• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Iklan menjadi salah satu senjata terkuat saat ini dalam menarik perhatian bahkan mengubah perspektif masyarakat mengenai suatu produk atau jasa. Contohnya pada saat Apple merilis iklan yang berjudul “1984” pada tahun 1984 dengan tujuan memperkenalkan produk Macintosh pertamanya.

Meski di dalam iklannya tidak terdapat informasi sedikitpun mengenai produk, namun dengan konsep iklan yang menarik mampu memberikan efek yang positif dalam membangun persepsi mengenai produk. Iklan dapat berupa audio, visual, maupun gabungan dari keduanya. Iklan merupakan bentuk komunikasi pemasaran yang paling dikenal oleh masyarakat dan digunakan untuk memberikan pesan tentang informasi produk kepada konsumen, yang juga dapat memberikan kesan tertentu terhadap produknya (Ulfa & Marta, 2017:77). Untuk menanamkan pesan secara menyeluruh dan tepat sasaran, iklan tidak bisa digunakan tanpa menggunakan strategi yang baik. Oleh karena itu, iklan termasuk ke dalam bagian elemen integrated marketing communication agar pesan dalam iklan dapat terintegrasi bersama elemen komunikasi pemasaran yang lain.

Integrated Marketing Communication (IMC) adalah serangkaian proses komunikasi pemasaran yang diintegrasikan melalui satu pesan yang sama agar pemasaran dapat meraih target luas dengan pesan komunikasi yang sama dan terpadu. Di dalam IMC terdapat elemen-elemen yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan secara menyeluruh. Elemen – elemen dari komunikasi pemasaran yaitu direct marketing, sales promotion, public relation, personal selling, advertising, word of mouth, event and experiences, dan interactive marketing (Firmansyah, 2020:35). Elemen tersebut digunakan sesuai dengan keperluan pemasar agar produk yang dipromosikan ke masyarakat dapat melalui berbagai saluran komunikasi namun tetap memberikan pesan yang sama. Dengan adanya IMC, iklan dapat berkolaborasi

2 dengan elemen lain untuk merepresentasikan suatu pesan atau makna agar lebih mudah diterima masyarakat.

Tidak jarang iklan-iklan yang dibuat oleh perusahaan merepresentasikan suatu kelas sosial di masyarakat yang sesuai dengan target pasar produk atau jasa yang dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip komunikasi (Mulyana, 2017:117) yang menyatakan bahwa semakin mirip latar belakang sosial-budaya, semakin efektiflah komunikasi.

Meski prinsip tersebut membahas mengenai komunikasi secara dasar, namun itu juga berlaku pada penerapan representasi kelas sosial dalam strategi pembuatan iklan. Tujuannya agar produk yang ditawarkan seolah-olah memiliki ‘latar belakang sosial-budaya’ yang sama dengan target pasarnya, khususnya latar belakang kelas sosial yang sama. Namun disisi lain, pemanfaatan adanya kelas sosial ini juga dapat mempertajam perbedaan di sisi masyarakat, karena bisa jadi produk yang digunakan dapat mencerminkan pada kelas sosial mana mereka berpijak.

Karl Marx adalah salah satu tokoh yang meneliti secara mendalam mengenai kelas sosial, sebagai bentuk kritik terhadap adanya perbedaan yang kuat di masyarakat dari segi kesejahteraan hidup. Lenin (dalam Magnis-Suseno, 2005) mendefinisikan kelas sosial sebagai “golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi”. Karl Marx membagi kelas sosial menjadi tiga yaitu kaum borjuis atau kapitalis, kaum menengah, dan kaum proletar. Meski begitu Marx memasukkan kelas kaum menengah kepada kaum kapitalis karena kaum menengah cenderung mendukung kaum borjuis. Kelas sosial ini digambarkan dengan bagaimana perbedaan kontras antara kelas sosial satu dengan kelas sosial lainnya, baik dibedakan menurut ekonomi, ataupun budaya. Kelas sosial dimunculkan dalam iklan sebagai upaya untuk memperjelas posisi mereka di masyarakat kelas mana, agar produk tersebut lebih cepat diterima di kelas sosial tertentu. Jika produk tersebut ditujukan untuk masyarakat kelas borjuis, maka iklan akan memunculkan representasi kelas borjuis, begitupun jika iklan tersebut ditujukan kepada masyarakat kelas proletar.

