• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI KELAS SOSIAL DALAM IKLAN (Analisis Semiotika Pada Iklan Introducing iphone 13 Apple )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "REPRESENTASI KELAS SOSIAL DALAM IKLAN (Analisis Semiotika Pada Iklan Introducing iphone 13 Apple )"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI KELAS SOSIAL DALAM IKLAN (Analisis Semiotika Pada Iklan “Introducing iPhone 13 |

Apple”)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Marketing Communication

Disusun Oleh:

Mohammad Restu Ardiansyah 1502184160

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG

2022

(2)

i

REPRESENTASI KELAS SOSIAL DALAM IKLAN (Analisis Semiotika Pada Iklan “Introducing iPhone 13 |

Apple”)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Marketing Communication

Disusun Oleh:

Mohammad Restu Ardiansyah 1502184160

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG

2022

(3)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

REPRESENTASI KELAS SOSIAL DALAM IKLAN (Analisis Semiotika Pada Iklan “Introducing iPhone 13 |

Apple”) SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Marketing Communication

Disusun Oleh:

Mohammad Restu Ardiansyah 1502184160

Pembimbing

Arie Prasetio, S.Sos., M.Si NIP 14800025

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG

2022

(4)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas akhir ini dengan judul:

“REPRESENTASI KELAS SOSIAL DALAM IKLAN (Analisis Semiotika Pada Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple”)”

Adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan kecuali melalui pengutipan sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku. Saya bersedia menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila ditemukan pelanggaran terhadap etika keilmuwan dalam tugas akhir.

Bandung, 22 Februari 2022 Yang membuat pernyataan

M. Restu Ardiansyah NIM : 1502184160

(5)

iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

“Para ver de manera diferente, primero debemos pensar diferente.”

“Jika kamu ingin mendapatkan hasil yang berbeda, kamu harus melihat dengan cara yang berbeda.”

KUPERSEMBAHKAN TUGAS AKHIR INI UNTUK:

1. Orang tua saya yang tercinta

Ibu Nur Eti Suryati, SE., dan Bapak Ahyar Sutisna, SE.

2. Dosen Pembimbing yang telah berjasa besar dalam penyusunan skripsi ini, Pak Arie Prasetio, S.Sos., M.Si.

3. Diri saya sendiri yang telah berjuang hingga saat ini.

TEMAN-TEMANKU:

Tasya Diva Alfira, Alfi Karunia Nilasari, Hasmel Ahya Janadi, Rafi Zikrul Fakhri Sangadji, Rafi Maulidhani Utama, Namira Liana Syafitra, Firda Raudhah Marsila,

Nabila Martina Sofyan, dan Demi Emas Sakti.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Peneliti panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas pemberian nikmat dan karunia yang tidak terukur.

Alhamdulillah, berkat ridho dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “REPRESENTASI KELAS SOSIAL DALAM IKLAN (Analisis Semiotika Pada Iklan ‘Introducing iPhone 13 | Apple’)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom.

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Universitas Telkom, khususnya Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis atas kesempatan dan ilmu yang diberikan selama ini. Tidak lupa juga peneliti ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu Ibu Nur Eti Suryati, SE., dan Bapak Ahyar Sutisna, S.E.

atas dukungan baik dari dukungan moril maupun materil. Semoga Ibu dan Bapak selalu diberi kesehatan, rezeki, dan keberkahan di setiap usia dan langkahnya, Aamiin Allahuma Aamiin.

Peneliti menyadari bahwa Skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, peneliti mengucapkan terima kasih sebanyak- banyaknya kepada semua pihak yang turut terlibat dalam penyusunan skripsi ini.

1. Kepada Pak Arie Prasetio, S.Sos., M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan kontribusi besar baik berupa perhatian, pikiran, maupun waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan saran pagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini/

2. Kepada Bapak/Ibu penguji, baik penguji proposal maupun penguji tugas akhir yang memberikan arahan, saran, dan kritik yang membangun untuk skripsi ini.

3. Kepada seluruh dosen pengajar Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, wawasan, pemahaman, serta pengalamannya kepada peneliti selama ini.

4. Kepada seluruh staf administrasi Program Studi Ilmu Komunikasi atas informasi dan dukungan administrasi sehingga peneliti dapat sampai ke titik ini.

(7)

vi 5. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2018 yang telah bekerjasama dengan baik secara langsung maupun tidak langsung.

6. Kepada semua pihak yang peneliti tidak dapat sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan maupun dukungan, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan baik dalam teknik penulisan, struktur bahasa, ataupun persepsi ilmiah. Untuk itu, peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

Peneliti juga berharap semoga skripsi ini dapat menjadi manfaat bagi diri peneliti maupun bagi mahasiswa Universitas Telkom.

Bandung, 22 Februari 2022

M. Restu Ardiansyah

(8)

vii

ABSTRAK

Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” adalah iklan yang berisi pesan kontradiktif dimana perusahaan dengan stigma yang identik dengan kelas sosial atas justru memperlihatkan pekerja kurir sebagai representasi kelas sosial bawah. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui representasi tanda kelas sosial sekaligus mengetahui makna tanda kelas sosial secara keseluruhan pada iklan tersebut. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika sosial Theo Van Leeuwen.

Dalam menganalisis iklan tersebut, peneliti menggunakan empat dimensi semiotika sosial yaitu genre, style, modality, dan discourse. Dari dimensi genre, iklan ini dikemas sebagai video yang menceritakan perjuangan kurir di Barcelona. Dimensi style yang diperlihatkan menggambarkan kurir yang berpakaian kasual dan mengendarai motor tua. Melalui dimensi modality, iklan tidak seluruhnya merepresentasikan realita, khususnya atribut yang dikenakan dan kepemilikan iPhone 13 oleh kurir tersebut. Melalui dimensi discourse, wacana iklan ini yaitu membuat iklan yang berisi hegemoni melalui Ideological State Apparatus (ISA), yaitu memperkenalkan iPhone 13 dan membujuk kelas sosial bawah untuk membelinya agar Apple mendapatkan keuntungan lebih sekaligus merubah stigma Apple yang selalu diasosiasikan dengan kelas atas. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu iklan tersebut merupakan bentuk hegemoni yang diciptakan Apple agar kelas sosial bawah dapat terbujuk untuk membeli produk mahal yang tidak mereka butuhkan, sehingga berpotensi menciptakan perilaku konsumtif di masyarakat kelas tersebut.

Kata Kunci : Representasi, Kelas Sosial, Iklan Apple, Semiotika Theo Van Leeuwen

(9)

viii

ABSTRACT

“Introducing iPhone 13 | Apple” is an ad that contains a contradictory message where companies with a stigma that are identical with the upper social class actually show courier workers as representatives of the lower social class. This study was made to determine the representation of social class signs as well as to know the overall meaning of social class signs in the advertisement. Researchers used qualitative research methods with Theo Van Leeuwen's social semiotic approach. In analyzing the advertisement, the researcher used four dimensions of social semiotics, namely genre, style, modality, and discourse. From the genre dimension, this ad is packaged as a video that tells the story of the courier's struggle in Barcelona. The style dimension shown a courier who wears casual clothes and rides an old motorbike.

Through the modality dimension, the ad did not entirely represent reality, especially the attributes he worn and the ownership of iPhone 13 by the courier. Through the discourse dimension, this ad’s discourse is to create advertisements that containing hegemony through the Ideological State Apparatus (ISA), which introduces the iPhone 13 and persuades the lower social classes to buy it so that Apple gets more profit while at the same time changing the stigma of Apple which is always associated with the upper class. The conclusion of this study is that ad is a form of hegemony created by Apple so that the lower social class can be persuaded to buy expensive products that they do not need, thereby potentially creating consumptive behavior in that class society.

