• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT MEDIS PADA PETUGAS INCINERATOR di RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2014 T E S I S. Oleh DARWIN /IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT MEDIS PADA PETUGAS INCINERATOR di RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2014 T E S I S. Oleh DARWIN /IKM"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT MEDIS PADA PETUGAS INCINERATOR di RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2014

T E S I S

Oleh

DARWIN 117032244/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT MEDIS PADA PETUGAS INCINERATOR DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2014

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

D A R W I N 117032244/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Judul Tesis : DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT MEDIS PADA PETUGAS INCINERATOR DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Darwin Nomor Induk Mahasiswa : 117032244

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, M.S) (Eka Lestari Mahyuni, S.K.M, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Tanggal lulus : 11 Pebruari 2015 Telah diuji

Pada Tanggal : 11 Pebruari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, M.S Anggota : 1. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M, M.Kes

2. dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK

(5)

3. Ir. Kalsum, M.Kes

PERNYATAAN

DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT MEDIS PADA PETUGAS INCINERATOR DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2015

Darwin 117032244/IKM

(6)

ABSTRAK

Pemusnahan limbah padat medis dengan incinerator di RSUP H. Adam Malik terdapat keluhan petugas incinerator seperti luka kena jarum spuit, luka kena pecahan kaca, dan sesak nafas karena terhisap asap incinerator maupun gas yang terkandung pada limbah padat medis. Untuk itu perlu diperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit khusunya dalam pengelolaan limbah padat medis.

Penelitian ini bersifat kualitatif untuk menganalisa dampak keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada petugas incinerator di RSUP H. Adam Malik. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam pada sampel penelitian yaitu 2 (dua) orang petugas incinerator. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisa domain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas incinerator mengalami kecelakaan kerja sampai 6 kali dalam setahun yaitu luka tertusuk jarum spuit sebanyak 4 kali dan luka terkena pecahan kaca sebanyak 2 kali, dan penggunaan incinerator dalam kondisi rusak mengakibatkan buangan asap mengganggu kenyamanan petugas incinerator, belum tertibnya petugas incinerator mengenakan APD, dan penempatan limbah padat medis di area incinerator belum pada wadah khusus, petugas incinerator harus lebih hati-hati dalam pengelolaan limbah padat medis non tajam yang kemungkinan tercampur dengan limbah padat medis tajam.

Dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja petugas incinerator sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Selain itu pihak rumah sakit tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan petugas incinerator, APD masker sering tidak digunakan karena membuat sesak. Disarankan bagi rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Di stuktur organisasi itu membuat aturan kesehatan dan keselamatan kerja dalam pengelolaan limbah padat medis tajam dengan limbah padat medis non tajam. Bagi pekerja diwajibkan mematuhi aturan pengelolaan limbah padat medis yang ditetapkan dan pemberian sanki bagi yang melanggar.

Kata Kunci : Limbah Padat Medis, Petugas Incenerator, Keselamatan &

Kesehatan Kerja

(7)

ABSTRACT

Adam Malik Central General Hospital causes some complaints from the incinerator operators such as wounded by spuit needles, wounded by broken glasses, and difficult to breathe because they inhale incinerator smoke or gas in the medical solid waste. Therefore, job safety and health in the hospital, especially in managing medical solid waste should be done.

The research was qualitative which was aimed to analyze the effect of K3 (Job safety and health) n incinerator operators at H. Adam Malik Central General Hospital. The data were gathered by conducting observation and in-depth interviews in the samples (two incinerator operators) and analyzed by using domain analysis.

The result of the research showed that the incinerator operators underwent job accidence six times a year: four times wounded by spuit needles and two times wounded by broken glasses. Besides that, the operators used broken incinerators, they did not use PPD (Personal Protective Device), and there was no special device for storing the waste temporarily. Therefore, incinerator operators should be careful in managing non-sharp medical solid waste which was possibly mixed with the sharp one.

Regarding job safety and health of incinerator operators, the job has the risk for job accidence as the result of the job and illness. Besides that, the management of the hospital never examines the health of incinerator operators and PPD is never used because it causes difficult to breath. It is recommended that the management of the hospital examines incinerator operators regularly, the regulation in job safety and health in managing sharp medical solid waste mixed with non-sharp solid waste, and the operators should comply with the rules in managing medical solid waste and sanction should be imposed on those who violate the rules.

Keywords : Medical Solid Waste, Incinerator Operators, Job Safety and Health

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Dampak Pengolahan Limbah Padat Medis pada Petugas Incinerator di RSUP H. Adam Malik Tahun 2014 ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Keselamatan dan Kesehatan kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Basuki Wirtjosentono M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S dan dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran mengarahkan penelitian mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Direktur Utama, Direktur SDM & Pendidikan dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSUP H.

Adam Malik.

9. Kedua orang tua yang berada disorga bersama Tuhan Yang Maha Esa yang mewariskan ajarannya “Berbuat baik janganlah takut”.

10. Istri dan anak tercinta yang telah memberikan motivasi dan dukungan.

11. Seluruh pihak yang membantu dalam selesainya proses selesainya tesis ini

(10)

Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna karena atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan tesis ini.besar harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca di rumah sakit, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2015 Penulis

Darwin 117032244/IKM

(11)

RIWAYAT HIDUP

Saya dilahirkan di Kecamatan Medan Baru Kota Medan pada tanggal 4 bulan Mei tahun 1965, ibu menurunkan keyakinan Kristen Protestan.

Berumah tangga dipasu-pasu pada tanggal 3 bulan 2 tahun tahun 2000, dengan seorang wanita bernama Mindaria Br. Tarigan yang lahir pada tanggal 25 Nopember tahun 1973.