3 Objek dari penelitian ini adalah iklan produk dari salah satu perusahaan terbesar di dunia yang bergerak dalam sektor teknologi, yaitu Apple. Apple adalah perusahaan yang berfokus pada bidang komputer pribadi, peripheral komputer dan perangkat lunak komputer (Shalihah, 2020). Apple didirikan Steve Jobs dan Steve Wozniak pada tahun 1976 dan masih bertahan hingga saat ini. Produk Apple yang masih ada saat ini mencakup Mac (laptop dan komputer), iPad, iPhone, Apple Watch, Apple TV, dan Apple Music. Alasan mengapa Apple digunakan dalam penelitian ini adalah karena Apple memiliki citra merek yang berbeda dengan kompetitornya, dan cenderung memiliki kesan terhadap suatu kelas sosial tertentu. Harga dari produk Apple yang tinggi cenderung ditujukan untuk masyarakat kelas sosial atas, atau masyarakat yang memiliki taraf ekonomi yang tinggi. Harga yang tinggi tidak menjadi halangan bagi Apple untuk menjadi perusahaan paling kuat dan mencapai top of mind.

Sampai penelitian ini dibuat, Apple berhasil menjadi perusahaan teknologi dengan market cap tertinggi, dengan total $2.362 triliun (Companies Market Cap, 2021). Hal ini membuktikan bahwa produk Apple sangat disukai masyarakat, khususnya iPhone, yaitu smartphone dari Apple. Produk iPhone pertama kali diumumkan oleh Steve Jobs pada tahun 2007. Seiring waktu, iPhone selalu berhasil meraih peringkat tinggi dalam penjualan dibanding kompetitor. Pencapaian terbesar Apple pada produk iPhone adalah iPhone 6 dan iPhone 6 Plus yang berhasil meraih peringkat ketiga pada urutan ponsel dengan penjualan terbaik sepanjang sejarah (All Top Everything, 2021).

Iklan menjadi salah satu faktor keberhasilan Apple dalam menjual iPhone kepada masyarakat. Apple memahami bahwa iklan perlu menunjukkan representasi dari penggunanya. Dalam iklannya, Apple selalu menunjukkan representasi dari kelas sosial atas sebagai target utama pasar mereka, seperti pada iklan iPhone 11 yang berjudul “Introducing iPhone 11 — Apple” dan iPhone 12 yang berjudul “Meet iPhone 12 — Apple”. Iklan yang ditunjukkan biasanya menampilkan pengguna-pengguna iPhone dari berbagai latar belakang budaya dan ras berbeda namun tetap memiliki satu kesamaan, mereka sama-sama terlihat kaya dan bahagia.

Dalam iklan “Introducing iPhone 11 – Apple”, iklan dimulai dengan suara alarm pagi dan persiapan pengguna iPhone 11 untuk bekerja. Selama

4 adegan diperlihatkan rumah yang luas, kendaraan mobil, pekerjaan kantoran, belanja ke mall, bermain game, hingga pesta. Apple menunjukkan bahwa pengguna iPhone adalah masyarakat yang memenuhi kriteria yang Apple perlihatkan di iklan. Seperti pada Gambar 1.1 dibawah. Gambar tersebut adalah cuplikan dari iklan “Introducing iPhone 11 – Apple” yang menunjukkan bahwa pengguna iPhone 11 adalah mereka yang memiliki rumah luas, elegan, dan mewah.

