• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.8. Analisa data

3.4. Latar Belakang dibuatnya Poda Sagu-sagu Marlangan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan raja adat Raya Sidabutar, mengatakan bahwa Raja Silahi Sabungan pergi menulusuri pantai Danau Toba untuk menambah ilmu sampailah di daerah Uluan sibisa. Tersiarlah kabar bahwa Datu Pejel Nairasaon membuat suatu sembara, bagi siapa yang dapat menyembuhkan puterinya . Datu Pejel berharap agar Raja Silahi Sabungan mengikuti sembara tersebut. Dari beberapa semua dukun tidak ada satupun yang dapat menyembuhkan penyakit puterinya, beliau memberikan ramuan obat untuk dibawa oleh Datu Pejel dan puterinya sudah sembuh setelah memakan ramuan obat tersebut. Setelah puteri Datu Pejel sembuh, Silahi Sabungan menuntut hadiah tersebut. Silahi Sabungan meminta agar puterinya Si Boru Nailing Nairasaon menjadi isterinya. Datu Pejel terkejut, padahal puterinya sudah punya tunangan, karena takut dikatakan pembohong Datu Pejel memberi syarat setelah lahir satu anak, Silahi Sabungan kembali ke kampungnya dan membawa anak tersebut. Raja Silahi Sabungan menikah dengan puteri Datu Pejel yang bernama Si Boru Nailing Nairasaon, tak lama kemudian lahirlah seorang anak laki-laki.

Terdengarlah kabar akan adanya perlawanan yang dilakukan pihak keluarga tunangan Si Boru Nailing Nairasaon. Raja Silahi Sabungan segera kembali kekampungnya dengan membawa anak tersebut dan si Boru Nailing mengizinkannya dengan memberikan sebuah cincin untuk anaknya jika berhasrat untuk menemui ibu dan pamannya di Sibisa dan sebagai bukti bahwa anak tersebut cucunya Datu Pejel.

Sesampainya Raja Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak, bayi itu diserahkan kepada isterinya Si Pinggan Matio boru Padang Batanghari. Kehidupan keluarga Silahi Sabungan sangat bahagia setelah hadirnya Tambun Raja (anak dari Si Boru Nailing Nairason, isteri ke-2 Silahi Sabungan), Silahi Sabungan memberi nama Tambun karena bertambahnya satu lagi anaknya, kasih sayang orang tua sangat besar terhadap Tambun Raja. Tambun Raja.bertumbuh menjadi sehat, baik dan menjadi kesayangan ayahanda serta Pinggan Matio, saudara-saudarnya teristimewa puteri satu-satunya si Boru Deang Namora.

Terjadilah perselisihan diantara anak-anak Silahi Sabungan antara kelompok keturunan marga Silahi Sabungan dari isteri pertama (Loho Raja, Tungkir Raja, Sondi Raja, Butar Raja, Dabariba Raja, Debang Raja, dan Batu Raja) dengan keturunan marga Silahi Sabungan dari keturunan isteri kedua (Tambun Raja).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Raja Turpuk Situngkir (70) mengatakan bahwa perselisihan itu terjadi ketika mengembalakan ternak di Simartaja, Loho Raja, Tungkir Raja, Sondi Raja, Butar Raja, Dabariba Raja, Debang Raja dan Batu Raja, mengatakan bahwa mereka bukan satu nenek dengan Tambun Raja. Mendengar hal itu Tambun Raja menanyakan ucapan itu kepada Ibunya. Pinggan Matio (Ibunya) marah dan menemui mereka kebukit Simartaja karena telah menceritakan suatu rahasia tentang Tambun Raja, semuanya terdiam dan menyesal. Silahi Sabungan tidak dapat membujuk Tambun Raja demikian juga ibunya Pinggan Matio dan saudara perempuannya Si Boru Deang Namora.