Anak pertama saya lahir seorang wanita pada tanggal 10 Nopember tahun 2000, yang diberi nama Novita Srimida Barus, anak kedua lahir seorang laki-laki pada tanggal 23 september 2002 yang diberi nama Nugraha Aditya Barus, kemudian anak yang ketiga lahir seorang wanita pada tanggal 15 Nopember pada tahun 2007 yang diberi nama Naomi Yusanty Barus.

Orang tua laki-laki sehari-hari dengan panggilan Bapak, yang namanya Raja Barus telah meninggal pada tahun 1973 di medan, dan orang tua perempuan dengan panggialan mamak, Nibari Br Sembiring yang telah meninggal pada tanggal 13 Agustus tahun 2004.

Bertempat tinggal di Jalan Pales III, Nomor 11, Kelurahan Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara.

Bekerja di instansi sosial yang bernama RSUP H. Adam Malik yang beralamt di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara.

(12)

Pendidikan Sekolah Dasar bertempat di SDN Aek Loba tamat ditahun 1980, Sekolah Menengah Pertama bertempat di SMP Proklamasi 45 Bersubsidi di Medan tamat pada tahun 1983, Sekolah Menegah Atas di SMA Kristen II di Medan, kemudian melanjutkan pendidikan jenjang D-1 di SPPH Medan di Kabanjahe tamat pada tahun 1988, Melanjutkan pendidikan ke jenjang D-3 di APK Medan di Kabanjahe tamat pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke Starata 1 di FKM USU di Peminatan Kesling, tamat pada tahun 2004.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

ABSTRAK ... ... ii

KATA PENGANTAR ... ... iii

RIWAYAT HIDUP ... ... vi

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR TABEL ... ... xi

DAFTAR GAMBAR ... ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Rumah Sakit ... 8

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ... 8

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 8

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit ... 9

2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit ... 11

2.3 Penyakit Akibat Kerja ... 16

2.3.1 Pengertian Penyakit Akibat Kerja ... 16

2.3.2 Klasifikasi Penyakit Akibat Kerja ... 18

2.3.3 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja ... 19

2.4 Kecelakaan Akibat Kerja ... 22

2.4.1 Pengertian Kecelakaan Akibat Kerja ... 22

2.4.2 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja ... 23

2.5. Limbah Padat Rumah Sakit ... 25

2.5.1 Pengertian Limbah Padat Rumah Sakit ... 25

2.5.2 Limbah Padat Medis Rumah Sakit ... 30

2.6 Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit dengan Incinerator ... 33

2.7 Dampak Limbah Medis Rumah Sakit terhadap Penyakit Akibat Kerja... 39

2.8 Dampak Limbah Medis Rumah Sakit terhadap Kecelakaan Akibat Kerja ... 42

2.9 Landasan Teori ... 43

2.10 Kerangka Pikir ... 44

(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN... 45

3.1 Jenis Penelitian ... 45

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 45

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 45

3.2.2 Waktu Penelitian ... 45

3.3 Informan Penelitian ... 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.5 Variabel yang Diteliti ... 46

3.6 Teknik Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Gambaran Umum ... 48

4.1.1 Sejarah RSUP H. Adam Malik ... 48

4.1.2 Sarana dan Prasarana RSUP H. Adam Malik ... 49

4.1.3 Sumber Daya Manusia RSUP H. Adam Malik ... 50

4.1.4 Limbah Padat Medis RSUP H. Adam Malik ... 51

4.2 Karakteristik Informan ... 55

4.3 Proses Kerja Petugas Incinerator RSUP H. Adam Malik.Tahun 2014 ... 56

4.4 Proses Pengolahan Limbah Padat Medis di TPA RSUP H. Adam Malik. ... 60

4.4.1 Proses Pengumpulan Limbah Padat Medis ... 60

4.4.2 Proses Serah Terima Limbah Padat Medis ... 61

4.4.3 Mengolah Limbah Padat Medis dengan Menggunakan Incienerator ... 64

4.5 Dampak Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Incinirator RSUP H. Adam Malik. ... 69

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1 Proses Kerja Petugas Incinerator RSUP H. Adam Malik ... 73

5.1.1 Lokasi incinerator ... 73

5.1.2 Pengosongan Debu dan Memasukkan Limbah Padat Medis. ... 74

5.1.3 Primary Chamber Incinerator ... 75

5.1.4 Pembuangan Debu Incinerator ... 76

5.2 Proses Pengolahan Limbah Padat Medis RSUP H. Adam Malik .. 77

5.2.1 Pengumpulan Limbah Padat Medis ... 77

5.2.2 Mengolah Limbah Padat Medis dengan Incinerator ... 78

5.3 Dampak Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Incinerator RSUP H. Adam Malik ... 79

BAB 6. KESIMPULAN ... 83

6.1 Kesimpulan ... 83

(15)

6.1.1 Dampak Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Incinerator

RSUP H. Adam Malik ... 83 6.1.2 Proses Kerja Petugas Incinerator RSUP H. Adam Malik ... 83 6.1.3 Proses Pengolahan Limbah Padat Medis RSUP H. Adam

Malik ... 83 6.2 Saran ... 84

6.2.1 Dampak Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Incinerator

RSUP H. Adam Malik ... 84 6.2.2 Proses Kerja Petugas Incinerator RSUP H. Adam Malik ... 85 6.2.3 Proses Pengolahan Limbah Padat Medis RSUP H. Adam

Malik ... 85 DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN ... 91

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori ... 27

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pilihan Metode Insinerasi Pengolahan Limbah Medis ... 39

