• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

F. Dinamika Psikologis Ibu yang Memiliki Anak Down Syndrome

Ibu yang memiliki anak down syndrome secara psikologis pada awalnya mengalami perasaan stress, ketakutan akan adanya penolakan, kekhawatiran lingkungan, kecemasan menjalankan peran sebagai ibu, dan kecemasan akan masa depan anak. Perasaan yang dialami ibu dapat berubah menjadi lebih baik ketika ibu dapat menerima segala situasi yang ada dan memiliki makna sebagai ibu dari anak down syndrome. Tahap proses penemuan makna yang dialami akan membantu ibu untuk dapat memiliki perasaan yang lebih baik dan memiliki makna atas situasi yang ditemui.

Tahapan tersebut dimulai dengan tahap derita yaitu bahwa ibu mengalami perasaan yang tidak baik seperti sedih, kecewa, marah, dan tidak menerima situasi yang dialami. Kedua adalah tahap penerimaan diri yaitu bahwa ibu mendapat dorongan yang membuat ibu sadar akan situasi yang sedang terjadi. Ketiga adalah tahap penemuan makna bahwa ibu sudah dapat mengerti akan situasi yang dialami sehingga, ibu juga dapat memaknai pekerjaan, perasaan, dan dapat bersikap akan situasi yang dialami. Ketika ibu sudah dapat menerima dan menemukan makna maka ibu dapat

23

merealisasikan makna tersebut dengan memiliki semangat untuk dapat bertahan hidup dan dapat berkomitmen untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Tahap-tahap tersebut dapat membuat ibu hidup dengan makna artinya merasakan hidup yang berkualitas dan dapat menjalani hidup dengan sikap yang benar atas situasi yang dialami.

Gambar 1. peran sebagai ibu, dan masa

depan anak.

Perasaan stress, ketakutan adanya penolakan dan kekhawatiran lingkungan.

Tahap derita Tahap

penerimaan diri Tahap penemuan

makna Tahap realisasi

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penemuan makna hidup ibu yang memiliki anak down syndrome dengan menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif memiliki tujuan untuk mendeskripsikan pengalaman hidup seseorang, sehingga penelitian ini dipilih untuk mendeskripsikan pengalaman ibu yang memiliki anak down syndrome dalam proses penemuan makna hidup. Hal ini juga sesuai dengan ciri penelitian kualitatif yaitu meneliti pengalaman nyata seseorang yang menjadi partisipan penelitian dan disajikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti (Supratiknya, 2018).

Menurut Lincoln (dalam Meleong, 2007) dengan menggunakan penelitian kualitatif, peneliti dapat mengungkap suatu fenomena yang terjadi di lingkungan. Selain itu, penelitian kualitatif memiliki sifat eksploratif dan lebih mengutamakan data yang diperoleh dari ungkapan langsung atau penuturan partisipan, sehingga sesuai jika digunakan peneliti untuk mengeksplorasi proses penemuan makna hidup ibu yang memiliki anak down syndrome (Supratiknya, 2015).

Desain penelitian ini akan menggunakan analisis isi kualitatif dengan pendekatan deduktif. AIK dipilih karena peneliti ingin menguji teori yang sudah ada, digunakan untuk meneliti proses penemuan makna hidup ibu

25

yang memiliki anak down syndrome (Supratiknya, 2015). Peneliti menggunakan tahap penemuan makna hidup Bastaman yang dikembangkan dari penemuan makna hidup menurut Frankl.

B. Fokus Penelitian

Penelitian berfokus pada satu variabel yang diteliti yaitu proses penemuan makna hidup pada ibu yang memiliki anak down syndrome. Ibu yang memiliki anak down syndrome yang dimaksud adalah ibu yang melahirkan anak yang mengalami down syndrome. Proses penemuan makna hidup Bastaman (1996) yang dikembangkan dari penemuan makna hidup menurut Frankl meliputi lima tahap yaitu (1) tahap derita; (2) tahap penerimaan diri; (3) tahap penemuan makna; (4) tahap realisasi makna; dan (5) tahap hidup dengan makna. Pengambilan data diawali dengan membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan tahap penemuan makna hidup menurut Bastaman (1996) dan selanjutnya akan dilakukan wawancara semi terstruktur kepada partisipan. Analisis data akan dilakukan setelah mendapat data dari wawancara yang sudah dilakukan dan analisis data diawali dengan membuat teks atau verbatim hasil wawancara. Hasil wawancara akan dianalisis dengan Analisis Isi Kualitatif dengan pendekatan deduktif berdasarkan tahap penemuan makna hidup Bastaman (1996).

