• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Pengolahan Limbah Medis Rumah Sakit dengan Incinerator

Rumah sakit sebagai institusi yang tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap kesehatan lingkungan di sekitarnya yaitu mengelola limbah medis dengan benar (sesuai persyaratan).

Elemen penting dalam pengelolaan limbah rumah sakit menurut WHO (2005) yaitu minimisasi limbah, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan, hingga tahap pemusnahan dan pembuangan akhir, salah satu metode pemusnahan limbah medis di rumah sakit adalah incinerator.

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, yang menyebutkan bahwa setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja (APD) lengkap diantaranya ;

a. Sarung tangan khusus

Sarung tangan yang digunakan ada dua macam yaitu sarung tangan karet yang dipergunakan pada saat pengangkutan sampah medis dan pencucian kontainer sampah medis dan peralatan yang akan didesinfeksi, yang kedua adalah sarung tangan kulit yang tahan terhadap panas, dipergunakan pada saat melakukan pekerjaan pembakaran sampah medis.

b. Masker

Masker digunakan pada saat menangani bau busuk, debu atau abu yang berasal dari sampah medis, mencegah percikan yang bersifat infeksius masuk ke dalam mulut

serta melindungi muka saat memindahkan abu dan benda-benda kecil sejenis dari insenerator.

c. Sepatu boot

Sepatu boot digunakan untuk pekerjaan yang rawan kecelakaan pada kaki yaitu pada saat melaksanakan pengelolaan sampah medis benda tajam dan pengontrolan sampah medis infeksius.

d. Pakaian pelindung

Baju pelindung dipergunakan sewaktu melakukan pekerjaan pencucian peralatan sampah medis, pengambilan peralatan sampah medis dan pembakaran sampah medis agar tubuh petugas tidak terkena percikan dari proses pembakaran (Depkes, 1992).

Keberhasilan sistem pengelolaan sampah padat berkaitan erat dengan prosedur tetap (protap) yang dimiliki rumah sakit sebagai acuan agar tujuan akhir pengelolaan sampah padat dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Apabila protap telah disusun dan dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat tercipta lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat (Pujiati, 2004).

Faktor lain yang berperan penting dalam keberhasilan pengelolaan sampah padat di rumah sakit, yaitu faktor pengelola, dana yang tersedia dan peralatan yang dimiliki. Ketersediaan faktor penunjang ini dapat membantu untuk mewujudkan lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat (Sulistyorini, 2005).

Prosedur pengelolaan limbah medis di rumah sakit dan sarana sampai kesehatan lain sampai pemusnahan di incinerator seperti pada skema di bawah ini.

Gambar 2.1 Skema Pengelolaan Sampah Medis dengan Incinerator (Depkes RI, 2004)

Incinerator merupakan alat yang dirancang khusus untuk membakar sampah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme (Batterman, 2004). Jika masih dalam kondisi baru dan dioperasikan serta dipelihara dengan tepat, incinerator ini dapat bekerja dalam suhu tinggi (700 - 800 0

Incinerator memiliki ruang pembakaran primer dan sekunder. Zona pembakaran primer berada dekat pintu depan. Pintu ini untuk memindahkan abu, menyalakan api. Sampah dimasukkan melalui pintu di atas kamar primer. Pintu ini memasukkan udara, memungkinkan operator menyalakan api dan memindahkan abu.

C), struktur incinerator dirakit dan dibangun menggunakan semen dan logam (PATH, 2006).

Sampah dijatuhkan melalui pintu muatan di atas kamar primer. Incinerator harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum sampah dimasukkan, sekira 30 menit atau lebih.

Kamar kedua yang tidak terjangkau operator terpisah dari kamar primer oleh kolom batu bata. Udara tambahan dimasukkan ke dalam kamar kedua melalui bagian kecil yang terbuka pada bagian bawah dari dinding bagian belakang kamar kedua. Udara bercampur dengan gas dari kamar primer dan menyebabkan pembakaran kedua.

Sebuah kontrol untuk mengatur panas dan waktu pembakaran berada di bagian bawah cerobong dan mengontrol gas dalam cerobong. Suatu pipa pada bagian leher cerobong mengindikasikan sampah seharusnya dimasukkan. Cerobong udara bertinggi 4 meter, melepaskan gas ke atmosfer.

Sampai saat ini di negara-negara berkembang menggunakan incinerator merupakan solusi terbaik dalam membakar sampah, dari pada membakarnya langsung di area terbuka (WHO, 2006). Namun ternyata penggunaan incinerator tidak menyelesaikan semua masalah, justru tanpa disadari pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator malah menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran udara dan tanah.

Insinerasi merupakan metode pilihan untuk memusnahkan limbah medis dan sampai saat ini masih banyak dipakai. Insinerasi yaitu proses oksidasi kering bersuhu tinggi dapat mengurangi limbah organik dan limbah yang mudah terbakar menjadi bahan anorganik yang tidak mudah terbakar dan efektif untuk menurunkan volume dan berat limbah (Prüss et al, 2005). Menurut Depkes (2006), tujuan dari insinerasi merupakan upaya minimisasi limbah yakni sangat mengurangi volume dan berat

limbah yang jumlahnya besar hingga tinggal kurang dari 5% nya serta dapat menghilangkan mikroba di dalam sisa limbah.

