• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS (1)"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS

MASALAH UNTUK INTERPRETASI FOTO

IWAN ZAHAR

No Registrasi: 7117080700 Program Studi : Teknologi Pendidikan

Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta dalam Rangka Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Doktor dan Dipertahankan di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Jakarta

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

2

2010

The development of problem based learning to interpret photographs

Abstract

The objective of the research is to develop problem based learning in large classes for Tarumanagara student who were learning to interpret photographs in design photo course. The problem based learning aims not only to identify composition and aesthetics but also to know deeper about

social, culture and photographer’s biography. The research conducted in 50

student form visual communication design, fifth semester, Tarumanagara Universtiy, Jakarta.

(3)

3

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK INTERPRETASI FOTO

Penelitian kaji tindak di Universitas Tarumanagara Jakarta

(2009)

Ringkasan

Tujuan penelitian untuk mengembangkan pembelajaran berbasis masalah dalam kelas besar pada mahasiswa Tarumanagara yang belajar interpretasi foto pada kuliah foto desain. Pembelajaran berbasis masalah tidak hanya membelajarkan komposisi dan estetika tetapi juga memperdalam sosial, budaya dan biografi fotografer. Penelitian ini melibatkan 50 mahasiswa dari jurusan desain komunikasi visual semester lima di Universitas Tarumanagara, Jakarta.

(4)

4 A. PENDAHULUAN

A.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan seni rupa dan desain modern di Indonesia telah berlangsung lebih dari setengah abad, yang dirilis sejak jaman kolonial hingga di era paskakolonial dan berkesinambungan hingga kini. Pemerintah mengesahkan pendidikan desain yang menginduk kepada ilmu kesenirupaan, yaitu oleh ITB yang mendirikan pendidikan desain di tahun 1957 (Sachari, 2001:30). Jurusan desain didirikan di berbagai pelosok Indonesia dan mengambil model pembelajaran dari ITB. Salah satu Universitas yang menggunakan model tersebut adalah jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Tarumanagara. Jumlah mahasiswa rata-rata 180 mahasiswa per tahun dengan jumlah total 869 mahasiswa pada semester ganjil 2008/2009.

Pada mata kuliah fotografi, setiap kelas dibagi empat kelompok sehingga perbandingan antara dosen dan mahasiswa adalah 1 : 50. Jumlah mahasiswa ini masih kurang ideal, seharusnya untuk kuliah di seni rupa per kelas maksimal sekitar 25 orang mahasiswa (Micherdzinski, 1963:14). Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji cara belajar pembelajaran berbasis masalah yang bisa mengatasi jumlah mahasiswa yang banyak dan meningkatkan kemampuan belajar mahasiswa.

(5)

5

foto, sejarah seni foto dan estetika. Hal tersebut terjadi pula di AS, sehingga mereka membuat metode pembelajaran disiplin berbasis pendidikan seni (DBPS) atau (Dicipline-based art education- DBAE) untuk memberikan pengayaan pada pengalaman terhadap seni, Greer (1993:91), Rush (1987:206), DiBlasio (1987:221). Dengan kata lain, keempat kompetensi produksi seni foto, sejarah seni foto, kritik foto dan estetika diberikan secara seimbang.

Permasalahan lain, hasil wawancara 20 dosen menunjukkan bahwa 95% dosen DKV dari 20 orang dan 100% mahasiswa tidak pernah membaca UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 dan 100% dosen DKV dan mahasiswa tidak mengetahui pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu, penelitian dengan metode kaji tindak (action research) digunakan untuk memberdayakan para dosen dan mahasiswa. Cara belajar pembelajaran berbasis masalah dan model kritik fotografi dari Terry Barret yang akan diujikan dengan metode kaji tindak

Kritik foto yang dilakukan pada karya mahasiswa untuk kemajuan ketrampilan memotret dari mahasiswa, sedangkan pembelajaran kritik foto pada karya maestro foto (Barrett, 1988:26) untuk belajar menjadi kritikus foto dan hal ini jarang dilakukan di Untar. Pembelajaran kritik foto tersebut membutuhkan integrasi dengan ilmu sosial, budaya, psikologi pada saat foto itu dibuat. Hal ini dapat diatasi dengan PBM yang melatih ketrampilan berpikir tingkat tinggi memungkinkan interdisiplin antara ilmu kritik foto dengan ilmu sosial lainnya. Pembelajaran teori foto kurang kuat di jurusan DKV Untar bila dilihat dari data hasil wawancara ketiga dosen fotografi yang menunjukkan tidak pernah diujikan ujian tertulis atau ujian teori fotografi, sehingga dapat dikatakan penelitian ini untuk pertama kalinya mencoba ujian teori tertulis mengkritik foto.

(6)

6

mengapa membuat karya tersebut dan dampak apa yang akan timbul. Masalah fotografi dan desain pernah jadi bahan pembicaraan yang meluas di tanah air. Salah satunya desain sampul musik kaset Dewa (www.dewa19.com) dan desain sampul buku Dewi Lestari yang dianggap menyinggung pemegang agama Islam dan Hindu.

A.2. Pembatasan Masalah

Penenelitian ini akan membatasi masalah pada pengembangan model pembelajaran berbasis masalah yang bisa mengembangkan kemampuan sistem baca foto.

A.3. Perumusan Masalah

Bagaimana merancang dan mengembangkan model pembelajaran berbasis masalah sebagai metode baru dalam pembelajaran interpretasi fotografi di kelas besar seperti di jurusan DKV?

A.4. Kegunaan Penelitian

1. Fotografi digunakan pula sebagai dokumentasi untuk bahan pembelajaran segala ilmu pengetahuan

2. Fotografi banyak juga digunakan untuk iklan dan untuk keperluan promosi dan dokumentasi.

3. Fotografi dalam dunia senirupa masih relatif baru dan langka di Asia, khususnya di Indonesia.

4. Kegunaan interpretasi foto bagi mahasiswa akan membantu dalam memaknai foto saat bekerja.

5. Kegunaan interpretasi foto adalah mengkaitkan informasi verbal dari berbagai bidang diluar seni rupa seperti sosial, budaya, agama, politik , psikologi dan sebagainya dengan informasi visual, sehingga pemelajar dapat berpikir secara holistik.

(7)

7

dalam proses pembelajaran dengan model PBM yang belum pernah diterapkan di jurusan DKV Untar.

7. Pembelajaran kritik foto, penilaian kritik, cara melakukan ujian kritik foto atau kritik seni rupa termasuk jarang dilakukan dengan cara yang standard dan teruji.

8. Cara pembelajaran kritik foto ini pun bisa diterapkan untuk pembelajaran visual lainnya.

B. KAJIAN PUSTAKA B.1. Model Pembelajaran

Cara belajar kolaborasi merupakan hal yang penting dalam PBM. Martin dkk (1998:485) menyatakan bahwa proses kolaborasi dalam PBM akan meningkatkan keterampilan metakognitif. Kolaborasi dengan teman sebaya dan bantuan dari instruktur, memungkinkan pemelajar mempunyai kesempatan untuk mengubah interaksi sosial menjadi fungsi mental menurut Vygotsky (dalam Woolfolk, 2004:45). Pemecahan masalah yang dibuat dengan interaksi dan kolaborasi dengan teman sebaya merupakan hal yang penting dalam PBM. Hal ini akan berguna sebagai dasar pengembangan model PBM. Constantino (2002:220) menyatakan langkah PBM ini sebagai berikut

1. Guru mengembangkan dan melontarkan permasalahan, pemelajar harus menunjukkan pusat dari permasalahan. Kemudian guru melakukan

Brainstorming” dengan menggunakan empat tahap proses interaktif yang

(8)

8

pendekatan otentik pada permasalahan dan menunjukkan apa yang mereka ketahui dan mengembangkan pertanyaan untuk mereka jawab dalam pemecahan masalah.

2. Mencari sumber lokasi untuk menjawab pertanyaan, biasanya pemelajar akan mencari informasi dari berbagai disipilin ilmu. Permasalahan sebagai pusat pengaturan integrasi atau kurikulum.

3. Pemelajar dibagi ke dalam kelompok kecil dan setiap siswa bertanggung jawab pada pertanyaan atau wilayah penelitiannya, dan mulai dengan proses penelitian.

4. Pemelajar kembali ke kelompok dan mendiskusikan informasi yang terkumpul lalu mengulas pertanyaan dan strategi penelitian. Pada tahap ini kemungkinan pemelajar mengulangi diskusi beberapa kali sampai kelompok ini mencapai kesimpulan yang masuk akal

Pada disertasi ini, metode “brainstorming” dengan KWL tidak digunakan dan diganti dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan model kritik foto Barrett.

B.2. Model Kritik Foto

(9)

9

perbaikan teknis memotret dan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai mahasiswa dan target yang diberikan oleh dosen (Barret, 1988:24).

