• Tidak ada hasil yang ditemukan

UU PrP Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya mengakibatkan ketidakpastian hukum karena bertentangan

dengan berbagai aturan lain terkait dengan penggusuran.

78. Bahwa di Indonesia telah diberlakukan beberapa ketentuan lain yang memiliki materi muatan yang sama dengan UU PrP Larangan Pemakaian Tanah Tanpa

Izin yang Berhak atau Kuasanya yang mengatur tentang penggusuran bagi warga yang menduduki suatu tanah, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

b. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung; dan

d. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005.

79. Berlakunya serangkaian Undang-Undang sebagaimana telah diuraikan di atas menimbulkan ketidakpastian hukum di dalam pelaksanaan penggusuran bagi masyarakat karena setiap ketentuan tersebut mengatur norma yang saling bertentangan satu sama lain. Demikian ringkasan pertentangan norma-norma tersebut di dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan:

Standar HAM Kovenan Ekosob UU PrP 51/1960 UU 2/2012 UU 26/2007 UU 28/2002 Kewajiban Musyawarah Sebelum Relokasi Ada Tidak diatur mengenai tanah, hanya hutan & kebun. Ada. Konsultasi publik wajib.

Tidak ada. Tidak ada.

Kewajiban

Transparansi Ada Tidak ada. Ada. Ada. Ada.

Kewajiban Kompensasi Ada Tidak ada. Biaya dibebankan kepada penghuni tanah. Ada. Sesuai

harga pasar. Tidak ada. Tidak ada.

Kewajiban

Hunian yang Layak Kewajiban Perlindungan Prosedural (Tidak Relokasi Saat Cuaca Buruk, Menghindari Kekerasan, dsb.)

Ada Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada.

Perlindungan

Kekerasan Ada Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada. Kewajiban

Pemberian Bantuan

Hukum

Ada Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada.

Kewajiban proporsionalitas penegakan hukum. Ada Tidak proporsional. Warga diancam pidana. Tidak proporsional. Warga diancam pidana. Tidak proporsional . Warga diancam pidana. Tidak proporsiona l. Warga diancam pidana.

80. Bahwa pertentangan-pertentangan sebagaimana telah diuraikan di atas tentu menimbulkan kekacauan pada tahap implementasi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan penggusuran sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum.

G. Petitum

Berdasarkan uraian-uraian di atas, kami meminta agar majelis hakim konstitusi yang mulia agar menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo;

2. Menerima dan mengabulkan permohonan dari para Pemohon untuk seluruhnya;

3. Menyatakan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PrP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106)bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;

4. Menyatakan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PrP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;

5. Menyatakan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PrP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;

6. Menyatakan Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PrP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

7. Memerintahkan pemuatan Putusan perkara ini dalam berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Bila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat berbeda, Para Pemohon memohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

[2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalilnya, Pemohon telah

mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-31 sebagai berikut:

1. Bukti P-1 : Surat Peringatan I Walikota Jakarta Barat Nomor 230/-1.711.31 kepada warga Duri Kepa tertanggal 24 Juni 2015. 2. Bukti P-2 : Surat Peringatan II Walikota Jakarta Barat Nomor

2379/-1.1711.31 kepada warga Duri Kepa tertanggal 3 Juli 2015. 3. Bukti P-3 : Surat sanggahan dari warga Duri Kepa kepada Walikota

Jakarta Barat tertanggal 4 Juli 2015.

4. Bukti P-4 : Surat Peringatan III Walikota Jakarta Barat Nomor 2616/-1.711.31 kepada warga Duri Kepa tertanggal 10 Agustus 2015.

5. Bukti P-5 : Surat Perintah Bongkar Nomor 2673/-1.711.31 kepada warga Duri Kepa tertanggal 18 Agustus 2015.

6. Bukti P-6 : Surat Pemberitahuan Kecamatan Tanjung Priok Nomor 353/-1.754 tertanggal 10 Juli 2008 kepada warga Papanggo, Jakarta Utara.

7. Bukti P-7 : Seruan Camat Tanjung Priok Nomor 226/-1.171 tentang Larangan Memanfaatkan, Mendirikan Bangunan, dan Menyimpan Barang di Lokasi Taman BMW, Kelurahan Papanggo, Jakarta Utara.