Keywords: Representation, Social Class, Apple Advertising, Semiotics Theo Van Leeuwen

(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 8

1.3. Identifikasi Masalah ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Kegunaan Penelitian ... 8

1.6. Waktu dan Periode Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian ... 10

2.2. Penelitian Terdahulu ... 38

2.3. Kerangka Pemikiran ... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

3.1. Paradigma Penelitian ... 53

3.2. Metode Penelitian ... 54

3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 56

(11)

x

3.4. Unit Analisis Data ... 58

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.6. Teknik Analisis Data ... 63

3.7. Teknik Keabsahan Data ... 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 66

4.1. Karakteristik Objek Penelitian ... 66

4.2. Hasil Penelitian ... 67

4.3. Pembahasan ... 104

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 124

5.1. Simpulan ... 124

5.2. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127

LAMPIRAN ... 132

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Iklan "Introducing iPhone 11 - Apple" ... 4

Gambar 1. 2 Iklan “Meet iPhone 12 – Apple” ... 5

Gambar 1. 3 Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” ... 6

Gambar 2. 1 Iklan 'Galaxy A52 | A72: Official Introduction Film | Samsung' ... 16

Gambar 2. 2 Iklan ‘Ramayana Ramadhan #KerenLahirBatin Menyambut Lebaran’ 18 Gambar 4. 1 ... 67

Gambar 4. 2 ... 68

Gambar 4. 3 ... 70

Gambar 4. 4 ... 73

Gambar 4. 5 ... 75

Gambar 4. 6 ... 76

Gambar 4. 7 ... 76

Gambar 4. 8 ... 79

Gambar 4. 9 ... 80

Gambar 4. 10 ... 83

Gambar 4. 11 ... 85

Gambar 4. 12 ... 86

Gambar 4. 13 Kurir Perusahaan Correos Spanyol ... 94

Gambar 4. 14 Kurir Perusahaan SEUR Spanyol ... 95

Gambar 4. 15 Kurir Perusahaan DHL Spanyol ... 95

Gambar 4. 16 Kerangka Analisis Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” ... 121

Gambar 4. 17 Kerangka Analisis Semiotika Sosial Theo Van Leeuwen ... 123

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Waktu dan Periode Penelitian ... 9

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu ... 31

Tabel 3. 1 Profil Objek Penelitian ... 49

Tabel 3. 2 Unit Analisis Data ... 61

Tabel 4. 1 Analisis Adegan 1 ... 67

Tabel 4. 2 Analisis Adegan 2 ... 70

Tabel 4. 3 Analisis Adegan 3 ... 73

Tabel 4. 4 Analisis Adegan 4 ... 75

Tabel 4. 5 Analisis Adegan 5 ... 79

Tabel 4. 6 Analisis Adegan 6 ... 83

Tabel 4. 7 Analisis Adegan 7 ... 85

Tabel 4. 8 Analisis Adegan 8 ... 86

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Screenshot Adegan Iklan "Introducing iPhone 13 | Apple" ... 132 Lampiran 2 Hasil Cek Plagiarisme Penelitian ... 136

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Iklan menjadi salah satu senjata terkuat saat ini dalam menarik perhatian bahkan mengubah perspektif masyarakat mengenai suatu produk atau jasa. Contohnya pada saat Apple merilis iklan yang berjudul “1984” pada tahun 1984 dengan tujuan memperkenalkan produk Macintosh pertamanya.

Meski di dalam iklannya tidak terdapat informasi sedikitpun mengenai produk, namun dengan konsep iklan yang menarik mampu memberikan efek yang positif dalam membangun persepsi mengenai produk. Iklan dapat berupa audio, visual, maupun gabungan dari keduanya. Iklan merupakan bentuk komunikasi pemasaran yang paling dikenal oleh masyarakat dan digunakan untuk memberikan pesan tentang informasi produk kepada konsumen, yang juga dapat memberikan kesan tertentu terhadap produknya (Ulfa & Marta, 2017:77). Untuk menanamkan pesan secara menyeluruh dan tepat sasaran, iklan tidak bisa digunakan tanpa menggunakan strategi yang baik. Oleh karena itu, iklan termasuk ke dalam bagian elemen integrated marketing communication agar pesan dalam iklan dapat terintegrasi bersama elemen komunikasi pemasaran yang lain.

Integrated Marketing Communication (IMC) adalah serangkaian proses komunikasi pemasaran yang diintegrasikan melalui satu pesan yang sama agar pemasaran dapat meraih target luas dengan pesan komunikasi yang sama dan terpadu. Di dalam IMC terdapat elemen-elemen yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan secara menyeluruh. Elemen – elemen dari komunikasi pemasaran yaitu direct marketing, sales promotion, public relation, personal selling, advertising, word of mouth, event and experiences, dan interactive marketing (Firmansyah, 2020:35). Elemen tersebut digunakan sesuai dengan keperluan pemasar agar produk yang dipromosikan ke masyarakat dapat melalui berbagai saluran komunikasi namun tetap memberikan pesan yang sama. Dengan adanya IMC, iklan dapat berkolaborasi

(16)

2 dengan elemen lain untuk merepresentasikan suatu pesan atau makna agar lebih mudah diterima masyarakat.

Tidak jarang iklan-iklan yang dibuat oleh perusahaan merepresentasikan suatu kelas sosial di masyarakat yang sesuai dengan target pasar produk atau jasa yang dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip komunikasi (Mulyana, 2017:117) yang menyatakan bahwa semakin mirip latar belakang sosial-budaya, semakin efektiflah komunikasi.

Meski prinsip tersebut membahas mengenai komunikasi secara dasar, namun itu juga berlaku pada penerapan representasi kelas sosial dalam strategi pembuatan iklan. Tujuannya agar produk yang ditawarkan seolah-olah memiliki ‘latar belakang sosial-budaya’ yang sama dengan target pasarnya, khususnya latar belakang kelas sosial yang sama. Namun disisi lain, pemanfaatan adanya kelas sosial ini juga dapat mempertajam perbedaan di sisi masyarakat, karena bisa jadi produk yang digunakan dapat mencerminkan pada kelas sosial mana mereka berpijak.

Karl Marx adalah salah satu tokoh yang meneliti secara mendalam mengenai kelas sosial, sebagai bentuk kritik terhadap adanya perbedaan yang kuat di masyarakat dari segi kesejahteraan hidup. Lenin (dalam Magnis- Suseno, 2005) mendefinisikan kelas sosial sebagai “golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi”. Karl Marx membagi kelas sosial menjadi tiga yaitu kaum borjuis atau kapitalis, kaum menengah, dan kaum proletar. Meski begitu Marx memasukkan kelas kaum menengah kepada kaum kapitalis karena kaum menengah cenderung mendukung kaum borjuis. Kelas sosial ini digambarkan dengan bagaimana perbedaan kontras antara kelas sosial satu dengan kelas sosial lainnya, baik dibedakan menurut ekonomi, ataupun budaya. Kelas sosial dimunculkan dalam iklan sebagai upaya untuk memperjelas posisi mereka di masyarakat kelas mana, agar produk tersebut lebih cepat diterima di kelas sosial tertentu. Jika produk tersebut ditujukan untuk masyarakat kelas borjuis, maka iklan akan memunculkan representasi kelas borjuis, begitupun jika iklan tersebut ditujukan kepada masyarakat kelas proletar.

(17)

3 Objek dari penelitian ini adalah iklan produk dari salah satu perusahaan terbesar di dunia yang bergerak dalam sektor teknologi, yaitu Apple. Apple adalah perusahaan yang berfokus pada bidang komputer pribadi, peripheral komputer dan perangkat lunak komputer (Shalihah, 2020). Apple didirikan Steve Jobs dan Steve Wozniak pada tahun 1976 dan masih bertahan hingga saat ini. Produk Apple yang masih ada saat ini mencakup Mac (laptop dan komputer), iPad, iPhone, Apple Watch, Apple TV, dan Apple Music. Alasan mengapa Apple digunakan dalam penelitian ini adalah karena Apple memiliki citra merek yang berbeda dengan kompetitornya, dan cenderung memiliki kesan terhadap suatu kelas sosial tertentu. Harga dari produk Apple yang tinggi cenderung ditujukan untuk masyarakat kelas sosial atas, atau masyarakat yang memiliki taraf ekonomi yang tinggi. Harga yang tinggi tidak menjadi halangan bagi Apple untuk menjadi perusahaan paling kuat dan mencapai top of mind.

Sampai penelitian ini dibuat, Apple berhasil menjadi perusahaan teknologi dengan market cap tertinggi, dengan total $2.362 triliun (Companies Market Cap, 2021). Hal ini membuktikan bahwa produk Apple sangat disukai masyarakat, khususnya iPhone, yaitu smartphone dari Apple. Produk iPhone pertama kali diumumkan oleh Steve Jobs pada tahun 2007. Seiring waktu, iPhone selalu berhasil meraih peringkat tinggi dalam penjualan dibanding kompetitor. Pencapaian terbesar Apple pada produk iPhone adalah iPhone 6 dan iPhone 6 Plus yang berhasil meraih peringkat ketiga pada urutan ponsel dengan penjualan terbaik sepanjang sejarah (All Top Everything, 2021).

Iklan menjadi salah satu faktor keberhasilan Apple dalam menjual iPhone kepada masyarakat. Apple memahami bahwa iklan perlu menunjukkan representasi dari penggunanya. Dalam iklannya, Apple selalu menunjukkan representasi dari kelas sosial atas sebagai target utama pasar mereka, seperti pada iklan iPhone 11 yang berjudul “Introducing iPhone 11 — Apple” dan iPhone 12 yang berjudul “Meet iPhone 12 — Apple”. Iklan yang ditunjukkan biasanya menampilkan pengguna-pengguna iPhone dari berbagai latar belakang budaya dan ras berbeda namun tetap memiliki satu kesamaan, mereka sama-sama terlihat kaya dan bahagia.