Gambar 1. 1 Iklan "Introducing iPhone 11 - Apple"

(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=IPvSAtAsMM4) Representasi kelas sosial pada iklan iPhone 11 terlihat serupa pada iklan iPhone 12 yang berjudul “Meet iPhone 12 – Apple”. Iklan yang berdurasi 1 menit 45 detik ini dimulai dengan memperlihatkan pengguna iPhone 12 yang sedang mengunduh film di Apple TV+ dan mendengarkan musik menggunakan AirPods Pro. Setelah itu diperlihatkan juga pengguna iPhone 12 bermain skateboard, foto di tempat yang estetik, selfie, hingga bermain game.

Di iklan ini juga diperlihatkan kehidupan sehari-hari masyarakat kota yang ramai dari pagi hingga malam, termasuk bertemu teman dan liburan. Iklan ini ditutup dengan pengenalan iPhone 12 mini sebagai salah satu lini dari iPhone 12 series. Sama seperti iPhone 11, iklan ini menunjukkan kegiatan sehari-hari para pengguna iPhone di kota dengan segala kehidupan sosialnya yang merepresentasikan kelas sosial atas. Contoh dari representasi kelas sosial tersebut digambarkan pada Gambar 1.2. Gambar di bawah merupakan salah satu adegan iklan “Meet iPhone 12 – Apple” yang merepresentasikan kelas sosial atas. Gambar tersebut menunjukkan gaya hidup pengguna iPhone yang

5 tinggi dan sering berkunjung ke tempat yang mewah, ditemani pakaian-pakaian yang mahal.

Gambar 1. 2 Iklan “Meet iPhone 12 – Apple”

(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=65JrtwtTOdc)

Namun, saat perilisan lini iPhone 13 yaitu iPhone 13 Mini, iPhone 13, iPhone 13 Pro, dan iPhone 13 Pro Max pada September 2021, Apple justru membuat iklan dengan sudut pandang cerita yang berbeda sebagai bentuk pengenalan iPhone 13, seperti pada Gambar 1.3 di atas. Gambar tersebut menunjukkan cuplikan iklan iPhone 13 yang berjudul “Introducing iPhone 13

| Apple” diunggah di YouTube pada 15 September 2021. Iklan ini menunjukkan bagaimana seorang kurir sedang buru-buru dan berjuang mengantarkan paket dari pagi hingga malam hari. Tidak seperti iklan-iklan Apple sebelumnya, iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” ini hanya memperlihatkan satu perspektif saja, yaitu kurir yang menggunakan iPhone 13.

Pekerjaannya sebagai kurir dengan pakaian dan kendaraan seadanya disertai durasi kerja yang lama menunjukkan bahwa dia termasuk kelas pekerja. Meski begitu, dia adalah pengguna iPhone 13, produk Apple yang tergolong mahal.

Dalam iklan ini, Apple seolah ingin menunjukkan tidak hanya masyarakat kelas sosial atas saja yang bisa menggunakan iPhone, atau bahkan kelas sosial tidak berlaku untuk Apple karena mereka ingin mengejar semua kalangan masyarakat sebagai perusahaan yang sudah menjadi top of mind. Salah satu contoh bentuk representasi kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” terdapat pada Gambar 1.3, yang merupakan cuplikan dari iklan tersebut. Dalam gambar di bawah diperlihatkan seorang kurir dengan motor

6 tuanya sedang mempersiapkan paket-paket yang perlu dikirimkan pada hari itu.

Gambar 1. 3 Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple”

(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=m43rh-pI0P0)

Terdapat beberapa penelitian mengenai representasi kelas sosial dalam iklan dan juga penelitian mengenai produk iPhone di Indonesia. Salah satunya adalah penelitian yang berjudul “Representasi Kelas Sosial dalam Iklan Sosro”