8. Bukti P-8 : Surat Perintah Bongkar Walikotamadya Jakarta Utara Nomor 3242/-1.785 kepada warga Papanggo.

9. Bukti P-9 : Dokumen-dokumen terkait kepemilikan tanah dan kerugian yang diderita oleh warga korban penggusuran Duri Kepa. 10. Bukti P-10 : Penelitian “Atas Nama Pembangunan: Laporan Penggusuran

Paksa di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2015” oleh Alldo Fellix Januardy & Nadya Demadevina, Penerbit LBH Jakarta. 2016.

11. Bukti P-11 : Penelitian “Masyarakat yang Tergusur: Pengusiran Paksa di Jakarta”oleh Human Rights Watch, 2006.

Compensation: Practices and Selected Case Studie soleh UN Habitat & Global Land Tool Network, Februari 2013. 13. Bukti P-13 : Jurnal ilmiah dari International Planning Studies berjudul

“The Change and Transformation of Indonesian Spatial Planning after Suharto’s New Order Regime: The Case of the Jakarta Metropolitan Area oleh Deden Rukmana, Ph.D., Savannah State University, Penerbit Routledge, 2015.

14. Bukti P-14 : Jurnal Ilmiah dari Pacific Affairs: Volume 88, No. 3 berjudul Water, Water Every where: Toward Participatory Solutions to Chronic Urban Flooding in Jakarta oleh Rita Padawangi, Ph.D. & Mike Douglas, Ph.D., September 2015.

15. Bukti P-15 : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social, And Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya)

16. Bukti P-16 : Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Sipil Dan Politik Dan Budaya

17. Bukti P-18 : Prohibition Of Forced Evictions, Commission On Human Rights Resolution : 2004/28;

18. Bukti P-19 : Laporan dari Pelapor Khusus PBB Di Bidang Hak Atas Perumahan Yang Layak Mengenai Misi Di Indonesia

19. Bukti P-20 : Surat dari LSM Internasional Lawyers for Lawyers&Lawyers Rights Watch Canada kepada Gubernur DKI Jakarta tertanggal 7 April 2016

20. Bukti P-21 : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960;

21. Bukti P-22 : Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

22. Bukti P-23 : “Mereka Yang Terasing” Lapoaran Pemenuhan Hak Atas Perumahan Yang Layak Bagi Korban Penggusuran Paksa Jakarta Yang Menghuni Rumah Susun;

23. (Bukti Tambahan)

Laporan Kunjungan Pelapor Khusus PBB tentang Pemenuhan Hak Atas Perumahan Yang Layak Sebagai Komponen Hak Atas Penghidupan Yang Layak : Misi Ke Indonesia;

24. Bukti P-24 : Catatan Akhir Tahun Konsorsium Pembaruan Agraria Tahun 2016;

25. Bukti P-25 : Artikel Kompas.com Berjudul “Jokowi: Prona Sudah 35 Tahun, Baru 44 Persen Tanah Warga Bersertifikat”;

26. Bukti P-26 : Laporan Penelitian LBH Jakarta Berjudul, “Mereka Yang Terasing: Laporan Pemenuhan Hak Atas Perumahan Yang Layak Bagi Korban Penggusuran Paksa Jakarta Yang Menghuni Rumah Susun”;

27. Bukti P-27 : Laporan Komunitas Islam Bergerak Berjudul, “Menulis Untuk Mengingat: Catatan Penghuni Rusunawa Jatinegara Barat”; 28. Bukti P-28 : Artikel Habitat International Coalition Dan Jakarta Globe

Berjudul “Indonesia, Military Conducts Forced Evictions”; 29. Bukti P-29 : Artikel Opinio Dari Psikologi Universitas Indonesia, Dicky

Pelupessy, Berjudul “Ahok’s Evictions Ignore The Human Experience Of Displacement’;

30. Bukti P-30 : Ensiklik Paus Fransiskus Dari Tahta Suci Vatikan Berjudul “Laudato Si: On Care For Our Common Home”;

31. Bukti P-31 : Artikel Kompas.com Berjudul, “Ketua MUI Minta Pemprov DKI Tidak Usir Warga Luar Batang;”

Selain itu, para Pemohon menghadirkan beberapa orang ahli dan saksi yang didengar keterangannya di depan persidangan dan juga melalui video conference, serta juga menyerahkan keterangan tertulisnya, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: