• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA 2.1.Masyarakat Perkebunan

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Asahan dikenal dengan daerah yang memiliki potensi akan sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan. Adapun produksi di sektor pertanian adalah, tanaman padi, tanaman kakao dan tanaman jangung. Produksi sektor perkebunan berupa perkebunan kelapa sawit, dan perkebunan karet. Asahan merupakan salah satu sentra pertanian perkebunan dari Provinsi Sumatera Utara. Komoditas yang paling menonjol dari Asahan adalah perkebunan karet dan kelapa sawit. Potensi alam yang dimiliki Kabupaten Asahan ini dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk dijadikan sumber mata pencaharian baik individu, kelompok atau Instansi, demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Berdasarkan data dari BPS 2014 Kabupaten Asahan, masyarakat Asahan umumnya mengerjakan komoditi tanaman perkebunan dengan jumlah 119.508 orang dan berstatus sebagai karyawan perkebunan. Masyarakat Asahan ada juga bekerja disektor non-perkebunan seperti, wiraswasta, PNS, dan bagian jasa. Komoditi perkebunan tanaman kelapa sawit dan karet tidak hanya milik perkebunan rakyat, tetapi juga milik perkebunan pemerintah, yaitu PTPN dan ada juga perkebunan milik swasta Jepang atau PBSA yaitu PT. Bridgestone. Berdasarkan data RPJM Kabupaten Asahan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Asahan atas dasar harga berlaku tahun 2010 adalah Rp. 11.545.275.650.000, yang sebagian besar berasal dari sektor pertanian secara

luas (35,74%). Kontribusi terbesar dari sektor pertanian terhadap PDRB berasal dari perkebunan (28,28%), sedangkan subsektor tanaman pangan hanya menyumbang sebesar 3,07%. Potensi alam yang dimiliki Kabupaten Asahan mengalami peningkatan hasil produksi, baik perkebunan milik rakyat maupun perkebunan pemerintahan dan perkebunan milik swasta. Kondisi ini dimanfaatkan masyarakat untuk menjadikan perkebunan karet sebagai sumber penghasilan utama keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan mempertahankan keberlangsungan kehidupan mereka.

Perkebunan ini dirancang untuk meningkatkan profit perusahaan dan membantu dalam penanggulangan masalah pengangguran, masalah kehidupan perekonomian masyarakat setempat dikawasan perkebunan. Perkebunan ini memerlukan tenaga kerja manusia untuk mengelolanya dan memerlukan jangka waktu yang cukup lama, sehingga pihak perkebunan memberikan peluang kerja pada masyarakat di sekitar perkebunan. Perkebunan memerlukan pekerja yang memiliki potensi atau kemampuan untuk mengerjakan lahan perkebunan sesuai standar dan sistem kinerja perkebunan. Masyarakat yang bekerja secara aktif diperkebunan karet akan ditetapkan sebagai karyawan tetap /buruh selama ± 25 tahun bekerja di perkebunan PT. Bridgestone. Buruh diberikan berbagai fasilitas sebagai wujud apresiasi oleh pihak perusahaan perkebunan karet terhadap kinerja dan loyalitas pekerja terhadap perusahaan.

Bentuk apresiasi yang diberikan oleh PT Bridgestone kepada para staf karyawan dan buruh penderes di perkebunan karet mengalami perbedaan. Salah satunya yaitu kompleks perumahan yang sering disebut

asisten, staf dan mandor besar. Fasilitas yang diperoleh manager, asisten dan mandor besar jauh lebih baik dibandingkan dengan karyawan biasa dan buruh. Pihak perkebunan memberikan fasilitas perumahan yang relatif sederhana yang sering disebut “pondok” (rumah buruh). Tidak hanya fasilitas itu saja, PT.Bridgestone juga menyediakan fasilitas dalam bidang kesehatan dan pendidikan untuk masyarakat perkebunan.

Di Desa Perkebunan Aek Tarum terdapat lembaga pendidikan seperti sekolah yang dimulai dari jenjang TK (Taman Kanak-Kanak), SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas). Dalam mendukung kemajuan pendidikan di kawasan ini PT Bridgestone menyediakan fasilitas bagi anak-anak yang berada di perkebunan yang saat ini mengecap pendidikan. Penyediaan transportasi sebagai salah satu bentuk apresiasi PT Bridgestone dalam mendukung pendidikan. Melalui adanya transportasi gratis dijadikan untuk mempermudah akses bagi siswa untuk pergi ke sekolah.

Pada dasarnya pendidikan berkenaan dengan peningkatan kualitas manusia, pengembangan potensi, kecakapan dan karakteristik generasi muda kearah yang lebih baik seperti yang diharapkan masyarakat pada umumnya. Setiap orang tua menginginkan agar anaknya dapat mengecap pendidikan yang lebih tinggi. Amidha, dkk (2012) dalam penelitiannya tentang “Profil Pendidikan Keluarga Miskin (Buruh)” bahwa buruh perkebunan sebagai salah satu pekerja yang sangat dibutuhkan dalam perkebunan justru hidup dalam keterbatasan. Upah perbulan hanya dapat memenuhi kebutuhan minimal.