Dalam iklan “Introducing iPhone 11 – Apple”, iklan dimulai dengan suara alarm pagi dan persiapan pengguna iPhone 11 untuk bekerja. Selama

(18)

4 adegan diperlihatkan rumah yang luas, kendaraan mobil, pekerjaan kantoran, belanja ke mall, bermain game, hingga pesta. Apple menunjukkan bahwa pengguna iPhone adalah masyarakat yang memenuhi kriteria yang Apple perlihatkan di iklan. Seperti pada Gambar 1.1 dibawah. Gambar tersebut adalah cuplikan dari iklan “Introducing iPhone 11 – Apple” yang menunjukkan bahwa pengguna iPhone 11 adalah mereka yang memiliki rumah luas, elegan, dan mewah.

Gambar 1. 1 Iklan "Introducing iPhone 11 - Apple"

(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=IPvSAtAsMM4) Representasi kelas sosial pada iklan iPhone 11 terlihat serupa pada iklan iPhone 12 yang berjudul “Meet iPhone 12 – Apple”. Iklan yang berdurasi 1 menit 45 detik ini dimulai dengan memperlihatkan pengguna iPhone 12 yang sedang mengunduh film di Apple TV+ dan mendengarkan musik menggunakan AirPods Pro. Setelah itu diperlihatkan juga pengguna iPhone 12 bermain skateboard, foto di tempat yang estetik, selfie, hingga bermain game.

Di iklan ini juga diperlihatkan kehidupan sehari-hari masyarakat kota yang ramai dari pagi hingga malam, termasuk bertemu teman dan liburan. Iklan ini ditutup dengan pengenalan iPhone 12 mini sebagai salah satu lini dari iPhone 12 series. Sama seperti iPhone 11, iklan ini menunjukkan kegiatan sehari-hari para pengguna iPhone di kota dengan segala kehidupan sosialnya yang merepresentasikan kelas sosial atas. Contoh dari representasi kelas sosial tersebut digambarkan pada Gambar 1.2. Gambar di bawah merupakan salah satu adegan iklan “Meet iPhone 12 – Apple” yang merepresentasikan kelas sosial atas. Gambar tersebut menunjukkan gaya hidup pengguna iPhone yang

(19)

5 tinggi dan sering berkunjung ke tempat yang mewah, ditemani pakaian- pakaian yang mahal.

Gambar 1. 2 Iklan “Meet iPhone 12 – Apple”

(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=65JrtwtTOdc)

Namun, saat perilisan lini iPhone 13 yaitu iPhone 13 Mini, iPhone 13, iPhone 13 Pro, dan iPhone 13 Pro Max pada September 2021, Apple justru membuat iklan dengan sudut pandang cerita yang berbeda sebagai bentuk pengenalan iPhone 13, seperti pada Gambar 1.3 di atas. Gambar tersebut menunjukkan cuplikan iklan iPhone 13 yang berjudul “Introducing iPhone 13

| Apple” diunggah di YouTube pada 15 September 2021. Iklan ini menunjukkan bagaimana seorang kurir sedang buru-buru dan berjuang mengantarkan paket dari pagi hingga malam hari. Tidak seperti iklan-iklan Apple sebelumnya, iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” ini hanya memperlihatkan satu perspektif saja, yaitu kurir yang menggunakan iPhone 13.

Pekerjaannya sebagai kurir dengan pakaian dan kendaraan seadanya disertai durasi kerja yang lama menunjukkan bahwa dia termasuk kelas pekerja. Meski begitu, dia adalah pengguna iPhone 13, produk Apple yang tergolong mahal.

Dalam iklan ini, Apple seolah ingin menunjukkan tidak hanya masyarakat kelas sosial atas saja yang bisa menggunakan iPhone, atau bahkan kelas sosial tidak berlaku untuk Apple karena mereka ingin mengejar semua kalangan masyarakat sebagai perusahaan yang sudah menjadi top of mind. Salah satu contoh bentuk representasi kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” terdapat pada Gambar 1.3, yang merupakan cuplikan dari iklan tersebut. Dalam gambar di bawah diperlihatkan seorang kurir dengan motor

(20)

6 tuanya sedang mempersiapkan paket-paket yang perlu dikirimkan pada hari itu.

Gambar 1. 3 Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple”

(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=m43rh-pI0P0)

Terdapat beberapa penelitian mengenai representasi kelas sosial dalam iklan dan juga penelitian mengenai produk iPhone di Indonesia. Salah satunya adalah penelitian yang berjudul “Representasi Kelas Sosial dalam Iklan Sosro”

(Budiasa, 2016). Hasil dari penelitian tersebut yaitu terdapat bentuk dominasi kelas sosial melalui simbol-simbol yang ditampilkan dalam iklan, lalu terdapat penguatan pengaruh neoliberalisme yang ditutupi dengan hubungan sosial antar kelas (Budiasa, 2016:38). Contoh penelitian lainnya yang mendekati topik peneliti adalah jurnal yang berjudul “Analisis Comparative Promotion Iklan iPhone dalam Teori Semiotika” (Kuspriyono, 2020). Penelitian ini menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa beberapa iklan pop-up iPhone yang bertemakan komparasi dengan produk kompetitor. Di dalamnya terdapat makna denotasi dan konotasi yang dimunculkan dalam visual. Iklan tersebut membujuk penonton untuk beralih menggunakan iPhone dibanding kompetitornya dengan menunjukkan keunggulan-keunggulan iPhone secara comparative. Meski begitu, penelitian ini tidak membahas dari sudut pandang kelas sosial.

Setelah meneliti jurnal-jurnal yang ada, peneliti bermaksud untuk melanjutkan penelitian mengenai representasi kelas sosial dalam iklan. Disini peneliti memilih iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” karena pengemasan cerita yang kontradiktif dengan iklan-iklan iPhone sebelumnya. Alih-alih menunjukkan kehidupan kelas sosial atas seperti iklan iPhone 11 dan iPhone

(21)

7 12, Apple menunjukkan kehidupan sehari-hari kurir dalam mengantarkan paket. Kurir sebagai representasi pekerja kelas bawah ini menggunakan iPhone 13, produk dari Apple yang harganya tinggi. Harga peluncuran iPhone 13 saat ini adalah $799 atau sekitar Rp. 11.237.495,55. Bahkan untuk konsumen di Amerika sebagai tuan rumah Apple, harga iPhone ini masih terbilang tinggi terutama untuk yang berprofesi sebagai kurir. Hal ini dibuktikan dengan rata- rata penghasilan pekerja kurir di Amerika pada tahun 2021 berkisar $2.703 per bulan atau sekitar Rp. 38.016.208,35. (Job and Salary Abroad, 2021).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan semiotika. Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” ini akan dilihat setiap adegannya dengan di screenshot lalu dianalisis menggunakan teori semiotika, khususnya semiotika sosial Theo Van Leeuwen. Semiotika sosial digunakan dalam penelitian ini karena proses representasi makna pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” tidak hanya dengan memahami tanda yang diperlihatkan, tetapi konteks apa yang ada di sekitar tanda-tanda, memahami makna yang ingin Apple tanamkan kepada penonton, dan dampaknya kepada masyarakat. Dengan semiotika Theo Van Leeuwen, peneliti akan memilih scene yang berpotensi merepresentasikan kelas sosial, menganalisisnya menggunakan empat elemen dimensi semiotika yaitu discourse, genre, style, dan modality.

Penelitian ini penting untuk dibahas karena Apple mencoba pendekatan kontradiktif di iklan “Introducing iPhone 13 | Apple”, yaitu dengan merepresentasikan kelas sosial yang berbeda dengan iklan-iklan sebelumnya.

Apple seolah ‘memaksa’ kelas sosial bawah untuk menggunakan produk- produknya yang mahal. Dengan adanya penelitian ini, pembaca bisa memahami bagaimana cara Apple sebagai perusahaan smartphone terbesar di dunia membangun sebuah representasi kelas sosial lewat iklan, sebagai salah satu media yang digunakan dalam komunikasi pemasaran mereka yang terintegrasi. Penelitian ini juga sekaligus mengkritisi tindakan kontradiktif Apple yang menunjukkan representasi kelas sosial bawah dalam iklan produk yang biasanya ditujukan pada kelas sosial atas.

(22)

8 1.2. Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini yaitu “Menganalisis Representasi Kelas Sosial dalam iklan ‘Introducing iPhone 13 | Apple’”

1.3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan peneliti pada latar belakang, maka peneliti merumuskan masalah penelitian yang diuraikan menjadi sebagai berikut :

1. Bagaimana representasi tanda kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” melalui dimensi semiotika sosial genre dan style?

2. Bagaimana makna tanda kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple?” melalui dimensi semiotika sosial modality dan discourse?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui representasi tanda kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” melalui dimensi semiotika sosial genre dan style?

2. Mengetahui makna tanda kelas sosial pada iklan “Introducing iPhone 13 | Apple?” melalui dimensi semiotika sosial modality dan discourse?

1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1. Kegunaan Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan rujukan kepada peneliti lainnya mengenai analisis representasi kelas sosial pada suatu media.

