• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Waktu dan Periode Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada Maret 2022 dengan periode yang dibutuhkan selama kurang lebih 5 bulan. Adapun tabel waktu dan periode penelitian sebagai berikut:

Tabel 1. 1 Waktu dan Periode Penelitian No Tahapan Penelitian Bulan (Tahun 2022)

Maret April Mei Juni Juli

1. Penelitian Pendahuluan 2. Seminar Judul 3. Penyusunan Desk

Evalution

4. Seminar Desk Evalution

5. Pengolahan dan Analisis data

6. Menyusun Hasil Penelitian berbentuk Skripsi

7. Sidang Skripsi

19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pesan Moral dalam Video Klip a. Perkembangan Video Klip

Video Klip mulai disiarkan secara luas melalui televisi pada tahun 1980-an, melalui saluran MTV (Music Television) pada tahun 1981. Video klip diciptakan sebagai sebuah sarana promosi untuk memasarkan lagu, namun video klip mampu menjadi sarana ekspresif yang bernilai estetik untuk membangun dan/atau menciptakan makna penting sebuah lagu (Carson, 2010).

Menurut situs Britannica (Carson, 2010), The Beatles sebagai band pertama mengganti penampilan langsung dengan klip yang difilmkan pada akhir 1960-an. Mulainya video klip sebagai promosi penjualan digunakan oleh band-band punk yang tidak mampu untuk menampilkan penampilan mereka di gerai komersial konvensional. Pada tahun 1975 video klip menjadi gempar dengan Queen “Bohemian Rapsody”, membuktikan bagaimana video mampu meningkatkan secara tidak langsung mendefinisikan kualitas sebuah lagu (baik atau buruk kembali kepada audiens).

Kemudian MTV (Music Television) muncul pada tahun 1981 menjadi medium untuk menampilkan video klip yang diperlukan untuk memasarkan sebuah lagu. “Video Killed the Radio Star” dari The Buggles menjadi video klip pertama yang diputar di MTV. MTV secara konsisten menjadi stasiun yang menayangkan program musik, dengan konsep sederhana, yaitu memutar video klip selama 24 Jam tanpa henti (Yucki, 2021). Era MTV menggantikan video klip pertunjukan dengan pendekatan yang lebih konseptual dan memiliki karakterisitik dengan sentuhan pengeditan asosiatif, atmosfer yang didramatisi, dan penggunaan referensi pengambilan gambar/citra milik 20th Century dari film, fotografi berita, TV, lukisan, dan sebagainya.

Secara estetis, video klip sangat berkembang semenjak kemunculannya sehingga video klip dibuat menjadi lebih kreatif. Pada 1980-an, Michael Jackson dengan “Beat It” dan “Billie Jean” yang inovatif, menampilkan

20 koreografi yang sangat berpengaruh dan suasana paranoia seperti “Thriller”.

Madonna “Like Prayer” pada tahun 1989 dan “Justify My Love” pada tahun 1990 juga memberikan pengaruh besar pada pembuatan video klip yang konseptual, fenomenal, dan juga kreatif. Salah satu video klip yang terpengaruh dan menjadi sarana ekspresif yang membangun seperti Nirvana “Smells Like Teen Spirit” di tahun 1991, REM “Losing My Religion” di tahun 1991, atau David Bowie dengan “Let’s Dance” di tahun 1983, yang ketiga video klip tersebut menghadirkan makna penting dalam sebuah lagu (Carson, 2010).

Konsep full band performance merupakan konsep yang digunakan pada era musik rock alternatif dan punk rock 2000-an. Band-band seperti Coldplay, Linkin Park, hingga My Chemical Romance mendominasi tangga lagu di radio. Penampilan dengan formasi full band merupakan identitas bagi band tersebut, sehingga video klip tidak hanya sekadar video rekaman mentah saat sesi latihan di studi atau penampilan saat konser, melainkan dikembangkan menjadi skneario yang lebih sinematik seperti “The Kill” oleh 30 Seconds to Mars yang terinspirasi dari film “The Shining” (Yucki, 2021).