(Budiasa, 2016). Hasil dari penelitian tersebut yaitu terdapat bentuk dominasi kelas sosial melalui simbol-simbol yang ditampilkan dalam iklan, lalu terdapat penguatan pengaruh neoliberalisme yang ditutupi dengan hubungan sosial antar kelas (Budiasa, 2016:38). Contoh penelitian lainnya yang mendekati topik peneliti adalah jurnal yang berjudul “Analisis Comparative Promotion Iklan iPhone dalam Teori Semiotika” (Kuspriyono, 2020). Penelitian ini menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa beberapa iklan pop-up iPhone yang bertemakan komparasi dengan produk kompetitor. Di dalamnya terdapat makna denotasi dan konotasi yang dimunculkan dalam visual. Iklan tersebut membujuk penonton untuk beralih menggunakan iPhone dibanding kompetitornya dengan menunjukkan keunggulan-keunggulan iPhone secara comparative. Meski begitu, penelitian ini tidak membahas dari sudut pandang kelas sosial.

Setelah meneliti jurnal-jurnal yang ada, peneliti bermaksud untuk melanjutkan penelitian mengenai representasi kelas sosial dalam iklan. Disini peneliti memilih iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” karena pengemasan cerita yang kontradiktif dengan iklan-iklan iPhone sebelumnya. Alih-alih menunjukkan kehidupan kelas sosial atas seperti iklan iPhone 11 dan iPhone

7 12, Apple menunjukkan kehidupan sehari-hari kurir dalam mengantarkan paket. Kurir sebagai representasi pekerja kelas bawah ini menggunakan iPhone 13, produk dari Apple yang harganya tinggi. Harga peluncuran iPhone 13 saat ini adalah $799 atau sekitar Rp. 11.237.495,55. Bahkan untuk konsumen di Amerika sebagai tuan rumah Apple, harga iPhone ini masih terbilang tinggi terutama untuk yang berprofesi sebagai kurir. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata penghasilan pekerja kurir di Amerika pada tahun 2021 berkisar $2.703 per bulan atau sekitar Rp. 38.016.208,35. (Job and Salary Abroad, 2021).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan semiotika. Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” ini akan dilihat setiap adegannya dengan di screenshot lalu dianalisis menggunakan teori semiotika, khususnya semiotika sosial Theo Van Leeuwen. Semiotika sosial digunakan dalam penelitian ini karena proses representasi makna pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” tidak hanya dengan memahami tanda yang diperlihatkan, tetapi konteks apa yang ada di sekitar tanda-tanda, memahami makna yang ingin Apple tanamkan kepada penonton, dan dampaknya kepada masyarakat. Dengan semiotika Theo Van Leeuwen, peneliti akan memilih scene yang berpotensi merepresentasikan kelas sosial, menganalisisnya menggunakan empat elemen dimensi semiotika yaitu discourse, genre, style, dan modality.

Penelitian ini penting untuk dibahas karena Apple mencoba pendekatan kontradiktif di iklan “Introducing iPhone 13 | Apple”, yaitu dengan merepresentasikan kelas sosial yang berbeda dengan iklan-iklan sebelumnya.

Apple seolah ‘memaksa’ kelas sosial bawah untuk menggunakan produk-produknya yang mahal. Dengan adanya penelitian ini, pembaca bisa memahami bagaimana cara Apple sebagai perusahaan smartphone terbesar di dunia membangun sebuah representasi kelas sosial lewat iklan, sebagai salah satu media yang digunakan dalam komunikasi pemasaran mereka yang terintegrasi. Penelitian ini juga sekaligus mengkritisi tindakan kontradiktif Apple yang menunjukkan representasi kelas sosial bawah dalam iklan produk yang biasanya ditujukan pada kelas sosial atas.

8 1.2. Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini yaitu “Menganalisis Representasi Kelas Sosial dalam iklan ‘Introducing iPhone 13 | Apple’”

1.3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan peneliti pada latar belakang, maka peneliti merumuskan masalah penelitian yang diuraikan menjadi sebagai berikut :

1. Bagaimana representasi tanda kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” melalui dimensi semiotika sosial genre dan style?