2. Menjadi rujukan penelitian lainnya yang menggunakan metode semiotika Theo Van Leeuwen.

(23)

9 1.5.2. Kegunaan Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat :

1. Mampu memberikan sumbangsih pemikiran mengenai pengemasan tanda dalam iklan yang berpotensi merubah persepsi penonton terhadap produk atau jasa iklan tersebut.

2. Mampu memberikan referensi mengenai pemahaman realita suatu tanda melalui pandangan semiotika sosial.

1.6. Waktu dan Periode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2021 hingga Februari 2022. Berikut dibawah ini merupakan penjelasan mengenai pembagian waktu dan periode penelitian.

No Tahapan

Penelitian

Oktober 2021

November 2021

Desember 2021

Januari 2022

Februari 2022

Maret 2022 1 Mencari tema dan

objek penelitian

2

Mengumpulkan kajian dan

penelitian terdahulu 3 Desk Evaluation

4 Analisis dan interpretasi data 5 Penyusunan

skripsi 6 Sidang skripsi

Tabel 1. 1 Waktu dan Periode Penelitian (Sumber : Olahan Penulis, 2021)

(24)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian 2.1.1. Pembagian Kelas Sosial

Alex Sobur (2014:368) mendefinisikan kelas sosial sebagai

“Sekelompok orang yang digolongkan menurut kedudukan relatif mereka dalam ekonomi dan sosial (yakni kelas atas, kelas menengah, kelas buruh, kelas bawah”. Menurut Dahrendorf (dalam Aji, 2015:36), kata ‘kelas sosial’ dipopulerkan pertama kali oleh penguasa Romawi Kuno. Pada saat itu, kelas sosial diidentikan dengan penggolongan masyarakat berupa masyarakat golongan kaya dan golongan miskin. Lalu pada abad ke-18, penggunaan kata kelas sosial oleh ilmuwan Eropa dikaitkan dengan status sosial atau kedudukan. Dan pada abad ke-19, status sosial identik dengan kesenjangan sosial dari sisi ekonomi masyarakat, yang nantinya akan dipopulerkan oleh Karl Marx.

Karl Marx merupakan salah satu tokoh dunia yang terkenal karena pemikirannya mengenai sistem di masyarakat. Karl Marx lahir di kota Trier di distrik Moselle, Prussian Rhineland, Jerman, pada tanggal 5 Mei 1818 (Bahari, 2010:1). Pengaruhnya yang besar itu dibuktikan dengan nama Karl Marx yang menduduki urutan ke- 27 dari 100 tokoh yang paling berpengaruh sepanjang masa. Salah satu sumbangsih dari Karl Marx yaitu konsep perjuangan kelas yang membahas perjuangan kaum buruh untuk bangkit mempertahankan hak dan kebebasan mereka dari ‘kuda tunggangan’ kaum kapitalis (Ismail & Basir, 2012:27). Konsep tersebut adalah dasar dari kelas sosial.

Seluruh pemikiran Karl Marx berdasarkan praanggapan bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial (Magnis- Suseno, 2005:110). Karl Marx tidak mendefinisikan kelas sosial secara eksplisit, namun konsep Marx mengenai kelas sosial ini muncul sebagai akibat dari hubungan-hubungan penindasan dan

(25)

11 pendominasian suatu kelompok lain dalam sistem produksi (Ismail

& Basir, 2012:29) sehingga memunculkan kesenjangan dalam masyarakat dari segi ekonomi. Pemikiran Marx mengenai kelas sosial juga dipengaruhi oleh ketidakpuasannya Marx terhadap pemikiran Hegel mengenai dialektika, dimana menurut Marx hanya sampai tahap teoritis saja dan tidak berpengaruh secara langsung di masyarakat (Syafaat, 2017:2). Marx menjelaskan bahwa pelaku- pelaku utama perubahan sosial bukanlah individu-individu, melainkan kelas-kelas sosial secara luas (Magnis-Suseno, 2005:113).

Dalam membagi kelas sosial, terdapat beberapa karakteristik atau dasar pembentukan yang mempengaruhinya. Dasar pembentukan tersebut yaitu ukuran kekayaan, ukuran kepercayaan, besaran kekuasaan, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan dan pendidikan (Bungin, 2008:50). Karl Marx membagikan kelas sosial di masyarakat menjadi dua (Ismail & Basir, 2012:29), yaitu sebagai berikut.

a. Kelas Sosial Atas/Borjuis/Kapitalis

Kelas borjuis atau disebut juga kelas pemilik modal adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi dan menguasai proses pengeluaran secara keseluruhannya.

Kelas borjuis juga kelas yang ekonominya terbantu dari laba produksi. Alat produksi yang mereka miliki perlu digerakkan oleh manusia atau nantinya disebut kaum proletar, karena kaum borjuis ini meniginkan pemberian upah serendah mungkin karena akan berdampak kepada keuntungan yang mereka dapatkan (Syafaat, 2017:3).

Eksploitasi ini akan menyebabkan semakin banyaknya kaum proletariat yang miskin dan bahkan tidak sanggup membeli produk yang mereka hasilkan sendiri melalui alat produksi kaum borjuis.

(26)

12 b. Kelas Sosial Bawah/Proletariat/Buruh

Kelas proletariat atau kaum buruh dianggap sebagai

‘objek’ dalam proses pengeluaran dengan menjual tenaga kerja mereka dan mendapatkan gaji atau upah yang rendah.

Kelas buruh juga disebut sebagai kelas yang hidup dari upah yang diberikan oleh kelas borjuis. Eksploitasi yang mereka rasakan dari kaum borjuis akan memunculkan unsur

‘antagonisme kelas’ atau rasa ingin yang kuat untuk bebas dari penindasan. Keinginan ini yang menjadi dasar munculnya protes kepada kaum borjuis dan berusaha merubah sistem masyarakat yang ada agar lebih adil.

Sebenarnya Marx menyebut satu kelas lagi diantara kelas borjuis dan kelas proletar yaitu kelas menengah, namun kelas tersebut cenderung mendukung kapitalis sehingga kelas ini dapat dimasukkan ke dalam kelas borjuis atau kapitalis.

Kedua kelas diatas pada hakikatnya saling membutuhkan, karena kelas borjuis atau kelas pemilik modal tidak bisa menjalankan alat produksinya tanpa kelas buruh. Begitupun sebaliknya, kelas buruh tidak bisa menjalankan produksi jika tidak memiliki alat produksi. Tetapi kenyataannya ketergantungan antara dua kelas itu tidak seimbang (Magnis-Suseno, 2005:114). Kaum buruh tidak akan bisa bertahan lama jika tidak bekerja karena ekonominya yang kurang. Namun dari sisi kaum borjuis, meski mereka tidak memiliki kaum buruh untuk dipekerjakan, mereka masih dapat bertahan hidup lebih lama. Kelas borjuis lebih diuntungkan karena mereka tidak perlu bekerja sendiri, karena dapat hidup dari pekerjaan kelas buruh (Magnis-Suseno, 2005:115). Tidak jarang kaum buruh melakukan pekerjaan melebihi dari waktu yang diperlukan hanya demi keuntungan si pemilik modal. Hubungan antara kelas borjuis dan kelas proletar ini merupakan hubungan kekuasaan, yang satu berkuasa atas yang lain (Magnis-Suseno,

(27)

13 2005:115). Ketidakseimbangan ini lah yang menyebabkan munculnya gerakan perjuangan kelas buruh.

Solusi dari Karl Marx terhadap penindasan sistem kapitalis kepada kaum bawah ini adalah dengan pemahaman komunisme.

Menurut Marx (Ismail & Basir, 2012:31), proses perubahan sejarah bergerak melalui komunisme primitif, feudalisme, kapitalisme, lalu berubah menjadi sosialisme, dan berakhir menjadi komunisme.

Perubahan sejarah ini diawali dengan revolusi kaum buruh (proletariat) yang mewakili suara masyarakat. Langkah untuk merubah sistem kapitalis tersebut harus diawali dengan diambilnya kekuasaan negara oleh kaum proletariat agar mereka ‘memiliki akses’ untuk menggulingkan sistem kapitalisme. Alih-alih digulingkan total, Marx lebih setuju jika kuasa negara diambil alih oleh kaum buruh meski sementara, agar kuasa tersebut digunakan untuk memperjuangkan hak masyarakat yang tertindas.

Munculnya kelas sosial ini tidak hanya saat Karl Marx hidup atau di era sebelumnya, namun di setiap era yang berbeda-beda sesuai dengan bagaimana ekonomi bekerja saat itu. Akan selalu ada kelas atasan baru setiap munculnya tahap baru di kemajuan teknologi. Bahkan di era saat ini, kelas borjuis dan kelas proletar masih ada sebagai pembatas antara adanya masyarakat. Hal ini menyebabkan para penyedia produk dan jasa berusaha memahami jati diri produk atau jasanya ditujukan ke kelas mana, baik borjuis/kelas atas, proletar/kelas bawah, atau bahkan keduanya.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis representasi dari kelas sosial yang ditunjukkan di adegan-adegan dalam iklan

“Introducing iPhone 13 | Apple” berdasarkan kelas sosial yang dicetuskan oleh Karl Marx.

