• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan

Berdasarkan analisa hasil wawancara yang dilakukan pada partisipan, peneliti akan membahas proses penemuan makna hidup ibu yang memiliki anak down syndrome secara lebih luas menggunakan tahap penemuan makna hidup (Frankl, 1992; Bastaman, 1996; & Frankl 1999) untuk dapat menjawab pertanyaan dari penelitian. Peneliti akan melakukan interpretasi temuan-temuan hasil wawancara dengan membandingkan respon setiap partisipan, serta mengaitkannya dengan latar belakang partisipan. Selanjutnya akan disampaikan kekuatan dan keterbatasan penelitian supaya dapat membantu pembaca untuk memahami hasil penelitian ini. Berikut merupakan pembahasan dari hasil penelitian.

1. Tahap derita

Memiliki anak down syndrome membuat semua partisipan mengalami situasi tidak menyenangkan, tidak dapat memaknai situasi dengan baik, dan kehilangan tujuan hidup. Situasi ini merupakan proses awal dimana semua

92

partisipan dapat menemukan makna hidup dan memiliki kebahagiaan seperti sekarang. Sesuai dengan pendapat Frankl (1992) bahwa individu dapat menemukan makna hidupnya melalui situasi baik maupun tidak, namun individu akan lebih mudah ketika menemukan makna dalam kondisi yang baik. Individu dapat menemukan makna dalam kondisi yang tidak baik dengan cara melewati segala proses yang dialami.

Semua partisipan mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan karena menerima pendapat kurang baik dari orang lain ketika di tahun-tahun awal memiliki anak down syndrome. Tiga dari kelima partisipan tidak dapat memaknai pandangan tersebut dengan baik ketika karena timbul perasaan kecewa dan sedih, sedangkan dua partisipan lainnya sejak awal sudah dapat menerima dan dapat bersikap baik ketika mendapat pandangan yang tidak baik dari orang lain. Selain merasakan kekecewaan dan kesedihan, satu partisipan juga menjadi tidak percaya diri untuk dapat mengasuh anak supaya menjadi pribadi yang mandiri.

2. Tahap penerimaan diri

Proses diatas, membuat partisipan mengalami tahap penerimaan diri yaitu menerima dorongan untuk memahami dirinya akan situasi yang dialami.

Adanya dorongan, membuat partisipan dapat betindak benar dan menyikap situasi dengan baik. Sesuai dengan pandangan Frankl (1992) bahwa dorongan akan membuat individu dapat memiliki kesadaran akan situasi, sehingga dapat bertindak ke hal yang benar dan bertanggung jawab dalam menghadapi situasi yang tidak terhindarkan supaya mendapat jalan keluar dari situasi

93

tersebut. Dua partisipan yang tidak dapat memaknai situasi dengan baik dan kehilangan tujuan hidup, mendapat dorongan untuk menyadari situasi melalui perenungan dilakukan dalam jangka waktu 1 bulan dan 5 tahun.

Partisipan juga mendapat pandangan positif sebagai bentuk dukungan dari pihak luar seperti keluarga, suami, anak, dan teman-teman. Semua partisipan juga mendapat dukungan berupa bantuan dari suami dan anak-anak lainnya dalam mengasuh anak yang mengalami down syndrome. Dukungan dari suami merupakan hal penting untuk memudahkan partisipan menerima situasi. Upaya mendekatkan diri pada Tuhan setelah mengalami penderitaan juga membuat semua partisipan menjadi tenang dalam bersikap.

Kelima partisipan merasa bahwa sejak awal sudah memiliki kedekatan dan berharap sepenuhnya kepada Tuhan, namun terdapat dua partisipan yang lebih berupaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan supaya dapat menjalani hidupnya dan lebih menerima situasi yang ada. Selain melakukan perenungan dan mendekatkan diri pada Tuhan, terdapat dua partisipan yang belajar dari orang lain untuk bisa lebih menerima. Satu partisipan belajar dari orang lain dengan melihat bahwa masih terdapat orang yang lebih menderita daripada partisipan. Ada juga satu partisipan yang memiliki pengalaman dalam menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga membuat partisipan lebih bisa menerima situasi dengan cepat dan mudah.

