• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini berjudul “Gambaran Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Teori Barber-Johnson di Ruang Anggrek Rumah Sakit Bakti Timah Pangkal Pinang Triwulan I-IV Tahun 2014”. Penelitian ini dilakukan dengan melihat pemanfaatan tempat tidur menggunakan indikator

berdasarkan teori Barber-Johnson di Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan retrospektif untuk mengetahui efisiensi yang dihitung berdasarkan empat indikator sebagai dasar pembuatan grafik Barber-johnson. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Waktu penelitian adalah bulan Agustus 2014 - Maret 2015.

13

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Menurut UU Nomor 44 Tahun 2009 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan garawat darurat yaitu keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 tugas rumah sakit yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Rumah sakit juga memiliki fungsi diantaranya sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Menurut UU Nomor 44 Tahun 2009 Rumah sakit dibagi beberapa jenis yaitu :

1. Berdasarkan Jenis Pelayanan

a) Rumah sakit umum yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

b) Rumah sakit khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

2. Berdasarkan Pengelolaannya

a) Rumah sakit publik yaitu rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.

b) Rumah sakit privat yaitu rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

Klasifikasi rumah sakit yang tercantum dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 yaitu rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Rumah sakit umum dan rumah sakit khusus di kategorikan menjadi 4 kelas yaitu A ,B ,C, dan D.

2.2 Rawat Inap

Berdasarkan Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1165/MENKES/SK/X/2007 pelayanan rawat inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan atau pelayanan kesehatan lainnya dengan menginap di Rumah Sakit.

Pembagian ruang rawat inap berdasarkan pedoman teknis bangunan rumah sakit rawat inap kementerian kesehatan yaitu :

1. Untuk ruang perawatan VIP yaitu 18 m2/ tempat tidur ; 2. Untuk ruang perawatan kelas I yaitu 12 m2/ tempat tidur ; 3. Untuk ruang perawatan kelas II yaitu 10 m2/ tempat tidur ; 4. Untuk ruang perawatan kelas III yaitu 7,2 m2/ tempat tidur.

2.3 Evaluasi 2.3.1 Definisi

Evaluasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu penilaian dimana penilaian itu ditujukan pada orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada orang yang lebih rendah, baik itu dari

jabatan strukturnya atau orang yang lebih rendah keahliannya. Evaluasi adalah suatu proses penelitian positif dan negatif atau juga gabungan dari keduanya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978).

Menurut WHO Suatu cara yang sistematis untuk mempelajari berdasarkan pengalaman dan mempergunakan pelajaran yang dipelajari untuk memperbaiki kegiatan yang sedang berjalan serta meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang seksama untuk kegiatan masa mendatang.

Menurut Jones (1984) evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat program dalam spesifikasi kriteria, teknik pengukuran, metode analisis dan bentuk rekomendasi. Selanjutnya Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Dengan kata lain evaluasi informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan berikutnya.

2.3.2 Tujuan Evaluasi

Menurut Boyle yang dikutip oleh Suharto dalam buku “Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial” Sosial utama dari evaluasi adalah diarahkan kepada keluaran (output), hasil (outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana stategis. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan yang transparan dan

akuntabel dan harus disertai dengan penyusunan sosial kinerja pelaksanaan rencana yang sekurang-kurangnya meliputi :

1. Sosial masukan 2. Sosial keluaran 3. Sosial hasil

Lebih jauh lagi, evaluasi berusaha mengidentifikasikan mengenai apa yang sebenarnya yang terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program. Dengan demikian evaluasi bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasikan tingkat pencapaian tujuan

2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran 3. Mengetahui dan menganalisa konsekuensi-konsekuensi lain yang

mungkin terjadi diluar sosial (Suryani, 2010).

2.3.3 Jenis-jenis Evaluasi

Berdasarkan tahapan pelaksanaannya, evaluasi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : (Suharto, 2006).

1. Evaluasi tahap perencanaan

Yaitu evaluasi yang digunakan dalam tahap perencanaan untuk mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan terhadap cara pencapaian tujuan yang ditetapkan sebelumnya.

2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan

Pada tahap ini evaluasi adalah suatu kegiatan yang melakukan analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Terdapat perbedaan antara konsep menurut penelitian ini dengan monitoring. Evaluasi bertujuan terutama untuk mengetahui apakah yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Sedangkan monitoring bertujuan melihat pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan, sedangkan evaluasi melihat sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuan, apakah tujuan tersebut sudah berubah dan apakah pencapaian program tersebut akan memecahkan masalah yang akan dipecahkan.

3. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan

Dalam hal ini konsep pada tahap pelaksanaan, yang membedakannya terletak pada objek yang dinilai dengan yang dianalisa, dimana tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding rencana tetapi hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang akan atau ingin dicapai.