Pada abad ke-21, ketika pentingnya pemutaran video klip di MTV berkurang dan semakin banyak orang menonton video klip melalui Internet menggunakan perangkat elektronik dan perangkat seluler, pendekatan yang diambil oleh produser dan sutradara video klip mulai berubah. Citra melalui visual yang awal begitu rumit kemudian lebih fleksibel dan kurang padat, seperti penggunaan konsep unik dan pintar dengan pengambilan gambar di depan dan di tengah, sehingga penempatan gambar di tengah layar menjadi hal yang biasa (Carson, 2010).

Kehadiran internet pada abad ke-21, membuat kepopuleran televisi menurun. Menurut penelitian Magna Global, pada tahun 1999, pengeluaran iklan TV berada di angka 94,5 (dalam juta dolar) dan pengeluaran iklan digital hanya sebesar 4,8. Namun pada tahun 2017 ditetapkan bahwa pengeluaran iklan TV mencapai 178 dan untuk pengeluaran iklan digital berada diangka yang lebih tinggi yaitu 209 (Loesche, 2017). Melansir dari situs databoks (Dihni, 2022), hasil survei menyatakan bahwa internet menjadi media yang paling sering dipakai oleh masyarakat sebanyak 55,3%, sedangkan responden yang memilih televisi sebagai media yang sering digunakan sebanyak 36,1%.

21 Perubahan media ini kemudian digunakan para label musik untuk memasarkan video klip musisi mereka di platform internet, seperti YouTube.

YouTube sebagai platform video yang membawa perubahan besar terhadap distribusi video klip musik. Dengan musisi atau label musik yang memiliki saluran official sendiri, semakin bebas dalam mengontrol hak cipta hingga keuntungan akan hasil karyanya. YouTube pun memberikan kebebasan untuk mengeksekusi konsep apapun tanpa regulasi yang terdapat dalam televisi. Musik EDM dan Pop yang menguasai genre musik pada era 2010-an, memberikan karya seni visual yang identik dengan kehidupan hedonisme dan rave party yang secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup masyarakat luas. Nama-nama DJ dan Diva Pop pun semakin dikenali eksistensi nya, dengan merajai trend musik, memperlihatkan video klip yang kreatif dan memiliki karakteristik sehingga selalu dinantikan oleh para pendengarnya (Yucki, 2021).

Semenjak trend musik video klip, secara perlahan jumlah penonton dalam setiap video YouTube menjadi tolak ukur bagi seorang musisi.

“Gangnam Style” dari PSY yang dirilis pada 2012 menjadi video klip pertama di YouTube yang mampu meraih 1 miliar penonton. Dengan menampilkan tarian ikonik ala menunggangi kuda, terdapat sketsa komedi, memenuhi kriteria video klip yang memiliki berbagai hal yang dibutuhkan untuk populer;

It’s festive, it’s funny, it’s catchy. PSY menjadi musisi yang membuka jalan para idola K-Pop sehingga seperti saat ini yang menghadirkan demam K-Pop atau Korean Wave atau Hallyu (Yucki, 2021).

Industri musik K-Pop yang paling maksimal dalam menggunakan platform YouTube untuk mengunggah video klip sebagai alat promosi, hiburan, dan seni. Para fandom saling beradu jumlah penonton video klip idol K-Pop mereka hingga rela memutar ulang dan menghabiskan waktu seharian penuh. Sama seperti video klip budaya barat yang mengusung konsep penampilan langsung, video klip K-Pop dahulu lebih didominasi dengan tarian.

Berbeda dengan saati ini, yang memiliki elemen yang lebih variatif, dengan menyajikan tarian, gambar-gambar artistik, hingga pemilihan warna cerah dan mencolok namun nyaman dilihat (Yucki, 2021).

22 Perkembangan video klip yang berawal di MTV yang selalu ditunggu, hingga kini yang mampu ditonton kapan pun melalui platform YouTube, trend video klip menjadi salah satu media seni berpengaruh dalam budaya pop.

Video klip mulai beradaptasi mengikuti media yang baru, lebih fleksibel dan tidak kaku. Seperti visual yang disuguhkan lebih bebas dan tidak terpaku pada pengambilan gambar yang ideal. Namun tetap video klip tidak mengganti fungsinya sebagai sarana promosi dan representasi estetik dari lagu, bahkan semakin luas dengan globalisasi.

b. Tinjauan Video Klip

Relasi film dan video klip tidak dapat dipisahkan, karena video klip merupakan bagian dari film. Menurut Moller (2011), menjelaskan bahwa definisi video klip dalam The Cambridge Dictionary adalah sebuah film pendek yang diciptakan untuk memasarkan lagu populer. Dalam akhir esai nya, Moller menyimpulkan bahwa video klip adalah film pendek yang mengintegrasikan lagu dan gambar, diproduksi untuk promosi atau tujuan artistik. Untuk memahami apa itu video klip, perlu penjelasan sebuah film karena dari pernyataan sebelumnya bahwa video klip merupakan film pendek.