3. Tahap penemuan makna

Ketika sudah menerima dorongan dengan berbagai cara, semua partisipan mengalami tahap penemuan makna pada nilai kreatif, pengalaman,

94

dan bersikap. Semua partisipan dapat berkarya melalui beberapa aktivitas, semakin percaya kepada Tuhan, dapat lebih mencintai anak yang mengalami down syndrome, dan dapat mengambil sikap yang baik serta benar. Sesuai dengan pandangan Frankl (1996) bahwa dengan bekerja atau melakukan aktivitas yang berguna (creative values), dapat merasakan cinta (experiential values), dan merubah penderitaan menjadi kemenangan serta menghadapi dengan sikap yang benar (attitudial values) maka individu dapat menemukan makna hidupnya.

Semua partisipan dapat melakukan aktivitas atau menjalankan tugas yang ada walaupun harus membagi waktu untuk mengurus anak. Terdapat juga satu dari kelima partisipan yang meninggalkan pekerjaannya dan memilih untuk mencari pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah, supaya dapat mengasuh anak yang mengalami down syndrome dengan sepenuhnya.

Selain melakukan pekerjaan, semua partisipan dapat merawat anak yang mengalami down syndrome sebagai bentuk rasa cinta dan menganggap situasi yang terjadi menjadi suatu rejeki atau hikmah dari Tuhan yang harus disyukuri dan jalani.

4. Tahap realisasi makna

Selanjutnya, semua partisipan sudah dapat merealisasikan makna yang ditemukan dengan bersikap benar ketika mendapat pandangan yang tidak baik dari orang lain dan dapat mengupayakan usaha-usaha untuk dapat membuat anak yang mengalami down syndome bisa berkembang dengan baik. Usaha-usaha yang dilakukan oleh semua partisipan yaitu dengan

95

memberi penanganan medis dan memasukkan anak yang mengalami down syndrome ke sekolah khusus. Penerimaan dan penemuan makna hidup ini membantu semua partisipan menjalani hidup dengan lebih baik.

Seperti yang dikatakan Frankl (1992/1996) bahwa ketika sudah dapat menemukan makna hidup, maka individu dapat memaknai suatu situasi dan memiliki tujuan yang layak untuk diraih supaya individu lebih memiliki kepuasan dalam hidup. Makna hidup yang sudah direalisasikan membuat semua partisipan memiliki semangat untuk menjalani hidup dan lebih memilih untuk fokus dalam membesarkan serta merawat anak yang mengalami down syndrome. Satu partisipan melakukan kegiatan yang mengarah pada pemenuhan hidupnya dengan cara menjalankan tugas pekerjaan dan satu partisipan melakukan kegiatan positif dengan oeang lain sebagai bentu realisasi makna.

Selain memiliki semangat untuk dapat menjalankan hidup, semua partisipan juga memiliki janji kepada diri sendiri untuk dapat merawat serta membahagiakan anak dan melakukan pekerjaan yang dapat meningkatkan potensi diri supaya lebih memiliki makna hidup. Semua partisipan juga memiliki tujuan hidup yang lebih mengarah pada tumbuh kembang anak dan masa depan anak yang mengalami down syndrome. Realisasi yang dilakukan membuat semua partisipan semakin yakin bahwa memiliki anak down syndrome bukan sesuatu yang membosankan, mengecewakan, dan menyedihkan.

96

5. Hidup dengan makna

Keberhasilan yang ditunjukkan menunjukkan bahwa semua partisipan sudah dapat hidup dengan makna dibuktikan dengan adanya perasaan bahagia, rasa syukur dan hidup yang lebih menyenangkan. Sesuai dengan yang dikatakan Frankl (1992) bahwa keberhasilan dalam menemukan makna hidup membuat individu memiliki kebahagiaan, kepuasan, dapat menikmati hidup dan menghayati hidup dengan lebih positif. Rasa bahagia yang dimiliki ketika memiliki anak down syndrome dikarena semua partisipan sudah merasa bahwa anak yang mereka miliki lucu, dapat berprestasi, dan tidak seperti yang dipikirkan olah orang lain.