4.1 Luas gedung, Sarana, Prasarana RSUP H. Adam Malik Tahun 2012 ... 49

4.2 SDM Instalasi Kesehatan Lingkungan Tahun 2013... 50

4.3 Pemusnahan Limbah Padat Medis RSUP H. Adam Malik Tahun 2013 ... 51

4.4 Pemusnahan Limbah Padat Medis RSUP H. Adam Malik Tahun 2014 ... 52

4.5 Karakteristik Informan yang Diwawancari Secara Mendalam ... 55

4.6 Proses Pengumpulan Limbah Padat Medis dari Ruangan Hingga Area Incenerator. ... 60

4.7 Proses Serah Terima dari Sumber Limbah Padat Medis Sampai di Area Incinerator ... 61

4.8 Proses Mengolah Limbah Padat Medis dengan Menggunakan Incenerator.. ... 64

4.9 Jawaban Informan tentang Dampak Penyakit Akibat Kerja ... 69

4.10 Jawaban Informan tentang Dampak Kecelakaan Akibat Kerja. ... 71

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

4.1 Lokasi Incinerator ... 56

4.2 Pengosongan Debu Pembakaran dan Pemasukkan Limbah Kedalam Incinerator ... 57

4.3 Sponing Pintu Incinerator. ... 58

4.4 Cerobong Asap Incinerator. ... 58

4.5 Tempat Pembuangan Debu Sisa Pembakaran Incinerator Tahun 2014 ... 59

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara ... 91

2 Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik ... 92

3 Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 93

4 Surat Persetujuan Izin Penelitian ... 94

5. Surat Keterangan Selesai Penelitian di RSUP H. Adam Malik ... 95

3 Denah RSUP H. Adam Malik ... 96

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155

7.

(19)

ABSTRAK

Pemusnahan limbah padat medis dengan incinerator di RSUP H. Adam Malik terdapat keluhan petugas incinerator seperti luka kena jarum spuit, luka kena pecahan kaca, dan sesak nafas karena terhisap asap incinerator maupun gas yang terkandung pada limbah padat medis. Untuk itu perlu diperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit khusunya dalam pengelolaan limbah padat medis.

Penelitian ini bersifat kualitatif untuk menganalisa dampak keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada petugas incinerator di RSUP H. Adam Malik. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam pada sampel penelitian yaitu 2 (dua) orang petugas incinerator. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisa domain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas incinerator mengalami kecelakaan kerja sampai 6 kali dalam setahun yaitu luka tertusuk jarum spuit sebanyak 4 kali dan luka terkena pecahan kaca sebanyak 2 kali, dan penggunaan incinerator dalam kondisi rusak mengakibatkan buangan asap mengganggu kenyamanan petugas incinerator, belum tertibnya petugas incinerator mengenakan APD, dan penempatan limbah padat medis di area incinerator belum pada wadah khusus, petugas incinerator harus lebih hati-hati dalam pengelolaan limbah padat medis non tajam yang kemungkinan tercampur dengan limbah padat medis tajam.

Dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja petugas incinerator sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Selain itu pihak rumah sakit tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan petugas incinerator, APD masker sering tidak digunakan karena membuat sesak. Disarankan bagi rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Di stuktur organisasi itu membuat aturan kesehatan dan keselamatan kerja dalam pengelolaan limbah padat medis tajam dengan limbah padat medis non tajam. Bagi pekerja diwajibkan mematuhi aturan pengelolaan limbah padat medis yang ditetapkan dan pemberian sanki bagi yang melanggar.

Kata Kunci : Limbah Padat Medis, Petugas Incenerator, Keselamatan &

Kesehatan Kerja

(20)

ABSTRACT

Adam Malik Central General Hospital causes some complaints from the incinerator operators such as wounded by spuit needles, wounded by broken glasses, and difficult to breathe because they inhale incinerator smoke or gas in the medical solid waste. Therefore, job safety and health in the hospital, especially in managing medical solid waste should be done.

The research was qualitative which was aimed to analyze the effect of K3 (Job safety and health) n incinerator operators at H. Adam Malik Central General Hospital. The data were gathered by conducting observation and in-depth interviews in the samples (two incinerator operators) and analyzed by using domain analysis.

The result of the research showed that the incinerator operators underwent job accidence six times a year: four times wounded by spuit needles and two times wounded by broken glasses. Besides that, the operators used broken incinerators, they did not use PPD (Personal Protective Device), and there was no special device for storing the waste temporarily. Therefore, incinerator operators should be careful in managing non-sharp medical solid waste which was possibly mixed with the sharp one.

Regarding job safety and health of incinerator operators, the job has the risk for job accidence as the result of the job and illness. Besides that, the management of the hospital never examines the health of incinerator operators and PPD is never used because it causes difficult to breath. It is recommended that the management of the hospital examines incinerator operators regularly, the regulation in job safety and health in managing sharp medical solid waste mixed with non-sharp solid waste, and the operators should comply with the rules in managing medical solid waste and sanction should be imposed on those who violate the rules.

Keywords : Medical Solid Waste, Incinerator Operators, Job Safety and Health

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu unit pelayanan yang memproduksi limbah dari hasil kegiatan yang dilaksanakannya. Semakin kompleks kegiatan pada setiap ruangan atau unit pelayanan di rumah sakit maka semakin besar pula masalah limbah yang harus ditanggulangi (Depkes RI, 2002).

Pengelolaan limbah rumah sakit diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa : “Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Pengawasan tentang sistem pengelolaan limbah yang ada di rumah sakit diperlukan agar pelayanan kesehatan lebih bermutu seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan (BPPT, 2012).

Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik akan tetapi juga limbah yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Sekitar 10 sampai 15 % dari keseluruhan limbah rumah sakit merupakan limbah berbahaya antara lain mengandung logam berat, merkuri (Hg) yang memerlukan pengelolaan khusus (Jusuf, 2002).