26

Tabel 1

Blueprint wawancara

No. Dimensi Indikator Pertanyaan

1. Tahap derita

2. Tahap penerimaan diri

a. Adanya

27

No. Dimensi Indikator Pertanyaan

e. Belajar dari orang lain.

4b, 4c

3. Tahap penemuan makna

a. Adanya kesadaran

4. Tahap realisasi makna

a. Memiliki

28

No. Dimensi Indikator Pertanyaan

5.

Tahap hidup dengan makna

a. Merasakan hidup yang lebih baik.

7a

b. Dapat menghayati hidup dengan positif.

7a

C. Partisipan Penelitian

Pemilihan partisipan didasarkan oleh kriteria tertentu, berdasarkan tujuan dari penelitian. Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak down syndrome. Jumlah partisipan ditentukan oleh kekayaan informasi yang didapat saat melakukan wawancara (Patton, 1990 seperti dikutip dalam Supratiknya, 2018). Kekayaan informasi ini berdasarkan pada proses yang dialami partisipan dalam menemukan makna hidupnya. Tidak menutup kemungkinan jika peneliti menambah partisipan karena kurangnya informasi yang didapat. Dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan convenience sampling.

Convenience sampling adalah pengambilan sampel yang mudah diperoleh dengan cara bebas dan mudah berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan dalam penelitian (Sugiarto, 2001; Sugiyono, 2005). Peneliti memilih convenience sampling sebagai teknik pengambilan sampel karena peneliti mendapatkan partisipan dari satu sumber yaitu saudara peneliti.

Pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling tepat

29

digunakan pada masa pandemi COVID-19 karena dapat dilakukan secara online. Pengambilan sampel ini didasari oleh kriteria yang sudah ditentukan sebagai berikut:

1. Ibu yang memiliki anak down syndrome yang berusia di atas 12 tahun, dipilihnya kriteria ini karena sesuai dengan tujuan penelitian bahwa peneliti ingin mengetahui proses ibu yang memiliki anak down syndrome dapat menemukan makna hidupnya. Peneliti memilih ibu yang memiliki anak down syndrome usia di atas 12 tahun karena ibu sudah lebih memiliki pengalaman dalam menghadapi hidup dalam memiliki dan mengasuh anak down syndrome.

2. Merawat anak tanpa bantuan atau dengan bantuan dari pihak luar, adanya kriteria ini karena peneliti ingin melihat proses penemuan makna hidup ibu yang merawat anak down syndrome tanpa bantuan atau dengan bantuan pihak lain. Sehingga peneliti mendapatkan informasi mengenai proses penemuan makna hidup ibu yang memiliki anak down syndrome dengan atau tanpa bantuan dari bantuan pengasuh.

3. Ibu dengan anak down syndrome yang bekerja di luar rumah, memiliki usaha di rumah, maupun yang tidak bekerja, dipilihnya kriteria ini karena peneliti ingin melihat proses penemuan makna hidup ibu yang merawat anaknya sambil bekerja dan yang sepenuhnya merawat anaknya.

30

D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara. Peneliti memilih teknik wawancara supaya dapat melakukan wawancara dengan partisipan secara tatap muka atau dapat melalui telepon (Creswell, 2009 seperti dikutip dalam Supratiknya, 2015). Selain itu, teknik wawancara membantu peneliti untuk mendapat informasi mengenai pengalaman dan pemaknaan partisipan dalam fenomena yang diteliti. Peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur dan menyediakan pedoman wawancara dalam pengambilan data. Pedoman wawancara ini bertujuan untuk membantu proses wawancara supaya informasi yang didapat sesuai dengan fenomena yang diteliti (Supratiknya, 2015; 2018).

Adanya pedoman wawancara ini tidak menutup kemungkinan untuk peneliti menambah pertanyaan pada partisipan supaya informasi yang diterima peneliti dapat lebih kaya dan mendalam (Morrow, 2005 seperti dikutip dalam Supratiknya 2018).

Tabel 2

Pedoman yang digunakan untuk wawancara

NO. PERTANYAAN

1. Latar Belakang Partisipan a. Berapa usia Ibu?

b. Apa pendidikan terakhir Ibu?

c. Berapa jumlah anak Ibu?

d. Apakah Ibu memiliki pengasuh untuk membantu dalam

31

NO. PERTANYAAN

anak Ibu yang mengalami down syndrome?

e. Bagaimana hubungan ibu dengan keluarga terutama dengan suami dan anak-anak?

f. Apa kesibukan Ibu saat ini?