Model kritik Hamblen yang menggunakan taksnonomi Bloom bisa disetarakan dengan niteni, niroake dan nambai dari Ki Hajar Dewantara (1977). Kendatipun demikian, Model kritik oleh Hamblen (1984:42), Broudy (1986), Chapman (1977), Feldman (1987), Kaelin (1981), Lankford (1984), Marantz (1965), Mittler (1980), Salome (1981) dan Smith (1968) lebih bertitik berat pada rasio, sedangkan Johanson (1982) dan Clements (1979) lebih banyak intuisi atau perasaan. Fieldman dan lain-lain merupakan modek kritik yang lebih menekankan pada rasio dari pada perasaan. Penulis memilih model kritik Barrett yang biasa digunakan dalam fotografi dan ada unsur rasio dan perasaannya. Format pada model kritik Barret dari subject matter, form, aliran, membandingkan dan membedakan, posisi foto dalam sejarah foto. Format ini digunakan untuk tugas pembelajaran saat kuliah dan tugas yang diberikan pada mahasiswa.

Penulis mengusulkan taksonomi affektif untuk fotografi yang akan mengelompokkan foto berbasis tingkat perasaan yang ditimbulkan oleh pengamat dan dapat dibagi menjadi lima tingkat (Zahar, 2009:1), yaitu foto dokumentasi, foto komersial, foto jurnalistik, foto seni murni dan foto abstrak. Taksonomi ini digunakan untuk memilah foto sebelum melakukan perkuliahan dan dilaksanakan pada saat siklus kuliah dari foto advertising yang masuk dalam taksonomi rendah sampai foto abstrak yang masuk dalam taksonomi tinggi.

C. METODOLOGI PENELITIAN C.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

(10)

10

2. Mengetahui efektifitas, efesiensi dan manfaat dari pembelajaran berbasis masalah pada pelajaran senirupa khususnya fotografi.

3. Mengembangkan model kritik foto yang sesuai dengan kompetensi mahasiswa desain komunikasi visual di Universitas Tarumanagara.

4. Untuk menguji taksonomi afektif foto yang akan mempermudah proses pembelajaran kritik foto (Zahar, 2009:1).

C.2. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan acuan teori dan kerangka berpikir yang diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan enam pertanyaan penelitian terkait model pembelajaran berbasis masalah untuk interpretasi foto.

1. Apa langkah-langkah persiapan yang dilakukan dosen untuk kuliah kritik foto?

2. Bagaimana cara penyampaian materi, pelontaran masalah dan brainstorming?

3. Bagaimana menjelaskan tugas kelompok dan individu?

4. Bagaimana membimbing/memfasilitasi mahasiswa dalam mengkritik foto? 5. Bagaimana membimbing mahasiswa dalam menggabungkan data dan

diskusi sub tema?

6. Bagaimana memberikan umpan balik dan evaluasi akhir? C.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di semester V jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Tarumanagara, waktu penelitian mulai September – Desember 2009. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester ganjil Universitas Tarumanagara. Penetapan mahasiswa semester V adalah pada tingkat tersebut pemahaman mahasiswa akan seni rupa sudah agak baik . C.4. Metode dan Desain Intervensi Tindakan

(11)

11

yang meliputi (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) observasi (observation), refleksi (reflection) (Geoffrey, 2003:15). Penelitian kaji tindak untuk mendapatkan makna dari penelitian (Stringer, 2007:53).

C.5. Subjek/Partisipan yang terlibat dalam Penelitian.

Subyek atau partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah 50 mahasiswa dari semester V dari 208 mahasiswa. Pemilihan salah satu kelas ini karena kesediaan dari dosen yang berangkutan pada mata kuliah ini untuk terlibat dalam penelitian kaji tindak. Empat kelas di Universitas Tarumanagara dibagi dengan sebaran kemampuan yang kurang lebih sama satu sama lain.

C.6. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Dalam penelitian kaji tindak ini peneliti sebagai pemimpin perencanaan dan sebagai partisipan aktif. Derajat atau tingkat keikutsertaan peneliti dalam kegiatan ini dikategorikan pada tingkat peran serta aktif peneliti sebagai pengamat. Dalam pelaksanaan peneliti merekam sendiri dan melakukan observasi jalannya pembelajaran didampingi kolaborator.

C.7. Intervensi Siklus Kaji Tindak C.7.a. Perencanaan (planning)

Berdasarkan hasil pra obervasi, penulis dan kolaborator mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah untuk peningkatan hasil belajar kritik foto. Secara umum tindakan peningkatan hasil belajar kritik sekaligus mempraktekkan dan menguji coba taksonomi afektif dan taksonomi kognitif. C.7. b. Pelaksanaan Tindakan

(12)

12

seni murni (fine art) dengan foto jurnalistik dan advertising. Tahap ketiga : penjelasan perbedaan foto seni murni (fine art) yang berbentuk abstrak dengan subject matter yang mudah dikenali dan yang tidak. Siklus kedua, rencana tindakan pada siklus kedua ini dilakukan berdasarkan pada hasil refleksi dari siklus pertama.

C.7. c. Observasi

Observasi merupakan hal dasar yang menyatu dalam kegiatan penelitian tindakan, maka perlu dikembangkan sistem dan prosedur observasi. Pada penelitian ini akan diamati a) untuk melihat strategi belajar mahasiswa dalam proses pembelajaran berbasis masalah b) melihat pola pemelajar yang tidak berpartisipasi dalam proses pembelajaran berbasis masalah, tes awal dan tes akhir c) sebagai peneliti untuk mendapatkan pengalaman pribadi dan pengetahuan pada topik Cresswell (2008: 596). C.7. d. Refleksi (Reflecting)

Proses penelitian kaji tindak dimulai dengan sistematik dan refleksi kritis menurut Hendricks 2009 (dalam Davidson 2009:30). Terlibat dalam refleksi akan membuat peneliti mampu mengidentifikasi prakteknya selama penelitian berlangsung. Pada tahap refleksi ini hasil yang didapat pada observasi akan dianalisis. Hasil analisis ini akan digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya.

C.8. Instrumen-Instrumen Pengumpul Data

Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data berupa catatan lapangan dalam penelitian, tes awal berupa tes tertulis, lembar penilaian kritik foto dan tes tertulis.

C.9. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

(13)

13

tes awal dan tes akhir dari setiap siklus berdasarkan penilaian yang diberikan pada hasil belajar kritik foto.

C.10. Teknik Analisis Data

Penelitian kaji tindak ini akan menganalisis dan mengamati fenomena interaksi mahasiswa dengan PBM, interaksi mahasiswa dalam membaca gambar, identifikasi aktivitas kelompok dan pola kolaborasi untuk mengerti proses pemecahan masalah (problem solving) dan menambah pengetahuan tentang belajar pemelajar melalui proses kolaborasi. Desain pembelajaran ini merupakan deskriptif dan interpretatif. Proses eksplorasi kelompok saat memecahkan persoalan tergantung dari sumber data yang berbeda yang biasanya terdiri dari prilaku eksplisit dan implisit. Perilaku eksplisit meliputi aksi verbal dan non verbal. Aksi verbal dapat terjadi saat adanya komunikasi antar kelompok sedangkan aksi non verbal pada pergerakan dan gerak tubuh. Aksi verbal terjadi pula saat pemelajar mengungkapkan pendapatnya saat diminta membaca foto.

C.11. Pengumpulan Data C.11. a. Sumber data

Peneliti mengambil data dari bebagai sumber termasuk (a) observasi peserta (b) perekaman video dari tugas (c) wawancara dan (d) analisis dokumen., e) tes awal, tes akhir dan pertanyaan sebelum tes (f). Catatan lapangan

C.11.b. Instrumen Penelitian

(14)

14

(2008:602) yang menyatakan penelitian kaji tindak dapat menggunakan data kuantitatif

C.12. Analisis data

Menurut Cresswell (2008:445) terdapat enam tahap

1. Peneliti mengumpulkan data seperti catatan dan hasil scan.

2. Menyiapkan data untuk dianalisis. Penyiapan pengumpulan data dan analisis dilakukan dengan proses yang simultan.

3. Membaca semua data dengan seksama untuk mendapatkan pandangan tentang materi

4. Memberi kode pada data dan memberi label pada data. Coding adalah proses pengorganisasian data ke dalam chunks

5. Gunakan hasil pengkodean untuk mendapatkan tema atau bahan analisis. Penyajian deskripsi dan tema untuk mempermudah menganalisis data

6. Analisis dan penafsiran dilakukan secara terpadu

C.13. Kalibrasi Intrumen

Metoda triangulasi ini merupakan metoda kualitatif untuk mengecek dan mengejewatahkan validitas dari penelitian. Ada lima tipe triangulasi yaitu data triangulasi, triangulasi penelitian, teori triangulasi, metode triangulasi dan triangulasi lingkungan.

C.14. Keabsahan data

Tiga hal utama yang digunakan oleh penelitian kualitatif yaitu triangulasi, pemantauan anggota (member checking) dan audit.