Perselisihan yang terjadi antara keturunan Silahi Sabungan membuat Tambun Raja bersikeras ingin mengetahui siapa sebenarnya paman/tulang kandungnya, maka Raja

Silahi Sabungan segera membuat upacara membaca gejala yang terlihat di dada seekor ayam yang dipersembahkan kepada Mula Jadi Nabolon. Melalui letak ayam yang tergeletak, setelah bakul dibuka, Silahi Sabungan segera memahami pesan Dewata Mula Jadi Nabolon perihal Tambun Raja yakni ;

a. Tujuan Tambun Raja menemui pamannya/tulang (abang dari ibunya) dan tinggal disana adalah baik agar jangan dihalangi dan dilarang. Kalau tidak akan terjaddi malapetaka.

b. Ditempat paman/tulang Tambun Raja berkembang dan bertumbuh dalam kemakmuran, turunan dan kebahagiaan.

c. Agar Silahi Sabungan segera menyusun suatu ikrar yang menjadi suatu hukum tatanan kekeluargaan yang mengikat seluruh keturunan Silahi Sabungan dan menjadi pedoman di masa mendatang bagi generasi berikutnya.

Segera Silahi Sabungan berangkat menuju Lassa Bunga untuk bertapa. Sesuai petunjuk sang Dewata Mulajadi Nabolon. Silahi Sabungan segera mempersiapkan perangkat upacara dalam membacakan ikrar tersebut, persiapan itu (dapat dilihat dalam gambar 2 ) adalah :

a. Mempersiapkan sebuah lepat besar yang terbuat dari tepung besar b. Lepat besar diberi kunyit, agar tempak berwarna pucat.

c. Lepat itu dikerjakan dalam waktu tiga bulan dan harus keras.

Setelah selesai dipersiapkan, tanpa diketahui semua keturunannya kecuali isterinya. Silahi Sabungan segera mengajak anak-anaknya menuju bukit Simanampang, sesuai petunjuk tempat maupun hari dan waktu yang ditentukan sang dewa. Si Boru Deang Namora berjalan didepan sambil menjungjung bakul tanpa mengetahui apa isinya.

Dibelakangnya menyusul Tambun Raja dan Pinggan Matio. Kemudian Silahi Sabungan diikuti secara berturut-turut oleh anak-anaknya yaitu Loho Raja, Tungkir Raja, Sondi Raja, Butar Raja, Dabariba Raja, Debang Raja, dan terakhir Batu Raja. Sampailah mereka dibukit Simanampang. Silahi Sabungan memanggil Loho Raja duduk disebelahnya dan Tungkir Raja disebelah kirinya, seterusnya Sondi Raja, Dabariba Raja dan Butar Raja berturut-turut (urutan kelahiran ganjil), dipanggil duduk di sebelah kanan Loho Raja. Butar Raja dan Debang Raja (Urutan kelahiran genap) berturut-turut dipanggil duduk disebelah kiri Tungkir Raja.

Selanjutnya Silahi Sabungan memanggil Si Tambun Raja duduk menghadapnya dan sisi kiri Silahi Sabungan adalah isteri pertamanya Pinggan Matio boru Batanghari dan boru Deang Namora berada di sisi kiri ibunya, sehingga susunan mereka berbentuk melingkar.

Tambun Raja berada agak ditengah mereka duduk bersila, Silahi Sabungan menyuruh puterinya Si Deang Namora membuka ulos Bintang maratur penutup bakul yang telah diletakkan didepan Silahi Sabungan. Mereka terkejut serta wajahnya berubah pucat. Segera Silahi Sabungan memecahkan keheningan mereka dan berkata : “saya melihat wajah kalian pucat pasi setelah melihat lepat besar ini. Oleh karena itu lepat ini saya beri namanya sagu-sagu marlangan”. Diatasnya akan saya ucapakan untuk kalian suatu pitara yang telah saya susun merupakan warisan dari saya berupa hukum Sagu-sagu marlangan, maka mulailah Silahi Sabungan mengucapkan nasehat itu agar janji yang diucapkan pada anak-anaknya benar-benar menjadi berarti dan berguna di saat itu dan hari-hari mendatang.