(22)

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan masyarakat perlu memberikan perhatian serius terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) dalam upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan logistik lainnya yang ada di lingkungan rumah sakit. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan kedaruratan termasuk kebakaran dan bencana yang berdampak pada pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitarnya (Depkes RI, 2010).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit disebutkan bahwa pekerja rumah sakit mempunyai risiko lebih tinggi dibanding pekerja industri untuk terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan akibat kerja, sehingga perlu dibuat standar perlindungan bagi pekerja yang ada di rumah sakit.

Pengelolaan limbah rumah sakit termasuk kegiatan monitoringnya perlu kurang mendapatkan perhatian di Indonesia, sehingga prioritas kegiatan rumah sakit sampai saat ini bukan saja mengutamakan segi pelayanan kesehatan. Semakin meningkatnya jenis pelayanan kesehatan yang diberikan, akan semakin besar pula limbah yang dihasilkan dan semakin kompleks masalah yang ditimbulkan. Akhir - akhir ini, pengelolaan limbah rumah sakit mulai diperhatikan, terlihat dengan terbentuknya instalasi sanitasi di rumah sakit besar di Indonesia yang antara lain bertugas mengelola limbah rumah sakit (Triana dan Keman, 2006).

(23)

Pengelolaan limbah padat medis dan nonmedis rumah sakit sangat dibutuhkan bagi kenyamanan dan kebersihan rumah sakit, karena dapat memutuskan mata rantai penyebaran penyakit menular, terutama infeksi nosokomial. Disamping itu limbah medis dan non medis rumah sakit dapat menjadi sarang berkembang-biaknya kuman dan vektor penular penyakit seperti lalat, kecoa, nyamuk maupun tikus. Partikel debu dalam limbah dapat menimbulkan pencemaran udara yang dapat menyebarkan kuman penyakit dan kontaminasi peralatan medis dan makanan (Ditjen PPM dan PLP, 2002).

Sistem pengelolaan limbah padat dimulai dari penyimpanan limbah sementara, pengumpulan limbah di tempat pengumpulan sementara limbah dan pengangkutan ke tempat pembuangan akhir limbah untuk dimusnahkan. Pemanfaatan kembali (daur ulang) dan pengolahan kembali hingga pembuangan akhir dan pemusnahan limbah memberi kontribusi dalam pengurangan sumber penyebaran penyakit infeksi di rumah sakit.

Keberhasilan sistem pengelolaan limbah padat berkaitan erat dengan prosedur tetap (protap) yang dimiliki rumah sakit sebagai acuan agar tujuan akhir pengelolaan limbah padat dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Apabila protap telah disusun dan dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat tercipta lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat (Pujiati, 2004).

Faktor yang berperan penting dalam keberhasilan pengelolaan limbah padat di rumah sakit, yaitu faktor pengelola, dana yang tersedia, dan peralatan yang dimiliki.

(24)

Ketersediaan faktor penunjang ini dapat membantu untuk mewujudkan lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat (Sulistyorini, 2005).

Diperkirakan secara nasional produksi limbah padat rumah sakit sebesar 376.089 ton/hari dan produksi limbah cair 48.985,70 ton/hari (Astusi dan Purnama, 2014). Besarnya jumlah limbah padat maupun cair yang dihasilkan oleh rumah sakit, sangat besar kemungkinan potensi limbah rumah sakit mencemari lingkungan serta menyebabkan kecelakaan kerja serta penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik.

Penelitian pengolahan limbah medis serta dampaknya terhadap pekerja dilakukan Dhani dan Yulinah (2011) tentatang pengelolaan limbah padat jenis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat ketidaksesuaian eksisting teknis pengelolaan limbah padat B3 berdasarkan pedoman standar yang terdapat pada peraturan perundangan pada sistem pewadahan, sistem pengumpulan, sistem penyimpanan, sistem pengolahan, sistem pemusnahan/penimbunan.

Penelitian menurut Nemathaga dkk. (2007), menyimpulkan beberapa dampak yang dapat ditimbulkan atas paparan limbah yang dihasilkan rumah sakit adalah : mutagenik, dan karsinogenik, efek teratogenik, gangguan pernafasan, gangguan sistem saraf pusat, kerusakan sistem reproduksi dan lain-lain. Menurut penelitian Yong dkk. (2008), pengelolaan limbah padat medis sangat penting karena sifatnya yang berbahaya sehingga dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia.

(25)

Pengelolaan limbah padat medis dan nonmedis rumah sakit sangat diperlukan untuk pencegahan penyebaran infeksi nosokomial, kontaminasi peralatan medis, makanan, sarang serangga pembawa penyakit dan tikus (Keman, 2004; Pujiati, 2004).

Rumah sakit type A yang berada di Sumatera dan terletak di Kota Medan yang merupakan rumah sakit pusat rujukan pelayanan kesehatan masyarakat Sumatera bagian utara adalah RSUP H. Adam Malik. Untuk terus mengembangkan dan meningkatkan pelayanan yang ada pada RSUP H. Adam Malik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperbaiki pengelolaan limbah yang dihasilkan di rumah sakit yaitu dengan pembakaran limbah medis menggunakan incinerator.

Tahapan pengelolaan limbah padat medis dan nonmedis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah : (1) penampungan sesuai katagorinya diruang penghasil sampah ; (2) pengumpulan sebelum atau setelah berisi 2/3 wadah penampungan kedalam gerobak pengangkut; (3) pengangkutan limbah padat domestik (nonmedis) dilangsir ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang selanjutnya diangkut oleh Dinas Kebersihan Kota Medan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), pengangkutan limbah padat medis dilangsir ke TPA RSUP H. Adam Malik yang selanjutnya dimusnahkan dengan menggunakan incenerator (RSUP H.