D. HASIL PENELITIAN

(15)

15

D.1.1. Deskripsi Proses Pembelajaran Berbasis Masalah

Pada penelitian ini akan mengambil tema urban dan persoalan di kota besar yang bisa diangkat sebagai tema foto. Pada pembelajaran tahun sebelumnya, mata kuliah fodes diberi teori tetapi tidak pernah di ujikan. Mahasiswa yang berjumlah 50 orang ini dibagi menjadi 12 kelompok terdiri dari 10 kelompok dengan 4 mahasiswa dan 2 kelompok dengan 5 mahasiswa. Mahasiswa ini mendapat tugas masing-masing membahas sub tema urban yang terdiri dari masalah agama sampai arsitektur di daerah perkotaan. Kedua dua belas kelompok dengan tema besar agama, sosial, kematian, budaya, subject matter tidak teridentifikasi dan sebagainya. Setiap mahasiswa berspesialisasi pada sub topik dan membagi pengetahuannya pada kelompok, sehingga membangun pengetahuan bersama-sama untuk memecahkan persoalan. Cara ini seperti yang pernah diusulkan oleh Wilson

(dalam Ho, 2008:110) yang menggunakan aktivitas koloboratif “jigsaw”. Tutor

teman sebaya dalam metoda “jigsaw” dapat diadaptasi untuk melibatkan mahasiswa untuk merefleksikan pengertian isi dan mendorong rasa interdependensi dalam belajar berkelompok.

.

D.1.2. Deskripsi Desain Intervensi Tindakan Siklus Pertama D.1.2.a. Perencanaan

Hasil tes awal menunjukkan hasil yang kurang baik pada semua mahasiswa dengan 52% bernilai C dan 48% bernilai D. Penulis dan kolaborator menyiapkan bahan materi yang bertahap sesuai dengan taksonomi fotografi yang diusulkan. Mahasiswa akan ditunjukkan pada awalnya foto-foto advertising (taksonomi 2) dan foto jurnalistik

(16)

16 Absolut

80-100 A 0% 12%

68-79,99 B 0% 64%

56-67,99 C 52% 24%

45-55,99 D 48% 0%

0-44,99 E 0% 0%

(taksonomi3) yang diduga akan mudah dipahami konotasinya dan formnya. Setelah itu, penulis dan kolaborator merencanakan untuk memberikan materi yang pemahamannya dan pesan konotasinya lebih dalam misal tema kesetaraan jender, diskriminasi rasial, agama. Kemudian meningkat lagi

pada taksnomi 5 yaitu foto ”abstrak”.

D.1.2.b. Tindakan

Hasil kuiz dari minggu keempat kurang baik maka tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki kemampuan kritik sebelum siklus pertama berakhir dengan cara mengulang kuliah kritik foto, membagi edaran kuliah sebelum kuliah berlangsung dan mempercepat keempat kelompok untuk presentasi sehingga mahasiswa melihat dan melakukan sendiri cara membuat kritik foto dalam power point.

D.1.2.c. Observasi

(17)

17

mencari pendapat dan membangun pengetahuan bagi mahasiswa. Hasil kuiz pada minggu keempat masih terjadi salah paham dan banyak mahasiswa yang menjawab subject matter. Pada tiga presentasi setelah minggu keempat, mahasiswa semakin baik dan mereka membahas definisinya dahulu.

D.1.2.d. Refleksi

Setelah empat kali kuliah kritik foto, interpretasi foto pada pertanyaan

”apa yang anda lihat?”, hampir 90% mahasiswa masih menjawab sama seperti jawaban pada tes awal. Rencana lain penulis dan kolaborator mempercepat persiapan presentasi empat kelompok mahasiswa sehingga bisa terjadi tutor teman sebaya sebelum berakhirnya siklus pertama saat ujian tengah semester (pertemuan ke delapan). Kesalahan kemungkinan besar terjadi karena tidak diberikan edaran kuliah saat presentasi. Hasil ternyata menunjukkan kenaikan hasil belajar pada semua mahasiswa kecuali 12 mahasiswa.

D.1.3. Deskripsi Desain Intervensi Tindakan Siklus Kedua D.1.3.a. Perencanaan

Penelitian kaji tindak pada siklus pertama berakhir tanggal 8 oktober 2009. Penelitian ini dilanjutkan untuk meneliti apakah pembelajaran berbasis masalah hasil belajar kritik foto pada aliran dan membandingkan dan membedakan bisa ditingkatkan?

Tabel 2. Hasil tes kritik foto tes awal dan tes akhir siklus kedua Nilai Ujian Absolut Nilai Relatif *tes awal Tes akhir

(18)

18

68-79,99 B 0% 52%

56-67,99 C 94% 18%

45-55,99 D 6% 0%

0-44,99 E 0% 0%

*tes awal dilakukan pada kuliah minggu ke empat dan tes akhir pada minggu ke 14

Hasil tes awal pada minggu ke empat menunjukkan hasil yang kurang baik pada semua mahasiswa dengan 94% bernilai C dan 6% bernilai D (minggu ke empat) dan hasil pada tabel 15 yang menunjukkan 98%- 100% mahasiswa tidak mampu membandingkan dan membedakan karya maestro fotografer. Tambahan pula hasil penentuan aliran dari Maestro Fotografi yang kurang dikuasai. Hal ini kemungkinan besar karena tidak adanya kuliah sejarah seni foto dan tidak pernah diadakan ujian tertulis pada ketiga kuliah fotografi sebelumnya. Penilaian pada ketiga kuliah berbasis dari hasil prakek foto saja dan tidak pernah ada ujian teori.

D.1.3. b. Tindakan

Penulis dan kolaborator bekerja sama untuk meningkatkan kemampuan kritik foto ini dengan mengulang kuliah sejarah seni foto, memberi tugas kelompok membandingkan dan membedakan tokoh sejarah seni foto, memutar film maestro foto.

D.1.3. c. Observasi

Pelaksanaan kuliah pada siklus dua ini berlangsung lima kali dan diakhiri dengan tes akhir pada pertemuan yang keempat belas. Pada lima kuliah terakhir ini masih berlangsung 9 presentasi kelompok. Saat presentasi kelompok mahasiswa kurang tertarik dan kurang memahami masalah sosial, pencemaran lingkungan, kekerasan, homo, sakit jiwa. Presentasi ”subject

matter tidak biasa” yang membawakan karya Sandy Skolgund termasuk yang

(19)

19

yang ditabukan untuk dibicarakan dengan masalah diskriminasi membuat mereka menjadi lebih aktif bertanya. Walaupun pada karya foto Cindy Sherman tidak ditampilkan dengan model manusia dan dipresentasikan

dalam model manequin yang ”nude”, tetapi kontreversi pose dan penataaan foto tersebut yang membuat mahasiswa menjadi lebih aktif berkonsentrasi. D.1.3.d. Refleksi

Setelah tes akhir pada siklus pertama menunjukkan hasil yang baik

pada uraian ”form” atau komposisi pada foto tetapi buruk pada membandingkan dan membedakan. Walaupun begitu, mahasiswa mampu mengulas comparing and contrast dari maestro foto saat presentasi. Maka dari hasil observasi tersebut, penelitian dilanjutkan untuk siklus yang kedua.

D.2. Pembahasan Hasil Penelitian D.2.1. Temuan di siklus pertama

D.2.1. a. Interpretasi Foto dari mahasiswa pada pertanyaan ”apa yang anda lihat?”

Pada tabel 3 dapat dilihat jawaban yang pertama yaitu mengenai subject matter dari foto 78%-98% jawaban pada pertanyaan tes awal menjawab subject matter saja. Subject matter menurut definisi Barret (2006:21) merupakan identifikasi orang, benda, tempat dan kejadian dalam

foto. Jawaban deskripsi ”form” pada kelima foto 0%-24% pada tes awal. Hal ini sebenarnya buruk sekali untuk suatu hasil tes. Form menurut Barrett

(2006 : 26) adalah ”bagaimana subject matter di presentasikan”. Pertanyaan

”apa yang anda lihat? dianggap sebagian besar mahasiswa Untar sebagai

pertanyaan yang tidak langsung pada masalah. Ternyata mahasiswa lebih

mengerti bila pertanyaannya berbunyi ”komposisi apa yang digunakan

fotografer?”.

(20)

20 *Karya lorna Simpson You are fine

Jawaban mahasiswa setelah 7 kali kuliah ada perbaikan dan meningkat menjadi 64-80% mahasiswa menjawab form dengan benar.

Jawaban media yang menurut Barrett (2006: 29) berarti objek seni ini terbuat dari apa?. Pada kelima foto yang ditampilkan tidak ada objek yang khusus, sehingga jawaban mahasiswa cukup menjawab media yang digunakan untuk memotret seperti media film hitam putih atau film warna. Kebanyakan jawaban pada tes akhir lebih baik dan waspada pada media yang digunakan.