Penjelasan terhadap video klip pun kedepannya akan mengambil rujukan seputar pemahaman film, hal ini dilakukan peneliti karena kurangnya sumber literasi mengenai video klip yang berasal dari Indonesia. Kajian seputar video klip yang sedikit membuat peneliti memutuskan untuk menggunakan pengertian film.

Film sederhananya merupakan sebuah kumpulan gambar bergerak yang bercerita. Dengan mengambil pengertian film dari Ardiyanto (2007) bahwa gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari sebuah komunikasi massa secara visual. McQuail (1987) memahami film sebagai sarana yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang didalamnya terdapat cerita, lawak, peristiwa, drama, musik kepada khalayak umum. Pengertian film lainnya menurut Irawanto (dalam Sobur, 2018) adalah realitas yang berkembang dan hadir dalam masyarakat yang kemudian diproyeksikan ke dalam layar.

23 Film dan televisi sebenarnya tidak jauh berbeda, keduanya memiliki sistem bahasa sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda (Sardar &

Loon dalam Sobur, 2018). Terminologi tersebut menggunakan istilah yang berdasarkan unsur yang dekat, seperti pemotongan (cut), pengambilan gambar jarak dekat (close-up), pengambilan gambar jarak jauh (long shot), pembesaran gambar (zoom out), pengecilan gambar (zoom in). Sistem bahasa atau pengkodean ini merupakan cara bagi sutradara/pengarah acara untuk berkomunikasi lebih mudah dengan penata kamera dan kru produksi lainnya yang bertugas ketika sedang pengambilan gambar. Komando penyutradaraan tersebut perlu disadari oleh kru produksi dan kenyataan bahwa setiap sutradara memahami berbeda komando penyutradaraan, maka perlu sebuah technical meeting untuk menyamakan persepsi komando-komando kepada kru produksi (Naratama, 2013).

Peneliti menyantumkan film dan televisi karena keduanya merupakan media massa konvensional berbasis audio-visual, sama halnya dengan video klip, namun perbedaan terbesar yang dapat dilihat adalah pada kategori video klip yang saat ini berada dalam media baru dan menjadikan media baru sebagai media utama dalam promosi. Suatu pernyataan menarik didapat oleh peneliti dalam artikel Investopedia bertajuk “Movie vs. TV Industry: Which is More Profitable?”, didalamnya membahas terkait sektor hiburan mana yang lebih menguntungkan. Konklusi yang dipahami oleh peneliti yaitu studi besar Hollywood dapat menghasilkan keuntungan jutaan dolar dari satu film, sementara televisi kabel seperti HBO dapat menghasilkan uang dari serial tv besar, salah satunya “Game of Thrones” yang menghabiskan biaya jutaan dalam produksinya. Kerugian yang didapat oleh film maupun televisi tidak berbeda jauh, sehingga tidak ada jaminan bahwa salah satu media lebih unggul dibanding lainnya. Melihat dari suatu keuntungan, sulit untuk bersaing dengan media baru streaming seperti Disney+ yang mampu menghasilkan puluhan miliar dengan menggabungkan film dan televisi (Zipin, 2022).

Konklusi tersebut, justru menyebutkan sektor hiburan lain yang berada diluar perbandingan, antara film dan televisi. Video klip yang kini dipercaya dipublikasikan di media baru oleh musisi dan label musik untuk memasarkan lagunya, membuktikan popularitasnya yang lebih cepat menggapai audiens

24 baru dibandingkan melalui acara televisi. Media baru yang sebuah fenomena, mengalahkan kepopuleran media konvensional dalam menarik perhatian masyarakat dari segi kecepatan dan akses fleksibel terhadap penggunanya (pembahasan tersebut telah dibahas di sub-bab sebelumnya).

