• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Wawancara

Pencarian partisipan dalam penelitian, peneliti meminta rekomendasi dari kerabat peneliti yang merupakan ibu dari anak down syndrome.

Rekomendasi yang diberikan oleh saudara peneliti didasarkan pada kriteria-kriteria yang telah dibuat oleh peneliti yaitu memiliki anak down syndrome dan merawat anak tanpa atau dengan bantuan dari pihak luar. Saudara peneliti, memberikan lima rekomendasi ibu-ibu yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dari tujuan penelitian dan menanyakan kesediaan kelima calon partisipan yang telah direkomendasikan. Hal ini dilakukan supaya tidak ada kesalahpahaman antara peneliti dan calon partisipan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini. Apabila peneliti mendapatkan persetujuan dari calon

41

partisipan, maka peneliti menjadwalkan waktu untuk dapat melalukan wawancara.

Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti mengirimkan informed consent pada hari yang sama dilakukannya wawancara sebagai persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Informed consent yang diberikan berisi hak partisipan dan kewajiban peneliti serta tanggung jawab peneliti dalam penelitian. Setelah informed consent diberikan, penelitia melaksanakan wawancara. Setiap mengakhiri wawancara peneliti melakukan konfirmasi atau member checking pada partisipan. Konfirmasi ini dilakukan untuk menyamakan persepsi mengenai informasi yang sudah diterima dan maksud dari partisipan. Peneliti juga melakukan triangulasi dengan pihak terdekat dari partisipan yang mengerti kondisi partisipan. Dalam mencari pihak terdekat tersebut, peneliti diberi rekomendasi dari partisipan sendiri.

Berikutnya, akan dipaparkan mengenai psikografi atau latar belakang dari partisipan.

1. Partisipan Pertama (P1)

P1 merupakan seorang ibu berusia 56 tahun dan memiliki tiga orang anak. Salah satu dari ketiga anak P1 mengalami down syndrome. P1 memiliki suami dan dua anak lainnya yang selalu mendukung dalam menjalani hidupnya. Dukungan yang diberikan suami berupa pencarian upaya untuk perkembangan anaknya yang mengalami down syndrome. Sedangkan kedua anak lainnya dengan tidak merasa malu membawa saudara yang mengalami down syndrome tersebut untuk jalan-jalan dan membantu P1 dalam menjaga

42

anak yang mengalami down syndrome sebagai bentuk dukungan dari anak kepada P.

Tidak hanya dukungan saja tetapi P1 merasa bantuan dan upaya yang diberikan suami serta kedua anaknya merupakan rasa cinta mereka kepada P1 dan anak yang mengalami down syndrome. Sehingga, P1 merasa bahwa ia memiliki keluarga yang harmonis, saling menyayangi satu sama lain dan P1 juga merasa bahwa kehadiran anak down syndrome ini tidak mengurangi rasa cinta suami terhadapnya. P1 memiliki latar belakang pendidikan sebagai lulusan S3. Saat ini P1 masih bekerja sebagai dosen dan menjabat sebagai pejabat prodi di sebuah universitas yang berada di Yogyakarta. Hal ini membuat P1 memilih mencari bantuan pengasuh dalam menjaga anaknya selama P1 sedang bekerja dari pagi hingga sore. Latar belakang P1 yang memiliki pengetahuan mengenai bidang kesehatan, membuatnya mengerti juga apa itu down syndrome dan penyebab terjadinya down syndrome. Sehingga P1 juga mengerti mengapa P1 bisa melahirkan anak yang mengalami down syndrome.

Pada usia 43 tahun P1 mengandung anak ketiga yaitu anak yang mengalami down syndrome. Ketika hamil, P1 tidak tahu bahwa anak yang dikandungnya mengalami down syndrome karena P1 juga tidak terkena virus dan kesehatannya tergolong baik. P1 mengetahui anak ketiganya mengalami down syndrome ketika melahirkan. Pada saat mengetahui bahwa anak ketiganya mengalami down syndrome, P1 mengambil waktu sekitar satu bulan untuk merenung. Tetapi dibalik itu P1 tetap memiliki rasa sayang kepada anak

43

ketiganya, karena P1 berpikir bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya yang dititipkan Tuhan. Waktu yang digunakan P1 untuk merenung bertujuan supaya P1 dapat menata hati bersama suami supaya dapat menerima anak ketiganya. Dalam waktu satu bulan tersebut P1 dan suami tidak hanya menata hati saja tetapi juga memikirkan usaha apa yang dapat P1 dan suami lakukan untuk perkembangan anak ketiganya. Setelah P1 berhasil melalui satu bulan untuk merenung, P1 akhirnya konsultasi ke dokter untuk menanyakan peristiwa yang dialaminya.