2. Bagaimana makna tanda kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple?” melalui dimensi semiotika sosial modality dan discourse?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui representasi tanda kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” melalui dimensi semiotika sosial genre dan style?

2. Mengetahui makna tanda kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple?” melalui dimensi semiotika sosial modality dan discourse?

1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1. Kegunaan Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan rujukan kepada peneliti lainnya mengenai analisis representasi kelas sosial pada suatu media.

2. Menjadi rujukan penelitian lainnya yang menggunakan metode semiotika Theo Van Leeuwen.

9 1.5.2. Kegunaan Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat :

1. Mampu memberikan sumbangsih pemikiran mengenai pengemasan tanda dalam iklan yang berpotensi merubah persepsi penonton terhadap produk atau jasa iklan tersebut.

2. Mampu memberikan referensi mengenai pemahaman realita suatu tanda melalui pandangan semiotika sosial.

1.6. Waktu dan Periode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2021 hingga Februari 2022. Berikut dibawah ini merupakan penjelasan mengenai pembagian waktu dan periode penelitian.

Tabel 1. 1 Waktu dan Periode Penelitian (Sumber : Olahan Penulis, 2021)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian 2.1.1. Pembagian Kelas Sosial

Alex Sobur (2014:368) mendefinisikan kelas sosial sebagai

“Sekelompok orang yang digolongkan menurut kedudukan relatif mereka dalam ekonomi dan sosial (yakni kelas atas, kelas menengah, kelas buruh, kelas bawah”. Menurut Dahrendorf (dalam Aji, 2015:36), kata ‘kelas sosial’ dipopulerkan pertama kali oleh penguasa Romawi Kuno. Pada saat itu, kelas sosial diidentikan dengan penggolongan masyarakat berupa masyarakat golongan kaya dan golongan miskin. Lalu pada abad ke-18, penggunaan kata kelas sosial oleh ilmuwan Eropa dikaitkan dengan status sosial atau kedudukan. Dan pada abad ke-19, status sosial identik dengan kesenjangan sosial dari sisi ekonomi masyarakat, yang nantinya akan dipopulerkan oleh Karl Marx.

Karl Marx merupakan salah satu tokoh dunia yang terkenal karena pemikirannya mengenai sistem di masyarakat. Karl Marx lahir di kota Trier di distrik Moselle, Prussian Rhineland, Jerman, pada tanggal 5 Mei 1818 (Bahari, 2010:1). Pengaruhnya yang besar itu dibuktikan dengan nama Karl Marx yang menduduki urutan ke-27 dari 100 tokoh yang paling berpengaruh sepanjang masa. Salah satu sumbangsih dari Karl Marx yaitu konsep perjuangan kelas yang membahas perjuangan kaum buruh untuk bangkit mempertahankan hak dan kebebasan mereka dari ‘kuda tunggangan’ kaum kapitalis (Ismail & Basir, 2012:27). Konsep tersebut adalah dasar dari kelas sosial.

Seluruh pemikiran Karl Marx berdasarkan praanggapan bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial (Magnis-Suseno, 2005:110). Karl Marx tidak mendefinisikan kelas sosial secara eksplisit, namun konsep Marx mengenai kelas sosial ini muncul sebagai akibat dari hubungan-hubungan penindasan dan

11 pendominasian suatu kelompok lain dalam sistem produksi (Ismail

& Basir, 2012:29) sehingga memunculkan kesenjangan dalam masyarakat dari segi ekonomi. Pemikiran Marx mengenai kelas sosial juga dipengaruhi oleh ketidakpuasannya Marx terhadap pemikiran Hegel mengenai dialektika, dimana menurut Marx hanya sampai tahap teoritis saja dan tidak berpengaruh secara langsung di masyarakat (Syafaat, 2017:2). Marx menjelaskan bahwa pelaku-pelaku utama perubahan sosial bukanlah individu-individu, melainkan kelas-kelas sosial secara luas (Magnis-Suseno, 2005:113).

