• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.5 Dampak Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Incinerator RSUP H

5.2.2 Mengolah Limbah Padat Medis dengan Incineratror

Pelaksanaan pemusnahan limbah padat medis yang dilaksanakan petugas kurang baik. Karena kondisi incinerator yang kurang baik (rusak) tetap dipaksakan untuk pembakaran limbah padat medis hal ini dapat membahayakan pada petugas incinerator karena suhu minimum 1000 0C tidak tercapai pada saat pembakaran berlangsung, hal ini tidak sesuai dengan yang dianjurkan Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS yaitu suhu pembakaran minimum 1000 0

Pelaksanaan pengolahan limbah padat medis dilaksanakan dengan pembakaran incinerator setiap hari kerja, didalam pelaksanaan pengolahan limbah padat medis petugas incinerator telah mengenakan APD, namun belum lengkap seperti mengenakan apron yang berfungsi menghindari petugas terkena cipratan cairan limbah padat medis yang mengandung cairan. Demikian juga petugas tidak menggunakan masker racun saat melaksanakan pembongkaran debu incinerator dikarenakan pori-pori filternya sangat sempit sehingga susah untuk bernafas disaat keletihan. Untuk menghindari bahaya kesehatan kerja petugas incinerator haruslah mengenakan APD pada pemusanahan limbah padat medis berupa masker, sepatu boot, helm, sarung tangan yang terbuat dari kulit yang dapat menghindari bahaya terbakar pada tangan. Masker disposible. Apron sebagai pelapis pengaman baju petugas incinerator. Masker disposible sering tidak dipergunakan karena stok kehabisan. Untuk menghidari terjadinya gangguan kesehatan kerja, petugas C untuk pemusnahan bakteri patogen, virus, dioksin, dan mengurangi jelaga.

incinerator haruslah melaksanakan. Permenakertrans RI No. Per.01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja menyatakan tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk mencegah penyakit akibat kerja. Kegiatan keseharian petugas incinerator dalam pemusnahan limbah padat medis terkadang mengabaikan prosedur tetap yang telah dikeluarkan pimpinan rumah sakit, Yung-Chul Jang, Cargro Lee, Oh-Sub Yoon dan Hwidong Kim, 2006.

Kesehatan pengelolaan limbah sangat dipengaruhi oleh budaya, keadaan sosial, dan ekonomi. Limbah yang dikelola dengan baik melalui manajemen kebijakan, kerangka kerja, legislatif, dan rencana sangat penting untuk penanganan sehat dan aman bagi keryawan dan masyarakat (labib, Ossama A, Ahmed H. Hussein, Waffa I El-shall, Adel Zakaria, dan mona G. Mohamed, 2005)

Dampak keselamatan dan kesehatan kerja di incinerator RSUP H. Adam Malik Asap yang keluar melalui pintu primery yang bocor petugas mengalami batuk terhirup asap incinerator kemudian sesak. Namun setelah melakukan pemeriksaan kesehatan secara pribadi, hasil pemeriksaan dokter menyatakan “tidak ada gangguan paru-paru”. Didalam Permenakertrans RI No. Per.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja ditegaskan bahwa penanggung jawab memberikan hak pekerja yaitu setiap tenaga kerja berhak mendapat pelayanan kesehatan kerja. Data hasil pemeriksaan rutin dijadikan data kontrol kesehatan kerja.

Seringnya asap incenerator yang tebal dan berbau tidak enak menyebar ke gedung pelayanan pasien, sehingga pegawai pelayanan pasien yang merasa terganggu

dengan adanya asap ini menegur petugas incinerator. Untuk menghindari amarah pegawai dan menghindari terhirupnya asap incinerator, petugas menyelematkan diri dengan menjauhi area incinerator, dengan waktu 2 – 3 jam asap yang tebal keluar dari pembakaran limbah padat medis semakin berkurang, petugas memantau kondisi pembakaran limbah padat medis dengan membuka pintu primery chamber, dengan maksus melihat apakah pembakaran berlangsung baik atau dapat dilanjutkan pembakaran berikutnya. Pada proses pemusnahan limbah padat medis petugas incinerator haruslah memperhatikan keselamatan dirinya sendiri maupun petugas rumah sakit dan masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap kesehatan lingkungan di sekitarnya yaitu mengelola limbah medis dengan peraturan yang berlaku. Dari berbagai potensi bahaya yang ada, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi pengelola Maupun karyawan RS (Harington, 2005).

Semenjak mulai bekerja hingga sampai saat ini petugas incinerator belum pernah dilakukan pemeriksaan kesehatan, seperti yang diaturkan dalam Permen Perburuhan RI No. 7 tahun 1964 tentang syarat kesehatan, Kebersihan,, dan penerangan dalam tempat kerja yaitu ; sebelum bekerja harus diperiksa kesehatan badannya yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter dan pemeriksaan badan tersebut di ulangi paling sedikit 1 kali dalam setahun. Kemudian petugas incinerator yang bekerja pada tempat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan maupun

keselamatan kerja harus dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelu bekerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bila mungkin) Laboratorium rutin, serta pemeriksaan yang dianggap perlu seperti yang ditegas dakam Permenakertrans RI No. Per.02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Kesehatan Kerja ; Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bila mungkin) Laboratorium rutin, serta pemeriksaan yang dianggap perlu.

Pada proses penampungan limbah padat medis dari ruangan sumber penghasil limbah padat medis masih sering limbah yang tajam masuk kedalam wadah limbah padat medis tidak tajam, hal ini mengakibatkan petugas incinerator, semenjak bulan Mei 2013 hingga bulan Agustus 2014 sudah 3 kali mengalami tertusuk jarum spuit pada bagian lengan dan 1 kali pada kaki yang menembus alas sepatu boot, 2 kali terkena kaca pada kaki yang menembus alas sepatu. Karena petugas telah berulang kali mengalami luka kecelakaan kerja pada bagian kaki, petugas harus mengajukan permintaan sepatu yang kuat agar aman dari limbah padat tajam, seperti yang tertera dalam Permenakertrans RI No. Per. 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja yaitu tenaga kerja berhak meminta kepada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat pencegahan penyakit akibat kerja.

Petugas incinerator juga menghimbau petugas medis yang melakukan pengumpulan limbah padat medis diruangan, agar menempatkannya sesuai dengan katagori wadahnya yang telah disediakan yang dijelaskan pada Kepmenkes 1204 tahun 2004.

BAB 6