• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan seni rupa dan desain modern di Indonesia telah berlangsung lebih dari setengah abad, yang dirilis sejak jaman kolonial hingga di era paskakolonial dan berkesinambungan hingga kini. Secara historis pendidikan desain di Indonesia berkembang atas dua paradigma yang berbeda, yaitu 1) sebagai runtut pendirian keilmuan bidang keteknikan (Teknik Sipil dan Arsitektur) dan; 2) sebagai perluasan bidang keseni rupaan Desain Produk, Desain Interior, Desain Komunikasi Visual, dan Desain Tekstil. Namun akhirnya pemerintah mengesahkan pendidikan desain yang menginduk kepada ilmu keseni rupaan, yaitu oleh ITB1 yang mendirikan

pendidikan desain di tahun 1957.2 Program pendidikan desain ITB menjadi

model pembelajaran Seni Rupa di Universitas lainnya. Salah satunya di Universitas Tarumanagara yang mendirikan Fakultas Seni Rupa dan Desain yang terdiri dari dua jurusan, yaitu Jurusan Desain Komunikasi Visual yang

1Agus Sachari, “ Perkembangan Pendidikan Desain di Indonesia dan Proyeksinya”, (Jurnal

Seni Rupa Desain dan Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung,

2001)

2Amir Sulfikar, “Industrial Design in Indonesia Education, Industry, and Policy”, Design

55

didirikan tahun 1996 dan Jurusan Desain Interior yang didirikan pada tahun 1994.3

Saat ini banyak perguruan tinggi swasta mendirikan jurusan desain komunikasi visual dan menjamur hampir di setiap pelosok Indonesia. Keseluruhan mahasiswa desain di seluruh Indonesia termasuk mahasiswa seni visual berjumlah sekitar 2,22 % (mahasiswa seni visual berjumlah 41425 orang dari seluruh mahasiswa 1.863.040 orang.4 Pada jurusan

Desain Komunikasi Visual Universitas Tarumanagara. Jumlah mahasiswa rata-rata 180 mahasiswa per tahun dari jumlah total 869 mahasiswa pada semester ganjil 2008/2009.5 Dua tahun terakhir ini, jurusan ini menerima

sampai 200 orang mahasiswa per tahun.

Pada mata kuliah fotografi, setiap kelas dibagi empat kelompok sehingga perbandingan antara dosen dan mahasiswa adalah 1 : 50. Jumlah mahasiswa ini kurang ideal, seharusnya untuk kuliah di seni rupa per kelas maksimal sekitar 25 orang mahasiswa6. Oleh karena itu, penelitian ini akan

menguji cara belajar pembelajaran berbasis masalah yang bisa mengatasi

3 http://www.desain-untar.ac.id/di-fakultas-profil.html

4 s um ber ht tp : / / w w w . e va l u as i . or . i d

5 Informasi Data Akademik, Semester Ganjil 2008-2009, no 036/TH.19/2008-2009, Universitas Tarumanagara, Maret 209

6 Richard Micherdzinski, 1963, Art in the Difficult School/A Program, Art Education, Vol 16, No. 6 pp 14 -28

56

jumlah mahasiswa yang banyak dan meningkatkan kemampuan belajar mahasiswa.7

Selain jumlah mahasiswa, masalah lain yang selalu dijumpai pada mahasiswa jurusan seni rupa adalah banyaknya praktek seni rupa yang tidak seimbang dengan pengembangan tiga kompetensi lainnya yaitu kritik foto, sejarah seni foto dan estetika. Hal tersebut terjadi pula di AS, sehingga mereka membuat metode pembelajaran disiplin berbasis pendidikan seni (DBPS) atau (Dicipline-based art education- DBAE) untuk memberikan pengayaan pada pengalaman terhadap seni. 8910 11 DBPS itu sendiri adalah

sebagai berikut:

2. Pembuatan karya seni (art production)

2 Kritik Seni Rupa yaitu merespon dan membuat penilaian terhadap isi dan kualitas dari suatu bentuk visual

7 Harry L. Shipman , Barbara J. Duch, “Problem –Based Learning in Large and Very Large Classes, ed Barbara J. Duch, Susan E. Groh, Deborah E. Allen, The Power of Problem- Based Learning, (Virginia : Stylus, 2001) pp 149-151.