2.4 Evaluasi Tingkat Efisiensi

Evaluasi tingkat efisiensi merupakan evaluasi tahap pasca pelaksanaan yaitu penilaian terhadap hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia seminimal mungkin untuk mencapai tujuan semaksimal mungkin.

Selain itu Evaluasi tingkat efisiensi juga merupakan penilaian terhadap taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses.

Efisiensi menurut Atmosudirdjo dalam Soejadi (1996) mengemukakan pengertian efisiensi yang dilihat dari empat sudut pandang sebagai berikut : 1) Efisiensi dilihat dari sudut pandang ilmu teknik adalah buah pikiran

seorang homo technicus, seorang manusia teknika. Efisiensi adalah ratio (perbandingan) antara efek yang tercapai secara riil dan efek yang secara teoritis (harus) dapat dicapai.

2) Efisiensi dilihat dari sudut pandang ilmu ekonomi adalah keseimbangan yang paling baik antara output dan input, antara hasil dan biaya (ongkos) dan sebagainya.

3) Efisiensi dilihat dari sudut pandang ilmu sosial adalah keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat rasa puas atau hasil dan derita-derita serta jerih payah (telah) harus dialami guna memperoleh hasil tersebut.

4) Efisiensi dilihat dari sudut pandang ilmu administrasi adalah paduan dari pada pengertian efisiensi dalam ilmu teknik, ekonomi, dan sosial tersebut diatas.

2.5 Efisiensi Pelayanan Rawat Inap

Efisiensi pelayanan rawat inap merupakan penilaian terhadap pemanfaatan tempat tidur yang disediakan agar sesuai dengan tujuan pemanfaatannya berdasarkan jumlah pasien dan jumlah tenaga medis yang bekerja di ruang rawat inap. Penilaian efisiensi rawat inap dapat menggunakan beberapa metode yaitu metode Data Envelopment Analysis dan metode berdasarkan teori Barber-Johnson. Efisiensi pelayanan rawat inap menggunakan teori Barber-Johnson merupakan salah satu prasyarat penilaian oleh Tim Akreditasi Rumah Sakit.

2.5.1 Efisiensi Metode DEA (Data Envelopment Analysist)

Data envelopment analysist pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun 1978 dan 1979. Semenjak itu pendekatan dengan menggunakan DEA ini banyak digunakan di dalam penelitian-penelitian operasional dan ilmu manajemen. Pendekatan DEA lebih menekankan pendekatan yang berorientasi kepada tugas dan lebih memfokuskan kepada tugas yang penting, yaitu mengevaluasi kinerja dari unit pembuat keputusan/UPK (decision making units). Analisis yang dilakukan berdasarkan kepada evaluasi terhadap efisiensi relatif dari UPK yang sebanding. Selanjutnya UPK-UPK yang efisien tersebut akan membentuk garis frontier. Jika UPK berada pada garis frontier, maka UPK tersebut dapat dikatakan efisien ralatif dibandingkan dengan UPK yang lain dalam Peer Group-nya. Selain menghasilkan nilai efisiensi

masing-masing UPK, DEA juga menunjukkan unit-unit yang menjadi referensi bagi unit-unit yang tidak efisien.

Model metode analisis efisiensi DEA yang digunakan dalam penilaian efisiensi di rawat inap rumah sakit yaitu model DEA CRS primal. Model DEA CRS primal yaitu model DEA yang memiliki performansi secara tepat dari cabang terbaik. Faktor yang mendapat nilai bobot yang kecil berarti memiliki pengaruh yang kecil pula terhadap produktivitas. Kemudian dibentuk Peer Group untuk menentukan arahan perbaikan produktivitas bagi UPK (pelayanan rawat inap) yang tidak efisien dan sebagai salah satu teknik perbaikan origin DEA. Setelah menentukan variabel lalu dianalisis korelasi faktor menggunakan software SPSS dengan metode Correlate Bivariate dengan parameter yang digunakan Pearson Correlation. Variabel yang digunakan dalam menggunakan metode ini yaitu :

a. Variabel Input meliputi jumlah dokter, jumlah perawat, jumlah paramedis, jumlah teknisi, jumlah staff administrasi, jumlah staff lain, jumlah tempat tidur, jumlah alat, jumlah biaya operasional.

b. Variabel Output meliputi jumlah keseluruhan pasien rawat inap di rumah sakit per klinik/pelayanan (Aidil, 2007).

2.5.2 Efisiensi Rawat Inap Standar Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Efisiensi pengelolaan rumah sakit secara garis besar dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi medis meninjau efisiensi dari sudut mutu pelayanan medis dan dari segi ekonomi meninjau efisiensi dari sudut pendayagunaan sarana yang ada (Soejadi, 1996).