Gaya atau aliran menurut Barrett (2006: 29) merupakan pergerakan seniman pada zaman tertentu yang ditandai dengan bagaimana mereka menangani subject matter dan elemen formal. Penentuan aliran dan gaya dari fotografer dibutuhkan pengetahuan sejarah seni fotografi. Mata kuliah sejarah seni fotografi tidak diberikan pada jurusan Desain Komunikasi Visual dan hanya diberikan pada jurusan fotografi. Hal ini yang menyebabkan jawaban mengenai aliran kurang tepat pada tes awal. Jawaban membaik pada saat tes akhir. Walaupun begitu jawaban aliran foto tidak menjadi persoalan pada saat presentasi.

(21)

21

sejarah seni foto. Kapan, mengapa, dimana foto itu dibuat dan hubungan fotografer dengan fotografer lain yang sejaman. Jadi pengaruh budaya, sosial dan lain-lain saat foto itu dibuat akan berpengaruh pada penilaian seseorang akan foto. Kesulitan lain membandingkan dan membedakan satu karya foto dengan karya lain dibutuhkan pendekatan yang terkait dengan kreatifitas berpikir tinggi kreatif (Semiawan, 1996:45) dan mengandalkan belahan otak kanan untuk mensintesis dua atau lebih foto (Edwards, 1986:45) .

D.2.1.b. Interpretasi Foto dari mahasiswa pada pertanyaan ”Apa makna dari foto ini ?”

Pertanyaan no 2. Apa makna dari foto ini? Mengambil dari pendapat Barthes yang menggunakan denotasi dan konotasi untuk menjelaskan foto. Menurut Barrett (2006 : 45), pendapat Barthes dapat digunakan untuk semua jenis foto. Penjelasan konotasi berkaitan juga dengan perasaan seseorang pada saat melihat foto.

Menurut Roland Barthes informasi verbal sangat penting disamping denotasi dan konotasi. Informasi verbal dari lima foto ini pada foto advertising pakaian Versace dari majalah vogue dan karya foto no 4. Karya Lorna Simpson

You’re Fine, 1988. Pada kedua foto tersebut setelah tes akhir menunjukkan kenaikan dari 12-24% sampai 64-76% mahasiswa. Pesan denotasi yang menunjukkan bentuk dari subject matter menurut Barthes. Kebanyakan mahasiswa tidak mempunyai kesulitan dalam menentukan denotasi dari suatu foto. Pesan konotasi dari foto yang akan menjelaskan lebih dari hal yang terlihat mata merupakan bagian penting dalam deskripsi foto. Pesan konotasi inipun berkaitan dengan taksonomi foto yang diusulkan oleh penulis.

Taksonomi 2

(22)

22

gembira, glamour, percaya diri, bebas dan liar, sensual, energik dan muda, asyik, elegan, ekspresif, nyaman, kepuasan. Walaupun jawaban mahasiswa beragam secara umum hampir 100% jawaban mahasiswa benar.

Taksonomi 3

Tingkat yang lebih atas yaitu taksonomi 3 pada foto pekerja ladang yang difoto oleh Sebastio Salgado. Pada foto ini 76% mahasiswa menjawab dan sekitar 50% jawabannya benar saat tes akhir. Jawaban mahasiswa bervariasi keras, perjuangan, mencekam, kerja sama, lelah.

Taksonomi 4

Tingkat yang lebih atas yaitu taksnomi 4. Pada karya Lorna Simpson You’re Fine, 1988 merupakan foto yang termasuk sulit ditangkap pesan konotasinya. Foto wanita berkulit hitam yang tidur membelakangi dengan pakaian tidur berwarna putih. Adanya tulisan you are fine, you are hired, tes medis dan lowongan pekerjaan sekretaris di kiri, kanan, atas dan bawah dari foto tersebut. Foto ini bermakna konotasi perjuangan kesetaraan jender dan penolakan diskriminasi rasial yang dialami wanita berkulit hitam. Hal yang pernah dialami oleh Lorna Simpson sendiri. Sekitar 8% saat tes akhir yang menjawab mendekati benar yaitu suram, tidak sehat, tertekan.

Taksonomi 4 diperlihatkan foto Ansel Adam.

Tabel 4 . Pertanyaan 2 “ Apa makna dari foto ini? “ Foto Tak

son omi

Pesan verbal Pesan Denotasi Pesan Konotasi

(23)

23

1 2 24% 76% 36% 10% 64% 100%

2 3 0% 0% 38% 6% 64% 76%

3 *4 0% 0% 62% 8% 30% 92%

4 4 12% 64% 26% 8% 48% 86%

5 5 0% 0% 24% 8% 62% 76%

*3 foto karya Lorna Simpson, you are fine.

Taksonomi 5

Karya foto Ireland, 1979 oleh fotografer Harry Callahan yang biasanya memotret benda-benda disekitarnya yang tidak bermuatan politis, sosial dan budaya. Pada foto ini terlihat ada tiang listrik yang menjadi pusat perspektif dan seakan membelah foto menjadi dua sisi. Foto ini tidak terlalu abstrak dan masih terlihat jalan dan gedung yang utuh masih seperti foto arsitektur kota. Pesan konotasi sepi dan kosong dari foto ini masih bisa ditangkap dari mahasiswa sekitar 52% saat tes akhir.

D.2.1.c. Interpretasi Foto dari mahasiswa pada pertanyaan ”Bagaimana anda mengetahui ?”

Pertanyaan bagaimana anda mengetahui? Pertanyaan ini termasuk membingungkan bahkan untuk soal gambar no 1 yaitu gambar wanita yang memasarkan merk Versace tetap sulit ditentukan. 14% mahasiswa tidak menjawab pertanyaan ini. Pada pertanyaan ini sekitar 49-59% mahasiswa menjawab pertanyaan ini dari ekspresi gaya dan pose. Pada foto jurnalistik no 2 kebanyakan mereka tahu dari aktivitas, ekspresi, posisi sekitar 49-59%. Sedangkan pada foto Landscape no 3 mereka tahu dari subject matter, awan,langit, sungai berbentuk huruf s, cahaya tidak biasa dan sebagainya. Pada foto no 4 kebanyakan mahasiswa sekitar 64-69% mengetahui dari tulisan yang menyertai gambar. Pada foto no 5. 26-47% mahasiswa dari tes awal dan tes akhir paling banyak menjawab dari pesan konotasinya yaitu bersih, rapi dan sepi.

(24)

24

D.2.1.d. Interpretasi foto ”Apayang unik dari foto ini?”

Pertanyaan ini diambil dari pendapat Roland Barthes (2000: 25) yang menyatakan bahwa pada bagian foto yang seakan menusuk, menyengat kita saat melihat. Elemen ini disebut sebagai punctum dari sebuah foto.

Foto no 1 Iklan Versace dalam majalah Vouge ini direspons paling banyak sekitar 19% pada persilangan kaki di bagian bawah dekat logo Versace. Ini

terbukti bahwa dalam satu gambar “tension” atau tegangan saat melihat pada dua bentuk kaki yang berpotongan. Setelah itu sekitar 16% mahasiswa memilih ekspresi wajah. Menurut Arnheim (1974:42), penelitian pada suku yang buas, binatang dan bayi sekalipun dapat mengenali tanda dari beberapa garis dan dua titik mata sebagai wajah seseorang. Perubahan sedikit saja pada wajah seseorang yang terlihat lelah akan dapat diamati dengan seksama oleh manusia lain. .

(25)

25

Menurut Arnheim (1974 : 42), manusia bisa melihat dan membedakan bentuk hingga tidak terhingga. Respons mahasiswa melihat bentuk dua orang yang sedang menyabit ini dilihat dari berbagai sudut. Ada yang melihat goloknya, ada yang melihat orang hitam.

Pada foto karya Lorna Simpson You’re Fine, 1988. 26% mahasiswa merespons pembagian pada foto wanita yang berbaring tersebut. Pembagian foto yang seperti dalam bentuk persegi dipotong. 18,2% mahasiswa merespons teks sebagai bagian yang penting dalam foto ini. Seperti dikatakan Roland Barthes bahwa teks menambah arti pada foto (Barthes, 2000).

Pada foto Tettons and Snake River oleh Ansel Adams direspons 30% yang menyatakan bentuk sungai huruf S, bentuk gunung, awan, pohon silhuet sebagai yang tertinggi. Setelah itu kontras warna direspons 29% dari mahasiwa. Kontras warna pada foto Ansel Adams berupa warna hitam putih dan terlihat menyolok antara gunung yang nyaris gelap dan langit yang terang.

Pada foto karya Harry Callahan berjudul Ireland. 16% mahasiswa merespons perspektif sebagai yang paling unik pada foto abstrak ini. Warna rumah merah diresons sekitar 11% sedangkan 11% mahasiswa lain hanya menyebut warna. Kelima foto yang disebutkan sebelumnya selalu direspons oleh mahasiswa yang terbanyak adalah tentang bentuk, warna dan gerak tubuh. Sedangkan masalah konotasi dari gambar bukan hal yang unik. Hanya pada foto berjudul Ireland karya Harry Callahan yang direspons lebih banyak pada perspektifnya. Kemungkinan besar mahasiswa kurang bisa merasakan atau mengetahui konotasi foto abstrak dan lebih berusaha melihat komposisi pada foto abstrak ini.