Adam Malik, 2013).

Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada petugas pengolahan pemusnahan limbah padat Medis di RSUP H. Adam Malik, terdapat beberapa keluhan Keselamatan dan Kesehatan Kerja selama mengolah limbah padat medis seperti ; luka terkena jarum spuit, terkena pecahan kaca, keluhan pusing, keluhan

(26)

sesak disebabkan bau limbah medis yang membusuk karena belum termusnahkan dalam waktu 24 jam dan juga bau gas formalin (pengawet tumor). Disamping itu penampungan limbah padat medis non tajam masih sering tercampur dengan limbah padat medis yang tajam berupa ; jarum spuit, pisau operasi disposible. Demikian juga limbah padat medis bercampur dengan limbah domestik, sehingga menambah volume beban kerja dan biaya pemusnahan limbah padat medis.

Dari uraian diatas, peneliti berasumsi bahwa proses pengolahan limbah padat medis menggunakan incenerator terdapat resiko yang berbahaya terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja Petugas Incinerator. Karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang dampak pengolahan limbah padat medis medis pada petugas incinerator dalam upaya perlindungan tenaga kerja di RSUP H. Adam Malik.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah bagaimana dampak pengolahan limbah padat medis terhadap kenyamanan, bahaya luka akibat kerja terhadap petugas incinerator di RSUP H.

Adam Malik Tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis Dampak Pengolahan Limbah Padat Medis Pada Petugas Incinerator di RSUP H. Adam Malik Tahun 2014.

(27)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan khususnya bagi petugas incinerator, unit pengelola limbah padat medis, Pokja Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta Direktur sebagai masukan dalam rangka peningkatan kesehatan dan keselamatan kerja petugas incinerator di RSUP H. Adam Malik.

2. Pada umumnya dapat bermanfaat sebagai pengetahuan bagi pembaca dalam permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit.

3. Bagi peneliti, sebagai wahana pengembangan ilmu kesehatan masyarakat yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit dalam bahasa Inggr is disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang mampu atau miskin, berusia lanjut, cacat, atau para pemuda (Kemenkes RI, 2012).

Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian.Rumah sakit juga

merupakan institusi yang dapat memberi keteladanan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI, 2009).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Depkes RI (2009) rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas rumah sakit mempunyai fungsi :

(29)

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Permenkes RI No 340 tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit dibedakan berdasarkan : pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana dan administrasi dan manajemen. Adapun klasifikasi rumah sakit umum adalah :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 5 (lima) spesialis penunjang medik yaitu:

pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik, patologi klinik dan patologi anatomi, 12 (dua belas) spesialis lain yaitu: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik dan 13 (tiga belas) subspesialis yaitu: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan

(30)

ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, jiwa, paru, onthopedi dan gigi mulut.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 4 (empat) spesialis penunjang medik yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.

Sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga belas) pelayanan spesialis lain yaitu : mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik: mata, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, urologi dan kedokteran forensik. Pelayanan Medik

Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi :Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar :pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi dan 4 (empat) spesialis penunjang medik yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) spesialis

(31)

dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi.

2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 165 dinyatakan bahwa pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di rumah sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. rumah sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di rumah sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit wajib melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari (Kemenkes RI, 2010).

Tujuan umum dari program K3RS adalah terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan baik dan lancar. Sedangkan Tujuan khusus meliputi : (a) terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS, (b) meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi manajemen, pelaksana

(32)

dan pendukung program, (c) terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja, (d) terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK, (e) terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh dan (f) peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2010). Ruang lingkup K3RS mencakup;

prinsip, program dan kebijakan pelaksanaan K3RS, standar pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS, pengelolaan barang berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan.

Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan teknologi, namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan regulasi sebagai berikut : (a) membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit, (b) menyediakan Organisasi K3RS sesuai dengan Kepmenkes Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit, (c) melakukan sosialisasi K3RS pada seluruh jajaran Rumah Sakit, (d) membudayakan perilaku K3RS, (e) meningkatkan SDM yang profesional dalam bidang K3 di masing-masing unit kerja di Rumah Sakit dan (f) meningkatkan Sistem Informasi K3RS (Kemenkes RI, 2010).

Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi (Kemenkes RI, 2010).

(33)

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) sebagaimana diatur dalam Kepmenkes RI No 1087/Menkes/SK/VIII/2010 merupakan program yang penting di rumah sakit karena meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka tuntutan pengelolaan program K3RS semakin tinggi karena sumber daya manusia rumah sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di rumah sakit yang tidak memenuhi standar.

Secara internasional program K3 telah lama diterapkan di berbagai sektor industri (akhir abad 18) namun belum dilakukan pada sektor kesehatan.

Perkembangan K3RS tertinggal dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada kualitas pelayanan bagi pasien, tenaga profesi di bidang K3 masih terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi diri dalam bekerja (Kemenkes RI, 2010).

Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain dituntut mampu memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga dituntut harus melaksanakan dan mengembangkan program K3RS seperti yang

(34)

tercantum dalam buku standar pelayanan rumah sakit dan terdapat dalam instrumen akreditasi rumah sakit.