2.1.2. Hegemoni Antonio Gramsci dalam Kelas Sosial

Pemikiran-pemikiran Karl Marx menginspirasi dan diadaptasi oleh berbagai tokoh di dunia, salah satunya adalah Antonio Gramsci.

Gramsci adalah seorang aktivis politik yang lahir pada tahun 1891 di

(28)

14 Sardinia (Strinati, 2016:199). Dia pergi ke Turin pada tahun 1991 sebagai mahasiswa dan setelah itu terlibat dalam jurnalisme dan aktivitas politik sebelum ditangkap oleh pemerintah fasis pada tahun 1926 (Strinati, 2016:199). Karier Gramsci tidak terlepas dari aktivitas dan perjuangan politik, sehingga menjadikan Gramsci sosok unik sebagai seorang teoretikus. Beliau membentuk gagasannya secara langsung dari pengalaman-pengalamannya di dunia politik mulai dari represi-represi politis hingga kesukaran yang dialami. Gramsci berpikiran bahwa Marxisme tidak hanya sebagai pengetahuan yang konsepnya perlu didalami saja, ataupun bukan semata-mata sebagai perspektif ketika melihat dunia, melainkan sebagai sebuah teori politik yang berfokus pada peran kelas pekerja (Strinati, 2016:199). Maka dari itu Antonio Gramsci erat kaitannya dengan pemahaman marxisme, meskipun pada prakteknya tidak semua sesuai dengan apa yang Marx ajukan. Jika para politik penganut teori Marxis menganggap bahwa jalan revolusi penindasan kelas sosial bawah adalah melalui cara kasar seperti penggulingan kapitalisme dan merampas kekuasaan negara, maka Gramsci menemukan pendekatan lain yang lebih halus.

Pendekatan tersebut adalah konsep hegemoni.

Hegemoni adalah bentuk ideologi yang di dalamnya nilai dan kepentingan kelompok hegemonik dialami oleh kelompok lainnya sebagai telah menjadi milik mereka sendiri, dan telah disetujui (Thwaites et al., 2009:253). Hegemoni menurut Gramsci adalah sarana kultural maupun ideologis kelompok dominan (termasuk kelas penguasa), melestarikan dominasinya dengan cara mengamankan

‘persetujuan spontan’ dari kelompok subordinat (termasuk kelas pekerja) melalui pendekatan negosiasi konsensus politik maupun ideologis yang dikemas seolah sebagai kepentingan bersama (Strinati, 2016:203). Alih-alih menggunakan cara represi atau paksaan, konsep hegemoni digunakan oleh kelompok dominan untuk menanamkan sebuah ideologi atau pemahaman kepada masyarakat secara halus dan terlihat menguntungkan kelompok subordinat juga. Sebuah kebudayaan yang dibangun oleh hegemoni, baik berupa budaya populer

(29)

15 ataupun ideologi, dibangun dengan mengekspresikan kepentingan- kepentingan subordinat juga, sehingga kelompok subordinat akan merasa sukarela mengikuti kebudayaan tersebut dengan alasan tersendiri dan keinginan sendiri (Strinati, 2016:104). Meski hegemoni terlihat sebagai bentuk perdamaian antara kelompok dominan dan subordinat, namun hegemoni biasanya muncul dari aktivitas institusi- institusi maupun kelompok tertentu yang berada dalam masyarakat kapitalis (Strinati, 2016:207). Hegemoni dapat dianalogikan sebagai penerangan terhadap pertandingan sepakbola, dimana kedua pihak dapat bermain, namun sudah dipastikan hanya satu pihak yang menang (Strinati, 2016:213). Maka dari itu adanya hegemoni tetap terkait dengan bagaimana sistem kapitalis sebagai sistem yang dibuat oleh masyarakat borjuis untuk mengendalikan masyarakat proletar melalui belakang layar. Secara halus, konsep hegemoni diterapkan kepada masyarakat subordinat sehingga mereka merasa hegemoni tersebut adalah bentuk tatanan yang umum dan layak diterima, seperti halnya mereka yang hanya bisa mencari nafkah dari sistem sosial yang sudah dibentuk oleh masyarakat dominan. Hal itu juga dapat terjadi karena masyarakat subordinat ‘dibatasi’ sehingga tidak mampu mencari cara lain dalam pengorganisasian masyarakat, sehingga secara fatalistik dapat menyebabkan masyarakat subordinat menerima konsep hegemoni apa adanya (Strinati, 2016:214). Hegemoni ditampakkan sebagai penawaran yang sesuai dengan kelompok subordinat inginkan, meskipun hegemoni pada kenyataannya bisa jadi berisi kepentingan kelompok dominan atau kapitalis (Thwaites et al., 2009:246).

2.1.3. Representasi Kelas Sosial dalam Iklan

Danesi (2004:24) mendefinisikan representasi sebagai

“penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu”. Sedangkan menurut Sobur (2014:690) representasi merupakan suatu tindakan untuk menghadirkan atau merepresentasikan suatu makna lewat media diluar dirinya, bisa berupa

(30)

16 tanda ataupun simbol. Jadi dapat diartikan bahwa representasi merupakan tahapan untuk menggambarkan suatu makna atau pesan tertentu ke dalam pemikiran melalui media-media yang telah ditentukan. Representasi dapat ditunjukkan melalui media komunikasi manapun, dan menyisipkan simbol apapun, karena representasi adalah proses pikiran kita dalam menyikapi suatu paparan pesan tertentu.

Maka pesan yang disampaikan dapat beragam media dan bentuknya.

Bisa melalui teks, visual, audio, ataupun audio visual.

Dalam penelitian ini, representasi yang dimaksud adalah representasi dari makna kelas sosial pada iklan iPhone 13. Meski begitu, representasi kelas sosial juga tidak hanya ada di iklan iPhone 13 saja. Iklan merupakan salah satu media pemasaran yang didalamnya tidak jarang menyisipkan representasi kelas sosial. Tidak hanya iklan- iklan iPhone yang dibandingkan di bab 1, representasi kelas sosial juga muncul di iklan-iklan produk atau jasa lainnya. Salah satu iklan yang merepresentasikan kelas sosial yaitu iklan smartphone Samsung yang berjudul ‘Galaxy A52 | A72: Official Introduction Film | Samsung’.

Gambar 2. 1 Iklan 'Galaxy A52 | A72: Official Introduction Film | Samsung'

(Sumber : https://youtu.be/oRzKguNWv5w)

Gambar 2.1 tersebut adalah salah satu adegan dalam iklan yang merepresentasikan kelas sosial atas, khususnya dalam pakaian yang mereka kenakan dan latar tempat yang digunakan. Dalam iklan ini diperlihatkan penggunaan smartphone Samsung Galaxy A52 dan A72 sebagai produk terbaru Samsung untuk kelas menengah. Meski dari

(31)

17 segi harga termasuk kelas menengah ke atas, namun tanda-tanda yang dimunculkan dalam iklan menunjukkan bahwa produk tersebut ditujukan kepada masyarakat dengan kelas sosial atas. Iklan dimulai dengan pengenalan variasi warna Galaxy A52 dan A72 dan keunggulan kamera. Lalu iklan tersebut memperlihatkan berbagai pengguna produk tersebut yang menggunakan pakaian-pakaian berwarna dan variatif.

Latar tempat dari iklan tersebut juga ditunjukkan berbagai dekorasi rumah yang luas dan mewah. Selanjutnya iklan ini juga memperlihatkan keunggulan baterai dan kualitas layar yang diperkenalkan oleh para aktor dan aktris yang berada di rumah mewah dengan pakaian berwarna dan mahal. Iklan ini ditutup dengan memperlihatkan keunggulan-keunggulan Galaxy A52 dan A72 lainnya seperti kualitas audio, penyimpanan yang luas, keamanan, hingga performa dalam menjalankan game. Sekilas iklan Galaxy A52 dan A72 ini sama seperti iklan produk smartphone lainnya yang memaparkan keunggulan produk. Namun yang menjadi perhatian dari iklan ini adalah bagaimana Samsung memperlihatkan representasi kelas sosial yang mereka tuju dengan memunculkan aktor dan aktris yang perhatian dengan fashion, cenderung memiliki sifat konsumerisme, dan memiliki gaya hidup yang mewah. Samsung di iklan tersebut merepresentasikan kelas sosial borjuis atau kelas sosial atas.

Selain iklan produk smartphone, iklan di Indonesia pun tidak jarang memunculkan representasi kelas sosial. Contohnya adalah iklan Ramayana berikut ini.