Sebagai media baru, media berbasis digital menjadi pilihan terbaik para perushaan yang bekerja di sektor hiburan untuk menghadirkan film-film dan serial yang kini berada dalam platform layanan streaming berlangganan seperti Netflix, Diseny+, Amazon Prime, HBO GO, dan sebagainya. YouTube sebagai platform penyedia video daring gratis, dipilih oleh pelaku industri musik untuk mengunggah video klip mereka di platform tersebut karena tidak memperlukan biaya untuk mengunggah video, juga terdapat iklan berupa adsense didalamnya yang menguntungkan para pengunggah didalam platform tersebut. Tidak seperti platform digital berlangganan, yang perlu membayar jasa untuk menempatkan hasil produksi film ataupun serial (sama halnya seperti bioskop dan stasiun televisi).

Melansir dari situs Rolling Stone, perusahaan Google yang menaungi YouTube telah membuat setiap indikasi bahwa mereka ingin tetap menjadi platform penyedia video daring unggulan industri, terutama dalam industri hiburan. Untuk mempertahankannya, diperlukan adaptasi dari platform, format, tetapi juga seniman yang bekerja sama dan menghidupkan upaya visual mereka dalam platform YouTube (Shaffer, 2020). Pernyataan ini mampu menjelaskan mengapa pelaku indsutri hiburan musik mengunggah video klip mereka di YouTube.

Video klip sendiri mampu dipahami sebagai penyutradaraan kreatif menurut Naratama dalam bukunya “Menjadi Sutradara Televisi: dengan Single dan Multi-camera”. Naratama (2013) memaparkan bahwa video klip mempunyai lima bahasa yang universal, yaitu bahasa ritme, bahasa nada, bahasa musikalisasi, bahasa lirik, dan bahasa penampilan. Bahasa tersebut merupakan faktor penting dalam video klip, sehingga sutradara ataupun musisi perlu memahami kelima bahasa tersebut sebelum melakukan tahap pra-produksi, dari pembuatan ide kreatif, story board, dan penataan artistik.

Sutradara video klip wajib memiliki wawasan musik yang cukup, dari pengetahuan akan jenis musik, alat musik, sejarah musik hingga karakteristik

25 pemain band. Wawasan tersebut penting untuk menghindari kesalahan persepsi antara audio dan visual, kesalahan tersebut mempengaruhi emosi yang akan dibangun dalam video klip, sehingga hanya akan ada penjelmaan visual semu.

Dalam pembuatan video klip terdapat story board yang dipengaruhi oleh dua konsep dasar kreatif visual, yaitu video klip bernuansa verbal dan video klip berbasis simbol. Video klip bernuansa verbal mengambil desain penggambaran yang disesuaikan dengan isi lirik lirik, sedangkan video klip berbahasa simbol tidak mengutamakan keselarasan gambar dan lirik, bahkan tidak ada hubungan akan keduanya (Naratama, 2013).

Video Klip dan Film memiliki relasi dalam sistem pengambilan gambar, menggunakan basis audio-visual, dan merupakan media massa. Video Klip yang merupakan film pendek, menjadi bagian dari film sehingga pemahaman film dapat digunakan dalam video klip. Yang membedakan secara besar adalah fleksibilitas video klip yang tidak perlu terpaku terhadap sistem pengambilan gambar namun menggunakan komposisi dasar pengambilan gambar film.

c. Pesan Moral dalam Video Klip

Sebuah video klip dan film dalam konteks relasional telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Untuk memahami video klip lebih dalam, maka pengertian film pun dapat digunakan. Film menurut Wibowo (2006) adalah suatu alat yang befungsi untuk menyampaikan bermacam pesan kepada khalayak umum dengan menggunakan media cerita, dan dapat diartikan sebagai media ekspresif yang artistik – bagi para seniman dan insan perfilman – untuk mengungkapkan ide dan gagasan cerita yang dimilikinya.