8 Enid Zimmerman,, “Current Researh and Practice about Pre-Service Visual Art Specialist Teacher Education", Studies in art educaton, Vol 35, No.2, 1994, pp 79 – 89.

9 W. Dwaine Greer, “Developments in Dicipline-Based Art Education (DBAE) : From Art Education Towards Art Education. Studies in art educaton", Vol 34 No.2, 1993, pp 91 –

101

10Jean C. Rush, “Interlocking Images : The Conceptual Core of a Discipline-Based Art Lesson”. Studies in art educaton, Vol. 28 No. 4.1987, pp 206-220

11 Margareth K. DiBlasio, 1987, “ Reflections on the Theory of Dicipline-Based Art Education. Studies in art educaton”. Vol 28, No 4. pp 221-226

57

3 Sejarah Seni Rupa, yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang kontribusi seniman dan sumbangsih seni terhadap budaya dan masyarakat.

4. Estetika adalah pengertian tentang bagaimana seseorang menilai suatu obyek seni . 12 13

Paradigma pembelajaran baru yaitu pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat memecahkan masalah kompetensi seperti standard diharapkan oleh DBPS (DBAE). Istilah pembelajaran yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pemelajar (learner centered) menggantikan istilah

“pengajaran” yang berpusat pada guru (“teacher centered”) mulai

diperkenalkan tahun 1973, telah dipakai secara meluas dan dikuatkan dalam perundangan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003. 14 Salah satu model yang berpusat pada siswa (“learner centered”) adalah pembelajaran berbasis masalah yang dianggap paling canggih dan belum banyak diterapkan di jurusan seni rupa di Untar maupun di banyak jurusan seni rupa di Indonesia. Asal pembelajaran berbasis masalah dari jurusan kedokteran tahun 1950 an di Universitas MacMaster Kanada15 16 yang akhirnya dikembangkan juga di

12 M.D. Roblyer, Integrating Educational Technology into Teaching, edisi 3.( New Jersey : Pearson, 2004) p 297

13 Viktor Lowenfeld dan W. Lambert Brittain, Creative and Mental Growth, (Great Britain:Macmillan Publishing co,1982) p 97

14 Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta; Kencana, 2004), h. 545

15 J. Michael Spector, M. David Merrill, Jeroen van Merrienboer, Marcy P. Driscoll, Handbook of Research on Educational Communications and Technology,(Lawrence

58

jurusan seni rupa. 17 18 Kelebihan lain pembelajaran berbasis masalah ini

merupakan metode pembelajaran yang bisa mengatasi kelas-kelas besar. 19

Permasalahan lain, hasil wawancara menunjukkan bahwa 95% dosen DKV dari 20 orang dan 100% mahasiswa tidak pernah membaca UU Sisdiknas no 20 tahun 200320 dan 100% dosen DKV dan mahasiswa tidak mengetahui

pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu, penelitian dengan metode kaji tindak (action research) digunakan untuk memberdayakan para dosen dan mahasiswa. Cara belajar pembelajaran berbasis masalah dan sistematika pembelajaran kritik fotografi dari Terry Barret yang akan diujikan dengan metode kaji tindak. Metode kaji tindak merupakan yang paling popular digunakan untuk pembelajaran seni rupa selama 10 tahun terakhir.21

Pemberian kuliah fotografi lebih banyak menjelaskan teknik fotografi, elemen dan prinsip desain atau sering disebut konteks internal. Kuliah fotografi kurang membelajarkan konteks sosial, budaya, politik dan biografi dari fotografer atau sering disebut konteks orisinal. Begitu pula jarang

