• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. Informan Pertama (Afdelling I Dusun V Pondok Narunggit)

8. Informan Ke Delapan ( Anak Buruh Penderes Putus Sekolah)

4.5. Nilai Pendidikan Anak di Kalangan Buruh Penderes

4.5.4 Pendidikan Sebagai Mobilitas Sosial dalam Pekerjaan

Mobilitas sosial bentuk perpindahan status dan peranan seseorang atau sekelompok orang dari kelas sosial yang lebih rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi, atau dari kelas sosial yang lebih tinggi ke kelas sosial yang lebih rendah (vertikal). Menurut Horton dan Hunt, mengartikan mobilitas sosial sebagai gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Sebab lembaga pendidikan seperti sekolah merupakan saluran kongkrit gerak sosial yang vertikal.

Buruh penderes memiliki keyakinan dengan adanya pendidikan yang dimiliki anak dapat mensejahterakan kehidupan masa depan anak. Kesejahteraan yang dipahami buruh penderes adalah sejahtera secara ekonomi melalui pendidikan anak menghantarkan pada pekerjaan yang lebih tinggi dari orang tuanya, sehingga dapat membantu keluarga. Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas sosial yang penting, bahkan jenis pekerjaan kasar yang berpenghasilan baik pun sukar diperoleh, kecuali jika seseorang mampu membaca petunjuk dan mengerjakan soal hitungan yang sederhana. Menaiki tangga mobilitas sosial tanpa ada bukti ijazah pendidikan tinggi merupakan suatu hal yang jarang terjadi. Diduga bahwa tambah tingginya taraf pendidikan yang dimiliki individu maka makin besar kemungkinan anak-anak golongan rendah mengalami mobilitas sosial secara vertikal (Setiadi: 530). Pentingnya pendidikan membawa perubahan ekonomi keluarga menjadi lebih baik melalui tingkat pendidikan anak, hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan oleh ibu N.br Hutapea :

“Yakinlah sama pendidikan dapat merubah anak, pendidikan itu bagus.Yah pinginlah anak pendidikannya tinggi dan bagus biar cita- citanya tercapai. Biar jangan bodoh kayak kami mamak bapaknya di kebon.Inilah anaku yang pelayaran sebelum bekerja jurusan nakhoda kapal udah ada sekolahannya tapi masih dasarnya terus mintak tambah lagi sekolahannya di STIP, ini mau lanjut sekolah

lagi biar bisa jadi perwira atau kapten kapal, agar kerjaannya makin bagus, gajinya besar. Yah kami usahakan dan dukung anak kami sekolahkan semampu otaknya kalau mampu sampai tinggi kami siap kami dukung walaupun sakit mencari duit. Kadang tidak cukup, kurang gaji bapaknya di kebon tapi, ya harus berani ambil resikolah untuk sekolah anak. Usahakan terus minjam-minjam duit pun tidak apa-apa. Sering minjam duit bunga sama orang, pernah juga minjam duit dari bank..” (Hasil Wawancara 28 Agustus 2015)

Jadi, buruh penderes perkebunan menginginkan anaknya mengalami peningkatan dalam pekerjaan yang lebih tinggi dari orang tuanya, sebab orang tua menilai pendidikan dapat merubah nasib anak. Buruh ini menyadari untuk melakukan perpindahahan jabatan kerja level atas memerlukan peningkatan pendidikan. Modal pendidikan yang dimiliki seorang anak dapat mengalami mobilitas sosial secara vertikal. Walaupun dilihat dari pekerjaan orang tua berada dilapisan bawah menjadi buruh penderes, namun potensi anak mampu mengikuti persaingan yang cukup ketat dalam pendidikan melalui ujian penyeleksian sehingga anak menjadi saluran gerak sosial yang vertikal karena berhasil mendapatkan kursi di lembaga pendidikan yang bagus melalui ujian. Tingkat pendidikan dan skill yang di miliki individu mengahantarkan seorang ke peluang yang sudah terbuka lebar untuk meraih jabatan pada level atas dengan gaji sangat baik sesuai dengan kemampuan seseorang dalam mengaplikasikan skill pekerjaan. Gerak sosial vertikal pada pekerjaan umumnya berlaku untuk semuah kalangan masyarakat. Pada kenyataannya tidak semuah individu berada dalam gerak sosial vertikal sebab sedikit banyak ada hambatan yang mempengaruhi seseorang mengalami gerak sosial vertikal. Individu yang dapat mempertahankan gerak sosial vertikal akan memiliki peluang besar untuk melakukan perpindahan pekerjaan dari satu kedudukan ke kedudukan yang lain. Gerak sosial vertikal ini seperti pekerjaan nakhoda kapal mengalami pergerakan naik status menjadi