Dalam membagi kelas sosial, terdapat beberapa karakteristik atau dasar pembentukan yang mempengaruhinya. Dasar pembentukan tersebut yaitu ukuran kekayaan, ukuran kepercayaan, besaran kekuasaan, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan dan pendidikan (Bungin, 2008:50). Karl Marx membagikan kelas sosial di masyarakat menjadi dua (Ismail & Basir, 2012:29), yaitu sebagai berikut.

a. Kelas Sosial Atas/Borjuis/Kapitalis

Kelas borjuis atau disebut juga kelas pemilik modal adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi dan menguasai proses pengeluaran secara keseluruhannya.

Kelas borjuis juga kelas yang ekonominya terbantu dari laba produksi. Alat produksi yang mereka miliki perlu digerakkan oleh manusia atau nantinya disebut kaum proletar, karena kaum borjuis ini meniginkan pemberian upah serendah mungkin karena akan berdampak kepada keuntungan yang mereka dapatkan (Syafaat, 2017:3).

Eksploitasi ini akan menyebabkan semakin banyaknya kaum proletariat yang miskin dan bahkan tidak sanggup membeli produk yang mereka hasilkan sendiri melalui alat produksi kaum borjuis.

12 b. Kelas Sosial Bawah/Proletariat/Buruh

Kelas proletariat atau kaum buruh dianggap sebagai

‘objek’ dalam proses pengeluaran dengan menjual tenaga kerja mereka dan mendapatkan gaji atau upah yang rendah.

Kelas buruh juga disebut sebagai kelas yang hidup dari upah yang diberikan oleh kelas borjuis. Eksploitasi yang mereka rasakan dari kaum borjuis akan memunculkan unsur

‘antagonisme kelas’ atau rasa ingin yang kuat untuk bebas dari penindasan. Keinginan ini yang menjadi dasar munculnya protes kepada kaum borjuis dan berusaha merubah sistem masyarakat yang ada agar lebih adil.

Sebenarnya Marx menyebut satu kelas lagi diantara kelas borjuis dan kelas proletar yaitu kelas menengah, namun kelas tersebut cenderung mendukung kapitalis sehingga kelas ini dapat dimasukkan ke dalam kelas borjuis atau kapitalis.

Kedua kelas diatas pada hakikatnya saling membutuhkan, karena kelas borjuis atau kelas pemilik modal tidak bisa menjalankan alat produksinya tanpa kelas buruh. Begitupun sebaliknya, kelas buruh tidak bisa menjalankan produksi jika tidak memiliki alat produksi. Tetapi kenyataannya ketergantungan antara dua kelas itu tidak seimbang (Magnis-Suseno, 2005:114). Kaum buruh tidak akan bisa bertahan lama jika tidak bekerja karena ekonominya yang kurang. Namun dari sisi kaum borjuis, meski mereka tidak memiliki kaum buruh untuk dipekerjakan, mereka masih dapat bertahan hidup lebih lama. Kelas borjuis lebih diuntungkan karena mereka tidak perlu bekerja sendiri, karena dapat hidup dari pekerjaan kelas buruh (Magnis-Suseno, 2005:115). Tidak jarang kaum buruh melakukan pekerjaan melebihi dari waktu yang diperlukan hanya demi keuntungan si pemilik modal. Hubungan antara kelas borjuis dan kelas proletar ini merupakan hubungan kekuasaan, yang satu berkuasa atas yang lain (Magnis-Suseno,

13 2005:115). Ketidakseimbangan ini lah yang menyebabkan munculnya gerakan perjuangan kelas buruh.

Solusi dari Karl Marx terhadap penindasan sistem kapitalis kepada kaum bawah ini adalah dengan pemahaman komunisme.

Menurut Marx (Ismail & Basir, 2012:31), proses perubahan sejarah bergerak melalui komunisme primitif, feudalisme, kapitalisme, lalu berubah menjadi sosialisme, dan berakhir menjadi komunisme.

