• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan stándar yang ditetapkan (Mardiyono, dkk, 2011).

Rumah sakit sebagai penyedia jasa layanan kesehatan masyarakat harus berusaha meningkatkan produktivitasnya dalam melayani para pasien sebagai pengguna jasa kesehatan dan berusaha semaksimal mungkin menggunakan sumber daya yang ada. Salah satu cara meningkatkan produktivitas dari rumah sakit adalah peningkatan efisiensi dari Instalasi Rawat Inap (IRNA). Sebagai bagian dari rumah sakit, instalasi rawat inap merupakan sebuah layanan kesehatan yang sangat penting dalam bidang kesehatan karena beberapa kelebihan yang dimilikinya. Karena instalasi rawat inap dapat beroperasi mengawasi pasien selama 24 jam terus menerus

dan disiapkan untuk menangani keadaan darurat yang memiliki keterkaitan yang besar dengan keselamatan jiwa (Aidil, 2007).

Mutu pelayanan rawat inap salah satunya dipengaruhi oleh faktor ketersediaan jumlah tempat tidur. Hal ini karena pasien rawat inap membutuhkan tempat tidur sebagai tempat perawatannya. Pelayanan yang diberikan berdasarkan pada optimalisasi sarana yang ada, maka penempatan tempat tidur harus diperhatikan agar jangan terlalu over loaded ataupun tidak pernah dipakai. Jika terlalu over loaded akan mengakibatkan mutu pelayanan medis menjadi berkurang, dimana dalam kondisi yang padat pasien dapat menurunkan mutu sanitasi ruangan. Sedangkan jika tidak pernah terpakai akan mengakibatkan pemborosan biaya bila tingkat utilitas tempat tidur yang disediakan sangat rendah. Kedua hal tersebut dapat menjadi ancaman efisiensi pelayanan medis karena ada biaya yang hilang tanpa menghasilkan sesuatu (Dharmawan, 2006).

Kualitas pelayanan rawat inap di rumah sakit salah satunya dapat dilihat melalui pemanfaatan penggunaan tempat tidur untuk pelayanan rawat inap suatu rumah sakit. Pemanfaatan penggunaan tempat tidur untuk pelayanan rawat inap dinilai melalui indikator seperti Bed Occupancy Ratio (BOR), Length Of Stay (LOS), Turn Over Interval (TOI), Bed Turn Over (BTO). Indikator tersebut selain untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur juga untuk mengetahui mutu, dan efisiensi pelayanan rawat inap suatu rumah sakit.

Kehadiran sistem pencatatan rekarn medik dan kaitan tirnbal-baliknya diharapkan dapat ikut rnembantu rnenilai sejauh rnana keberhasilan rnisi rurnah sakit itu. Untuk dapat menilainya perlu ada kriteria dengan perangkat tolok ukur yang sensitif, tolok ukurnya berdasarkan kriteria yang dikaitkan dengan rnutu pelayanan (rnedis dan perawatan) dan kriteria penyelenggaraan manajemen. Kriteria yang berkaitan dengan penyelenggaraan rnanajernen salah satunya yaitu efisiensi dan kriteria yang berkaitan dengan jangkauan pelayanan kepada rnasyarakat (Respati, dkk , 2001).

Kriteria yang berkaitan dengan jangkauan pelayanan misalnya dengan adanya berbagai fenomena yang diketemukan di kota-kota besar tentang kecenderungan lamanya rawat inap (length of stay), rendahnya pernanfaatan tempat tidur dikarenakan masyarakat akhirnya menjadi takut untuk berobat dirumah sakit karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini akan menyebabkan semakin rendahnya Bed Occupancy Rate, yang semuanya akan berakibat terhadap semakin mahalnya biaya sehingga semakin sulit untuk dijangkau oleh masyarakat luas. Dengan semakin rendahnya pemanfaatan maka tempat tidur yang dapat digunakan kembali juga semakin rendah (Bed Turn Over) serta makin panjangnya tempat tidur yang kosong (Turn Over of Interval). Keempat indikator tersebut secara bersama-sama telah dijadikan salah satu indikator untuk menilai efisiensi dengan apa yang disebut Area Barber Johnson (Respati,dkk , 2001).

Efisiensi rawat inap merupakan penilaian terhadap pemanfaatan tempat tidur yang disediakan agar sesuai dengan tujuan pemanfaatannya berdasarkan jumlah pasien dan jumlah tenaga medis yang bekerja di ruang rawat inap. Penilaian efisiensi rawat inap dapat menggunakan beberapa metode yaitu metode Data Envelopment Analysis dan metode berdasarkan teori Barber-Johnson.