(32)

18 Gambar 2. 2 Iklan ‘Ramayana Ramadhan #KerenLahirBatin

Menyambut Lebaran’

(Sumber : https://youtu.be/vD6Crv8b8S0)

Gambar 2.2 tersebut merupakan salah satu adegan dalam iklan

“Ramayana Ramadhan #KerenLahirBathin Menyambut Lebaran” yang memperlihatkan representasi kelas sosial melalui segala visual yang ditampilkan, salah satunya dengan menampilkan rumah yang sempit dan kumuh. Iklan ini sempat viral pada saat perilisannya karena uniknya pengemasan iklan tersebut. Iklan tersebut dikemas dengan gaya iklan tahun 90-an dengan aspect ratio 4:3 layaknya televisi lama.

Iklan ini juga diisi musik Qasidah, yaitu musik yang bertemakan Islam.

Iklan ini menceritakan seorang pekerja yang bekerja lembur namun tetap belum memiliki uang yang cukup untuk membahagiakan orang tuanya. Iklan ini dimulai dengan pekerja tersebut bermimpi memberikan sebuah kado kepada orang tuanya, namun ternyata kado tersebut tidak ada isinya. Setelah itu iklan memutar lagu qasidah yang menceritakan permasalahan pekerja tersebut. Motivasi pekerja tersebut bekerja lembur adalah untuk memberikan hadiah kepada orang tuanya pada saat lebaran. Namun, ditengah cerita pekerja tersebut dipalak oleh seorang preman sehingga uang pekerja tersebut kurang untuk dibelikan kado. Disinilah Ramayana hadir sebagai solusi dari permasalahan pekerja tersebut. Ramayana menawarkan diskon hingga 80% untuk produk-produk yang mereka jual, khususnya pakaian. Iklan ini ditutup dengan pekerja tersebut yang telah mudik dan berhasil memberikan kado kepada orang tuanya. Di dalam iklan ini ditunjukkan representasi

(33)

19 kelas sosial bawah atau proletar karena pemeran utama di dalam iklan tersebut bekerja sangat keras namun tetap tidak memiliki keuangan yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa Ramayana memang menujukan iklan ini kepada masyarakat kelas sosial proletar yang memiliki keterbatasan ekonomi, sehingga mereka akan mudah tergiur mendengar diskon hingga 80%.

Dari iklan-iklan yang sudah peneliti sampaikan di atas, representasi kelas sosial yang ditunjukkan dalam iklan sesuai dengan kondisi finansial target pasar mereka. Jika produk yang ditawarkan memiliki harga yang tinggi, maka kelas sosial yang ditunjukkan cenderung kepada kelas sosial borjuis. Begitupun jika produk yang ditawarkan memiliki harga yang relatif rendah, maka kelas sosial yang ditunjukkan adalah kelas sosial proletar. Namun, di iklan “Introducing iPhone 13 | Apple” yang peneliti angkat justru sebaliknya. Alih-alih menunjukkan representasi kelas sosial borjuis di dalam iklannya karena harga produknya yang relatif tinggi, justru Apple menunjukkan representasi kelas sosial proletar dengan menunjukkan karakter utamanya sebagai kelas pekerja, khususnya kurir. Tindakan Apple yang kontradiktif ini menjadi alasan kuat peneliti ingin menganalisis iklan Apple tersebut.

2.1.4. Iklan sebagai tools Integrated Marketing Communication

Komunikasi pemasaran atau marketing communication (Firmansyah, 2020:2) adalah sarana di mana perusahaan berusaha menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merek yang dijual. Jadi dapat diartikan juga bahwa komunikasi pemasaran adalah cara mengkomunikasikan suatu produk atau jasa perusahaan dengan berbagai cara dan media agar konsumen dapat menerima informasi, menerima bujukan, atau diingatkan tentang suatu produk atau jasa. Seperti komunikasi pada umumnya, komunikasi pemasaran akan semakin kuat jika pesannya disampaikan dengan efektif dan efisien. Maka agar komunikasi pemasaran berjalan efektif dan efisien, terdapat strategi yang disebut marketing mix.

(34)

20 Kotler dan Armstrong (dalam Firmansyah, 2020:5), menjelaskan marketing mix sebagai “kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di pasar sasaran”. Komponen dari marketing mix yaitu Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat), dan Promotion (Promosi). Keempat ini harus menjadi komponen yang diperhatikan saat melakukan komunikasi pemasaran. Selain itu, keempat komponen ini juga harus dipadukan menjadi satu bentuk komunikasi yang mengarah ke satu arah yang sama. Komunikasi pemasaran yang dilakukan secara terintegrasi atau terpadu disebut Integrated Marketing Communication (IMC).

Pengertian Integrated Marketing Communication (IMC) menurut (Firmansyah, 2020:30) adalah sebagai berikut.

IMC (Integrated Marketing Communication) adalah sebuah konsep dari perencanaan komunikasi pemasaran yang memperkenalkan nilai tambah dari rencana komprehensif yang mengevaluasi peran strategis dari berbagai disiplin komunikasi—

misalnya periklanan umum, respon langsung, sales promotion, dan PR—dan mengombinasikan disiplin-disiplin ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi dan dampak komunikasi yang maksimal.

Dari definisi di atas, dapat diartikan bahwa komunikasi pemasaran terpadu atau integrated marketing communication adalah proses integrasi berbagai alat pemasaran (marketing tools) agar dapat mengirimkan suatu pesan yang sama, meski berada dalam media dan cara penyampaian yang beda. Manfaat dari IMC ini adalah perusahaan dapat menggunakan semua alat pemasaran yang berbeda dan variatif, namun tetap mengirimkan sebuah pesan utama yang sama, pesan yang nantinya diolah agar dapat mencapai marketing communication objective.

Konsep pemasaran dalam integrated marketing communication (Firmansyah, 2020:35) terdiri dari direct marketing, sales promotion, public relation, personal selling, advertising, word of mouth marketing, event and experiences, dan interactive marketing.

Diantara beberapa konsep pemasaran di atas, salah satu dari konsep pemasaran yang sering digunakan adalah Iklan. Danesi (2004:362)

(35)

21 menjelaskan bahwa istilah advertising atau periklanan berasal dari kata Latin advertere yang berarti “mengarahkan perhatian kepada”.

Sedangkan menurut Firmansyah (2020:60) Iklan adalah penyajian informasi non-personal tentang produk, merek, perusahaan, atau gerai yang didanai sponsor. Pada awal memasarkan suatu produk, pemasar sangat bergantung pada iklan untuk mempengaruhi keputusan konsumen dalam menggunakan produk atau jasa merek- nya (Pamungkas, 2018:69). Tujuan dari adanya iklan yaitu agar dapat mempengaruhi citra, keyakinan, dan sikap konsumen terhadap suatu produk dan merek, serta memberi dampak kepada perilaku konsumen. Firmansyah (2020:60) juga mengungkapkan bahwa iklan dapat dianggap sebagai manajemen citra, yakni membangun dan menanamkan citra suatu produk kepada penonton yang melihatnya.

Iklan dapat disajikan melalui TV, radio, billboard, media sosial, dan lainnya.

Menurut Pamungkas (2018:69), tujuan utama dalam beriklan dibagi kepada tiga hal, yaitu membangun awareness terhadap suatu merek agar dapat menarik kostumer baru (recruit new customer), lalu mengingatkan kembali kepada konsumen loyal atau konsumen lama agar tetap ingat merek tersebut dan tetap menggunakannya (retain loyal customer), dan yang terakhir yaitu menarik kembali konsumen yang sudah lepas atau tidak menggunakan merek kita agar kembali minat dan menggunakan produk/jasa merek kita (retrieve lost customer).

Selain itu, Pamungkas (2018:70) juga menjelaskan lima tujuan komunikasi dalam periklanan, yaitu :

a. Informing (memberikan informasi), yaitu memberikan informasi mengenai produk atau jasa dari merek tersebut.

b. Persuading (mempersuasi), yaitu mengajak penonton atau target audiens iklan untuk memakai produk atau jasa dari merek yang di iklankan.

(36)

22 c. Reminding (mengingatkan), yaitu mengingatkan kembali keberadaan suatu merek agar loyal customer tetap ingat dan menggunakan merek tersebut.

d. Adding Value (memberi nilai tambah), yaitu memberitahukan keunggulan tambahan atau nilai tambah dari produk atau jasa merek tersebut.

e. Assisting (mendampingi) upaya lain dari perusahaan, yaitu memperkuat atau mendukung upaya-upaya pemasaran perusahaan selain dari iklan.

Dalam menyampaikan suatu pesan, iklan dibagi beberapa jenis sesuai dengan penyampaian pesannya. Jenis-jenis iklan tersebut (Pamungkas, 2018:74) adalah dibawah ini.

a. Objective, berarti iklan yang fokus kepada fungsi atau manfaat dari produk atau jasa yang ditawarkan merek tersebut.

b. Subjective, yaitu jenis iklan yang ‘menjual’ artis, aktor, atau maskot sebagai penarik utama dalam iklan.

c. Comparative, dimana iklan tersebut berisi perbandingan dengan produk atau jasa kompetitornya.

d. Emotional Appeal, berarti jenis iklan yang mengedepankan sisi emosional. Emotional Appeal juga dibagi lagi seperti dibawah ini.

