• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PODA SAGU-SAGU MARLANGAN

4.1. Sanksi Yang Diberikan Jika Melanggar Poda Sagu-sagu Marlangan

Dengan berjalanya waktu, terjadilah generasi diantara keturunan Raja Silahi Sabungan. Dari regenarasi inilah keturunan Raja Silahi Sabungan semakin bertambah dan semakin banyak hingga menyebar keseluruh pelosok dan tidak mengingat amanah leluhur. Ada salah satu keturunan Silahi Sabungan saling mengawini, berita ini tersebar sehingga menjadi sebuah kasus baru dalam keluarga Silahi Sabungan.

Awalnya mereka tidak mengetahui bahwa mereka keturunan, setelah mereka menikah dan memperkenalkan diri di daerah dimana mereka bertempat tinggal, sebagian dari masyarakat yang mengetahui hal itu, mereka di cela. Jika ada pesta mereka tidak diundang, setelah merasa tersisihkan dalam upacara adapt dan tidak merasa nyaman di daerah tersebut, mereka pidah tempat dari desa ke desa. Memilih tempat yang tidak dikerumuni orang banya khususnya suku Batak, mereka takut bertemu orang-orang yang satu marga.

Selama menempati daerah yang baru, mereka mengalami kesulitan, walaupun mereka bekerja keras dari penduduk yang lain namun hasilnya tidak bertambah, kerugian yang mereka alami, tanda-tanda tersebut sudah merasa kan, akhirnya sepakatlah suami isteri untuk menyerahkan diri kekeluarga Silahi Sabungan (kekampung) dengan iklas bercerai. Keluarga Silahi segera membuat musyawarah adat, disaat itulah mereka menceritakan semua kesusahan yang dialami dari berpindah-pindah tempat, keadaan tidak bertambah atau hidupnya selalu dalam kesusahan dan dicela orang banyak.

Perkawinan satu marga ini juga pernah terjadi, yaitu antara marga Sidebang dengan boru Tambun Baruara. Marga Sidebang merantau dan berkenalan dengan seorang gadis yang mengaku dirinya boru Baruara. Akhirnya mereka menikah dan memiliki satu anak. Suatu saat diketahui marga Sidebang bahwa isterinya ternyata mereka adalah marito, isterinya keturunan dari Tambun Baruara. Sampailah berita itu ke kepala adat dan dilakukanlah musyawarah. Sesuai dengan keputusan, maka mereka dipisahkan, akhirnya marga Sidebang maninggal tanpa sebabdan isterinya pergi jauh dari kampungnya dan anak diasuh oleh orang lain. Jika hal itu dibiarkan, maka akan semakin banyak dari keturunan akan saling mengawini karena perbuatan mereka melanggar adat atau ”poda” yang berlaku bagi keturunan semua Silahi Sabungan.

Seperti yang dikemukakan oleh informan Bapak Aloan Tambunan (64) selaku Raja adat Istiadat Silalahi III, bahwa perkawinan satu marga pernah terjadi dikampungnya di Tambuanan yaitu namanya Markus Silalahi dengan boru Tambunan. Sebelumnya mereka mengetahui bahwa mereka adalah marito, karena mereka saling mencintai akhirnya mereka bersembunyi di hutan, dan sudah punya anak laki-laki. Berita mereka tersebar di seluruh daerah, kepala adat menyuruh masyarakat untuk mencari mereka jika diketahui keberadaannya segera beritahu kepala adat. Keberadaan mereka diketahui, mereka dihukum kecuali anaknya, tangan dan kakinya di ikat dengan besi, dibawa keliling kampung dan dipermalukan sampai diluar daerah dengan sebutan inilah mereka yang menikah satu marga. Tak lama kemudian mereka meninggal dan anak mereka dititip di panti asuhan.

Perkawinan satu marga adalah suatu perkawinan tyang dilakukakan seorang pria dan seorang wanita yang mempunyai marga yang sama. Terlebih dahulu diuraikan pnyebab terjadinya perkawinan semarga ini adalah :

1. Karena terlanjur 2. karena harta

3. Karena sudah saling mencintai

4. karena dibeberap tempat adat tidak begitu kuat.

Perkawinan semarga merupakan suatu bentuk perkawinan yang sangat pantang (dilarang) dalam struktur kekerabatan marga Silahi Sabugan khususnya dalam PodaSagu-sagu Marlangan.

Menurut catatan yang diperoleh dari beberapa responden mengatakan bahwa larangan perkawinan satu marga dikeluarga Silahi Sabungan adalah sangat erat hubungan dengan eksistensi Poda Sagu-sagu Marlangan. Perkawinan semarga cenderung untuk mengucilkan peranan Poda Sagusagu Marlangan, sebab bila mana dua orang satu marga yang melakukan perkawinan semarga, maka hal ini hilanglah kekerabatan marga Silahi Sabungan (si sada anak dan si sada boru), yaitu fungsi boru dalam kasus ini, yang menjadi boru dan hula-hula adalah teman semarga (Dongan Sahuta) juga. Kemungkinan besar aas dasar demikian inilah yang menjadi rasionalisasi dilarangnya perkawinan satu marga.

Dari penjelasan tersebut dapatlah kita ketahui bahwa rasionalisasi dari larangan perkawinan semarga itu adalah untuk menjaga peranan Poda Sagu-sagu Marlangan,

sekalipun menurut pandangan awam mengatakan bahwa perkawinan semarga dilarang karena pada hakekatnya orang satu marga itu satu darah sehingga merupakan saudara.

Apabila orang-orang yang semarga melakukan perkawinan mereka dipandang melakukan perbuatan sumbang (incest) yang sangat dilarang adat khususnya Poda Sagu-sagu Marlangan. Mnurut hasil wawancara dengan Raja Parbiringan Raya Situngkir (50), pada masa dahulu mereka yang melakukan perbuatan demikian itu segera dikucilkan atau diusir dari komunitas huta dari kampung mereka dan komunitas huta lainnya tidak akan mau menerima mereka menjadi warganya. Karean hukuman demikin itu merupakan sesuatu yang amat berat, maka pelanggaran atas pembatasan jodoh dengan sistem eksogami marga jarang terjadi.

Adapun yang menjadi akibat hukum perkawinan semarga dapat diketahui bahwa bila mana perkawinan antara satu marga itu berlangsung maka srtuktur kekerabatan Poda Sagu-sagu Marlangan yang menjadi amanah leluhur akan kehilangan perannya.

Bagi masyarakat Silahi Sabungan yang melakukan perkawinan semarga itu akan mendapat sanksi hukuman dari fungsionaris tokoh adat yang ada dalam masyarakat sehingga tata tertib dalam masyarakat itu terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur hubungan orang yang satu dengan orang lain, yakni peraturan terhadap masyaarakat yang dinamakan kaidah hukum.

Bagi siapa yang melanggar sesuatu kaidah hukum akan sanksi yaitu sebagai akibat pelanggaran kaidah hukum yang berupa hukum hal ini adalah karena tidaklah semua orang yang mau menaati kaidah hukum itu dan sesuatu peraturan hidup bermasyarakat benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga menjadi kaidah hukum, maka

peraturan hidup kemasyarakatan harus dilengkapi menjadi kaidah hukum dalam keluarga Silahi Sabungan, maka Poda Sagu-sagu Marlangan merupakan peraturan-peraturan hidup bermasyarakat supaya menaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukum) terhadap siap yang tidak mau menaatinya.

4.2. Kepatuhan Keturunan Silahi Sabungan terhadap Poda Sagu-sagu Marlangan