Hasil dari konsultasi dokter tersebut membuat P1 semakin paham bahwa faktor usia ketika hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin.

Sehingga, anak ketiga P1 bisa mengalami down syndrome karena usia P1 saat mengandung yang sudah lebih dari 35 tahun. Dokter menyimpulkan demikian karena P1 tidak terkena virus dan memiliki kesehatan yang baik ketika hamil.

Usaha lain yang dilakukan P1 yaitu untuk mengetahui kesehatan anaknya. Hal ini yang membuat P1 memiliki rasa kecewa karena anaknya memiliki kelainan fisik yang sangat tampak. Selain itu juga P1 melakukan pengecekan kromoson dan ternyata benar bahwa anaknya memiliki kelainan kromoson juga. Hal ini yang membuat P1 yakin bahwa anaknya benar-benar mengalami down syndrome.

Adanya kepastian bahwa anaknya benar-benar mengalami down syndrome tidak membuat P1 merasa lebih kecewa. Setelah adanya kepastian tersebut justru membuat P1 menjadi yakin juga bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya sudah diatur oleh Tuhan. P1 juga mendapat nasihat dari teman

44

dan keluarga untuk mampu menjalani hidup dengan miliki anak down syndrome. Dukungan berupa nasihat membuat rasa kecewa P1 perlahan menghilang dan lebih menganggap peristiwa yang dialaminya adalah sesuatu yang ada hikmahnya. Sehingga saat ini P1 lebih fokus pada tujuannya yaitu kemandirian anak ketiganya daripada menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang telah dialami.

Selama dilakukan wawancara, P1 menjawab semua pertanyaan dengan menceritakan peristiwa yang ia alami. Sehingga peneliti mendapatkan hasil wawancara yang lengkap karena cerita P1 tidak hanya menjawab pertanyaan tetapi juga menjelaskan dan menceritakan mengenai keadaan dirinya dari melahirkan anak down syndrome sampai sekarang ia dapat menjalani hidupnya dengan lebih baik. Walaupun ada beberapa waktu dimana P1 bingung dalam menjelaskan atau menyampaikan informasi. Hal ini terlihat dari kata “hemm”

dan diam sejenak ketika ingin menjawab pertanyaan. Pada proses wawancara peneliti juga merasa takut jika pertanyaan yang diberikan menyinggung perasaan P1. Selain informasi dari partisipan peneliti juga mendapatkan informasi dari hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan hal ini membuat peneliti memiliki informasi yang lebih jelas mengenai kondisi partisipan.

Peneliti melakukan wawancara pada tanggal 29 Januari 2021 melalui telepon. Awalnya peneliti dan P1 sepakat untuk melakukan wawancara pada tanggal 2 Februari 2021 tetapi dikarenakan ada halangan sinyal dari kedua belah pihak maka wawancara dilakukan pada tanggal 3 Februari 2021.

45

Wawancara dilakukan secara telepon karena P1 tidak berkenan untuk ditemui pada saat pandemi COVID-19. Sebelum melakukan wawancara peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian ini dan memberikan informed consent kepada P1melalui whatsapp. Setelah adanya persetujuan dari kesepakan dalam informed consent maka wawancara dimulai dan diakhiri dengan member checking serta triangulasi untuk menyamakan persepsi mengenai informasi yang sudah diterima dan maksud dari partisipan. Hasil yang sudah diperoleh lalu dibuat berupa teks percakapan dan paragraf.

2. Partisipan kedua (P2)

P2 merupakan ibu yang berusia 46 tahun dan memiliki 3 orang anak. P2 merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Latar belakang pendidikan P2 merupakan lulusan S1 dari dua jurusan yaitu Pendidikan Bahasa Inggris dan Pendidikan Anak Usia Dini. Saat ini, P2 memiliki kesibukan menjadi ibu rumah tangga dan bekerja menjadi guru TK di Wonosobo. P2 tinggal bersama suami dan 3 orang anak. Anak kedua dari P2 Salah mengalami down syndrome.