Semua partisipan memiliki dan dapat menikmati hidupnya dengan lebih baik karena sudah dapat bersyukur atas situasi yang dialami dan bersikap benar ketika mendapat pandangan yang tidak baik dari orang lain. Akhirnya semua partisipan tidak merasakan lagi kekecewaan, kesedihan, sudah bisa menerima segala yang ada, dan sudah merasa lebih percaya diri untuk dapat membesarkan anak. Kemudian, semua partisipan juga merasa bahwa segalanya sudah lebih baik akibat perkembangan anak yang semakin baik pada setiap waktunya.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa latar belakang partisipan mengenai pengetahuan anak down syndrome tidak menjadi tolak ukur untuk partisipan dapat lebih mudah menerima situasi. Dua partisipan yang tidak mengetahui mengenai anak down syndrome lebih mudah menerima, mengambil sikap yang tepat, memakna situasi dengan baik, dan

97

mudah merasa bersyukur akan situasi tersebut. Mudahnya kedua partisipan merasakan perasaan positif karena sejak awal menganggap bahwa anak yang mengalami down syndrome merupakan titipan Tuhan yang harus dirawat dan dibesarkan. Kedua partisipan juga menganggap bahwa anak down syndrome yang dimiliki dapat mendatangkan rejeki yang akan diterima ketika partisipan dipanggil Tuhan. Peneliti juga menemukan bahwa membentuk komunikasi dengan suami untuk membahas keberlangsungan hidup keluarga, hidup partisipan, dan anak down syndrome dapat membantu partisipan merasa lebih tenang serta merasa mendapat dukungan dari suami. Menjelaskan kondisi anak down syndrome kepada saudara kandung dari anak down syndrome juga dapat mengurangi kekhawatiran partisipan akan masa depan anak down syndrome terutama ketika suatu saat partisipan dan suami sudah meninggal.

Hadirnya anak down syndrome dapat membuat semua partisipan menemukan makna hidupnya karena semua partisipan sudah dapat lebih menghayati hidupnya dengan lebih potisif dan merasakan kebahagiaan.

Walaupun sudah menemukan makna hidupnya, tetapi semua partisipan tidak lepas dari penderitaan seperti mendapat pandangan negatif dari orang lain mengenai diri partisipan sendiri maupun anak down sydrome yang dimiliki.

Hanya saja, ketika mengalami penderitaan semua partisipan sudah dapat mengambil sikap yang tepat dan cepat. Seperti yang dikatakan Frankl (1997) bahwa ketika individu dapat mengambil sikap yang benar, maka individu dapat menemukan makna dari situasi yang dialami. Sehingga tidak membuat partisipan mudah merasa kecewa, sedih, merenung, atau kehilangan tujuan

98

hidup. Dengan adanya penelitian ini, peneliti juga menemukan bahwa tahap penemuan makna hidup dapat diterapkan pada ibu yang memiliki anak down syndrome. Walaupun tidak semua indikator yang diperoleh dari definisi setiap tahap dilalui oleh ibu yang memiliki anak down syndrome.

Ketika melakukan penelitian, peneliti mengalami beberapa keterbatasan, yaitu sebagai berikut:

1. Pengambilan data hanya dapat dilakukan melalui telepon karena adanya pandemi COVID-19 tiga partisipan tidak berkenan untuk ditemui serta tidak berkenan untuk melakukan videocall sehingga, peneliti tidak dapat melihat mimik wajah dan bahasa tubuh ketiga partisipan ketika menjawab pertanyaan. Peneliti hanya dapat mendengar suara partisipan saat merasa sedih dan terdiam ketika berusaha mengingat kembali peristiwa yang sudah dialami.

2. Peneliti menggunakan tabel matriks kategori untuk melakukan koding dan tidak menggunakan coding book.

3. Pertanyaan yang digunakan untuk wawancara terlalu tertutup sehingga, dapat menimbulkan bias.

4. Peneliti tidak mempertimbangkan faktor demografi seperti umur, sosial, dan budaya dalam pengambilan sampe.

5. Wawancara kepada kerabat peneliti hanya menceritakan mengenai hasil wawancara dengan partisipan kepada kerabat dan menanyakan kerabat apakah informasi tersebut benar, tetapi peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara.

99

Penelitian ini juga memiliki kelebihan yaitu pada kredilitas data. Data yang didapat tidak hanya dari partisipan saja, tetapi peneliti juga melakukan triangulasi untuk lebih menjelaskan data yang sudah didapat dari partisipan.