2. Pemahaman Ibu yang Memiliki anak Down Syndrome a. Apakah yang Ibu ketahui mengenai anak down syndrome?

b. Apakah Ibu sudah mengetahui mengapa anak Ibu bisa mengalami down syndrome?

3. Tahap Derita

a. Bisakah menceritakan mengenai perasaan Ibu ketika mengetahui bahwa anak Ibu mengalami down syndrome?

b. Bisakah Ibu menceritakan suka duka memiliki anak down syndrome?

c. Apakah Ibu mengalami kesulitan dalam mengasuh anak down syndrome dari sejak lahir sampai sekarang?

d. Pernahkah Ibu merasa kecewa atau putus asa selama Ibu memiliki anak down syndrome?

4. Tahap Penerimaan Diri

a. Manakah hal yang sering Ibu rasakan dari dulu hingga dalam menjalani hidup sehari-hari, senang atau sedih?

b. Apakah Ibu sudah dapat menerima bahwa anak Ibu mengalami down syndrome?

32

NO. PERTANYAAN

c. Jika sudah, dengan cara apa Ibu dapat menerima kondisi tersebut?

5. Tahap Penemuan Makna

a. Apakah ibu bisa menceritakan mengenai kesibukan yang sekarang sudah dijalani?

b. Apakah ibu sudah memiliki keberanian untuk bersosialisasi dengan orang lain?

c. Apakah ibu dapat merasakan rasa cinta kepada orang-orang di sekitar termasuk dengan anak ibu yang mengalami down syndrome?

d. Apakah ibu percaya dengan adanya Tuhan?

e. Apakah ibu sudah bisa menyikapi dengan baik untuk situasi ini?

f. Apakah Ibu sudah mencapai tujuan hidup ibu?

6. Tahap Realisasi Makna

b. Rencana apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan hidup Ibu?

c. Apakah semangat Ibu dalam menjalani hidup sekarang sudah lebih besar dari yang sebelumnya?

7. Tahap Hidup dengan Makna

a. Apakah sekarang Ibu sudah dapat merasakan bahwa hidup Ibu lebih bahagia?

33

E. Proses Pengumpulan Data

Peneliti melakukan beberapa tahap dalam proses pengumpulan data, sebagai berikut:

1. Peneliti menghubungi partisipan untuk melakukan pendekatan dengan tujuan membangun suasana ketika melangsungkan wawancara (Supratiknya, 2018). Dalam melakukan pendekatan ini, peneliti menjelaskan maksud serta tujuan dari penelitian yang akan dilakukan dan menjadwalkan waktu untuk wawancara.

2. Peneliti menyiapkan pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori yang digunakan.

3. Peneliti membuat Informed Consent yang bertujuan untuk melindungi hak-hak partisipan melakukan proses wawancara (Supratiknya, 2018). Informed Consent merupakan dokumen yang berisi prosedur mengenai kegiatan wawancara yang perlu diketahui partisipan sebelum melakukan wawancara (Grady, 2017 dalam Supratiknya, 2018)

4. Melakukan wawancara sesuai kesepakatan yang sudah dilakukan sebelumnya mengenai tempat dan waktu. Wawancara didasarkan pada pedoman yang sudah disiapkan sebelumnya.

5. Pada saat melalukan wawancara peneliti melakukan perekaman data menggunakan alat perekam suara sebagai alat bantu untuk mencatat informasi yang diberikan partisipan kepada peneliti.

34

6. Selesainya proses wawancara peneliti melakukan member checking untuk menyamakan persepsi informasi yang diberikan partisipan dan yang diterima peneliti, supaya tidak ada kesalahpahaman dalam menuliskan hasil.

7. Peneliti juga melalukan triangulasi yang bertujuan untuk membandingkan hasil yang diterima dari partisipan dengan sumber lain yang merupakan kerabat dekat partisipan.

8. Data yang terkumpul atau terekam akan dibuat menjadi teks atau diverbatim oleh peneliti. Selanjutnya akan dianalisis berdasarkan teori yang digunakan.