Langkah dan strategi pelaksanaan K3RS : (a) advokasi ke pimpinan Rumah Sakit, Sosialisasi dan pembudayaan K3RS, (b) menyusun kebijakan K3RS yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit, (c) membentuk Organisasi K3RS, (d) perencanaan K3 sesuai Standar K3RS yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, (e) menyusun pedoman, petunjuk teknis dan SOP-K3RS, (f) melaksanakan 12 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, (g) melakukan Evaluasi Pelaksanaan Program K3RS, (h) melakukan Internal Audit Program K3RS dengan menggunakan instrumen penilaian sendiri (self assessment) akreditasi Rumah Sakit yang berlaku dan (i) mengikuti Akreditasi Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2010).

Kepmenkes RI No 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit disebutkan bahwa agar

pelaksanaan K3RS lebih efektif, efisien dan terpadu diperlukan sebuah pedoman pelaksanaan bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit. Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah respons kegawatdaruratan di rumah sakit, yaitu suatu kejadian yang dapat menimbulkan kematian atau luka serius bagi pekerja, pengunjung ataupun masyarakat atau dapat menutup kegiatan usaha, menganggu operasi, menyebabkan kerusakan fisik lingkungan ataupun dapat mengancam finansial dan citra rumah sakit. Oleh karena itu rumah sakit mutlak memerlukan sistem tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen K3RS (Depkes RI, 2007).

(35)

Standar sumber daya manusia pengelola K3RS untuk rumah sakit kelas A sebagaimana diamanatkan dalam Kepmenkes RI No 1087/Menkes/SK/VIII/2010 adalah :

a. S3/ S2 K3 minimal 1 orang dan mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

b. S2 Kesehatan min 1 orang, yang mendapatkan pelatihan tambahan yang berkaitan dengan K3 secara umum serta mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

c. Dokter Spesialis kedokteran okupasi (SpOk) dan S2 kedokteran Okupasi minimal 1 orang. (optional)

d. Tenaga Kesmas K3 D3 dan S1 minimal 2 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

e. Dokter / dokter gigi spesialis dan dokter umum /dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikat K3/hiperkes dan mendapatkan pelatihan khusus yeng terakreditasi mengenai K3 RS

f. Tenaga Paramedis dengan sertifikat dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang.

g. Tenaga Paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang

(36)

h. Tenaga Teknis Lainnya dengan sertifikat dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang.

i. Tenaga Teknis lainnya yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang.

2.3 Penyakit Akibat Kerja

2.3.1 Pengertian Penyakit Akibat kerja

Pengertian Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan (Jayaratman dan Koh, 2010).

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Oleh

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:

karena itu , penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan kerja.

(37)

a. Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease) adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work Related Disease) adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.

c. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja (Disease of Fecting Working

Populations) adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan

Menurut Workplace Safety and Insurance Board (2005)“ An occupational disease maybe defined simply as one that is caused, or made worse, by exposure at work.. Di sini menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu yang disebabkan, atau diperburuk, oleh pajanan di tempat kerja. Dalam hal ini, pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and Insurance Board ( 2005 ) antara lain : debu , gas , atau asap, suara / kebisingan (noise), bahan toksik (racun), getaran (vibration), radiasi, infeksi kuman atau dingin yang ekstrem serta tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem.

Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993, penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit

(38)

yang diantaranya berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika. Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja. Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

2.3.2 Klasifikasi Penyakit Akibat Kerja

Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor- faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.

(39)

2.3.3 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Manajemen perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap pekerjaannya. Kewaspadaan tersebut bisa berupa : (1) melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit, (2) melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan serta (3) melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja (Depkes RI, 2007).

Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa cara dalam mencegah PAK, diantaranya (1) pakailah APD secara benar dan teratur, (2) kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut dan (3) segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan. Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit.

(Arliana, 2010)

1. Pencegahan Primer (Health Promotion)dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : perilaku kesehatan, faktor bahaya di tempat kerja, perilaku kerja yang baik, olahraga dan gizi seimbang.

2. Pencegahan Sekunder (Specifict Protection) dengan melakukan pengendalian melalui perundang-undangan, pengendalian administrative/organisasi:

rotasi/pembatasan jam kerja, pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD), pengendalian jalur kesehatan: imunisasi.

3. Pencegahan Tersier (Early Diagnosis and Prompt Treatment) melalui : pemeriksaan kesehatan pra-kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, surveilans,

(40)

pemeriksaan lingkungan secara berkala, pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja, pengendalian segera di tempat kerja

Kondisi fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun dengan bekerja benar teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan kita terganggu.

Kepedulian dan kesadaran akan jenis pekerjaan juga kondisi pekerjaan dapat menghalau sumber penyakit menyerang. Dengan didukung perusahaan yang sadar kesehatan, maka kantor pun akan benar-benar menjadi lahan menuai hasil bukanlah penyakit (Depkes RI, 2007).

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses penyembuhan dan pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2007)..

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di

beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.

(41)

Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan Undang-Undang tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya (Depkes RI, 2009)..

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.

Dalam bekerja K3RS merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan

berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya

keselamatan dan kesehatan kerja (Depkes RI, 2007). Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di rumah sakit 41 % lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,

tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja rumah sakit, yaitu sprains, strains : 52 %; contussion, crushing, bruising : 11 %; cuts, laceration, punctures: 10.8 %;

(42)

fractures: 5.6 %; multiple injuries: 2.1 %; thermal burns: 2%; scratches, abrasions:

1.9 %; infections: 1.3 %; dermatitis: 1.2 %; dan lain-lain: 12.4 %.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas rumah sakit, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69 % wanita), dermatitis dan urtikaria (57 % wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita

petugas rumah sakit lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik.

Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi pengelola Maupun karyawan RS (Harington, 2005).

2.4. Kecelakaan Akibat Kerja

2.4.1. Pengertian Penyakit Akibat kerja

Menurut (AS/NZS 4801: 2001) kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan atau kerugian lainnya (Standar AS/NZS 4801:2001).