P2 memiliki pengasuh untuk mengasuh anaknya yang mengalami down syndrome selama P2 bekerja. Tetapi untuk sementara P2 tidak menggunakan jasa pengasuh karena adanya pandemi COVID-19. Pengetahuan P2 mengenai down syndrome tidak banyak, hanya P2 mengetahui bahwa anak down syndrome mengalami keterlambatan perkembangan dan kesulitan dalam menangkap sesuatu.

Pertama kali P2 mengetahui bahwa anaknya mengalami down syndrome P2 merasakan kekecewaan, sedih, marah dan campuk aduk. Ketika

46

menceritakan perasaannya dulu P2 seperti ingin menangis. P2 mengalami perasaan tersebut selama sekitar lima tahun karena harus mengurus anak bergantian dengan suami. P2 mengetahui anaknya mengalami down syndrome karena adanya kelainan pada tubuh anaknya. Kelainan tersebut membuat anaknya harus menjalani operasi selama 2 kali. Hal ini yang membuat P2 merasakan kekecewaan. Ketika ditanya hal mengenai cara mengatasi rasa putus asa dan rasa kecewa, P2 seperti terdiam dan berpikir. Setelah menunggu beberapa saat, P2 baru dapat menjawab bahwa ia mengatasinya dengan berdoa dan bekerja. Bahkan P2 sering keluar rumah untuk bekerja dan melakukan kegiatan positif karena jika di rumah P2 merasa sedih melihat anaknya. Dari beberapa cara yang dilakukan oleh P2, ia lebih mengutamakan untuk berdoa karena dapat membuatnya kuat. Selain itu, P2 mendapatkan nasihat dari keluarga sebagai dukungan kepadanya. P2 juga dibantu oleh suami dalam memberikan perawatan untuk anaknya yang mengalami down syndrome.

P2 dapat benar-benar menerima peristiwa yang dialami ketika P2 melihat bahwa masih ada orang yang lebih parah daripadanya. Dari situlah P2 merasa jika hatinya diketuk oleh Tuhan dan diminta lebih bersyukur. Tetapi kadang, P2 merasa ada pikiran-pikiran yang membuatnya kecewa dan sedih lagi. Ketika munculnya pikiran tersebut P2 berusaha mengangkat dirinya dan tidak boleh merasa kecewa lagi. P2 memiliki kedekatan dengan Tuhan sehingga saat P2 merasa kecewa dan sedih lagi ia lebih cepat bangkit. Sekarang P2 menganggap bahwa anaknya adalah karunia dari Tuhan yang harus ia jaga. Tujuan P2 saat ini bisa membahagiakan anak-anak, bisa lebih membantu anak-anak yang ada

47

di TK juga, dan dihari tua ingin sekali melayani orang-orang di panti jompo.

Namun P2 merasa harus lebih berusaha lagi untuk dapat mewujudkan apa yang menjadi tujuannya. P2 saat ini berpikir bahwa apapun yang diberikan oleh Tuhan harus bisa diterima dan dilakukan. Selain itu, P2 merasa bahwa mensyukuri sesuatu dapat membuat hidup menjadi lebih ringan.

Selama dilakukan wawancara, P2 lama dalam menjawabnya terlihat dari jeda ketika peneliti memberi pertanyaan dan P2 menjawab. P2 juga terlihat sedih di awal karena diakhir wawancara P2 mengatakan bahwa dirinya sempat ingin menangis ketika menjawab pertanyaan. Ketika proses wawancara, peneliti merasa senang dan fokus karena P2 menceritakan dengan runtut akan kondisi dan peristiwa yang dialami. P2 juga bercerita dengan bahasa yang mudah dipahami. Melalui hasil wawancara peneliti mendapat informasi yang cukup. Hasil triangulasi dengan suami P2 juga membuat data yang diperoleh peneliti semakin jelas.

Peneliti melakukan wawancara pada tanggal 19 Februari 2021 melalui telepon whatsapp. Peneliti dan P2 sepakat untuk melakukan wawancara pada tanggal 27 Februari 2021. Wawancara dilakukan melalui telepon dikarenakan P2 tidak berkenan untuk kunjungi pada saat pandemi COVID-19. Sebelum melakukan wawancara peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian ini dan memberikan informed consent kepada P2 melalui whatsapp. Setelah adanya persetujuan dari kesepakan dalam informed consent maka wawancara dimulai dan diakhiri dengan member checking dan triangulasi untuk menyamakan

48

persepsi mengenai informasi yang sudah diterima dan maksud dari partisipan.

Hasil yang sudah diperoleh lalu dibuat berupa teks percakapan dan paragraf.