(26)

26

D.2.2. a. Interpretasi Foto dari mahasiswa pada pertanyaan ”apa yang anda lihat?”

Interpretasi foto ”apa yang anda lihat”? Pada foto dalam tabel ini

sebenarnya masih masuk dalam siklus pertama pada minggu keempat (tes akhir dari siklus pertama pada minggu ke delapan). Pada kelima foto tersebut sekitar 94-100% masih menjawab disekitar subject matter. Pada tes akhir mahasiswa mengalami banyak kemajuan dan hanya 38-56% dari mahasiswa yang menjawab subject matter dan itupun disertai dengan

jawaban ”form”. Pada foto no 2 Minamata oleh W.Eugene Smith. Seorang anak yang kurus ceking korban kelaparan digendong oleh seorang ibu. (korban keracunan merkuri – deskripsi sujbect matter). Sudut pengambilan foto dari depan. Komposisi berpusat ke arah anak dan ibu. Kontras yang tinggi, media foto hitam puith (deksripsi form). Gaya foto mempunyai kemiripan dengan Hiroshi Sugimoto dari segi kontras yang tinggi, tetapi tema foto sangat berbeda. Aliran foto realis (jawaban salah satu mahasiswa bernama YS)

Pada foto no 3, Foto Three Graces, 1994 oleh Sally Mann, jawaban YS yang langsung membandingkan dengan gaya foto Cindy Sherman yang memotret tema jender. Media foto sephia. Pusat perhatian pada ketiga perempuan tersebut. Komposisi geometris dari lekuk tubuh ketiga wanita. Sudut pemotretan dari depan dengan latar belakang gunung (deskripsi

form”).

(27)

27

Pada foto no 5. Piedras-Destinos oleh Maria Martinez-Canas. Mahasiswi YS membandingkan dengan karya Robert Mapplethorpe dan menyatakan tema yang sangat berbeda. Fotografer Maria dianggap mengetahui mengabstrakan sebuah pohon yang masih bisa terlihat walaupun abstrak. Cahaya datar dari depan dan pusat perhatian pada batang pohon. Walaupun YS merupakan satu-satunya mahasiswi yang membandingkan paling tepat, tetapi kekurangannya tidak ada menjawab siapa pembuat karya ke lima foto tersebut. Secara keseluruhan jawaban mahasiswa mengalami

kemajuan pada siklus kedua terutama dalam jawaban ”form”, walaupun hanya 4-8% yang mencoba membandingkan dan membedakan foto.

Tabel 6 Pertanyaan 1 “Apa yang anda lihat ? “

D.2.2.b. Interpretasi Foto dari mahasiswa pada pertanyaan ”Apa makna dari foto ini ?”

(28)

28

umumnya jawaban mahasiswa benar untuk soal no 1 yang membuktikan bahwa foto iklan termasuk foto yang mudah direspon.

Pada foto no 2 Minamata oleh W.Eugene Smith yang termasuk taksonomi 3. Foto seorang ibu yang memandikan anaknya di tempat mandi khusus orang jepang ini merupakan gambar yang memilukan karena kondisi anak yang keracunan merkuri. Foto inipun hampir dijawab dengan berbeda-beda kesakitan, sedih, derita, miskin dan jawaban lainnya. Sekitar 94% dijawab baik tes awal maupun tes akhir dengan benar.

Pada foto no 3, Foto Three Graces, 1994 oleh Sally Mann yang termasuk taksonomi 4. Foto ini masih lebih mudah dibandingkan dengan karya Lorna Simpson. Jawaban konotasi kesetaraan jender meningkat dari 15% ke 34% setelah diadakan pembelajaran. Hal inipun membuktikan pentingnya pembelajaran yang holistik dan bisa dibelajarkan pada mahasiswa seni rupa di Untar.

Pada foto no 4. New Hamburg Boat marina, 1983 oleh Robert Glenn Ketchum yang termasuk taksonomi no 4. Pada foto ini sekitar 88% mahasiswa menjawab berbeda-beda. Hanya sekitar 20% mahasiswa yang menjawab dengan benar yaitu pencemaran lingkungan, protes terhadap lingkungan yang rusak. Masalah pencemaran lingkungan, pemanasan global dan pengetahuan umum sejenis masih kurang dikuasai dan diminati oleh

Pesan verbal Pesan Denotasi Pesan Konotasi

(29)

29

*3 foto karya Sally Mann

Pada foto no 5. Piedras-Destinos oleh Maria Martinez-Canas termasuk taksonomi no 5. Pada foto ini tidak mudah untuk mengetahui subject matter dari foto ini. Maria menyusun dari potongan foto yang dipotong-potong. Bentuk abstrak ini sulit diinterpretasikan secara konotasi,

tetapi mahasiswa tidak mengalami kesulitan untuk mendeksripsi ”form”. Walaupun tetap lebih sulit dibandingkan mendeskripsi form dari foto jurnalistik atau foto komersial. Pada foto ini dibutuhkan pengetahuan konteks original dan konteks eksternal dari foto ini, sehingga bisa diinterpretasikan konotasinya saat pembelajaran.

D.2.2.c. Interpretasi Foto dari mahasiswa pada pertanyaan ”Bagaimana anda mengetahui ?”

Interpretasi pada pertanyaan “Bagaimana anda mengetahui?”. Pada

siklus ke dua ada peningkatan pada jawaban terutama pada gaya dan membandingkan dan membedakan dari foto. Pada foto no 1 iklan Gudang garam dibandingkan dengan Henry Cartier Bresson dan Cindy Sherman suatu usaha yang baik, tetapi jawaban itu terlalu jauh. Karya jurnalistik dan

“fine art” dibandingkan dengan karya foto komersial agak terlalu jauh perbandingannya. Lebih tepat dibandingkan dengan karya foto iklan yang sejenis dan mirip yaitu iklan rokok Marlborough.

(30)

30

D.2.2.d. Interpretasi foto ”Apa yang unik dari foto ini?”

Pertanyaan apa yang unik dari foto ini? Pada siklus kedua dari penelitian ini menghasilkan jawaban yang kurang lebih sama dengan jawaban pada siklus pertama. Pada foto no 1 yaitu foto iklan Rokok Jarum, jawaban kontras warna hangat dan dingin, aksen warna kuning dan biru, dominan warna biru, pusat perhatian pada warna biru dan merah sekitar 20% dari mahasiswa. Jawaban yang lebih ke arah bentuk yaitu ekspresi dingin, ruang sempit, banyak media dan sosok pria sekitar 5%.

Pada foto Minamata oleh W.Eugene Smith, mahasiswa menjawab ekspresi wajah sekitar 17% dan kontras gelap terang dari foto sekitar 20%. Hanya sekitar 10% mahasiswa memperhatikan bentuk anak pada foto tersebut. .

Persepsi mahasiswa pada foto Three Graces, 1994 oleh Sally Mann Ini lebih melihat pada tingkah atau aktivitas tiga perempuan telanjang yang buang air seni dengan berdiri sekitar 17%. Hasil ini berbeda dengan foto you are fine dari Lorna Simpson. Pembagian bentuk foto yang dibagi menjadi 4 bagian itu yang menjadi persepsi utama. Dua foto dengan tema yang sama akan dipersepsikan berbeda oleh mahasiswa yang sama.

(31)

31

Persepsi pada susunan dan komposisi yang dijawab 26% mahasiswa saat melihat foto Piedras-Destinos oleh Maria Martinez-Canas. Hasil ini memperlihatkan setiap foto akan dipersepsikan secara berbeda walaupun tetap selalu ada yang dominan antara warna, bentuk, ekspresi, susunan, kontras gelap dan terang.

E. Model PBM

Dari uraian sebelumnya, pembelajaran berbasis masalah ini diterapkan pada 50 mahasiswa DKV, fakultas seni rupa dan desain Universitas Tarumanagara. Model PBM yang dihasilkan secara berurut mencakup 6 tahap dari 1 sampai dengan 6 pada siklus pertama dan 2 tahap dari tahap 5 sampai dengan 6 pada siklus kedua (Gb. 1). Observasi dan refleksi mengikuti gambar 1.

Tahap 1. Penyiapan materi belajar

- Penyiapan tema sebagai permasalahan

(32)

32

(33)
(34)

34

Gb 1 Model PBM yang dikembangkan dari model Constantino untuk interpretasi foto

- Penyiapan format model kritik Barrett untuk kuliah dan tugas

Sebelum mahasiswa mencari data tentang fotografer dengan sub temanya, penulis dan dosen kolaborator menyiapkan format dengan model kritik Barrett untuk kuliah dan tugas mahasiswa yang ditampilkan dalam foto dengan power point. Format yang digunakan dari menulis

subject matter, medium, form, denotasi, konotasi, gaya/aliran,

membandingkan dan membedakan, lingkungan, posisi dalam sejarah dalam power point. Format ini digunakan pada saat kuliah siklus kuliah yang bertingkat dari taksonomi rendah ke tinggi dan pada setiap tugas mahasiswa pada kuliah ini. Cara ini memudahkan mahasiswa yang sebelumnya tidak pernah belajar kritik foto dengan model.