1) Sex Appeal, yaitu iklan yang menjual sisi seksual yang dapat menarik perhatian target audiensnya.

2) Humorous Appeal, yaitu jenis iklan yang mengedepankan daya tarik humor atau jenaka yang mengundang tawa target audiensnya.

3) Sad Appeal, yaitu iklan yang memberikan efek sedih dan sisi emosional kepada penontonnya.

4) Fear Appeal, yaitu jenis iklan yang terkesan ‘menakut- nakuti’ penontonnya, biasanya rasa takut tersebut akan

(37)

23 teratasi dengan menggunakan produk atau jasa merk- nya.

5) Guilty Feeling, yaitu iklan yang memunculkan rasa bersalah penontonnya. Biasanya penonton akan didorong untuk menggunakan produk atau jasa merek tersebut agar rasa bersalah tersebut hilang.

2.1.5. Iklan sebagai Ideological State Apparatus (ISA)

Strinati mendefinisikan ideologi sebagai “proses merepresentasikan relasi sosial material, dan proses upaya mendamaikan relasi tersebut dalam diskursus” (Strinati, 2016:234).

Ideologi dapat dikatakan sebagai pemahaman yang tidak kita sadari dapat tertanam dalam diri dan mempengaruhi bagaimana kita berperilaku maupun bagaimana kita melihat realita. Lingkungan dan pengaruh kehidupan sosial disekitar kita dapat memberikan ideologi- ideologi tertentu kepada kita.

Dalam membahas ideologi, Louis Althusser memaparkan pembahasan mengenai State Apparatus untuk membahas bagaimana sebuah masyarakat bekerja dan bagaimana ideologi tercipta dan tersampaikan. State Apparatus merupakan pihak-pihak yang mengatur negara secara langsung seperti pemerintah, administrasi, polisi, - pengadilan, penjara, dan lainnya (Durham & Kellner, 2006:79). Dalam menjalankan fungsinya, State Apparatus ini biasanya melakukan tindakan represif atau tegas agar masyarakat yang diatur oleh negara patuh. Althusser menyebutnya sebagai Repressive State Apparatus (RSA). Mereka yang memegang sebuah kekuasaan langsung dalam negara menjalankan fungsinya dengan melakukan ‘kekerasan’, setidaknya seperti represi administratif, maupun represi non-fisik (Durham & Kellner, 2006:79).

Selain dengan bentuk represif, terdapat juga istilah yang dikemukakan Althusser sebagai Ideological State Apparatus (ISA), yaitu penanaman ideologi kelompok dominan kepada masyarakat yang subordinat yang datang dari lembaga-lembaga khusus atau swasta.

(38)

24 Penanaman ideologi ini disampaikan secara halus sehingga masyarakat tidak merasa terpaksa untuk mengikuti ideologi yang mereka terima.

Louis Althusser memaparkan jenis-jenis Ideological State Apparatuses, (Durham & Kellner, 2006:80), jenis-jenis tersebut yaitu:

a. The Religious ISA, seperti sistem yang ada dari berbagai agama.

b. The Educational ISA, seperti sistem-sistem di sekolah negeri dan sekolah swasta.

c. The Family ISA d. The Legal ISA

e. The Political ISA, seperti sistem politik termasuk adanya berbagai partai politik.

f. The Trade-Union ISA

g. The Communications ISA, seperti press, radio, televisi, dan media komunikasi lainnya.

h. The Cultural ISA, seperti literatur, seni, olahraga, dan lainnya.

Hal yang menjadi pembeda utama dari Repressive State Apparatus dan Ideological State Apparatus adalah bagaimana masing- masing menjalankan fungsinya dalam mengatur sebuah masyarakat.

Repressive State Apparatus menjalankan fungsi dengan kekerasan atau tindak tegas, sedangkan Ideological State Apparatus menjalankan fungsi dengan memberikan penanaman ideologi secara tersirat atau halus. Jika Repressive State Apparatus dijalankan oleh perangkat negara atau domain publik, maka sebagian besar Ideological State Apparatus dijalankan oleh perangkat swasta atau domain pribadi, seperti gereja, keluarga, sekolah, koran, budaya, dan lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan penanaman ideologi, iklan dapat menjadi salah satu alatnya.

Seperti yang dipaparkan Althusser di atas mengenai jenis jenis Ideological State Apparatus, media komunikasi dapat menjadi sarana penyampaian ideologi secara tersirat kepada masyarakat. Baik pemilik

(39)

25 media komunikasi maupun pengguna media tersebut dapat memberikan penanaman ideologi secara bebas kepada siapapun yang memperlihatkannya. Tidak menutup kemungkinan bahwa iklan juga menjadi salah satu alat untuk penanaman ideologi kepada masyarakat agar perusahaan yang mengiklankan produk atau jasanya dapat membujuk masyarakat untuk mengikuti ideologi tertentu yang sekiranya mereka butuhkan dan menguntungkan sebagai perusahaan swasta yang mereka miliki.

2.1.6. Sinopsis Iklan Apple “Introducing iPhone 13 | Apple”

Dalam Apple Event yang diselenggarakan oleh Apple secara online pada tanggal 15 September 2021, Apple mengumumkan perilisan produk terbarunya, dan salah satunya yaitu iPhone 13.

Produk ini diperkenalkan melalui iklan berdurasi 1 menit 45 detik yang berjudul “Introducing iPhone 13 | Apple” yang sudah ditonton sebanyak 5.438.740x dengan jumlah likes sebanyak 190ribu dan dislikes sebanyak 11rb (terhitung pada 19 Oktober 2021). Iklan ini memperlihatkan kehidupan sehari-hari seorang kurir yang mengantarkan paket menggunakan motor dan menghadapi tantangan- tantangan di setiap pengantarannya. Iklan dimulai dengan memperlihatkan kurir yang membawa paket-paket yang diantarkan pada hari itu, lalu memasukkannya ke bagasi motor tua-nya. Setelah itu kurir tersebut berangkat mengantarkan paket demi paket ditemani iPhone 13 miliknya, dengan diselipi keunggulan-keunggulan iPhone 13 yang membantu kurir tersebut dalam bekerja. Dalam mengantarkan paket-paketnya, kurir tersebut menghadapi berbagai tantangan seperti hujan, jalan berlumpur, hingga hampir terjatuh. Pada akhir iklan diperlihatkan kurir tersebut selesai mengantarkan paket dan pergi bersama temannya.

2.1.7. Sejarah Semiotika dan Perkembangannya

Secara bahasa, Sudjiman dan Van Zoest (dalam Sobur, 2018:17) menjelaskan bahwa semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Sedangkan menurut Cobley dan Jansz

(40)

26 (dalam Sobur, 2018:17) semiotika berasal dari kata seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri lahir dari studi klasik dan skolastik mengenai seni logika, retorika, dan poetika (Kurniawan dalam Sobur, 2018:17). Secara istilah, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Wibowo, 2019:7). Begitupun menurut Sobur (2018:17) semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah perangkat-perangkat yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya mencari makna di dunia ini, baik saat berada ditengah manusia maupun bersama manusia (Sobur, 2018:15). Dengan semiotika berarti kita berusaha menelaah lebih dalam mengenai suatu tanda yang ada dihadapan kita, mencari makna di dalam tanda tersebut, dan menemukan hal-hal yang tersembunyi dari tanda tersebut. Menurut Umberto Eco (dalam Wibowo, 2019:9) semiotika dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikansi. Semiotika komunikasi dan semiotika signifikansi muncul karena perbedaan pendapat mengenai bagaimana cara menganalisis tanda dari Ferdinand De Saussure dan Charles Sanders Peirce.

Semiotika komunikasi merupakan teori yang menekankan produksi tanda yang salah satu diantaranya mengandung enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode, pesan, saluran komunikasi, dan acuan atau hal yang dibicarakan (Jakobson dalam Sobur, 2018:15). Semiotika komunikasi ini lahir dari pandangan semiotika Charles Sanders Peirce. Sedangkan semiotika signifikansi adalah semiotika yang menaruh perhatian pada relasi sistemik antara pembendaharaan tanda, aturan pengkombinasinya (code) serta konsep- konsep (signified) yang berkaitan dengannya (Sobur, 2018:ix).

Semiotika signifikansi ini dicetuskan oleh Ferdinand De Saussure.