F. Analisis data

Peneliti menggunakan metode Analisis Isi Kualitatif untuk melakukan analisis dan interpretasi data. AIK dipilih karena dapat mengungkap isi atau makna dari hasil wawancara yang dilakukan sesuai dengan fenomena. Setelah itu data akan dideskripsikan dengan pendekatan deduktif atau analisis ini terarah. Tujuan dari pendekatan deduktif adalah untuk memvalidasi kerangka teori yang sudah pernah ada dalam konteks baru (Hsieh & Shanon, 2005 dalam Supratiknya, 2015). Data dalam penelitian ini akan dibuat dalam bentuk percakapan dari hasil wawancara. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis dengan menggunakan pendekatan deduktif yaitu:

1. Peneliti menyusun sebuah matriks kategori yang dilihat dari kerangka teori (Elo & Kyngas, 2008 dalam Supratiknya 2015).

35

Matriks kategori yang dibuat berasal dari kerangka teori yang digunakan dan dapat membantu peneliti dalam merumuskan pertanyaan penelitian dan pernyataan partisipan dalam wawancara.

2. Peneliti melakukan coding atau pengodean. Coding yang dilakukan peneliti menggunakan dua tahap. Pertama, peneliti membaca keseluruhan hasil wawancara yang sudah dibuat dalam bentuk teks dan menandai bagian dari teks yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Kedua, peneliti menentukan kode dari teks wawancara yang sudah dibaca dengan menggunakan kode-kode yang ditentukan dalam matriks kategori. Kemudian jika ada bagian teks yang menunjukkan fenomena yang diteliti namun belum memiliki kode maka dapat ditambahkan atau diberi kode baru (Hsieh & Shannon, 2005 dalam Supratiknya, 2015).

Tabel 3

Matriks analisis dan indikator tahapan penemuan makna hidup yang berdasarkan pada tahap penemuan makna hidup menurut Bastaman (1996)

No. Tahap Indikator Kode

1. Tahap derita

a. Kondisi tidak menyenangkan (munculnya perasaan sedih).

A1

b. Tidak dapat memaknai suatu peristiwa (tidak dapat bersikap dengan baik dan benar).

A2

c. Adanya perasaan hampa (merasa A3

36

No. Tahap Indikator Kode

sepi dan kosong).

d. Adanya perasaan bosan (merasa tidak menyukai situasi).

A4

e. Adanya perasaan tidak peduli (bertindak pasif akan situasi).

A5

f. Kehilangan tujuan hidup (merasakan putus asa).

a. Adanya perenungan diri

(mengambil waktu untuk berpikir akan situasi).

B1

b. Adanya bantuan dari ahli (mendapatkan penanganan dari psikolog).

B2

c. Adanya pandangan dari orang lain (mendapat dukungan dari pihak luar).

B3

d. Mendekatkan diri pada Tuhan (berdoa dan berharap kepada Tuhan).

B4

e. Belajar dari orang lain (melihat pengalaman orang lain).

B5

3. Tahap a. Nilai kreatif (melakukan C1

37

No. Tahap Indikator Kode

penemuan makna

pekerjaan/berkarya).

b. Nilai pengalaman (merasakan cinta kasih dan percaya dengan (menjalani hidup dengan hati yang senang dan lebih baik).

D1

b. Melakukan kegiatan yang mengarah pada pemenuhan hidup (berkomitmen untuk melakukan kegiatan produktif). positif (menjalani hidup dengan perasaan baik/positif).

E2

38

G. Kredibilitas Data

Dalam penelitian kualitatif terdapat reliabilitas dan validitas.

Reliabilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana pendekatan yang digunakan oleh peneliti konsisten dengan yang digunakan oleh peneliti-peneliti lain dan dalam penelitian yang lain. Sedangkan validitas adalah untuk melihat ketepatan hasil penelitian dari kaca mata peneliti, partisipan, dan pembaca (Supratiknya, 2015). Oleh karena itu, peneliti akan melakukan reliabilitas dan validitas dalam penelitian yang dilakukan untuk melihat ketepatan dalam pendekatan yang digunakan dan hasil dari penelitian.

Peneliti menguji reliabilitas dalam penelitian ini dengan membaca dan memeriksa transkrip rekaman wawancara untuk memastikan tidak ada kesalahan selama proses wawancara. Selain itu, peneliti juga menguji validitas dengan menggunakan dua strategi. Yang pertama peneliti melakukan trianggulasi, strategi ini dilakukan peneliti guna membandingkan informasi yang sudah didapatkan dengan sumber lain atau kerabat dekat dari partisipan untuk menentukan hasil yang benar-benar berhubungan dengan tema-tema yang ditemukan. Kedua peneliti melakukan member checking, hal ini dilakukan untuk pengecekan temuan-temuan peneliti dengan pengungkapan partisipan pada saat wawancara (Creswell, 2009 dalam Supratiknya 2015).