perwira kapal. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan individu memiliki pendidikan yang menghantarkan sampai dapat status kapten atau perwira. Pendidikan memperlihatkan modal individu dalam persaingan untuk naik tangga sosial cukup ketat dengan demikian peran pendidikan semakin penting. Individu yang berhasil dalam pendidikan, dialah yang memiliki kemungkinan untuk naik tangga sosial. Hal ini senada dengan pernyataan disampaikan oleh informan bapak Maruli Lumban Gaol, yaitu:

“Yah memang menurut ku akuin hanya di bidang pendidikan ini nanti yang dapat merubah nasib anak-anaku, selain dari situ tidak ada yang bisa ku kasih, karna aku seorang buruh penderes, tanah aku tidak punya dari mana mau kasih. Apalagi uang aku tidak ada uang banyak untuk mereka. yah hanya pendidikan lah yang bisa ku usahakan untuk anak-anakku biar bisa nanti anaku kuharapkan lebih meningkat kehidupannya dari saya. Dan pekerjaan mereka harus layak untuk mereka jangan seperti aku seorang penderes tamatan SMPnya jadi, kemana mau ku andalkan mereka kalau tidak ada tamatan. Sedangkan di perkebunan ini saja mau jadi seorang penderes harus tamatan SMA apalagi diluaran sana kerja lain. makanya anak ku dorong terus hayo kejar terus-terus pendidikan mencapai cita-cita”

Jawaban hasil wawancara dengan informan pentingnya pendidikan dapat merubah nasib didukung oleh hasil wawancara dari anak beliau yang sedang mengecap pendidikan di perguruan tinggi Jeni br Marbun, yaitu :

“Saya yakin pendidikan dapat membawa perubahan ekonomi, tetapi tergantung dengan individunya kalau dia pandai menggunakan keahlian jurusannya dia akan terjamin mendapat pekerjaan yang menjamin. Lain hal dengan yang punya pendidikan tetapi tidak digunakan keahliannya dengan jurusannya yah dia tidak akan mendapat pekerjaan yang dia inginkan. Saya yakin dengan pendidikan yang lebih tinggi maka pekerjaan kita akan menjadi lebih tinggi. Misalnya dari guru honor, diangkat menjadi kepala sekolah karena memiliki pendidikan S1 dan sertifikasi. mudah-mudahan cita-citaku tercapai, biar bantu orang tuaagar tidak bekerja di perkebunan lagi, tidak berlama-lama lagi sampai pensiun. jadi tidak harus banting tulang lagi orang tuadi perkebunan karna udah kita fasilitasi kebutuhannya.

Pendidikan saluran resmi yang paling rasional dalam menentukan pergerakan status sosial seseorang. Buruh ini menilai jika pendidikan di berikan maka tidak akan hangus begitu karena pendidikan sudah melekat dalam diri. Minimnya pendidikan yang dimiliki buruh ini membawa pada hidup serba terbatas hanya bisa menjadi seorang buruh. Semakin menumbuhkan nilai fungsi pendidikan sangat penting untuk anak. Orang tua penderes berasumsi bahwa jika pendidikan anak hanya tamatan sekolah dasar atau sekolah pertama akan membawa anak mendapat penghasilan yang rendah ketika mereka mulai bekerja. Buruh penderes dalam konteks ini berasumsi pendidikan diberikan kepada anak harus sampai pada jenjang pendidikan yang tinggi supaya anak mengalami mobilitas sosial secara vertikal terhadap pekerjaannya. Jika anak tidak memiliki pendidikan yang tinggi, orang tua penderes ini menilai belum cukup untuk mensejahterakan anak di masa hidupnya.