Keterbatasan ekonomi inilah yang mempengaruhi jenjang pendidikan yang mampu ditempuh oleh anak dari masyarakat perkebunan.

Masyarakat perkebunan yang berada di Desa Aek Tarum mayoritasnya adalah hanya lulusan SD dan SMP, mereka yang lulus hingga tingkat pendidikan SMA sangat sedikit. Minimnya pendidikan para buruh mengarahkan mereka hanya bisa bekerja pada level bawah yang biasa disebut sebagai penderes. Status pekerjaan buruh sebagai penderes tetap hanya menerima gaji pokok sebesar Rp 1.950.000/bulan namun ada tambahan lembur serta tambahan hari kerja, maka total pendapatan buruh yang didapat berkisar Rp 2.500.000/bulan- Rp 3.000.000/bulan. Berdasarkan upah buruh penderes di perkebunan karet PT. Bridgestone, pendapatan buruh ini tergolong relatif tinggi karena nilainya lebih tinggi dari kategori UMR di Sumut.

Secara umum kondisi ekonomi buruh di Desa Perkebunan Aek Tarum relatif tinggi, hal ini dapat mendukung pendidikan anak sampai pada jenjang SMA bahkan ada juga sampai pada Perguruan Tinggi. Pendapatan orang tua di perkebunan tidak hanya dari perkebunan, namun ada penghasilan tambahan lainnya yang diperoleh dari pekerjaan sampingan yang mereka kerjakan. Ada buruh penderes yang memiliki lahan karet atau sawit pribadi dan jenjang pendidikan anak ke Perguruan Tinggi (5%), buruh penderes yang tidak memiliki lahan pribadi tetapi isterinya bekerja sebagai BHL dan jenjang pendidikan anak ke Perguruan Tinggi (3%), ada buruh penderes yang tidak memiliki lahanpribadi namun isteri memiliki berbagai usaha dagang kebutuhan rumah tangga dan jenjang pendidikan anak ke Perguruan Tinggi (3%), ada buruh yang memiliki lahan pribadi saja dan pendidikan anaknya ada juga yang putus

sekolah dari tingkat SMP dan SMA (30%), dan ada buruh yang isterinya bekerja sebagai BHL saja dan tingkat pendidikan anaknya SMP, SMA (58%).

Dalam kehidupannya sehari-hari anak buruh yang masih mengecap pendidikan diperbolehkan berpartisipasi membantu pekerjaan di perkebunan. Anak membantu menyelesaikan pekerjaan ayahnya yang merupakan buruh penderes. Mereka membantu mengumpulkan getah karet agar cepat selesai. Anak-anak ini akan melakukan aktivitas ini secara bermusim. Ketika anak memiliki hari libur sekolah jangka panjang akan bekerja diperkebunan seperti, penyemprotan/ membabat rumput, pemupukan tanaman, menggali lubang lalu menanam bibit, memperbaiki jalan dan mengumpulkan karet/lom.

Dari hasil kerja keras yang dilakukan anak buruh maka anak akan menerima upah kerja dari perkebunan sebagai status BHL. Para orang tua cenderung memandang bahwa anak-anak yang turut bekerja di perkebunan dianggap sebagai hal yang biasa dan menandakan bahwa anak-anak mereka hanya ingin berpartisipasi membantu perkerjaan mereka. Masyarakat perkebunan, khususnya orang tua mempersepsikan hal tersebut sebagai suatu pelatihan bagi anak untuk bekerja disektor perkebunan sehingga anak dapat mudah beradaptasi dengan pekerjaan di perkebunan.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa ekonomi masyarakat perkebunan dapat mendukung mereka untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih dan lebih tinggi. Fasilitas yang diberikan oleh PT Bridgestone merupakan bentuk partisipasi yang sangat berguna bagi masyarakat yang berada di sekitar perkebunan.

Berdasarkan penelitian Clara (2012), pendidikan dan kehidupan bersekolah merupakan bagian dari dimensi kesejahteraan anak. Kesejahteraan anak mecakup konsep being ( objek or state) yaitu kehidupan yang dijalani dan dialami pada saat ini dan konsep becoming (changes of devlopment) yaitu perubahan dan perkembangan kehidupan dimasa yang akan datang sebagai orang dewasa. Pendidikan mempunyai peran yang sangat signifikan dalam merencanakan pembangunan sumber daya manusia sebuah bangsa, dan pendidikan dapat dijadikan indikator utama dalam menentukan tingkat kesejahteraan suatu bangsa, serta mengentaskan kemiskinan.

Berdasarkan obeservasi yang ditemukan oleh peneliti di lapangan justru masih banyak anak-anak dari buruh perkebunan yang putus sekolah dan bahkan hanya mampu mengecap pendidikan di tingkat SMP dan SMA. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk tertarik meneliti mengenai bagaimana apresiasi masyarakat perkebunan terhadap pendidikan anak di Desa Aek Tarum PT Bridgestone.