39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dimulai pada tanggal 3 Februari 2021 sampai dengan 8 Maret 2021. Pada tanggal 3 Februari 2021 peneliti melakukan uji coba wawancara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan dalam pertanyaan yang sudah dibuat. Setelah dilakukannya uji coba wawancara, peneliti merasa terdapat pertanyaan yang belum dituliskan dalam pedoman wawancara sehingga peneliti menambahkan beberapa pertanyaan yang dapat memperkaya informasi. Hasil wawancara yang didapatkan dari uji coba tersebut tetap digunakan sebagai data. Durasi waktu untuk wawancara berbeda satu dengan yang lain mulai dari 35 menit sampai dengan 60 menit.

Rangkuman waktu dan tempat wawancara disajikan pada tabel 5.

Tabel 4

Waktu dan lokasi pelaksanaan wawancara

No. Partisipan Waktu Lokasi

1. P1 3 Februari 2021 Rumah masing-masing

2. P2 27 Februari 2021 Rumah masing-masing

3. P3 3 Maret 2021 Rumah partisipan

4. P4 3 Maret 2021 Rumah partisipan

5. P5 8 Maret 2021 Rumah masing-masing

40

Wawancara dilakukan oleh peneliti secara online melalui telepon whatsapp dengan tiga partisipan dan tatap muka dengan dua partisipan.

Peneliti melakukan wawancara secara online melalui telepon whatsapp karena adanya pandemi. Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa mereka tidak ingin untuk ditemui sehingga tidak memungkinkan peneliti melakukan wawancara secara tatap muka dengan ketiga partisipan. Kesepakatan antara peneliti dan partisipan untuk melakukan wawancara melalui telepon whatsapp atau tatap muka bermula dari penawaran yang diberikan dari peneliti. Peneliti melakukan penawaran tersebut karena adanya pandemi COVID-19.

B. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Wawancara

Pencarian partisipan dalam penelitian, peneliti meminta rekomendasi dari kerabat peneliti yang merupakan ibu dari anak down syndrome.

Rekomendasi yang diberikan oleh saudara peneliti didasarkan pada kriteria-kriteria yang telah dibuat oleh peneliti yaitu memiliki anak down syndrome dan merawat anak tanpa atau dengan bantuan dari pihak luar. Saudara peneliti, memberikan lima rekomendasi ibu-ibu yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dari tujuan penelitian dan menanyakan kesediaan kelima calon partisipan yang telah direkomendasikan. Hal ini dilakukan supaya tidak ada kesalahpahaman antara peneliti dan calon partisipan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini. Apabila peneliti mendapatkan persetujuan dari calon

41

partisipan, maka peneliti menjadwalkan waktu untuk dapat melalukan wawancara.

Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti mengirimkan informed consent pada hari yang sama dilakukannya wawancara sebagai persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Informed consent yang diberikan berisi hak partisipan dan kewajiban peneliti serta tanggung jawab peneliti dalam penelitian. Setelah informed consent diberikan, penelitia melaksanakan wawancara. Setiap mengakhiri wawancara peneliti melakukan konfirmasi atau member checking pada partisipan. Konfirmasi ini dilakukan untuk menyamakan persepsi mengenai informasi yang sudah diterima dan maksud dari partisipan. Peneliti juga melakukan triangulasi dengan pihak terdekat dari partisipan yang mengerti kondisi partisipan. Dalam mencari pihak terdekat tersebut, peneliti diberi rekomendasi dari partisipan sendiri.

Berikutnya, akan dipaparkan mengenai psikografi atau latar belakang dari partisipan.

1. Partisipan Pertama (P1)

P1 merupakan seorang ibu berusia 56 tahun dan memiliki tiga orang anak. Salah satu dari ketiga anak P1 mengalami down syndrome. P1 memiliki suami dan dua anak lainnya yang selalu mendukung dalam menjalani hidupnya. Dukungan yang diberikan suami berupa pencarian upaya untuk perkembangan anaknya yang mengalami down syndrome. Sedangkan kedua anak lainnya dengan tidak merasa malu membawa saudara yang mengalami down syndrome tersebut untuk jalan-jalan dan membantu P1 dalam menjaga

42

anak yang mengalami down syndrome sebagai bentuk dukungan dari anak kepada P.