3. Partisipan ketiga (P3)

P3 adalah seorang ibu yang berusia 53 tahun dan sudah memiliki tiga orang anak. Anak pertama P3 sudah meninggal, sehingga sekarang hanya tersisa dua dan anak ketiganya mengalami down syndrome. P3 adalah anak kedua dari tiga bersudara. Hubungan P3 dengan saudaranya baik dan dapat dibilang dekat. Latar belakang pendidikan P3 adalah lulusan dari SMP begitu pula dengan suaminya. Kesibukan P3 saat ini selain menjadi ibu rumah tangga yaitu sebagai seorang petani. P3 bercerita bahwa ketika hamil anak yang mengalami down syndrome ini, P3 tidak mengalami keluhan apa-apa. Keluarga P3 juga tidak ada yang mengalami down syndrome.

Pertama kali P3 mengetahui anaknya mengalami down syndrome karena mendapatkan bantuan dari kelurahan setempat. Sejak hamil sampai melahirkan, P3 tidak mengetahui bahwa anaknya mengalami down syndrome.

P3 juga tidak tau apa itu down syndrome. Kurang pahamnya P2 tentang down syndrome ini tidak menghalangi P3 untuk dapat mengasuh anaknya. Sejak lahir P3 merawat anaknya tanpa menggunakan jasa pengasuh. Hanya saja ketika P3 pergi ke sawah anaknya dititipkan ke tetangga atau bermain dengan anak-anak di lingkungan rumahnya. Selama memiliki anak down syndrome, P3 tidak pernah merasakan kekecewaan atas kondisi yang telah dialami.

P3 tidak memiliki rasa kecewa karena P3 memiliki rasa syukur dan menganggap semua ini sebagai cobaan di dunia yang akan diganti dengan

49

rejeki di akhirat nanti. Selain memiliki rasa syukur, P3 juga memiliki anak lain yang bisa menerima keadaan anaknya yang mengalami down syndrome. Rasa bosan juga tidak dirasakan karena P3 menyadari bahwa memang tugasnya sebagai ibu yaitu merawat anak yang diberikan Tuhan. P3 juga mendapat dukungan dari saudara kandungnya dalam menjaga dan merawat anak yang mengalami down syndrome. Hal yang sekarang dipikirkan dan menjadi tujuan hidup P3 adalah masa depan anaknya yang mengalami down syndrome, supaya ketika P3 dan suami meninggal nanti masih ada yang dapat merawat anak tersebut.

Selama dilakukan wawancara, P3 menjawab dengan santai dan yakin.

Hal ini terlihat dari cara menjawab P3 dan ekpresinya ketika menjawab walaupun jawaban P3 sangat singkat, tetapi P3 sudah menjawab semua pertanyaan dengan jelas. P3 sempat menangis dan berhenti berbicara. P3 menangis bukan karena sedih tetapi karena rasa syukurnya dan keyakinannya bahwa semua yang ia alami selama di dunia ini akan digantikan dengan hal baik di surga nanti. Rasa syukur P3 sangat terlihat ketika wawancara karena P3 berkali-kali mengatakan bahwa semua yang dialaminya merupakan pemberian dari Tuhan yang tidak bisa ditolak dan harus dijalankan. Ketika P3 menangis, peneliti memberikan respon untuk menenangkan dengan merangkul P3. Hasil triangulasi dilakukan dengan anak P3 karena suami P3 sedang mengalami sakit, namun data yang diperoleh juga bisa membantu peneliti untuk memperjelas data yang diperoleh.

50

Peneliti melakukan wawancara pada tanggal 24 Februari 2021 melalui telepon. Peneliti dan P3 sepakat untuk melakukan wawancara pada tanggal 3 Maret 2021. Wawancara dilakukan secara tatap muka di sebuah sekolah di Bantul karena P3 sedang ada kepentingan di sekolah tersebut dengan P4.

Sebelum melakukan wawancara peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian ini dan memberikan informed consent kepada P3. Setelah adanya persetujuan dari kesepakan dalam informed consent maka wawancara dimulai dan diakhiri dengan member checking dan triangulasi untuk menyamakan persepsi mengenai informasi yang sudah diterima dan maksud dari partisipan. Hasil yang sudah diperoleh lalu dibuat berupa teks percakapan dan paragraf.