(43)

Kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.03/Men/98 adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yakni peristiwa yang tidak diinginkan/diharapkan, tidak diduga, tidak disengaja terjadi dalam hubungan kerja yang berdampak pada kerugian berupa cidera pada pekerja, kerusakan barang-barang produksi dan kehilangan waktu selama proses produksi. Kecelakaan kerja terjadi oleh karena kontak dengan substansi atau sumber energi melebihi kadar normal (Suardi, 2007).

2.4.2. Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Tujuan untuk mengetahui klasifikasi kejadian kecelakaan kerja, salah satunya adalah dasar untuk mengidentifikasi proses alami suatu kejadian seperti dimana kecelakaan terjadi, apa yang karyawan lakukan dan apa peralatan atau material yang digunakan oleh karyawan. Dengan menerapkan kode-kode kecelakaan kerja maka akan sangat membantu proses investigasi dalam meginterpretasikan informasi- informasi yang tersebut diatas. Ada banyak standar yang menjelaskan referensi tentang kode-kode kecelakaan kerja, salah satunya adalah (standar Australia AS 1885 1 (1990). Berdasarkan standar tersebut, kode yang digunakan untuk mekanisme terjadinya cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagai berikut:

1. Jatuh dari atas ketinggian 2. Jatuh dari ketinggian yang sama 3. Menabrak objek dengan bagian tubuh

(44)

4. Terpajan oleh getaran mekanik 5. Tertabrak oleh objek yang bergerak 6. Tepajan oleh suara keras tiba-tiba 7. Terpajan suara yang lama

8. Terpajan tekanan yang bervariasi (lebih dari suara)

9. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah 10. Otot tegang lainnya

11. Kontak dengan listrik

12. Kontak atau terpajan dengan dingin atau panas 13. Terpajan radiasi

14. Kontak tunggal dengan bahan kimia 15. Kontak jangka panjang dengan 16. Kontak lainnya dengan bahan kimia

17. Kontak dengan, atau terpajan faktor biologi 18. Terpajan faktor stress mental

19. Longsor atau runtuh

20. Kecelakaan kendaraan/Mobil

21. Lain-lain dan mekanisme cidera berganda atau banyak 22. Mekanisme cidera yang tidak spesifik

(45)

2.5 Limbah Padat Rumah Sakit

2.5.1 Pengertian Limbah Padat Rumah Sakit

Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah sakit. Limbah padat (sampah) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak

disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat (Wicaksono, 2005)

Limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah yang mudah membusuk dan mudah atau tidak mudah terbakar. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya (B3) yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi seperti limbah yang mengandung merkuri atau cadmium tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko

mencemari udara dengan uap beracun dan perlu dimonitoring keberadaannya sehingga tidak mencemari daerah sekitarnya (Garnasih, 2006).

Menurut Askarian et al (2004), faktor yang mempengaruhi timbulan limbah rumah sakit antara lain tingkat hunian dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan.

Penelitian Perdani (2011) menunjukkan bahwa komposisi limbah medis dipengaruhi oleh pelayanan yang ditawarkan suatu fasilitas kesehatan. Menurut Cheng et al (2008), yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas limbah yang dihasilkan yaitu tipe rumah sakit, outpatients per hari dan total jumlah tempat tidur.

Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah padat medis dan non medis

(46)

(Keputusan MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004). Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu : (1) limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dapat

dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi dan (2) limbah p a d a t medis adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

Penanganan dan penampungan limbah pada rumah sakit meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Pemisahan dan pengurangan

Limbah dipilah-pilah dengan mempertimbangkan kelancaran penanganan dan penampungan, pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3, sedapat mungkin diusahakan menggunakan bahan kimia non B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja, dan pembuangan, pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah di tempat penghasil limbah akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas.

b. Penampungan

(47)

Sarana penampungan harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman, dan higienis. Pemadatan merupakan cara yang paling efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang dan ditimbun. Namun tidak boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan benda tajam.

c. Pemisahan limbah

Untuk memudahkan pengenalan jenis limbah adalah dengan cara menggunakan kantong berkode (umumnya dengan kode berwarna).

Tabel 2.1. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori

No Kategori

Warna Kontainer / Kantong

Plastik

Lambang Keterangan

1. Radioaktif Merah Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif

2. Sangat Infeksius

Kuning Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf

3. Limbah Infeksius,

Kuning Kantong plastik kuat dan anti bocor, atau container

4. Sitotoksis Ungu Kontainer plastik kuat dan anti bocor

5. Limbah kimia dan farmasi

Coklat - Kantong plastik atau kontainer

Sumber: Kepmenkes RI Nomor: 1204/Menkes/SK/X/2004 d. Penyimpanan limbah

(48)

Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian.

Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan.

Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai. Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya

d. Penanganan limbah

Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup, Kantung dipegang pada lehernya. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut. Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging). Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalama kantung yang salah. Tidak boleh memasukkan tangan kedalam kantung limbah

e. Pengangkutan limbah Padat

Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya.

Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengangkutan dengan kendaran khusus (mungkin ada

(49)

kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

Kereta atau troli yang digunakan untuk transportasi sampah medis harus didesain sedemikian sehingga: (a) permukaan harus licin, rata dan tidak mudah tembus, (b) tidak menjadi sarang serangga, (c) mudah dibersihkan dan dikeringkan, (d) sampah tidak menempel pada alat angkut, (E) sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat.

Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor (Hapsari, 2010).