Triangulasi dilakukan bersama dengan pihak terdekat dari partisipan yang mengetahui proses partisipan dalam mencapai hidup yang lebih baik dan memiliki makna. Peneliti mendapatkan pihak triangulasi melalui rekomendari yang diberikan partisipan kepada peneliti. Selain melakukan triangulasi, peneliti juga melakukan member checking pada akhir wawancara dengan partisipan. Member checking dilakukan untuk memastikan temuan-temuan yang didapat oleh peneliti dari ungkapan partisipan pada saat wawancara. Sehingga, yang peneliti temukan sama dan benar dengan yang dimaksud partisipan.

100

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, proses penemuan makna hidup ibu yang memiliki anak down syndrome dapat ditemukan melalui lima tahap penemuan makna hidup. Lima tahap proses penemuan makna meliputi, sebagai berikut:

1. Tahap derita

Tahap ini dapat disimpulkan bahwa partisipan mengalami situasi yang menumbuhkan perasaan negatif yaitu sedih, kecewa, dan putus asa. Penjelasan dari kesimpulan ini adalah muncul perasaan negatif disebabkan karena partisipan mendapatkan pandangan negatif dari orang lain bahkan dari keluarga partisipan sendiri, sulitnya menerima kondisi tubuh anak down syndrome karena adanya penanganan medis secara khusus, dan belum dapat mengambil sikap dengan baik atas situasi yang dialami ketika mengetahui bahwa anaknya mengalami down syndrome untuk pertama kalinya. Partisipan juga merasa kehilangan kepercayaan diri untuk dapat merawat dan membuat anak menjadi mandiri.

2. Tahap penerimaan diri,

Kesimpulan dari tahap ini yaitu partisipan dapat menerima situasi menjadi ibu dari anak down syndrome karena menerima dorongan dengan berbagai cara. Dorongan yang dimaksud yaitu melakukan perenungan untuk dapat menerima kondisi anak serta memikirkan

101

penanganan yang harus diberikan kepada anak down syndrome, menerima dukungan darikerabat dekat, mendekatkan diri pada Tuhan dengan berdoa serta berharap yang terbaik atas situasi yang dialami, dan melihat atau belajar dari pengalaman orang lain yang kondisinya ada di bawah partisipan.

3. Tahap penemuan makna

Kesimpulan dari tahap ini yaitu partisipan dapat menemukan makna melalui tiga nilai yaitu nilai kreatif, nilai pengalaman, dan nilai bersikap.

Tiga nilai tersebut dapat dijelaskan bahwa partisipan sudah bisa melakukan pekerjaan atau tugas walaupun partisipan harus membagi waktunya untuk merawat anak (nilai kreatif), percaya kepada Tuhan bahwa situasi yang dialami merupakan anugerah yang memiliki hikmah positif serta dapat mendatangkan rejeki di kehidupan kelak (nilai pengalaman), dan dapat mengambil sikap yang tepat ketika mengalami situasi yang tidak menyenangkan kembali (nilai bersikap).

4. Tahap realisasi makna

Kesimpulan dari tahap ini yaitu partisipan sudah dapat menjalani hidup dengan baik dan dapat berkomitmen akan kegiatan yang produktif. Penjelasan dari kesimpulan tersebut yaitu partisipan dapat menjalani hidup yang lebih semangat, positif, dan dapat melakukan kegiatan bermanfaat yang mengarah pada pemenuhan hidup partisipan.

102

5. Hidup dengan makna

Kesimpulan yang dapat diambil dari proses yang terakhir ini yaitu partisipan sudah memiliki perasaan yang positif dan dapat menghayati hidupnya dengan baik. Hidup dengan makna yang dialami oleh partisipan dapat dibuktikan bahwa partisipan sudah merasa hidup yang lebih bahagia sebagai ibu dari anak down syndrome, memiliki pemikiran yang lebih positif akan kehidupannya, dapat bersikap atas segala situasi yang dialami dan dapat memberikan penangan yang lebih baik serta tepat kepada anak yang mengalami down syndrome.

B. Saran

1. Ibu yang memiliki anak down syndrome

Berdasarkan hasil penelitian ini, ibu yang memiliki anak down syndrome dapat memiliki perasaan yang lebih baik ketika dapat membicarakan akan situasi yang dialami kepada suami mengenai usaha apa yang harus dilakukan. Peneliti menyarankan kepada ibu yang memiliki anak down syndrome untuk dapat berkomunikasi dengan suami untuk keberlangsungan hidup keluarga, diri ibu sendiri maupun anak yang mengalami down syndrome.