Metode Data Envelopment Analysis merupakan salah satu metode untuk penilaian efisiensi di rumah sakit dengan menggunakan analisis biaya (Cost Benefit Analysis, Cost Effectiveness Analysis, Critical Factor Analysis, Activity Base Costing, Logistic Requirement, Trend, dan Break Even Point), variabel input (jumlah total pekerja rumah sakit, jumlah tempat tidur, jumlah alat, jumlah biaya operasional), dan variabel output (jumlah pasien, jumlah pendapatan bersih, pelayanan sosial lainnya). Selain metode Data Envelopment Analysis terdapat metode perhitungan efisiensi di rawat inap yang lebih cepat, sederhana dan mudah dilakukan oleh rumah sakit tanpa harus membandingkan dengan organisasi sejenis untuk menilai efisiensi dari suatu pelayanan rawat inap dan juga tanpa harus melakukan analisis biaya rumah sakit, teori ini dikenal sebagai teori Barber-Johnson.

Teori yang dibuat oleh Barber–Johnson, merumuskan dan memadukan empat parameter untuk memantau dan menilai tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur untuk bangsal perawatan pasien. Efisiensi pelayanan rawat inap yang berkaitan dengan pemanfaatan tempat tidur yang tersedia di

rumah sakit dengan menggunakan teori Barber-Johnson merupakan salah satu syarat penilaian oleh Tim Akreditasi Rumah Sakit.

Terdapat beberapa penelitian di rumah sakit lain untuk mengkaji efisiensi pelayanan rawat inap dengan menggunakan grafik Barber-Johnson.

Penelitian tersebut diantaranya dilaksanakan di RSUD Pandan Arang Boyolali periode triwulan Tahun 2012 oleh Tri Lestari, dkk. Pada Bangsal kelas III periode triwulan I tahun 2012 yang masuk daerah efisiensi adalah Bangsal Cempaka III sedangkan Bangsal Anggrek dan Bougenfil berada diluar daerah efisiensi. triwulan II yang masuk daerah efisiensi adalah Bangsal Cempaka III sedangkan Bangsal Anggrek dan Bougenfil berada diluar daerah efisiensi. Triwulan III yang masuk daerah efisiensi adalah Bangsal Bougenfil dan Cempaka III sedangkan Bangsal Anggrek berada diluar daerah efisiensi. Triwulan IV yang masuk daerah efisiensi adalah Bangsal Bougenfil sedangkan Bangsal Anggrek dan Cempaka III berada diluar daerah efisiensi.

Penelitian Nisa (2013) di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Berdasarkan teori Barber-Johnson Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan tahun 2012 terlihat bahwa titik temu keempat indikator berada diatas dan jauh dari daerah efisien. Hal ini dikarenakan masih panjangnya angka TOI yaitu mencapai 13 hari dan tingginya ALOS yang mencapai 26 hari.

Rumah Sakit Bakti Timah merupakan rumah sakit tertua dan percontohan di wilayah Provinsi Bangka-Belitung yang sedang dalam proses akreditasi JCI (Joint Commision International). Sarana dan prasarana

fasilitas pengobatan di Rumah Sakit Bakti Timah cukup lengkap sehingga menjadi pilihan utama masyarakat yang ada di Provinsi Bangka-Belitung terutama di pulau Bangka. Berdasarkan observasi awal di Rumah Sakit Bakti Timah Pangkal Pinang, didapatkan indikator efisiensi di pelayanan rawat inap tahun 2013 yaitu nilai LOS dari Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang pada triwulan I-IV berkisar antara 2,72-3,09, nilai BOR dari Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang pada triwulan I-IV berkisar antara 60,89%-73,49%, nilai TOI dari Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang pada triwulan I-IV berkisar antara 1,16-2,29 hari, nilai BTO dari Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang pada triwulan I-IV berkisar antara 17,56-20,58 kali. Keempat indikator tersebut tidak sesuai dari ketentuan standar Barber-Johnson.

Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang memiliki 11 ruang rawat inap, salah satunya adalah ruang Anggrek. Ruang Anggrek merupakan ruang rawat inap kelas utama yaitu ruang rawat inap dengan standar di bawah kelas VIP dan diatas kelas I. Berdsasarkan hasil observasi awal ruang Anggrek merupakan ruangan pilihan utama masyarakat Pangkalpinang dan sekitarnya. Hal ini ditandai oleh tingginya nilai Bed Occupancy Rate (BOR) dibandingkan dengan ruang rawat inap lainnya di RS Bakti Timah Pangkalpinang relatif tinggi berkisar antara 81-96% pada tahun 2012 dan 86-100% pada tahun 2013 sehingga menyebabkan nilai melebihi standar menurut teori Barber-Johnson yaitu antara 75-85%. Hal tersebut menjadi pertanda bahwa tingginya utilitas pemakaian tempat tidur di ruang Anggrek

yang dapat mempengaruhi efisiensi pelayanan rawat inap. Oleh karena itu penelitian difokuskan di ruang Anggrek Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang.

Dokumen terkait