Pedoman teknis pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak disebutkan bahwa syarat cerobong asap incinerator harus dibuat dengan mempertimbangkan aspek pengendalian pencemaran udara yang didasarkan pada lokasi dan tinggi cerobong. Perhitungan modelling pencemaran udara akan dapat ditentukan dispersi udara, dari cerobong terhadap kondisi udara sekitarnya. Dari dispersi udara, dapat ditentukan konsentrasi udara di atas permukaan tanah yang sesuai dengan standar kualitas udara ambien. Rancang bangun cerobong disesuaikan pertimbangan emisi yang akan dikeluarkan tidak melebih baku mutu yang ditetapkan.

Menurut Prüss, et al (2005) incinerator adalah pilihan pengolahan dapat mengurangi bahaya infeksius limbah medis secara efektif dan mencegah terjadinya pemulungan, tetapi di saat yang bersamaan juga dapat memperbesar bahaya lain terhadap kesehatan lingkungan. Seperti insinerasi untuk limbah medis jenis tertentu, terutama yang mengandung klor atau logam berat dalam kondisi tertentu dapat melepaskan materi toksik ke dalam atmosfer. Beberapa kelebihan dan kekurangan metode insinerasi menurut Prüsset al (2005), seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pilihan Metode Insinerasi Pengolahan

4. Insinerasi drum atau batu bata

2.7 Dampak Limbah Medis Rumah Sakit terhadap Penyakit Akibat Kerja Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan sarana pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit, bila tidak ditangani dengan benar akan dapat mencemari lingkungan.

Berbagai upaya penting dilakukan, sehingga pengelolaan limbah rumah sakit dapat dilakukan optimal, sehingga masyarakat dapat terlindungi dari bahaya pencemaran lingkungan dan penyakit menular yang bersumber dari limbah rumah sakit (Depkes RI, 2009).

Beberapa pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan limbah rumah sakit, khususnya terhadap gangguan kesehatan manusia, limbah medis rumah sakit terutama karena berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, desinfektan, serta logam seperti Hg, Pb, Chrom dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.

Gangguan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi gangguan langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan limbah tersebut, misalnya limbah klinis beracun, limbah yang dapat melukai tubuh dan limbah yang mengandung kuman pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit dan gangguan tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, baik yang tinggal di sekitar rumah sakit maupun masyarakat yang sering melewati sumber limbah medis diakibatkan oleh proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan limbah tersebut (Depkes RI, 2009).

Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur, yaitu akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit; melalui membran mukosa; melalui pernapasan. Kultur patogen yang pekat dan benda tajam yang terkontaminasi (terutama jarum suntik) mungkin merupakan jenis limbah yang potensi bahayanya paling akut bagi kesehatan (WHO, 1999)

Selain terhadap kesehatan secara langsung. Limbah medis juga berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan terhadap kesehatan antara lain, terhadap gangguan kenyamanan dan estetika, terutama disebabkan karena warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, bau feses, urin dan muntahan yang tidak

ditempatkan dengan baik dan rasa dari bahan kimia organik. Penampilan rumah sakit dapat memberikan efek psikologis bagi pemakai jasa, karena adanya kesan kurang baik akibat limbah yang tidak ditangani dengan baik (Depkes RI, 2009).

Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan kerusakan harta benda.

Dapat disebabkan oleh garam-garam terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit. Selain itu limbah rumah sakit menyebabkan gangguan atau kerusakan tanaman dan binatang. Hal ini terutama karena senyawa nitrat (asam, basa dan garam kuat), bahan kimia, desinfektan, logam nutrient tertentu dan fosfor (Depkes RI, 2009).

Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan gangguan genetik dan reproduksi. Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan system reproduksi manusia, misalnya pestisida (untuk pemberantasan lalat, nyamuk, kecoa, tikus dan serangga atau binatang pengganggu lain) dan bahan radioaktif (Depkes RI, 2009). Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan infeksi silang. Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme pembawa penyakit melalui proses infeksi silang baik dari pasien ke pasien, dari pasien ke petugas atau dari petugas ke pasien.

Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme pathogen. Pathogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur : (a) akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit, (b) melalui membrane mukosa, (c) melalui pernafasan dan (d) melalui ingesti.

Contoh infeksi akibat terpajan limbah infeksius adalah infeksi gastroenteritis dimana media penularnya adalah tinja dan muntahan, infeksi saluran pernafasan melalui secret yang terhirup atau air liur dan lain-lain. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka tertusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda itu terkontaminasi pathogen. Karena resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda tajam termasuk dalam kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul adalah bahwa infeksi yang ditularkan melalui subkutan dapat menyebabkan masuknya agens penyebab panyakit, misalnya infeksi virus pada darah (Pruss, 2005).

2.8. Dampak Limbah Medis Rumah Sakit terhadap Kecelakaan Akibat Kerja Rumah sakit termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung. Potensi bahaya di rumah sakit selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang

berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para pekerja di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit (Wicaksana, 2002).

Berdasarkan model penyebab kerugian yang dikemukakan oleh Det Norske Veritas (DNV, 1996) seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini, memperlihatkan bahwa jenis kerugian akibat terjadinya kecelakaan kerja meliputi manusia/pekerja, properti, proses, lingkungan, dan kualitas.