Bagi ibu yang memiliki anak lebih dari satu juga dapat menjelaskan mengenai kondisi anak down syndrome kepada anak lainnya. Penjelasan ini dilakukan, supaya saudara kandung dari anak down syndrome mengerti mengenai kondisi saudaranya dan dapat membuat ibu mengurangi rasa

103

khawatir akan masa depan anak down syndrome saat nanti ditinggal oleh ibu atau suami. Seperti hasil penelitian ini bahwa ibu dapat lebih tenang atau tidak khawatir mengenai masa depan anak down syndrome ketika saudara kandung dari anak down syndrome tersebut dapat mengerti mengenai kondisi anak down syndrome dan bersedia untuk menjaga dan tetap memberikan kasih sayang saat nanti ibu dan suami tidak ada.

Ibu juga diharapkan dapat lebih mendekatkan diri pada Tuhan untuk meminta kekuatan dan kemudahan dalam melewati hidup sebagai ibu yang memiliki anak down syndrome karena hasil penelitian mengatakan bahwa ketika ibu berharap dan selalu berdoa kepada Tuhan maka ibu dapat merasa lebih tenang dan dapat berfikir dengan lebih baik.

2. Keluarga yang memiliki anak down syndrome

Hasil penelitian yang sudah dilakukan mengatakan bahwa ibu yang memiliki anak down syndrome memerlukan dukungan dari suami dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Sehingga peneliti menyarankan bahwa sebagai suami dari ibu yang memiliki anak down syndrome dan ayah yang memiliki anak down syndrome dapat memberikan dukungan dan membantu ibu dalam merawat anak down syndrome.

Saran selanjutnya yang dapat diberikan peneliti kepada keluarga yaitu diharapkan saudara kandung dapat mengerti dan menerima kondisi saudara yang mengalami down syndrome serta bersedia untuk menjaga

104

anak down syndrome. Sesuai dengan hasil penelitian bahwa ketika saudara kandung dari anak down syndrome menerima dan bersedia menjaga saudara yang mengalami down syndrome maka hal ini akan membuat ibu merasa lebih tenang mengenai masa depan anak down syndrome.

3. Penelitian selanjutnya

Saran yang dapat diberikan peneliti untuk penelitian selanjutnya berdasarkan keterbatan penelitian ini adalah:

1) Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pengambilan data secara tatap muka atau langsung supaya dapat melihat mimik wajah dan bahasa tubuh partisipan ketika menjawab pertanyaan.

2) Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan coding book supaya dapat mempermudah dalam memberikan kode dan mengintepretasikan hasil data yang didapatkan.

3) Penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat membuat pedoman wawancara dengan pertanyaan yang lebih terbuka supaya tidak menimbulkan bias.

4) Peneliti selanjutnya disarankan untuk mempertimbangkan faktor demografis dalam pengambilan sampel.

5) Saran lain yang peneliti berikan yaitu penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan jenis penelitian lain dan partisipan yang lebih besar supaya dapat melihat prosentase serta mendapat informasi yang lebih banyak, sehingga dapat mewakili seluruh ibu yang

105

memiliki anak down syndrome dalam proses penemuan makna hidup.

106

DAFTAR PUSTAKA

---. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/proses. Diunduh pada 20 Agustus 2021 pukul 11.33

Abeyta, A. A., Routledge, C., Juhl, J., & Robinson, M. D. (2015). Finding meaning through emotional understanding: emotional clarity predicts meaning in life ang adjustment to exixtensial threat. Motivation and Emotion. 39, 973-983.

sci-hub.se/10.1007/s11031-015-9500-3

APA: ibu. 2016. Pada KBBI Daring. Diambil 05 Juni 2020, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ibu

Atsniyah, L., & Supradewi, R. (2019). Makna hidup santri pengabdian pondok pesantren nurul amal. Koferensi Ilmiah mahasiswa UNISULA. 361-366.