Erlbaum Associates. 2008). Pp 1 - 894

16 Jose A. Amador, Libby Miles, C. B. Peters, The Practice of Problem-Based Learning, (Anker Publishing Company, Bolton Massachusetts. 2006)

17 Eliza Pitri, “The Role of Artistic Play in Problem Solving” Art Education, Vol. 54, No. 3, InterDisciplinary (May, 2001), pp. 46-51

18 Tracie E. Constantino, “Problem-Based Learning: A Concrete Approach to Teaching Aesthetics”, Studies in Art Education, Vol. 43, No. 3 (Spring, 2002), pp. 219-231 19 Barbara J. Duch, Susan E. Groh, Deborah E. Allen, The Power of Problem-Based

Learning, (Virginia : Sterling, 2001 ) p 149 20 UU Sisdiknas no 20 tahun 2003

59

dibahas pendapat kritikus lain yang disebut konteks eksternal.22 Tambahan

pula dari data hasil wawancara ketiga dosen fotografi menunjukkan bahwa tidak pernah diujikan ujian tertulis atau ujian teori fotografi, sehingga dapat dikatakan penelitian ini untuk pertama kalinya mencoba ujian teori tertulis mengkritik foto.

Selain hal-hal tersebut, tuntutan jaman juga membuat seorang calon desainer tidak cukup hanya bisa membuat karya, tetapi juga perlu tahu mengapa membuat karya tersebut dan dampak apa yang akan timbul. Masalah fotografi dan desain pernah jadi bahan pembicaraan yang meluas di tanah air. Salah satunya desain sampul musik kaset Dewa23 dan desain

sampul buku Dewi Lestari yang dianggap menyinggung pemegang agama Islam dan Hindu. Begitu pula pameran foto Anjasmara yang berperan sebagai Nabi Adam ternyata menyinggung FPI. Kasus tersebut muncul sekitar September 2005 saat pameran tahunan CP Biennale di Museum Bank Indonesia. Salah satu karya seni foto yang dipamerkan adalah pose bugil Anjasmara dan Issabelle Yahya yang berjudul "Pinkswing Park".24 Faktor

penyebab dari hal tersebut, kurangnya pengetahuan atau inter disiplin ilmu dari desainer. 25.

22 Terry Barrett, Criticizing Photographs, An Introduction to Understanding Images, edisi 4, (New York ; Mc Graw Hill, 2006) p 109-113

23 http://www.dewa19.com/forums/archive/index.php/thread-5099.html)

24 http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/06/bud03.htm.

60 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah penelitian kaji tindak dapat menjalankan pembelajaran berbasis masalah dan sistem kritik foto dari Terry Barrett?

2. Apakah membelajarkan literatur fotografi melalui kritik dan sejarah fotografi akan meningkatkan minat pada fotografi ?

3. Apakah cara belajar pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada metode ekspositori, ceramah, drills, demonstrasi?

4. Apakah cara pembelajaran berbasis masalah akan meningkatkan kemampuan interpretasi foto?

5. Bagaimana mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah dalam bidang fotografi?

6. Apakah kemampuan awal mahasiswa memadai untuk mata kuliah fotografi?

7. Apakah mahasiswa dengan kemampuan yang beragam dapat mengikuti mata kuliah fotografi?

8. Apakah model kritik foto dari Barrett bisa digunakan pembelajaran fotografi?

9. Apakah mahasiswa dapat mengaplikasikan teori seni untuk praktek fotografi?

61

10. Apakah sumber belajar yang tersedia cukup untuk pembelajaran fotografi?

11. Bagaimana merancang dan mengembangkan model pembelajaran berbasis masalah sebagai metode baru dalam pembelajaran fotografi di jurusan Desain Komunikasi Visual?

12. Apakah ada hubungan antara peningkatan kritik foto dengan kemampuan praktek foto?

13. Apakah metode pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar dengan jumlah mahasiswa yang banyak (kelas besar) di jurusan DKV ?