(50)

Petugas penanganan limbah harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang terdiri dari topi/helm, masker, pelindung mata, pakaian panjang, apron, pelindung kaki/ sepatu boot, dan sarung tangan khusus (Depkes RI, 2004).

f. Pembuangan dan Pemusnahan Limbah Padat

Limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk. Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri, incinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500 ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60 % panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit lain.

Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Arifin, 2007).

2.5.2 Limbah Padat Medis Rumah Sakit

Menurut U.S Environmental Protection Agency (2011), limbah medis adalah semua bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, bank darah, praktek dokter gigi serta fasilitas penelitian medis dan laboratorium, sedangkan menurut Depkes (2002), limbah medis adalah limbah

(51)

rumah sakit pada saat dilakukan perawatan atau pengobatan serta limbah yang berasal dari perawatan gigi, farmasi atau sejenis.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), limbah medis dikategorikan berdasarkan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya serta volume dan sifat persistensinya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Salah satu limbah rumah sakit yang mempunyai potensi bahaya yang tinggi adalah limbah infeksius yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah laboratorium. Limbah ini dapat menjadi sumber penyebaran penyakit pada petugas, pasien, pengunjung, maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu, limbah ini memerlukan wadah atau kontainer khusus dalam pengelolaannya.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanganan limbah padat medis infeksius : (1) selalu memasukkan alat suntik bekas ke dalam wadah tertentu (disposafe box) segera setelah pemakaian. (2) selalu menggunakan alat suntik sekali pakai yang baru untuk setiap satu penyuntikan ( 1 al sun = 1 pasien ), (3) selalu memusnahkan disposafe box pada tempat pembakaran tersendiri, tidak dicampur dengan limbah-limbah lainnya. (4) tidak boleh menggunakan kembali alat suntik yang telah dipakai untuk menyuntik pasien ataupun hanya dengan mengganti jarumnya saja. (5) tidak melepas / mengganti dan menutup kembali jarum suntik bekas sebelum dimasukkan ke dalam disposafe box. (6) tidak memegang jarum suntik yang telah digunakan tanpa proteksi yang aman, semisal sarung tangan dari karet.

(52)

Bentuk limbah atau sampah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Anshar, 2013).

1. Limbah Benda Tajam

Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung menonjol dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,

perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.

2. Limbah Infeksius

Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah/

cairan tubuh, sampah mikrobiologis, limbah pembedahan, limbah unit dialysis.

3. Limbah Jaringan Tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsy. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

4. Limbah Citotoksik

(53)

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. Limbah yang terdapat limbah citotoksik harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000 ºC.

5. Limbah Farmasi

Limbah farmasi berasal dari obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi oabt-obatan.

6. Limbah Kimia

Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik.

7. Limbah Radio Aktif

Limbah radio aktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotope yang berasal dari penggunaan medis dan riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang dapat berupa padat, cair atau gas.

8. Limbah Plastik

Limbah plastic adalah bahan plastic yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana kesehatan lain seperti barang-barang disposable yang terbuat dari plastic dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

(54)

2.6. Pengolahan Limbah Medis Rumah Sakit dengan Incinerator

Rumah sakit sebagai institusi yang tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap kesehatan lingkungan di sekitarnya yaitu mengelola limbah medis dengan benar (sesuai persyaratan).

Elemen penting dalam pengelolaan limbah rumah sakit menurut WHO (2005) yaitu minimisasi limbah, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan, hingga tahap pemusnahan dan pembuangan akhir, salah satu metode pemusnahan limbah medis di rumah sakit adalah incinerator.

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, yang menyebutkan bahwa setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja (APD) lengkap diantaranya ;

a. Sarung tangan khusus

Sarung tangan yang digunakan ada dua macam yaitu sarung tangan karet yang dipergunakan pada saat pengangkutan sampah medis dan pencucian kontainer sampah medis dan peralatan yang akan didesinfeksi, yang kedua adalah sarung tangan kulit yang tahan terhadap panas, dipergunakan pada saat melakukan pekerjaan pembakaran sampah medis.

b. Masker

Masker digunakan pada saat menangani bau busuk, debu atau abu yang berasal dari sampah medis, mencegah percikan yang bersifat infeksius masuk ke dalam mulut

Gambar

Gambar 2.1 Skema Pengelolaan Sampah Medis dengan Incinerator  (Depkes RI, 2004)
Gambar 2.2. Kerangka Pikir
Gambar  4.1. lokasi
Gambar 4.2  Pengosongan Debu Pembakaran dan Pemasukkan Limbah  kedalam  Incinerator
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menggunakan metode tersebut sebelumnya dilakukan Pendataan/Pemutakhiran Data Keluarga Miskin, yang berisi tentang data keluarga miskin yang meliputi indikator

Hasil analisis yang lain atas semua analisa biaya bahan baku selama 2 bulan, yaitu terdapat selisih yang menguntungkan pada pembelian bahan baku dan juga terdapat selisih yang

[r]

Didalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus jika harga jual per unit suatu pesanan khusus lebih besar dari pada harga variabel per unit pesanan khusus,

Aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual adalah aset keuangan non-derivatif yang ditetapkan untuk dimiliki selama periode tertentu, di mana akan dijual dalam rangka

memberikan pelayanan Jasa internasional Fright Forwarding.. Pembaya ran Ganti HujJi.... Peti Kemas adalah : aJat transport yang mempunyai.. dialas* say« ingin.

kepala madrasah MTsN 1 Tulungagung, kepala madrasah menggerakkan kepada guru-guru untuk disiplin, memberikan contoh teladan pada bawahannya serta membimbing setiap aktivitas

Social Sustainability adalah Pengembangan (dan / atau pertumbuhan) yang kompatibel dengan evolusiharmonis yang melibatkan masyarakat sipil demi menciptakan