4. Partisipan keempat (P4)

P4 merupakan seorang ibu yang berusia 56 tahun dan anak keenam dari enam bersaudara. P4 pernah bercerai dengan suami pertamanya dan menikah lagi. Pernikahannya yang pertama P4 dikaruniai tiga orang anak dan dari pernikahannya yang kedua P4 dikaruniai satu orang anak. Anak yang lahir pada pernikahannya yang kedua mengalami down syndrome sejak lahir. Tidak hanya anak kandung tetapi P4 juga memiliki tiga anak tiri yang berasal dari suami kedua. Hubungan P4 dengan anak tirinya tidak begitu baik karena P4 dipandang jelek oleh ketiga anak tirinya, tetapi hubungan P4 dengan suaminya baik-baik saja. Latar belakang pendidikan P4 merupakan lulusan SMP dan sekarang memiliki kesibukan sebagai penjual kerupuk kulit. Selain menjadi penjual kerupuk, P4 juga disibukkan untuk merawat suaminya yang sakit

51

glukoma dan anaknya yang mengalami down syndrome. P4 tidak memiliki pengasuh dalam mengasuh anaknya yang mengalami down syndrome.

Pengetahuan P4 mengenai down syndrome sangat kurang. Pertama kali P4 mengetahui bahwa anaknya mengalami down syndrome yaitu dari dokter yang membantunya melahirkan. Dari sejak itu P4 langsung bisa menerima anak tersebut karena baginya anak adalah anugerah yang harus diterima dan harus dirawat. Di balik rasa penerimaannya, P4 memiliki rasa sedih juga memiliki anak down syndrome karena takut akan masa depan anaknya yang mengalami down syndrome ketika nanti P4 dan suami meninggal. Ketakutan P4 ini sudah teratasi dengan adanya dukungan dari anak kandungnya yang lain untuk merawat anaknya yang mengalami down syndrome. Walaupun P4 sempat merasa sedih, tetapi P4 tidak merasa kecewa karena baginya anak adalah pemberian dari Allah. Kondisi anaknya tidak menghalangi P4 untuk menerima dan merawatnya tanpa bosan.

P4 memiliki penerimaan yang besar akan anaknya yang mengalami down syndrome ini. Hal ini dikarenakan P4 menyadari bahwa semua yang telah dia alami ini adalah pemberian dari Tuhan. P4 sempat tinggal di Jakarta dengan suami dan anak tirinya, tetapi semenjak P4 dan anaknya yang mengalami down syndrome tidak diakui oleh anak tirinya maka P4 memutuskan untuk pindah ke Jogja. Alasan P4 pindah ke Jogja supaya lebih dekat dengan anak-anak kandungnya dan bisa lebih tenang karena anak-anak kandungnya juga mengakui dan mau merawat anaknya yang mengalami down syndrome. P4 mendapat dukungan besar dari anak-anak kandungnya. Saat ini yang menjadi

52

tujuan P4 adalah bisa mengajarkan anaknya supaya bisa sendiri melakukan sesuatu dan P4 juga berharap supaya ada yang meneruskan usahanya untuk menjual kerupuk. Walaupun anaknya mengalami keterbatasan tetapi P4 tetap mengajarkan anaknya untuk meneruskan usahanya dengan didampingi oleh kakak-kakaknya. P4 juga merasa bahwa hidupnya sekarang lebih enak dibandingnya dulu.

Selama wawancara berlangsung, P4 tidak menunjukkan wajah yang sedih tetapi justru menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dengan baik. Terkadang P4 bingung dalam menjawab pertanyaannya sehingga peneliti perlu menjelaskan maksud dari pertanyaan. Setelah dijelaskan, baru P4 dapat menjawabnya. P4 menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan terbuka dan terkadang ada jawaban yang tidak ditanyakan. Hal ini membantu peneliti dalam mendapatkan informasi yang belum peneliti tanyakan. Hasil triangulasi yang dilakukan bersama suami P4 membuat peneliti memiliki data yang semakin jelas.

Peneliti melakukan wawancara pada tanggal 27 Februari 2021 melalui telepon. Peneliti dan P4 sepakat untuk melakukan wawancara pada tanggal 3 Maret 2021. Wawancara dilakukan secara tatap muka di sebuah sekolah di Bantul karena P4 sedang ada kepentingan di sekolah tersebut dengan P3.

Sebelum melakukan wawancara peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian ini dan memberikan informed consent kepada P4. Setelah adanya persetujuan dari kesepakan dalam informed consent maka wawancara dimulai dan diakhiri dengan member checking dan triangulasi untuk menyamakan persepsi

53

mengenai informasi yang sudah diterima dan maksud dari partisipan. Hasil yang sudah diperoleh lalu dibuat berupa teks percakapan dan paragraf.