- Perencanaan siklus kuliah

Selanjutnya penulis dan dosen kolaborator memilih 14 fotografer di luar yang 50 tersebut, tetapi masih dengan tema urban untuk bahan materi kuliah yang bertingkat dari taksonomi yang rendah yaitu fotografi komersial (taksonomi 2) s/d fotografi abstrak (taksonomi 5). Kuliah ini mengikuti siklus dari taksonomi rendah ke tinggi. Siklus kuliah ini bertujuan untuk memperlihatkan perbedaan foto antara taksonomi rendah ke tinggi dengan model kritik Barrett. Cara ini membiasakan mahasiswa dengan model kritik Barrett. Siklus kuliah ini hanya berjalan dua kali jadi sekitar 7 kali dengan waktu sekitar 25 menit, sedangkan sisa waktu 7 X 65 menit berisi penjelasan tugas, brainstorming dan presentasi individu. Pada siklus kuliah yang kedua atau minggu ke lima, pembahasan foto komersial dihilangkan karena sudah terkuasai pada kuliah sebelumnya. Kedua siklus kuliah ini berakhir pada akhir siklus pertama penelitian kaji tindak. Pada 5 kuliah berikutnya atau siklus

(35)

35

kedua penelitian kaji tindak sudah tidak ada lagi siklus kuliah, melainkan diskusi dan presentasi individu dan kelompok.

Kegiatan mahasiswa

Pada saat siklus kuliah yang berjalan 7 kali, mahasiswa mencari foto yang digunakan untuk latihan penggunaan format model kritik Barrett. Latihan mengisi fomat dari subject matter, form, medium, denotasi, konotasi, gaya/aliran, membandingkan dan membedakan, lingkungan, posisi dalam sejarah dalam power point.

Tahap 2. Penyampaian materi, pelontaran masalah dan brainstorming Pada saat pertemuan pertama siklus kuliah bertingkat, penulis yang melontarkan masalah dan bercerita adanya seorang kritikus foto yang sedang menyiapkan suatu presentasi bertema urban. Kemudian dosen kolaborator melakukan brainstorming dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan model kritik Barrett seperti pertanyaan apa subject matter dalam foto? Apa medium yang digunakan?, Apa form yang digunakan?, Apa denotasi foto?, Apa konotasi foto?, Apa aliran yang digunakan?, Coba bandingkan dan bedakan kedua foto ini?, Apa lingkungan dan budaya pada saat foto ini dibuat?, Apa posisi foto ini dalam sejarah?. Brainstorming ini dilakukan selama 2 siklus kuliah yang bertingkat dan membuat mahasiswa dapat mengetahui apa yang harus diulas pada suatu foto dan mengenal sub tema urban yang diberikan.

Kegiatan mahasiswa :

(36)

36

”mengapa remaja itu memegang tulang? Mengapa tulang itu putih

besar? Apakah tulang itu tulang manusia atau hewan besar? Pertanyaan ini kemudian dijawab bahwa walaupun anda berkulit warna apapun tetapi tetap mempunyai tulang berwarna putih.

Tahap 3 : Penjelasan tugas kelompok dan individu.

Brainstorming pada tema urban ini menghasilkan 12 pertanyaan penelitian yang perlu dikerjakan oleh tiap mahasiswa.

Mengapa fotografer ini menggunakan simbol agama dan memotret sub tema agama?

Mengapa fotografer ini memotret subject matter yang tidak biasa? Mengapa fotografer ini memotret subject matter normal tetapi abstrak? Mengapa fotografer ini memotret kekerasan?

Mengapa fotografer ini memotret jender?

Mengapa fotografer ini memotret golongan homoseksual? Mengapa fotografer ini memotret sosial dan kriminal?

Mengapa fotografer ini memotret polusi lingkungan dan binatang peliharaan?

Mengapa fotografer ini memotret nude dan seks? Mengapa fotografer ini memotret budaya kota?

Mengapa fotografer ini memotret humor, keluarga dan penderita sakit jiwa?

Mengapa fotografer ini memotret elemen interior?

(37)

37

dan menjabarkan permasalahan. 12 pertanyaan ini dibagi masing-masing satu pertanyaan untuk 12 kelompok. Keduabelas kelompok ini akan membahas sub tema untuk 50 fotografer. Setiap mahasiswa bertanggung jawab pada satu fotografer dengan satu sub tema. Kegiatan mahasiswa

- Klarifikasi pengertian tugas yang diberikan dan mendefinisikan masalah

(38)

38

- Memilih teman kelompok dan membagi tugas kelompok.

Mahasiswa bebas memilih teman kelompoknya yang ternyata teman kelompok sejak semester awal sehingga kerja sama antar mereka berjalan baik. Begitu pula dengan pembagian tugas individu yang dibuat terlebih dahulu kemudian akan disatukan dalam satu format di power point.

Tahap 4: Membimbing/memfasilitasi mahasiswa dalam mengkritik foto Tugas dosen yang memfasilitasi mahasiswa dan mengarahkan mahasiswa dalam mengevaluasi data, memilah foto dan memeriksan hasil pengisian dalam format.

Kegiatan mahasiswa

- Mencari data : Pencarian data foto saat ini mudah pada era digital. Walaupun buku foto untuk karya maestro foto saat ini masih terbatas di perpusatakaan di Universitas, tetapi mahasiswa bisa mendapatkan foto-foto hasil mengunduh. Permasalahan timbul bila fotografer tersebut mengerjakan lebih dari satu tema misal Carrie Mae Weems mengerjakan tema diskriminasi ras, jender, politik, dan identitas pribadi. Salah seorang mahasiswa kesulitan memilah foto yang bertema jender dengan diskriminasi ras. Pada saat pemilahan foto yang akan digunakan dalam format masih dibantu oleh dosen untuk sub tema yang sulit seperti jender, seks, diskriminasi ras. Sub tema tersebut jarang dibahas selama kuliah di jurusan desain komunikasi visual.

- Pemilahan foto sesuai sub tema :

Setelah pemilahan foto, mahasiswa mulai mencari data-data informasi mengenai fotografer, biografi, foto, pendapat kritikus foto dan baru menggarap temanya.

(39)

39

Pertanyaan timbul saat mahasiswa mengisi format terutama bila tidak ada data yang mendukung. Banyak data-data yang tidak bisa diambil langsung dari pendapat orang lain, terutama pada fotografer jurnalistik atau taksonomi 3. Jarang ada ulasan kritikus foto terhadap karya fotorafer jurnalistik kecuali fotografer yang sangat terkenal. Misalkan sewaktu mahasiswa mengisi form,denotasi dan konotasi (konteks internal), gaya fotografi, membandingkan dan membedakan (konteks original). Maka mahasiswa memberikan opini sendiri sesuai dengan teori yang dapat sebelumnya. Mahasiswa tidak mengalami kesulitan mencari data biografi karena hampir semua situs ada biografi fotografer yang dicari. Sebetulnya pada tahap ini juga terlihat tidak terbiasanya mahasiswa untuk baca buku dan mengolah informasi verbal. Selama lima semester kuliah mahasiswa lebih banyak mengerjakan tugas-tugas yang sifatnya keterampilan seperti menggambar, mendesain tetapi pengolahan dan menulis untuk mendukung kemampuan praktek tersebut kurang dipahami. Kesulitan lain pemberian teori masih diberikan dengan metode ceramah sehingga mahasiswa kurang aktif mencari dan membangun pengetahuannya sendiri. Ketrampilan pemecahan masalah sudah terjadi saat mahasiswa memilah foto yang sesuai tema dan memasukkan informasi verbal dalam format.

Tahap 5 : membimbing mahasiswa dalam menggabungkan data dan diskusi sub tema

(40)

40 Kegiatan mahasiswa

- Diskusi kelompok di dalam dan di luar kelas

Mahasiswa bekerja berkelompok di luar kelas dan jam kuliah saat menggabungkan data. Sebelas kelompok bekerja sama dengan baik karena mereka satu sama lain sudah saling mengenal sejak semester awal sampai semester 5. Lagipula pemilihan berkelompok ditentukan sendiri oleh masing-masing kelompok. Pembagian kelompok juga tidak membagi berdasarkan mahasiswa berprestasi tinggi dicampur dengan mahasiswa yang prestasi kurang. Hal ini disebabkan menurut penulis, nilai indeks prestasi mahasiswa hanya terbatas mengukur kompetensi membuat karya bukan mengukur kompetensi mengkritik suatu foto atau lukisan. Mahasiswa memilih teman kelompoknya yang

kebanyakan teman satu ”gang’ atau yang mereka kenal dekat. Satu kelompok kurang berhasil karena salah satu mereka tidak pernah muncul dan mereka tidak sekelas sehingga kurang bisa bekerja sama. - Penyatuan tugas individu dalam format untuk presentasi

kelompok

Setelah diskusi 2-3 kali diluar kuliah dan sekali di dalam kelas para mahasiswa mulai menyatkan dalam format yang sesuai model kritik Barrett. Setelah disatukan, ada 4 kelompok yang menyatukan format tidak dengan rapi sehingga masih terlihat dalam 12 – 15 foto yang mereka tampilkan terbagi menjadi 4 desain yang berbeda. Hal ini dapat diatasi pada presentasi berikutnya. Perlu pemberitahuan yang berulang pada kelas besar. Kesulitan lain mahasiswa tidak terbiasanya melaksanakan tugas yang bermacam-macam dan hampir semuanya baru pertama kali mengikuti pembelajaran berbasis masalah.

