan digunakan untuk membuat produk daripada konsumen dengan kesadaran akan kesehatan yang rendah (Johri dan Sahasakmontri, 1998). Environmental consciousness atau kesadaran akan lingkungan disini menjadi salah satu pertimbangan akan pemilihan produk

commit to user

kosmetik dari seputar isu kerusakan lingkungan dan zat berbahaya

selain itu kesadaran akan lingkungan

cenderung dapat mengubah perilaku mereka untuk membeli dalam meningkatkan lingkungan (Chase, 1991). Appearances consciousness atau kesadaran akan penampilan menyebabkan orang menjadi tertarik akan kosmetik, dengan kesadaran akan penampilan dengan menggunakan kosmetik organik tersebut diharapkan untuk mempertahankan terlihat awet muda dan memperbaiki penampilan mereka (Tirone, 2007).

6 Past experiences

Past expriences atau pengalaman masa lalu sangat mempengaruhi keputusan dalam minat pembelian hal ini dapat dilihat dari pengalaman yang lalu ketika seseorang membeli suatu produk apabila produk itu bagus dan mencitrakan kepada konsumen layak untuk dikonsumsi berkelanjutan secara jangka waktu yang lama maka konsumen akan menggunakan produk itu untuk masa depan begitu juga apabila produk yang dikonsumsi pada awalnya kurang sesuai dengan mereka maka produk itu tidak akan diteruskan dalam penggunaannya.

Past expriences atau pengalaman masa lalu juga dapat menginformasikan kepada orang lain bahwa dari pengalamannya itu dengan menggunakan produk tersebut maka orang tersebut

commit to user

menyarankan kepada orang lain untuk menggunakan produk tersebut bahwa produk tersebut baik untuk dikonsumsi

7 Minat Beli

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001:55). Chapman dan Wahlers (1999:54) mendefinisikan minat membeli sebagai keinginan konsumen untuk membeli suatu produk. Konsumen akan memutuskan produk yang akan dibeli berdasarkan persepsi mereka terhadap produk tersebut yang berkaitan dengan kemampuan produk dalam memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi atau semakin bagus persepsi konsumen terhadap nilai suatu produk, maka minat membeli terhadap suatu produk tersebut juga semakin tinggi (Maxwell, 2001: 331). Kotler (2003:48) menyatakan bahwa terdapat lima tahap yang akan dilalui oleh konsumen sebelum mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk. Tahapan tersebut meliputi :

a. Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai dari pengenalan masalah. Pembeli merasakan suatu perbedaan antara keadaan yang aktual dengan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan ini dipicu oleh rangsangan internal. Secara alamiah orang

commit to user

akan mengatasi yang timbul dari dalam dirinya untuk kemudian memotivasi untuk menuju ke arah produk yang diketahuinya untuk memenuhi kebutuhan. Selain karena faktor internal munculnya keinginan terhadap suatu hal juga bisa terjadi karena rangsangan secara eksternal, seperti perilaku masyarakat dan juga perkembangan teknologi.

b. Pencarian Informasi

Jika dorongan konsumen terhadap kebutuhannya kuat dan obyek pemuas kebutuhan berada dekat disekitarnya akan sangat mungkin bila konsumen akan langsung melakukan pembelian. Namun bila obyek pemuas kebutuhan tidak terdapat dekat dengan konsumen maka konsumen akan secara aktif melakukan pencarian informasi yang mendasari kebutuhan ini.

c. Evaluasi Alternatif

Dalam pasar persaingan, konsumen memiliki berbagai macam alternatif dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Bagaimana konsumen melakukan evaluasi terhadap alternatif pembelian tergantung konsumen secara individu ataupun situasi pembelian tertentu. Dalam hal tertentu konsumen melakukan perhitungan secara cermat dan

commit to user

dengan pemikiran yang logis. Namun pada saat tertentu konsumen tidak melakukan evaluasi sama sekali.

d. Keputusan Pembelian

Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun peringkat merek-merek dalam himpunan pilihan serta membentuk niat beli. Konsumen biasanya akan membeli produk dengan merek yang paling disukai. Setelah muncul niat beli tahap selanjutnya adalah keputusan pembelian. Ada dua faktor yang berpengaruh pada fase ini yaitu sikap orang lain yang membeli dan sikap orang lain yang tidak membeli. Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian akan sangat tergantung pada persepsi tentang resiko. Kebimbangan akan muncul ketika konsumen tidak dapat memastikan hasil pembelian. Besarnya persepsi tentang resiko ini akan bervariasi dengan jumlah uang yang ada, jumlah ketidakpastian pembelian dan keyakinan pada diri konsumen. Konsumen melakukan pengurangan resiko secara rutin seperti penghindaran keputusan, pengumpulan informasi yang lebih banyak serta serta pencarian produk dengan garansi yang lebih baik.

commit to user e. Perilaku Purna Pembelian

Perilaku purna jual ini meliputi kepuasan konsumen. Konsumen akan merasa puas apabila produk yang dikonsumsi sesuai harapan, jika melebihi harapan konsumen akan sangat puas sedangkan jika kurang dari yang diharapkan konsumen tidak puas. Pada tahap yang lebih tinggi akan tercipta loyalitas konsumen. Loyalitas ini meliputi pembelian berulang dan konsumen mulai menyarankan kepada orang lain untuk mengkonsumsi produk tersebut.

Minat beli adalah tahap kecenderungan konsumen untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara pembelian aktual dan minat pembelian. Bila pembelian aktual adalah pembelian yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat untuk melakukan pembelian yang belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang. Meskipun pembelian yang belum tentu akan dilakukan pada masa yang mendatang namun pengukuran terhadap minat pembelian umumnya dilakukan guna memaksimumkan prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri (Kinnear dan Taylor dalam Chapman dan Wahlers, 1999:54).

commit to user

Taylor dalam Sutantio (2004:250) mengidentifikasikan minat beli melalui indikator-indikator sebagai berikut:

a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk.

b. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain.

c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku sesorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti apa bila terjadi sesuatu dengan produk preferensi.

d. Minat eksploratif, yaitu minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.