5. Partisipan kelima (P5)

P5 merupakan ibu dari dua orang anak dan berusia 48 tahun. Anak kedua P5 mengalami down syndome sejak lahir. Latar belakang P5 sebagai lulusan S1 jurusan menejemen. P5 juga pernah mengambil kursus Bahasa Prancis di Switzerland. Selama dua tahun menjalani kursus Bahasa Prancis, akhirnya P5 memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan bekerja di perfilman. Dari tempat kerjanya P5 bertemu dengan suami. P5 memiliki anak setelah 2 tahun menikah dan ketika hamil anak kedua P5 memutuskan untuk berhenti kerja karena merasa repot mengurus dua anak sendiri sambil bekerja. Kesibukan P5 saat ini menjadi wirausaha membuat souvenir-souvenir. Hubungan P5 antara suami dan anaknya terjalin baik dan selalu membiasakan untuk berdoa bersama. P5 juga membiasakan untuk ngobrol dengan anaknya sehingga antara P5, suami, dan anak-anaknya memiliki hubungan seperti teman.

Sejak P5 belum menikah, ia sering memperhatikan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan senang main ke panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Pengalaman P5 ini membuatnya tidak asing dengan anak yang mengalami down syndrome. P5 pertama kali diberitahu suami bahwa anaknya mengalami polidaktili atau salah satu tangannya memiliki jari yang jumlahnya enam. Setelah diberitahu jika anaknya mengalami polidaktili, P5 meminta suaminya membawa anaknya untuk bertemu dengannya. Ketika melihat wajah anaknya, P5 mengerti bahwa wajah anaknya seperti anak down

54

syndrome. P5 mengetahui anaknya mengalami down syndrome saat sudah melahirkan karena ketika hamil, dokter tidak mengatakan dan tidak mendeteksi adanya kelainan pada anaknya. Setelah mengetahui anaknya mengalami down syndrome, P5 justru merasa bersyukur karena peristiwa ini merupakan rencana Tuhan.

P5 juga bersyukur karema ia mengetahui bahwa anaknya mengalami kelainan pada saat sudah melahirkan karena jika saat hamil P5 merasa jadi kepikiran dan berdampak pada janinnya. Kesedihan P5 muncul hanya pada saat ada dokter dan salah satu saudaranya yang mengatakan hal yang tidak mengenakkan. Adanya hal tersebut, tidak membuat P5 terpuruk karena masih ada banyak keluarga yang mendukung P5 terutama suaminya. P5 memiliki keluarga yang saling mendukung dan tidak mengucilkan P5 serta anaknya.

Keluarga P5 juga justru menerima anak P5 dan menganggapnya seperti anak-anak yang lain. Terutama anak-anak pertamanya dan suaminya yang saling bemberikan kasih sayang kepada P5 dan anak keduanya. P5 sangat bersyukur memiliki anak yang mengalami down syndrome ini dan kedekatannya dengan Tuhan membuat P5 tidak memeliki kekecewaan. Sekarang tujuan hidup P5 hanya ingin membuat anaknya mandiri.

Selama melakukan wawancara, tidak ada penolakan dari P5 ketika menjawab. P5 sangat terbuka dalam menjawab dan sangat semangat dalam menceritakan pengalamannya selama memiliki anak down syndrome. respon yang diberikan P5 membuat peneliti merasa nyaman ketika proses wawancara.

P5 juga menceritakan hal yang tidak ditanyakan. Hal ini membuat peneliti

55

memiliki informasi yang kaya. P5 sangat merasa senang ketika dilakukan wawancara ini terlihat dari seberapa sering P5 tertawa ketika bercerita. Tidak ada perasaan sedih selama wawancara berlangsung. Wawancara ini berlangsung sangat lancar dan menyenangkan. Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami P5 membuat peneliti semakin memperjelas data yang diperoleh.

Peneliti melakukan wawancara pada tanggal 6 Maret 2021 melalui telepon. Peneliti dan P5 sepakat untuk melakukan wawancara pada tanggal 8 Maret 2021. Wawancara dilakukan secara telepon karena P5 berada di luar kota

Peneliti melakukan wawancara pada tanggal 6 Maret 2021 melalui telepon. Peneliti dan P5 sepakat untuk melakukan wawancara pada tanggal 8 Maret 2021. Wawancara dilakukan secara telepon karena P5 berada di luar kota

Dokumen terkait