Perbedaan yang paling mencolok dari semiotika komunikasi dan semiotika signifikansi ini adalah bagaimana mereka memandang posisi tanda yang ada di dalam pelaku komunikasi. Semiotika signifikansi Saussure menempatkan pemaknaan tanda sebagai sebuah

(41)

27 sistem dan struktur, dengan mengabaikan faktor sosial dalam penggunaan tanda-tanda oleh individu. Sedangkan semiotika komunikasi Pierce lebih berfokus kepada pemaknaan tanda yang bersifat konstruktivis, atau melihat produksi dan pemaknaan tanda melalui konteks sosial, dimana semua pengguna tanda dapat memaknai tanda itu sendiri. Saussure mengusung dua model tanda, yaitu analisis bahasa sebagai suatu sistem (langue) dan analisis bahasa sebagaimana digunakan oleh masyarakat dalam konteks sosial (parole). Semiotika signifikasi pada dasarnya merupakan semiotika pada tingkat langue, sedangkan semiotika komunikasi merupakan semiotika pada tingkat parole.

Meski semiotika pada awalnya dibagi berdasarkan semiotika signifikansi dan semiotika komunikasi, perkembangan semiotika tidak berhenti sampai disitu saja. Ilmuwan-ilmuwan yang terinspirasi dari pemikiran Saussure dan Pierce semakin banyak dan penelitiannya pun semakin dalam. Pateda (dalam Vera, 2014:4) menjelaskan bahwa semiotika terbagi menjadi sembilan macam. Macam-macam semiotika adalah berikut ini.

a. Semiotik Analitik

Semiotika analitik merupakan jenis semiotika yang menganalisis sistem dari tanda. Semiotika ini membagi tanda menjadi sistem-sistem lebih rinci agar mudah dianalisis oleh peneliti. Contohnya adalah penggunaan index, icon, dan symbol yang dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce.

b. Semiotik Deskriptif

Semiotika deskriptif merupakan studi mengenai tanda yang dialami setiap orang meski tanda tersebut sudah ada sejak dulu dan tidak berubah. Contohnya adalah mendung menandakan hujan akan turun, pelangi menandakan selesainya hujan, dan lain-lain.

(42)

28 c. Semiotik Faunal (Zoosemiotics)

Semiotika faunal atau zoosemiotics adalah semiotika yang menganalisis tanda-tanda hewan saat berkomunikasi.

Semiotika ini digunakan agar manusia dapat memahami maksud dari komunikasi yang dilakukan oleh hewan.

Contohnya adalah ayam berkokok menandakan pagi telah tiba.

d. Semiotik Kultural

Semiotika kultural atau budaya adalah semiotika yang menganalisis tanda-tanda yang ada di dalam budaya manusia. Luasnya berbagai macam budaya yang ada berpotensi memunculkan persepsi tanda yang berbeda.

Contohnya adalah perbedaan komunikasi non verbal antara suku sunda dan suku batak.

e. Semiotik Naratif

Semiotika naratif merupakan studi yang menganalisis tanda dari segi narasi seperti mitos dan cerita lisan (folklorer).

f. Semiotik Natural

Semiotika natural merupakan studi yang menganalisis tanda yang tercipta secara natural atau terjadi di alam.

Contohnya adalah metode BMKG dalam memprediksi cuaca di hari tertentu.

g. Semiotik Normatif

Semiotika normatif merupakan jenis semiotika yang menganalisis norma-norma atau aturan yang dibuat oleh manusia. Contohnya yaitu menganalisis Undang-Undang melalui pendekatan semiotika.

h. Semiotik Sosial

Semiotika sosial merupakan semiotika yang membahas sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia baik berupa lambang, bahasa, kata, maupun kalimat. Contoh dari

(43)

29 semiotika sosial yaitu menganalisis makna suatu tanda sosial dalam film.

i. Semiotik Struktural

Jenis semiotika yang terakhir adalah semiotika struktural, yaitu jenis semiotika yang menganalisis sistem tanda yang diwujudkan melalui struktur bahasa.

Selain itu, semiotika juga dapat dibagi berdasarkan lingkup pembahasannya sebagai berikut (Vera, 2014).

a. Semiotika Murni (Pure)

Semiotika murni merupakan jenis semiotika yang membahas filosofi dan dasar-dasar dari semiotika.

Semiotika ini berkaitan dengan metabahasa, yaitu arti hakikat bahasa secara umum. Contoh dari semiotika murni ini adalah pemikiran dari Ferdinand De Saussure dan Charles Sanders Peirce sebagai pencetus semiotika pertama.

b. Semiotika Deskriptif (Descriptive)

Semiotika deskriptif merupakan jenis semiotika yang membahas studi tanda secara deskriptif. Contoh dari semiotika ini yaitu analisis secara deskriptif mengenai sistem tanda atau bahasa tertentu.

c. Semiotika Terapan (Applied)

Semiotika terapan merupakan semiotika yang membahas penerapan semiotika pada bidang tertentu.

Contoh dari semiotika terapan ini yaitu semiotika yang dihubungkan dengan komunikasi, periklanan, film, dan sebagainya.

2.1.8. Semiotika Sosial Theo Van Leeuwen

Penelitian ini menggunakan jenis semiotika terapan dengan pendekatan semiotika sosial. Semiotika sosial pertama kali dicetuskan oleh M.A.K Halliday sebagai peneliti yang memulai kajian semiotika sosial secara sistematis (Leeuwen, 2005:3). Perkembangan semiotika sosial ini kemudian dilanjutkan oleh Theo Van Leeuwen, yang

(44)

30 dijelaskan secara rinci dalam bukunya yang berjudul “Introducing Social Semiotics”. Semiotika sosial menurut Theo Van Leeuwen adalah studi mengenai tanda (atau Leeuwen menyebutnya sebagai ‘sumber semiotika’) dalam bagaimana sumber semiotika tersebut digunakan sehari-hari oleh masyarakat. Semiotika sosial melibatkan ‘sosial’ atau persepsi masyarakat mengenai penggunaan sumber semiotika, tidak hanya menganalisis tandanya saja. Semiotika sosial juga memandang bahwa makna suatu tanda atau sumber semiotika yang manusia gunakan setiap harinya tidak tercipta dari tanda itu sendiri, melainkan manusia itu sendiri yang membangun maknanya (Januarti & Wempi, 2019:75). Semiotika sosial ini lah yang akan peneliti gunakan sebagai metode analisis representasi kelas sosial dalam iklan “Introducing iPhone 13 | Apple”, karena makna yang dimunculkan dalam iklan Apple bukan semata-mata diciptakan oleh Apple, melainkan dari rekonstruksi masyarakat mengenai tanda dari setiap kelas yang ada, dimana masing-masing kelas memberikan dan memaknai tanda secara berbeda-beda.

Semiotika sosial menurut Theo Van Leeuwen merupakan sebuah metode untuk mempelajari sumber semiotika mengenai kaitannya dengan faktor sosial. Sumber-sumber semiotika dalam semiotika sosial tidak hanya diteliti artinya, namun juga bagaimana sumber tersebut digunakan dalam konteks (Leeuwen, 2005:5).

Semiotika sosial tidak hanya meneliti sumber semiotika sebagai tanda secara individu, melainkan secara lebih luas dari segi sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh sumber semiotika tersebut.

Sebuah sumber semiotika dapat berbeda maknanya sesuai dengan faktor sosial yang berlaku dalam lingkup sumber semiotika tersebut, tidak hanya terbatas pada makna tekstual saja.

Theo Van Leeuwen menjelaskan empat dimensi-dimensi dalam semiotika sosial. Dimensi semiotika sosial tersebut adalah sebagai berikut (Leeuwen, 2005:91).

Gambar

Gambar 1. 1 Iklan "Introducing iPhone 11 - Apple"
Gambar 1. 2 Iklan “Meet iPhone 12 – Apple”
Gambar 1. 3 Iklan “Introducing iPhone 13 | Apple”
Tabel 1. 1 Waktu dan Periode Penelitian  (Sumber : Olahan Penulis, 2021)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.Kontur model sintetikinterval 2mV Pada Gambar 4 menampilkan kontur hasil model awal dengan range potensial listrik yang dihasilkan dari model awal berkisar

Analysis of sensitivity on the fattening beef cattle with coffee bran is required to see the extent of fattening cattle sensitivity to changes (deductions

This research aims to find out socio-cultural background of Andrea Hirata and gender perspective in his novel Cinta di dalam Gelas (Hirata, 2011) based on a review of

Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan anak didik baik langsung

“ Kinerja organisasi publik harus dilihat secara luas dengan mengidentifikasi keberhasilan organisasi tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga pendekatan dalam

Pemilihan sampel berdasarkan purposive sampling dengan kriteria mahasiswa yang sudah atau sedang menempuh mata kuliah Pemeriksaan Akuntan (Auditing) II pada periode

Selain itu, berdasarkan hasil observasi awal di SMP Negeri 1 Bandar Baru, peneliti memperoleh keterangan dari hasil wawancara dengan guru matematika di sekolah bahwa

diketahui pula bahwa semakin tinggi afek negatif suatu keluarga akan semakin tinggi pula konflik orangtua dan perilaku internal yang terjadi pada anak. Berdasarkan hasil