Pendidikan sangat signifikan menjadi anak tangga mobilitas sosial bahkan mengalami pergerakan sosial secara vertikal. Semakin tinggi tingkat pendidikan makin tinggi pula tingkat pengahasilannya. Keberhasilan pendidikan seseorang mempengaruhi kedudukan sosialnya di masyarakat dapat membawa meningkatkan derajat orang tua yang berada di level bawah sebagai buruh penderes karet menjadi tepandang di masyarakat perkebunan. Dampak positif dari pendidikan anak inilah yang semakin menumbuhkan nilai dan fungsi pendidikan sangat penting dalam keluarga dan nilai pendidikan dapat dijadikan prinsip keluarga buruh penderes terhadap pendidikan anaknya.

Pada dasarnya pendidikan itu hanya salah satu standar saja. Dari ketiga jenis pendidikan yang tersedia yakni pendidikan informal, dan pendidikan non

formal, pendidikan formal, tampaknya jenis pendidikan yang terakhir lebih dapat diandalkan. Pada pendidikan formal, dunia pekerjaan dan status lebih mempercayai kepemilikan ijazah tanda lulus seseorang untuk naik jabatan dan naik status (Setiadi: 530). Buruh penderes ini menilai pendidikan diberikan kepada anak harus sampai tingkat tinggi atau perguruan tinggi supaya dengan pendidikan yang dimiliki anak dapat diaplikasikan di pekerjaan di luar perkebunan dengan harapan mudah mengalami mobilitas sosial vertikal mencapai kedudukan rendah ke kedudukan tinggi. Ada juga buruh penderes yang menilai pendidikan anak diberikan sampai tingkat SMA dengan harapan tujuan pendidikan yang dimiliki anak dapat diaplikasikan ke pekerjaan yang berada di perkebunan. Buruh penderes dan masyarakat perkebunan percaya walaupun pendidikan anak hanya tingkat SMA dan bekerja di perkebunan suatu saat akan mengalami peningkatan kerja dari kedudukan pekerjaan rendah ke kedudukan yang menengah bahkan dapat meningkat lagi.

Tingkat pendidikan SMA dapat mengalami pergerakan sosial dari buruh penderes bisa naik menjadi Mandor atau Krani. Berdasarkan data hasil wawancara dengan informan penderes orang tua di perkebunan sebagian menilai pendidikan anak menyandang ijazah supaya mendapatkan pekerjaan setahap lebih maju dari orang tuanya. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan informan bapak Wiyono, yaitu :

Pendidikan itu yah memang bagus dan pendidikan memang diutamakan diperusahaan ini. Bagus pendidikannya, pekerjaanya bagus, status pekerjaan di perkebunan ini bisa naik jabatan sebagai mandor atau krani. Lama pun kerja di kebon tapi kalau gak ini. Apalagi dijaman sekarang ini harus tamatan SMA masuk kebon”

Pernyataan yang disampaikan bapak wiyono senada dengan jawaban hasil wawancara yang dikatan ibu Rini, yaitu:

“Ya saya mendukung pendidikan anak karena, mau masuk kerja dikebon aja mesti harus ada tamatan SMA, jadi tanpa adanya pendidikan orang tidak bisa kerja karena saat dicari ijazah SMA. Kalau anak saya masuk kebon yah ingin sih karena masa depan anak kita tidak tahu, kita tidak bisa paksain menginginkan anak untuk menjadi seorang perawat atau bidan tapi kalau jebol mendaftar di perkebunan ya berarti sudah dikebon ini rezekinya.Mending ke kebon ya karnakan ka kerja dikebon itu udah terjamin dapat gaji tiap bulan, mendapat rumah sakit, mendapat bonus, memang lelah tetapi sudah lebih bagus. Terus kalau punya pendidikan, kita kerjanya patuh, kinerjanya bagus dikebon ini jadi dipercaya untuk naik tingkat kerjaan dari buruh penderes ke mandor atau krani”