Perubahan sejarah ini diawali dengan revolusi kaum buruh (proletariat) yang mewakili suara masyarakat. Langkah untuk merubah sistem kapitalis tersebut harus diawali dengan diambilnya kekuasaan negara oleh kaum proletariat agar mereka ‘memiliki akses’ untuk menggulingkan sistem kapitalisme. Alih-alih digulingkan total, Marx lebih setuju jika kuasa negara diambil alih oleh kaum buruh meski sementara, agar kuasa tersebut digunakan untuk memperjuangkan hak masyarakat yang tertindas.

Munculnya kelas sosial ini tidak hanya saat Karl Marx hidup atau di era sebelumnya, namun di setiap era yang berbeda-beda sesuai dengan bagaimana ekonomi bekerja saat itu. Akan selalu ada kelas atasan baru setiap munculnya tahap baru di kemajuan teknologi. Bahkan di era saat ini, kelas borjuis dan kelas proletar masih ada sebagai pembatas antara adanya masyarakat. Hal ini menyebabkan para penyedia produk dan jasa berusaha memahami jati diri produk atau jasanya ditujukan ke kelas mana, baik borjuis/kelas atas, proletar/kelas bawah, atau bahkan keduanya.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis representasi dari kelas sosial yang ditunjukkan di adegan-adegan dalam iklan

“Introducing iPhone 13 | Apple” berdasarkan kelas sosial yang dicetuskan oleh Karl Marx.

2.1.2. Hegemoni Antonio Gramsci dalam Kelas Sosial

Pemikiran-pemikiran Karl Marx menginspirasi dan diadaptasi oleh berbagai tokoh di dunia, salah satunya adalah Antonio Gramsci.

Gramsci adalah seorang aktivis politik yang lahir pada tahun 1891 di

14 Sardinia (Strinati, 2016:199). Dia pergi ke Turin pada tahun 1991 sebagai mahasiswa dan setelah itu terlibat dalam jurnalisme dan aktivitas politik sebelum ditangkap oleh pemerintah fasis pada tahun 1926 (Strinati, 2016:199). Karier Gramsci tidak terlepas dari aktivitas dan perjuangan politik, sehingga menjadikan Gramsci sosok unik sebagai seorang teoretikus. Beliau membentuk gagasannya secara langsung dari pengalaman-pengalamannya di dunia politik mulai dari represi-represi politis hingga kesukaran yang dialami. Gramsci berpikiran bahwa Marxisme tidak hanya sebagai pengetahuan yang konsepnya perlu didalami saja, ataupun bukan semata-mata sebagai perspektif ketika melihat dunia, melainkan sebagai sebuah teori politik yang berfokus pada peran kelas pekerja (Strinati, 2016:199). Maka dari itu Antonio Gramsci erat kaitannya dengan pemahaman marxisme, meskipun pada prakteknya tidak semua sesuai dengan apa yang Marx

14 Sardinia (Strinati, 2016:199). Dia pergi ke Turin pada tahun 1991 sebagai mahasiswa dan setelah itu terlibat dalam jurnalisme dan aktivitas politik sebelum ditangkap oleh pemerintah fasis pada tahun 1926 (Strinati, 2016:199). Karier Gramsci tidak terlepas dari aktivitas dan perjuangan politik, sehingga menjadikan Gramsci sosok unik sebagai seorang teoretikus. Beliau membentuk gagasannya secara langsung dari pengalaman-pengalamannya di dunia politik mulai dari represi-represi politis hingga kesukaran yang dialami. Gramsci berpikiran bahwa Marxisme tidak hanya sebagai pengetahuan yang konsepnya perlu didalami saja, ataupun bukan semata-mata sebagai perspektif ketika melihat dunia, melainkan sebagai sebuah teori politik yang berfokus pada peran kelas pekerja (Strinati, 2016:199). Maka dari itu Antonio Gramsci erat kaitannya dengan pemahaman marxisme, meskipun pada prakteknya tidak semua sesuai dengan apa yang Marx

Dokumen terkait