• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumah sakit merupakan salah satu unit pelayanan yang memproduksi limbah dari hasil kegiatan yang dilaksanakannya. Semakin kompleks kegiatan pada setiap ruangan atau unit pelayanan di rumah sakit maka semakin besar pula masalah limbah yang harus ditanggulangi (Depkes RI, 2002).

Pengelolaan limbah rumah sakit diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa : “Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Pengawasan tentang sistem pengelolaan limbah yang ada di rumah sakit diperlukan agar pelayanan kesehatan lebih bermutu seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan (BPPT, 2012).

Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik akan tetapi juga limbah yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Sekitar 10 sampai 15 % dari keseluruhan limbah rumah sakit merupakan limbah berbahaya antara lain mengandung logam berat, merkuri (Hg) yang memerlukan pengelolaan khusus (Jusuf, 2002).

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan masyarakat perlu memberikan perhatian serius terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) dalam upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan logistik lainnya yang ada di lingkungan rumah sakit. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan kedaruratan termasuk kebakaran dan bencana yang berdampak pada pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitarnya (Depkes RI, 2010).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit disebutkan bahwa pekerja rumah sakit mempunyai risiko lebih tinggi dibanding pekerja industri untuk terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan akibat kerja, sehingga perlu dibuat standar perlindungan bagi pekerja yang ada di rumah sakit.

Pengelolaan limbah rumah sakit termasuk kegiatan monitoringnya perlu kurang mendapatkan perhatian di Indonesia, sehingga prioritas kegiatan rumah sakit sampai saat ini bukan saja mengutamakan segi pelayanan kesehatan. Semakin meningkatnya jenis pelayanan kesehatan yang diberikan, akan semakin besar pula limbah yang dihasilkan dan semakin kompleks masalah yang ditimbulkan. Akhir -akhir ini, pengelolaan limbah rumah sakit mulai diperhatikan, terlihat dengan terbentuknya instalasi sanitasi di rumah sakit besar di Indonesia yang antara lain bertugas mengelola limbah rumah sakit (Triana dan Keman, 2006).

Pengelolaan limbah padat medis dan nonmedis rumah sakit sangat dibutuhkan bagi kenyamanan dan kebersihan rumah sakit, karena dapat memutuskan mata rantai penyebaran penyakit menular, terutama infeksi nosokomial. Disamping itu limbah medis dan non medis rumah sakit dapat menjadi sarang berkembang-biaknya kuman dan vektor penular penyakit seperti lalat, kecoa, nyamuk maupun tikus. Partikel debu dalam limbah dapat menimbulkan pencemaran udara yang dapat menyebarkan kuman penyakit dan kontaminasi peralatan medis dan makanan (Ditjen PPM dan PLP, 2002).

Sistem pengelolaan limbah padat dimulai dari penyimpanan limbah sementara, pengumpulan limbah di tempat pengumpulan sementara limbah dan pengangkutan ke tempat pembuangan akhir limbah untuk dimusnahkan. Pemanfaatan kembali (daur ulang) dan pengolahan kembali hingga pembuangan akhir dan pemusnahan limbah memberi kontribusi dalam pengurangan sumber penyebaran penyakit infeksi di rumah sakit.

Keberhasilan sistem pengelolaan limbah padat berkaitan erat dengan prosedur tetap (protap) yang dimiliki rumah sakit sebagai acuan agar tujuan akhir pengelolaan limbah padat dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Apabila protap telah disusun dan dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat tercipta lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat (Pujiati, 2004).

Faktor yang berperan penting dalam keberhasilan pengelolaan limbah padat di rumah sakit, yaitu faktor pengelola, dana yang tersedia, dan peralatan yang dimiliki.

Ketersediaan faktor penunjang ini dapat membantu untuk mewujudkan lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat (Sulistyorini, 2005).