Tidak hanya dukungan saja tetapi P1 merasa bantuan dan upaya yang diberikan suami serta kedua anaknya merupakan rasa cinta mereka kepada P1 dan anak yang mengalami down syndrome. Sehingga, P1 merasa bahwa ia memiliki keluarga yang harmonis, saling menyayangi satu sama lain dan P1 juga merasa bahwa kehadiran anak down syndrome ini tidak mengurangi rasa cinta suami terhadapnya. P1 memiliki latar belakang pendidikan sebagai lulusan S3. Saat ini P1 masih bekerja sebagai dosen dan menjabat sebagai pejabat prodi di sebuah universitas yang berada di Yogyakarta. Hal ini membuat P1 memilih mencari bantuan pengasuh dalam menjaga anaknya selama P1 sedang bekerja dari pagi hingga sore. Latar belakang P1 yang memiliki pengetahuan mengenai bidang kesehatan, membuatnya mengerti juga apa itu down syndrome dan penyebab terjadinya down syndrome. Sehingga P1 juga mengerti mengapa P1 bisa melahirkan anak yang mengalami down syndrome.

Pada usia 43 tahun P1 mengandung anak ketiga yaitu anak yang mengalami down syndrome. Ketika hamil, P1 tidak tahu bahwa anak yang dikandungnya mengalami down syndrome karena P1 juga tidak terkena virus dan kesehatannya tergolong baik. P1 mengetahui anak ketiganya mengalami down syndrome ketika melahirkan. Pada saat mengetahui bahwa anak ketiganya mengalami down syndrome, P1 mengambil waktu sekitar satu bulan untuk merenung. Tetapi dibalik itu P1 tetap memiliki rasa sayang kepada anak

43

ketiganya, karena P1 berpikir bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya yang dititipkan Tuhan. Waktu yang digunakan P1 untuk merenung bertujuan supaya P1 dapat menata hati bersama suami supaya dapat menerima anak ketiganya. Dalam waktu satu bulan tersebut P1 dan suami tidak hanya menata hati saja tetapi juga memikirkan usaha apa yang dapat P1 dan suami lakukan untuk perkembangan anak ketiganya. Setelah P1 berhasil melalui satu bulan untuk merenung, P1 akhirnya konsultasi ke dokter untuk menanyakan peristiwa yang dialaminya.

Hasil dari konsultasi dokter tersebut membuat P1 semakin paham bahwa faktor usia ketika hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin.

Sehingga, anak ketiga P1 bisa mengalami down syndrome karena usia P1 saat mengandung yang sudah lebih dari 35 tahun. Dokter menyimpulkan demikian karena P1 tidak terkena virus dan memiliki kesehatan yang baik ketika hamil.

Usaha lain yang dilakukan P1 yaitu untuk mengetahui kesehatan anaknya. Hal ini yang membuat P1 memiliki rasa kecewa karena anaknya memiliki kelainan fisik yang sangat tampak. Selain itu juga P1 melakukan pengecekan kromoson dan ternyata benar bahwa anaknya memiliki kelainan kromoson juga. Hal ini yang membuat P1 yakin bahwa anaknya benar-benar mengalami down syndrome.

Adanya kepastian bahwa anaknya benar-benar mengalami down syndrome tidak membuat P1 merasa lebih kecewa. Setelah adanya kepastian tersebut justru membuat P1 menjadi yakin juga bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya sudah diatur oleh Tuhan. P1 juga mendapat nasihat dari teman

44

dan keluarga untuk mampu menjalani hidup dengan miliki anak down syndrome. Dukungan berupa nasihat membuat rasa kecewa P1 perlahan menghilang dan lebih menganggap peristiwa yang dialaminya adalah sesuatu yang ada hikmahnya. Sehingga saat ini P1 lebih fokus pada tujuannya yaitu kemandirian anak ketiganya daripada menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang telah dialami.

Selama dilakukan wawancara, P1 menjawab semua pertanyaan dengan menceritakan peristiwa yang ia alami. Sehingga peneliti mendapatkan hasil wawancara yang lengkap karena cerita P1 tidak hanya menjawab pertanyaan tetapi juga menjelaskan dan menceritakan mengenai keadaan dirinya dari melahirkan anak down syndrome sampai sekarang ia dapat menjalani hidupnya dengan lebih baik. Walaupun ada beberapa waktu dimana P1 bingung dalam menjelaskan atau menyampaikan informasi. Hal ini terlihat dari kata “hemm”

dan diam sejenak ketika ingin menjawab pertanyaan. Pada proses wawancara

dan diam sejenak ketika ingin menjawab pertanyaan. Pada proses wawancara

Dokumen terkait