(41)

41

Presentasi yang dilakukan oleh mahasiswa dilakukan masing-masing walaupun mahasiswa itu maju per kelompok. Pada saat presentasi yang berlangsung 50 kali oleh setiap mahasiswa dan kesimpulan yang didapat dirangkum oleh salah satu dari kelompok tersebut. Setiap presentasi tersebut, dosen memberikan penilaian dan umpan balik. Dosen memberikan masukan atau pancingan pada saat diskusi kurang berjalan terutama tema-tema jender, lingkungan hidup dan sosial. Kegiatan mahasiswa

- Presentasi invididu, kelompok dan diskusi dalam kelompok besar Walaupun penyatuan format dan penelitian dikerjakan bersama-sama dalam kelompok tetapi presentasi mahasiswa berlangsung satu persatu. Mereka maju per kelompok, tetapi masing-masing bergiliran untuk presentasi didepan seluruh mahasiswa dan dosen kolaborator. Presentasi hanya menggunakan 12 -16 foto dan masing-masing mahasiswa presentasi dengan 4 foto yang diakhiri dengan kesimpulan untuk mencari hubungan antar keempat fotografer dalam satu sub tema. Presentasi ini di mulai masing-masing satu kelompok pada minggu keempat sampai minggu ketujuh, sedangkan sisa kelompok pada minggu kesembilan sampai minggu ketigabelas. Presentasi berjalan dengan baik hanya tanya jawab tidak berjalan

F. Kesimpulan

(42)

42

dari taksonomi yang rendah ke tinggi (2) penyampaian materi, pelontaran masalah dan brainstorming (3) penjelasan tugas kelompok dan individu (4) membimbing/memfasilitasi mahasiswa dalam mengkritik foto (5) membimbing mahasiswa dalam menggabungkan data dan diskusi sub tema (6) memberikan umpan balik dan evaluasi akhir.

(43)

43

pertama dari tahap pertama dan tahap 6 sedangkan tahap ke lima dan keenam pada siklus kedua.

F.1. Keterbatasan Penelitian

Kemampuan kritik foto tidak semua mahasiswa diberikan oleh penulis dan kolaborator. Pembelajaran kritik foto secara oral sudah dibelajarkan pada mahasiswa DKV sebelum kuliah oleh dosen lain. Penelitian ini tidak mencoba sampai tiga siklus disebabkan keterbatasan waktu penelitian. F.2. Saran

Pembelajaran berbasis masalah sebaiknya dilaksanakan juga di kuliah-kuliah jurusan desain sehingga bisa mengatasi masalah penguasaan teori seni yang lemah pada mahasiswa Untar dan kelas yang besar. Perencanaan kuliah teori perlu dipersiapkan dengan matang dan sebaiknya mengembangkan model kritik yang sudah diterima.

(44)

44

PERSETUJUAN KOMISI PROMOTOR

DIPERSYARATKAN UNTUK UJIAN TERBUKA

1. Rektor Universitas Negeri Jakarta

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Promotor Promotor

Prof. Dr. Conny R. Semiawan Prof. Dr. Diana Nomida Musnir Tanggal : Tanggal :

PERSETUJUAN PANITIAN UJIAN DOKTOR

Prof. Dr. Bedjo Sujanto. M.Pd …………. ………. (Tanda Tangan) (Tanggal) (Ketua) 1

Prof. Dr. H. Djaali …………. ……….

(Tanda Tangan) (Tanggal) (Sekretaris) 2

(45)

45

Kata Pengantar

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan tuntunanNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan yang berjudul PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK INTERPRETASI FOTO.

Disertasi ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor Teknologi Pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

Penulis menyadari bahwa disertasi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis berterima kasih kepada semua pihak secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam penyelesaian disertasi ini. Secara khusu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : Prof. Dr. Conny R. Semiawan dan Prof Dr. Diana Nomida Musnir selaku pembimbing disertasi, yang telah banyak memberi saran dan masukan-masukan berarti selama penyusunan disertasi ini.

Peneliti juga berterima kasih kepada Rektor UNJ, Prof.Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd, Direktur, Program Pasca Sarjana UNJ Prof. Dr. H. Djaali, beserta segenap jajarannya yang telah berupaya meningkatkan situasi kondusif pada Program Pascasarjana UJN. Tak lupa penulis berterima kasih kepada Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan, Prof Dr. Diana Nomida Musnir, beserta jajaran Program Teknologi Pendidikan. Demikian juga penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf administrasi PPs UNJ.

(46)

46

penelitian di Fak Seni Rupa dan Pembantu Dekan III Fakultas Seni Rupa, Kurnia Setiawan M. Hum yang bersedia bekerja sama sebagai kolaborator penelitian ini, yang berlangsung pada kelas yang diajarnya. Terimakasih kepada Dr. Hadi Sutopo (TP) sebagai evaluasi pada bagian teknologi pendidikan dan Dr Iwan Gunawan, SSn (direktur program pasca sarjana seni rupa IKJ) sebagai ahli yang mengevaluasi penilaian instrumen foto dan hasil interpretasi foto mahasiswa. Juga terima kasih pada para mahasiswa semester V tahun ajaran 2009/2010 (50 orang) jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa Universitas Tarumanagara yang bersedia memberikan informasi dan mengikuti proses pembelajaran. Terima kasih pada rekan-rekan jurusan Teknologi Pendidikan UNJ angkatan tahun 2008 atas dukungan semangat dan saran-sarannya.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan doa istri dan anak penulis selama saya mengambil program doktor di UNJ. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan mereka.

(47)

47 DAFTAR ISI

JUDUL ... ii RINGKASAN ... iii PERSETUJUAN KOMISI PROMOTOR ... xlii KATA PENGANTAR ... xliii DAFTAR ISI ... xlv DAFTAR TABEL... xlviii DAFTAR GAMBAR ... l DAFTAR LAMPIRAN ... xlvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 9

(48)

48

A. Pengembangan Pembelajaran ... 13

B. Media Pembelajaran ... 14

C. Pembelajaran Berbasis Foto ... 15

D. Teori Belajar Berkaitan dengan Pembelajaran Berbasis Masalah 19

E. Model Pembelajaran ... 34

F. Sistem Interpretasi Foto ... 39

G. Taksonomi Afektif ... 49

H. Penelitian yang Relevan ... 82

I. Kerangka Berpikir ... 83

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 92

A. Tujuan Penelitian ... 92

B. Pertanyaan Penelitian ... 92

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 93

D. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ... 94

(49)

49

F. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 97

G. Tahapan Intervensi Tindakan ... 98

H. Instrumen-Instrumen Pengumpul Data ... 112

I. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 112

J. Teknik Analisis Data ... 113

K. Kriteria dan Instrumen Penilaian Kritik Foto ... 120

L. Kalibrasi Instrumen ... 123

M. Keabsahan Data ... 124

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 126

A. Deskripsi Hasil Penelitian Kaji Tindak ... 126

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 148

BAB V KESIMPULAN ... 198

DAFTAR PUSTAKA ... 206

(50)

50

LAMPIRAN B Instrumen yang digunakan untuk penelitian ... 224

LAMPIRAN C Hasil Penelitian ... 241

Daftar Tabel

1. Perbedaan tingkat dari Pembelajaran Berbasis Masalah ... 22

2. Teori dalam Pembelajaran Berbasis Masalah ... 23

3. Pembelajaran berbasis masalah, situated cognition,

kontruktivisme, aktivitas Penelitian membaca foto (modifikasi dari Ntyonga-Pono ……….. 26

4. Taksonomi Bloom/Anderson vs Ki Hajar Dewantara ... 42

5. Model Kritik Wu Dalam Interpretasi Foto ... 48

6. Definisi dari Dimensi Pengembangan Afektif ... 50

7. Taksonomi Afektif dalam Interpretasi Foto ... 78

(51)