Film merupakan sebuah media komunikasi massa, maka terdapat pesan yang ingin disampaikan didalamnya. Komunikasi massa dipahami sebagai komunikasi yang menggunakan media massa dan dikelola oleh suatu lembaga, yang ditujukan kepada komunikan dalam skala besar diberbagai tempat, heterogen, dan anonim. Pesan yang disampaikan bersifat umum dan cepat, serentak, serta selintas (Mulyana, 2021). Menurut Pace dan Faules (dalam Mulyana, 2021), tindakan peserta yang terlibat dalam komunikasi didapati dua bentuk umum, yaitu penciptaan pesan dan penafsiran pesan. Inti dari

26 komunikasi menurut mereka adalah penafsiran (interpretasi) atas pesan tersebut, yang baik disengaja maupun tidak. Mengambil rujukan tersebut, pemahaman akan sebuah pesan dalam komunikasi ialah penting, sehingga tidak heran jika film selalu terdapat pesan moral didalamnya. Sebagai media yang penyebarannya ditujukan kepada khalayak, mempercepat penyampaian pesan yang ingin disampaikan oleh pelaku film.

Seperti apa yang dikemukakan Laura dalam tesisnya yang berjudul

“The Moral Possibilities of Mass Art”, melihat Aksesibilitas bahasa gambar yang digunakan oleh film berguna sebagai salah satu cara penyampaian pesan yang akan langsung dipahami oleh khalayak. Dengan demikian, film memiliki potensi untuk mendidik secara moral penontonnya dengan menyampaikan perspektif tertentu tentang masalah moral tertentu yang dapat membuat penonton berempati. Dalam terlibat secara imajinatif dengan perspektif etis dengan cara ini, sementara pada saat yang sama mengkritiknya, pemirsa dapat belajar dari skenario yang digambarkan (D’Olimpio, 2008).

Dari pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pesan moral adalah pesan yang mengandung nilai-nilai moral, yaitu nilai-nilai dalam berperilaku baik. Pesan yang disampaikan merupakan sebuah contoh tentang bagaimana seseorang bersikap/berperilaku/bertindak. Dalam video klip, pesan tersebut diterima oleh orang yang menontonnya dan memungkinkan moral dalam diri orang tersebut terpengaruh hingga mendapat sudut pandang baru.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pesan moral utilitarianisme sebagai aspek yang akan diteliti.

2.1.2 Filsafat Moral Utilitarianisme a. Etika dan Moral

Secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti cara berpikir, akhlak, kebiasaan, perasaan, dan tempat yang baik. Etika secara terminologis adalah melihat dari sudut baik atau buruk suatu perbuatan manusia (Blackburn, 2021). Dalam istilah filsafat, etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau dapat disebut ilmu tentang adat kebiasaan.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), etika adalah ilmu pengetahuan menganai asas-asas akhlak (Mufid, 2009). Etika dalam

27 pandangan Magnis-Suseno sebagai sarana orientasi bagi upaya manusia untuk mampu menjawab suatu pertanyaan yang begitu fundamental Etika bertujuan untuk membantu manusia dalam menentukan tindakan dalam hidup, agar manusia dapat mempertanggungjawabkan kehidupannya, dan mengerti sendiri mengapa manusia harus bersikap seperti ini maupun seperti itu (Magnis-Suseno, 2019). Etika merupakan pemikiran sistematis tentang moralitas, yang dihasilkan secara langsung terhadap suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Secara historis, etika sebagai upaya filsafat lahir karena keruntuhan tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani pada 2500 tahun yang lalu.

Karena suatu pandangan baik dan buruk saat itu mulai tidak dipercayai, filsuf-filsuf kala itu mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi perilaku manusia, untuk menentukan apa yang harus dianggap sebagai sebuah kewajiban (Magnis-Suseno, 2019).

Etika dibagi kedalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang kebaikan dan kewajiban moral, kumpulan asas yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu masyarakat ataupun golongan (Mufid, 2009). Untuk mencapai suatu pendirian dalam pandangan-pandangan moral, refleksi kritis etika dibutuhkan, karena etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika berusaha menjernihkan permasalahan moral dengan menuntut ungkapan pendapat-pendapat moral dipertanggungjawaban (Magnis-Suseno, 2019). Etika sering disebut sebagai filsafat moral, merupakan cabang yang membicarakan tindakan manusia dalam hubungannya dengan tujuan utama kehidupannya. Etika membahas baik-buruk atau benar-salah tingkah laku dan tindakan manusia sekaligus menyoroti kewajiban sebagai makhluk hidup yang berakal, yaitu sebagai manusia (Mufid, 2009). Etika menyelidiki dasar semua norma moral, sehingga etika mampu dibagi menjadi etika deskriptif dan etika normatif. Dalam etika deskriptif, etika memberi gambaran dari indikasi kesadaran moral, dari norma dan konsep-konsep yang etis. Sedangkan etika normatif berbicara apa yang sebenarnya harus atau wajib merupakan tindakan manusia, dengan menilai norma-norma setiap manusia ditentukan (Mufid, 2009).