Bailey, A., King, C. H., Clarke, J., Lester, E., & Velasco, D. (2013). Black mother’s cognitive process of finding meaning and building resilience after loss of a child to gun violence. The British Journal of Social Work. 43(2), 336-354.

https://doi.org/10.1093/bjsw/bct027

Baldacchino, D. (2011). Myocardial infarction: a turning point in meaning in life over time. British Journal of Nursing. 20(2), 107–11. doi: sci-hub.se/10.12968/bjon.2011.20.2.107

Bastaman, H. D. (1996). Meraih hidup bermakna kisah pribadi dengan pengalaman tragis. Jakarta : Paramadina.

Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi: psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Bauer-Wu, S., & Farran, C. J. (2005). Meaning in Life and Psycho Spiritual Functioning. Journal of Holistic Nursing. 23(2), 172–190. doi: sci-hub.se/10.1177/0898010105275927

107

Bogensperger, J., & Schuster, B. L. (2014). Losing a child: finding meaning in bereavement. European Journal of Psychotraumatology. 5(1), 1-9.

https://doi.org/10.3402/ejpt.v5.22910

Brassai, L., Piko, B. F., & Steger, M. F. (2012). Existential attitudes and Eastern European adolescents problem and health behaviors: Highlighting the role of the search for meaning in life. The Psychological Record. 62(4), 719–34.

Bray, M., & Woolnough, L. (1988). The languange skill of children with down syndrome aged 12-16 years. Chil Languange Teaching and Therapy. 4, 311-324.

Buckley, S. (1993). Languange development in children with down syndrome:

reason for optimism. Down Syndrome Research and Practice. 1(1), 3-9.

Carr, J. (1988). Six weeks to twenty one years old: a longitudinal study of children with down syndrome and their families. Journal of Child Psychology and Psychiatry. 29(4), 407–431.

https://doi.org/10.1111/j.1469-7610.1988.tb00734.x

Chaidir, W., & Tuapattinaja,J. M. R. (2018). Kebermaknaan hidup pada pekerja seks komersial. Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi. 13(3), 153-161.

https://doi.org/10.32734/psikologia.v13i3.2275

Charlys & Kurniati, N. M. T. (2007). Makna hidup biarawan. Jurnal Psikologi.

1(1), 33-39.

Crumbaugh, J. C. (1988). Everything to gain: a grride to seIf illment through logoanalysis. Berkeley, CA: Institute of Logotherapy Press.

Dewi, L. A. P. (2017). Peran orang tua dalam pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak. 2 (2), 83-91. 10.25078/pw.v2i2.1021

Down Syndrome Association. (2000). Your baby has down syndrome: a guide parent. Down Syndrome Association Publication.

108

Frankl, V. (1959). Man's Search For Meaning: An Introduction to Logotherapy (Fourth Edition). Austria: Beacon Press.

Frankl, V. (1959/1984). Man’s search for meaning. Boston, MA: Beacon Press.


Frankl, V. (1962). Man’s search for meaning: An introduction to Logotherapy.

Simon & Schuster, New York

Frankl, V. (1963). Men’s search for meaning: An introduction to logotherapy. New York: Washington Square Press.

Frankl, V. (1967). Psychotherapy and existentialism: Selected papers on logotherapy. New York: Touchstone/Simon & Schuster.


Frankl, V. (1968). The Doctor and The Soul : From Psychotherapy through Logotherapy. New York: Alfred A. Knopf.

Frankl, V. (1969). The Will to Meaning. World Publications Company, New York


Frankl, V. (1977). La presencia ignorada de Dios. Barcelona: Herder.


Frankl, V. (1986). The Doctor and the Soul: From Psychotherapy to Logotherapy.

New York: Vintage Books

Frankl, V. (1992). Man’s search for meaning (4th ed.). Boston: Beacon.


Frankl, V. (1997a). Man’s search for ultimate meaning. New York: Plenum Press.


Gasquoine, P. G. (2011). Cognitive impairment in common, non central nervous system medical conditions of adult and the elderly. J Clin Exp Neuropsychol.

33, 486-496.

109

Hodapp, R. M., & Zigler, E. (1990). Applying the developmental perspective to individual with down syndrome. Cambrige University Press.

Ho, M. Y., Cheung, F. M., & Cheung, S. F. (2010). The role of meaning in life and optimism in promoting well-being. Personality and Individual Differences.

48(5), 658–63.

World Health Organization. (2016). International statistical classification of diseases and related health problems. WHO Press

World Health Organization. (2016). International statistical classification of diseases and related health problems. WHO Press

Dokumen terkait