Diperkirakan secara nasional produksi limbah padat rumah sakit sebesar 376.089 ton/hari dan produksi limbah cair 48.985,70 ton/hari (Astusi dan Purnama, 2014). Besarnya jumlah limbah padat maupun cair yang dihasilkan oleh rumah sakit, sangat besar kemungkinan potensi limbah rumah sakit mencemari lingkungan serta menyebabkan kecelakaan kerja serta penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik.

Penelitian pengolahan limbah medis serta dampaknya terhadap pekerja dilakukan Dhani dan Yulinah (2011) tentatang pengelolaan limbah padat jenis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat ketidaksesuaian eksisting teknis pengelolaan limbah padat B3 berdasarkan pedoman standar yang terdapat pada peraturan perundangan pada sistem pewadahan, sistem pengumpulan, sistem penyimpanan, sistem pengolahan, sistem pemusnahan/penimbunan.

Penelitian menurut Nemathaga dkk. (2007), menyimpulkan beberapa dampak yang dapat ditimbulkan atas paparan limbah yang dihasilkan rumah sakit adalah : mutagenik, dan karsinogenik, efek teratogenik, gangguan pernafasan, gangguan sistem saraf pusat, kerusakan sistem reproduksi dan lain-lain. Menurut penelitian Yong dkk. (2008), pengelolaan limbah padat medis sangat penting karena sifatnya yang berbahaya sehingga dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia.

Pengelolaan limbah padat medis dan nonmedis rumah sakit sangat diperlukan untuk pencegahan penyebaran infeksi nosokomial, kontaminasi peralatan medis, makanan, sarang serangga pembawa penyakit dan tikus (Keman, 2004; Pujiati, 2004).

Rumah sakit type A yang berada di Sumatera dan terletak di Kota Medan yang merupakan rumah sakit pusat rujukan pelayanan kesehatan masyarakat Sumatera bagian utara adalah RSUP H. Adam Malik. Untuk terus mengembangkan dan meningkatkan pelayanan yang ada pada RSUP H. Adam Malik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperbaiki pengelolaan limbah yang dihasilkan di rumah sakit yaitu dengan pembakaran limbah medis menggunakan incinerator.

Tahapan pengelolaan limbah padat medis dan nonmedis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah : (1) penampungan sesuai katagorinya diruang penghasil sampah ; (2) pengumpulan sebelum atau setelah berisi 2/3 wadah penampungan kedalam gerobak pengangkut; (3) pengangkutan limbah padat domestik (nonmedis) dilangsir ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang selanjutnya diangkut oleh Dinas Kebersihan Kota Medan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), pengangkutan limbah padat medis dilangsir ke TPA RSUP H. Adam Malik yang selanjutnya dimusnahkan dengan menggunakan incenerator (RSUP H.

Adam Malik, 2013).

Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada petugas pengolahan pemusnahan limbah padat Medis di RSUP H. Adam Malik, terdapat beberapa keluhan Keselamatan dan Kesehatan Kerja selama mengolah limbah padat medis seperti ; luka terkena jarum spuit, terkena pecahan kaca, keluhan pusing, keluhan

sesak disebabkan bau limbah medis yang membusuk karena belum termusnahkan dalam waktu 24 jam dan juga bau gas formalin (pengawet tumor). Disamping itu penampungan limbah padat medis non tajam masih sering tercampur dengan limbah padat medis yang tajam berupa ; jarum spuit, pisau operasi disposible. Demikian juga limbah padat medis bercampur dengan limbah domestik, sehingga menambah volume beban kerja dan biaya pemusnahan limbah padat medis.

Dari uraian diatas, peneliti berasumsi bahwa proses pengolahan limbah padat medis menggunakan incenerator terdapat resiko yang berbahaya terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja Petugas Incinerator. Karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang dampak pengolahan limbah padat medis medis pada petugas incinerator dalam upaya perlindungan tenaga kerja di RSUP H. Adam Malik.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah bagaimana dampak pengolahan limbah padat medis terhadap kenyamanan, bahaya luka akibat kerja terhadap petugas incinerator di RSUP H.

Adam Malik Tahun 2014.