Untuk memahami moral, perlu membedakan etika dan moral terlebih dahulu, sehingga pemaparan etika diatas adalah cara peneliti dalam memahami

28 moral. Magnis-Suseno (2019) menjelaskan etika sebagai sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Konsep yang mengatakan bagaimana kita harus hidup, bersikap, dan berperilaku, adalah moral. Lanjutnya, moral dapat diibaratkan seperti buku panduan bagaimana pengendara harus memperlakukan sepeda motor dengan baik, sedangkan etika memberikan pengendara sebuah pengertian mengenai sebuah struktur dan teknologi pada sepeda motor itu sendiri. Sehingga pemahaman singkat moral adalah sebuah ajaran yang menentukan manusia dalam berperilaku/bersikap. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, dan moral merupakan bidang kehidupan manusia ditinjau dari segi kebaikannya sebagai manusia (Magnis-Suseno, 2019). Mufid (2009) memaparkan dua kaidah dasar moral, kaidah sikap baik dan kaidah keadilan. Kaidah sikap baik pada dasarnya menuntun manusia dalam bersikap baik terhadap apapun dengan bagaimana sikap baik tersebut dinyatakan dalam bentuk yang konkret. Dalam kaidah keadilan, adalah kesamaan yang masih mempertimbangkan kebutuhan orang lain, yaitu kesamaan beban yang dipikul harus sama dan disesuaikan dengan kadar masing-masing.

Kata moralitas dan moral sering disandingkan bersamaan. Secara sederhana, moralitas adalah sifat moral atau nilai yang berkenaan dengan baik-buruk (Mufid, 2009). Magnis-Suseno (2019) membagi moralitas (sifat moral) menjadi empat, yaitu kebebasan, tanggung jawab, hati nurani, dan prinsip-prinsip moral dasar. Kebebasan adalah kemampuan manusia dalam menentukan dirinya sendiri. Moralitas, hanya ada dalam diri manusia karena manusia itu bebas. Manusia mempergunakan kebebasan di bawah bobot kewajiban yang besar, sehingga manusia semakin bebas apabila semakin bertanggung jawab. Louis (dalam Mufid, 2009) memaparkan batasan untuk implementasi kebebasan dan tanggung jawab sosial melalui pencarian prinsip, salah satunya adalah prinsip moral. Prinsip ini mengukur baik-buruk ditentukan oleh masyarakat, bukan oleh individu. Karena kebaikan individu tidak akan berarti bila masyarakat menyatakan hal tersebut sebagai keburukan, begitu pun sebaliknya. Dalam mengukur kebaikan manusia, tolak ukur/penilaian yang dipakai oleh masyarakat disebut sebagai norma moral.

Penilaian moral selalu berbobot, karena nilai dilihat bukan dari salah satu segi, melainkan sebagai manusia (Magnis-Suseno, 2019). Magnis-Suseno (2019)

29 menambahkan bahwa penilaian moral bukan hanya masalah perasaan, tetapi masalah kebenaran objektif. Dalam Mufid (2009), penilaian tersebut dipahami sebagai prinsip kesadaran moral. Kesadaran moral identik dengan universalitas, yaitu berlaku umum. Kesadaran moral yang dewasa, meninjau dari sensor perasaan bersalah (Superego) yang sehat dengan berpedoman pada kesadaran nilai dari kemampuan menyesuaikan diri dengan apa yang dinilainya sebagai tepat (Magnis-Suseno, 2019). Setidaknya ada tiga prinsip dasar dalam prinsip kesadaran moral, yakni sikap baik, keadilan, dan hormat terhadap diri sendiri. Prinsip keadilan dan hormat pada diri sendiri adalah bentuk syarat pelaksanaan sikap baik, sedangkan prinsip sikap baik merupakan dasar mengapa individu bersikap adil dan hormat (Mufid, 2009).

Melalui kaidah sikap baik yang dipaparkan Mufid (2009), selaras

Melalui kaidah sikap baik yang dipaparkan Mufid (2009), selaras

Dokumen terkait