Jadi, secara umum buruh penderes menilai pendidikan penting untuk anak. Namun penilaian buruh ini terhadap pendidikan di tingkat SMA sudah lebih dari cukup untuk masa depan anak karena dengan menyandingkan ijazah dapat menentukan pekerjaan yang sudah di tentukan. Buruh penderes ini menilai pendidikan tingkat SMA dapat mengalami mobilitas sosial secara vertikal terhadap pekerjaan walaupun proses pergerakan perpindahan statusnya secara evolusi.. Pekerjaan pada bagian industri yang memperlihatkan secara signifikan terjadinya mobilitas sosial baik secara vertikal ataupun horizontal. Proses mengalami mobilitas berawal dari bekerja sebagai buruh penderes kemudian berakhir pada jabatan mandor atau krani di perkebunan.

Pihak perkebunan akan memberikan apresisiasi kepada buruh atau kayawan yang memiliki potensi dalam mengembangkan pengetahuannya dalam bekerja, memiliki kedisiplinan kerja, patuh terhadap peraturan yang ada, maka akan mengalami jenjang karir dalam pekerjaan karena dinilai hasil kinerjanya membawa dampak positif dan keberuntungan. Apresiasi yang diberikan pihak

perkebunan kepada setiap pekerja dalam bentuk peningkatan kedudukan bekerja. Peningkatan kedudukan kerja individu maka pekerjaannya lebih ringan dari berkedudukan rendah seperti menjadi buruh penderes. Kedudukan kerja semakin tinggi maka pendapatan juga semakin besar. Nilai pendidikan tingkat SMA ini yang sering di asumsi oleh masyarakat perkebunan jika pendidikan anak sampai tingkat SMA.

“ Apalagi seperti adik-adiku ini tamat SMK, SMA pun susahnya cari kerja makanya kerja mocok-mocok di kebon, ya skalian ngerjai ladang pribadi milik mama. Sekarang memang harapan mama dan kaka juga,kedua adik ku bisa masuk kebon jadi karyawan karena sudah mapan, lagi biar tenang mamaku. karna masih tutup aja sekarang lowongan pekerjaan dikebon kalau buka pasti udah rame karena udah banyak anak yang punya pendidikan tingkat SMA. menjadi karyawan aja dari pada kerja diluar-luar perkebunan ini juga takut ntah kenapa-kenapa, juga cari pekerjaan sekarang kan udah susah”

Masyarakat perkebunan ini memiliki kecemasan dan menyadari pendidikan hanya mengandalkan ijazah saja tidak cukup, melainkan pendidikan memerlukan keterampilan dan skill untuk memperoleh pekerjaan yang lebih layak dari pekerjaan orang tua. Jika hal tersebut tidak dimiliki anak maka, ketika anak bekerja di kota akan mengalami kesulitan mencari pekerjaan sebab pekerjaan yang tersedia di kota memiliki syarat pekerjaan yang tinggi kualifikasi bekerja di bandingkan dengan pekerjaan yang berada di pedesaan. Hal tersebut tidak dapat di pungkiri orang tua penderes mengambil alih dalam menentukan pekerjaan anaknya untuk bekerja di perkebunan karena, minimnya skill dan mental dalam diri anak. Besar harapan keluarga buruh ini agar anaknya dapat bekerja di perkebunan karena gaji dan jaminan yang di berikan menggiurkan seperti memiliki jaminan pekerjaan selama kurang lebih 25 tahun, upah setiap bulan, THR stiap tahun, Bounus tiap tahun dan jaminan hari tua, fasilitas rumah sakit,

catu beras, hal inilah yang membuat anak perkebunan termotivasi untuk bekerja di perkebunan.