1. Ingkon Marsiholongan hamu sama hamu rodi pomparan muna muse : (Haruslah kalian satu sama lain saling kasih mengasihi sampai keturunanmu turun temurun). 2. Naso tupa dohonon muna naso sama saina hamu napitu dohot si Tambun Raja on,

jala ingkon sisada anak sisada boru do hamu (Kalian puteraku yang tujuh tidaklah boleh kalian mengatakan tidak satu ibu dengan adikmu Si Tambun Raja, demikian pula terhadap putera-puteri kalian bertujuh, juga putera Si Tambun Raja, dan sebaliknya ).

3. Jala hamu napitu dohot pinomparmu, ingkon humolong rohamu diboruni anggimuna Si Tambun Raja on dohot sandok pomparanmu ingkon tong songoni maradophon boru ni angka hahami sahat tu pinomparna. (kalian anakku yang bertujuh dan keturunanmu haruslah lebih cinta kasih terhadap putera-puteri abangmu sampai keturunannya).

4. Naso jadi olion ni pinomparmu napitu anggimu Si Tambun Raja, jala naso jadi olionni pinomparni Si Tambun Raja pomparan ni sude haham napitu on. (Bahwa putera garis keturunanmu yang bertujuh tidak boleh mengawini puteri garis keturunanmu yang bertujuh).

5. Naso tupa pungkaonmuna bada manang parsalisian. Molo adong parbadaan di hamu napitu sahat tu pomparan muna sandok ingkon anggimuna manang pinomparna, si bahen dama di hamu, mambahen uhum natingkos jala ingkon oloan muna jala tung sojadi jujuron. Laos songoni dohot ho Tambun Raja, ia adong parbadaan di pomparanmu sandok ingkon sian pomparan ni haham na pitu on ma si bahen dame jala sahat si dabu uhum natingkos. (Hindarilah pertikaian atau permusuhan, jika timbul pertikaian antara kalian yang bertujuh dan

keturunanmu, maka adikmu atau keturunannya yang harus menjadi pendamai yang ramah memberi hukum yang benar, yang harus ditaati dan bagaimanapun juga tidaklah dibenarkan mencari-cari kesalahan. Demikian juga engkau Tambun Raja jika timbul pertikaian diantara keturunanmu, maka yang menjadi pendamai haruslah keturunan dari abangmu yang bertujuh memberikan perkara yang adil). 6. Jala molo adong parbadaan dihamu naso tupa dihot halak naasing laho pasaehon

jadi sitonahononmuna be mai tu pomparanmu, manang ise na mangose padan on sandok songon sagu-sagu marlangan on ma ibana peak so maranak so marboru. (Jika terjadi pertikaian diantara pertikaian diantara kalian, bagaimanapun juga tidaklah diperkenankan meminta campur tangan orang lain untuk menyelesaikannya. Karena itu amanatkanlah ini kepada keturunanmu turun temurun, dan barang siapa yang mengelakkannya terkutuklah ia seperti sagu-sagu marlangan ini)..

Setelah upacara tersebut selesai, Silahi Sabungan menyuruh seluruh keturunannya (Sihaloho, Situngkir, Sondi Raja, Sidabutar/Sinabutar, Sidabaria, Sidebang, Pintu Batu dan Tambun Raja) untuk menyentuh (menjamah) sagu-sagu itu sebagai pertanda bahwa mereka memakan sagu-sagu tersebut agar berurat berakar dengan rahaniah dan jasmaniah dan menjadi arah daging mereka. Setelah kedelapan keturunan Silahi Sabungan menerima poda sagu-sagu marlangan dilaksankan oleh keturunan Silahi Sabungan sampai pada ke generasi berikutnya. Dan Silahi Sabungan mengantarkan Tambun Raja sampai diperbatasan desa dan memberikan cincin pemberian ibunya Si Boru Nailing Nairasaon.

BAB IV