51

9. Jawaban Kuesioner Mahasiswa mengenai Mata Kuliah Fotografi Desain ... 98

10. Jawaban Kuesioner Dosen Fotografi mengenai Mata Kuliah Fotografi ... 99

11. Tabel perbandingan hasil Kritik foto vs Praktek Memotret ... 103

12. Kegiatan Siklus Penelitian Kaji Tindak dan Satuan Acara

Perkuliahan ... 111

13. Sumber Data dan Teknik Pengambilan Data ... 114

14. Pertanyaan 1 “Apa yang Anda Lihat? ... 121

15. Subject dan subject matter dari Maestro Fotografer ... 128

16. Hasil Evaluasi Pembelajaran Berbasis Masalah ... 134

17. Hasil Tes Kritik Foto Tes Awal dan Tes Akhir Siklus Pertama .. 136

18. Hasil Tes Kritik Foto Tes Awal dan Tes Akhir Siklus Kedua ... 144

19. Pertanyaan 1 “Apa yang anda lihat?... 149

20 Pertanyaan 2 “Apa makna dari foto ini? ... 158

21. Pertanyaan 3 “Bagaimana anda mengetahui? ... 160

22. Hasil Pertanyaan 1 “Apa yang anda lihat? ... 166

(52)

52

24 Pertanyaan 3 “Bagaimana anda Mengetahui? ... 170

Daftar Gambar

1. Sistem Proses Informasi ... 30

2. Siklus Cara Belajar Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35

3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Belajar Bermakna ... 37

4. Model Penelitian Kaji Tindak ... 109

5. Siklus Penelitian Kaji Tindak ... 142

(53)

53

yang dibutuhkan untuk menjadi Kritikus Foto……….176

(54)

54 BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan seni rupa dan desain modern di Indonesia telah berlangsung lebih dari setengah abad, yang dirilis sejak jaman kolonial hingga di era paskakolonial dan berkesinambungan hingga kini. Secara historis pendidikan desain di Indonesia berkembang atas dua paradigma yang berbeda, yaitu 1) sebagai runtut pendirian keilmuan bidang keteknikan (Teknik Sipil dan Arsitektur) dan; 2) sebagai perluasan bidang keseni rupaan Desain Produk, Desain Interior, Desain Komunikasi Visual, dan Desain Tekstil. Namun akhirnya pemerintah mengesahkan pendidikan desain yang menginduk kepada ilmu keseni rupaan, yaitu oleh ITB1 yang mendirikan

pendidikan desain di tahun 1957.2 Program pendidikan desain ITB menjadi

model pembelajaran Seni Rupa di Universitas lainnya. Salah satunya di Universitas Tarumanagara yang mendirikan Fakultas Seni Rupa dan Desain yang terdiri dari dua jurusan, yaitu Jurusan Desain Komunikasi Visual yang

1Agus Sachari, “ Perkembangan Pendidikan Desain di Indonesia dan Proyeksinya”, (Jurnal

Seni Rupa Desain dan Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung,

2001)

2Amir Sulfikar, “Industrial Design in Indonesia Education, Industry, and Policy”, Design

(55)

55

didirikan tahun 1996 dan Jurusan Desain Interior yang didirikan pada tahun 1994.3

Saat ini banyak perguruan tinggi swasta mendirikan jurusan desain komunikasi visual dan menjamur hampir di setiap pelosok Indonesia.

Keseluruhan mahasiswa desain di seluruh Indonesia termasuk mahasiswa seni visual berjumlah sekitar 2,22 % (mahasiswa seni visual berjumlah 41425 orang dari seluruh mahasiswa 1.863.040 orang.4 Pada jurusan

Desain Komunikasi Visual Universitas Tarumanagara. Jumlah mahasiswa rata-rata 180 mahasiswa per tahun dari jumlah total 869 mahasiswa pada semester ganjil 2008/2009.5 Dua tahun terakhir ini, jurusan ini menerima

sampai 200 orang mahasiswa per tahun.

Pada mata kuliah fotografi, setiap kelas dibagi empat kelompok sehingga perbandingan antara dosen dan mahasiswa adalah 1 : 50. Jumlah mahasiswa ini kurang ideal, seharusnya untuk kuliah di seni rupa per kelas maksimal sekitar 25 orang mahasiswa6. Oleh karena itu, penelitian ini akan

menguji cara belajar pembelajaran berbasis masalah yang bisa mengatasi

3 http://www.desain-untar.ac.id/di-fakultas-profil.html

4 s um ber ht tp : / / w w w . e va l u as i . or . i d

5 Informasi Data Akademik, Semester Ganjil 2008-2009, no 036/TH.19/2008-2009,

Universitas Tarumanagara, Maret 209

(56)

56

jumlah mahasiswa yang banyak dan meningkatkan kemampuan belajar mahasiswa.7

Selain jumlah mahasiswa, masalah lain yang selalu dijumpai pada mahasiswa jurusan seni rupa adalah banyaknya praktek seni rupa yang tidak seimbang dengan pengembangan tiga kompetensi lainnya yaitu kritik foto, sejarah seni foto dan estetika. Hal tersebut terjadi pula di AS, sehingga mereka membuat metode pembelajaran disiplin berbasis pendidikan seni (DBPS) atau (Dicipline-based art education- DBAE) untuk memberikan pengayaan pada pengalaman terhadap seni. 8910 11 DBPS itu sendiri adalah

sebagai berikut:

2. Pembuatan karya seni (art production)

2 Kritik Seni Rupa yaitu merespon dan membuat penilaian terhadap isi dan kualitas dari suatu bentuk visual

7 Harry L. Shipman , Barbara J. Duch, “Problem –Based Learning in Large and Very Large Classes, ed Barbara J. Duch, Susan E. Groh, Deborah E. Allen, The Power of Problem- Based Learning, (Virginia : Stylus, 2001) pp 149-151.

8 Enid Zimmerman,, “Current Researh and Practice about Pre-Service Visual Art Specialist Teacher Education", Studies in art educaton, Vol 35, No.2, 1994, pp 79 – 89.

9 W. Dwaine Greer, “Developments in Dicipline-Based Art Education (DBAE) : From Art Education Towards Art Education. Studies in art educaton", Vol 34 No.2, 1993, pp 91 –

101

10Jean C. Rush, “Interlocking Images : The Conceptual Core of a Discipline-Based Art Lesson”. Studies in art educaton, Vol. 28 No. 4.1987, pp 206-220

(57)

57

3 Sejarah Seni Rupa, yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang kontribusi seniman dan sumbangsih seni terhadap budaya dan masyarakat.

4. Estetika adalah pengertian tentang bagaimana seseorang menilai suatu obyek seni . 12 13

Paradigma pembelajaran baru yaitu pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat memecahkan masalah kompetensi seperti standard diharapkan oleh DBPS (DBAE). Istilah pembelajaran yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pemelajar (learner centered) menggantikan istilah

“pengajaran” yang berpusat pada guru (“teacher centered”) mulai

diperkenalkan tahun 1973, telah dipakai secara meluas dan dikuatkan dalam perundangan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003. 14 Salah satu model yang berpusat pada siswa (“learner centered”) adalah pembelajaran berbasis

masalah yang dianggap paling canggih dan belum banyak diterapkan di jurusan seni rupa di Untar maupun di banyak jurusan seni rupa di Indonesia. Asal pembelajaran berbasis masalah dari jurusan kedokteran tahun 1950 an di Universitas MacMaster Kanada15 16 yang akhirnya dikembangkan juga di

12 M.D. Roblyer, Integrating Educational Technology into Teaching, edisi 3.( New Jersey : Pearson, 2004) p 297

13 Viktor Lowenfeld dan W. Lambert Brittain, Creative and Mental Growth, (Great Britain:Macmillan Publishing co,1982) p 97

14 Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta; Kencana, 2004), h. 545

15 J. Michael Spector, M. David Merrill, Jeroen van Merrienboer, Marcy P. Driscoll,

Gambar

Tabel 5  Pertanyaan 3 “  Bagaimana anda mengetahui ?”
Tabel 6  Pertanyaan 1  “Apa yang anda lihat ? “
Tabel 7. Pertanyaan 2 “  Apa makna dari foto ini “
Tabel. 1  Perbedaan tingkat dari Pembelajaran Berbasis Masalah47
+7

Referensi

Dokumen terkait

Solusi yang ditawarkan oleh tim pengabdian untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah (1) pembuatan laporan keuangan simpan pinjam berbasis IT yang bisa digunakan oleh

Agen pendidikan politik inilah yang seharusnya diberi peran dan tanggung jawab untuk memberi pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman menyangkut nilai-nilai pemilu

Alhamdulilahirobbil ’alamin, puji syu kur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi

25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom yang salah satu pasalnya (pasal 3) mengatur kewenangan/urusan wajib untuk

Kali ini saya akan menginstal operasi sistem linux debian pada virtual machine(VMWare).Ada dua cara untuk melakukan instalasi Debian ini,cara yang pertama

Laporan yang diungkap oleh perusahaan berupa laporan keuangan, dimana di dalam laporan keuangan tersebut terdapat komponen struktur modal, profitabilitas, dan ukuran

Hasil yang diperoleh dari 21 pasien hemodialisisbahwa jenis kelainan kuku terbanyak padapasien HD adalah absent lunula sebanyak 13 pasien (61,9%), sedangkan half and half

Guru harus memberikan kemudahan untuk belajar agar dapat meningkatkan potensi peserta didik secara optimal dengan menempatkan dirinya sebagai:2. Orang tua yang