Parameter yang umum digunakan untuk mengukur efisiensi rumah sakit adalah Bed Occupancy Rate (BOR), Length Of Stay (LOS), Bed Turn Over (BTO), Turn Over Interval (TOI), Net Death Rate (NDR), Gross Death Rate (GDR).

a. Bed Occupancy Rate (BOR)

Bed Occupancy Rate (BOR) merupakan persentase pemakaian tempat tidur pada waktu tertentu yang didefinisikan sebagai rasio jumlah hari perawatan RS terhadap jumlah tempat tidur dikalikan dengan jumlah hari dalam satuan waktu. Standar nilai Departemen Kesehatan RI tahun 2005 adalah 60% - 85%.

Jumlah hari perawatan rumah sakit Jumlah TT X jumlah hari dalam satu periode b. Average Length of Stay (ALOS)

Average Length of Stay (ALOS), yaitu rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu

BOR = x100 %

pengamatan lebih lanjut. Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2005, standar ideal LOS adalah 6-9 hari.

Jumlah lama dirawat

Jumlah pasien keluar (hidup+mati) c. Bed Turn Over (BTO)

Bed Turn Over (BTO), yaitu frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu (biasanya dalam periode satu tahun). Indikator ini memberikan tingkat efisiensi pada pemakaian tempat tidur. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

Jumlah pasien keluar (hidup+mati) Jumlah tempat tidur

d. Turn Over Interval (TOI)

Turn Over Interval (TOI) yaitu rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.

Indikator ini juga memberikan gambaran efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong/tidak terisi ada pada kisaran 1-3 hari.

(Jumlah TT x periode) – hari perawatan Jumlah pasien keluar (hidup+mati) e. Net Death Rate (NDR)

Net Death Rate (NDR) yaitu angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini ALOS=

BTO =

TOI =

memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit. Nilai NDR yang dianggap masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 dari 1000.

Jumlah pasien mati >48 jam dirawat Jumlah pasien keluar (hidup+mati)

f. Gross Death Rate (GDR)

Gross Death Rate (GDR) yaitu angka kematian umum untuk 1000 penderita keluar. Nilai GDR seyogyanya tidak lebih dari 45 per 1000 penderita keluar.

Jumlah pasien mati seluruhnya Jumlah pasien keluar (hidup+mati)

2.5.3 Efisiensi Rawat Inap Standar Teori Barber-Johnson

Perhitungan efisiensi rawat inap, jika menggunakan teori yang dikemukakan oleh Barber-Johnson memiliki perbedaan standar tingkat efisiensi dan rumus perhitungan yang berbeda dibandingkan dengan standar dan rumus perhitungan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2005. Rumus yang dikemukakan oleh Barber-Johnson yaitu :

a. Bed Occupancy Rate (BOR)

BOR = O x 100%

A

O = rata-rata tempat tidur yang terisi A = tempat tidur yang siap pakai

Standar nilai BOR menurut Barber Johnson adalah 75% - 85%

NDR = x 1000o/oo

GDR = x 1000o/oo

b. Length Of Stay (LOS)

LOS = O x t

D

O = rata-rata tempat tidur yang terisi T = waktu (hari/bulan/tahun)

Standar nilai LOS menurut Barber Johnson adalah 3-12 hari c. Bed Turn Over (BTO)

BTO = D A

D = pasien keluar (hidup + mati) A = rata-rata tempat tidur siap pakai

Standar nilai BTO menurut Barber Johnson adalah > 30 kali d. Turn Over Interval (TOI)

TOI =

A = rata-rata tempat tidur siap pakai O = rata-rata tempat tidur yang terisi D = pasien keluar (hidup+mati) t = waktu (hari/bulan/tahun)

Standar nilai TOI menurut Barber Johnson adalah 1-3 hari

2.6 Teori Barber – Johnson 2.6.1 Konsep Barber – Johnson

Barry Barber dan David Johnson pada tahun 1973 menciptakan suatu grafik yang secara visual dapat menyajikan dengan jelas tingkat efisiensi pengelolaan rumah sakit yang dilihat dari segi medis dan segi ekonomi. Barber – Johnson merumuskan dan memadukan empat parameter untuk memantau dan menilai tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur untuk bangsal perawatan pasien. Empat parameter tersebut yaitu :

a. Rata-rata lama rawat atau Average Length of Stay (AvLOS).

b. Rata-rata waktu luang tempat tidur terisi atau Turn Over Interval (TOI).

c. Persentasi tempat tidur terisi atau Bed Occupancy Rate (BOR).

d. Produktivitas tempat tidur atau Bed Turn Over Rate (BTO).

Terdapat empat garis bantu yang dibentuk oleh empat parameter Grafik Barber Johnson, yaitu :

a. AvLOS pada umumnya menjadi sumbu vertical.

b. TOI pada umumnya menjadi sumbu horizontal.

c. Garis bantu BOR merupakan garis yang ditarik dari pertemuan sumbu horizontal dan vertical, yaitu titik 0,0 dan membentuk seperti kipas.

d. Garis bantu BTO merupakan garis yang ditarik dan menghubungkan posisi nilai AvLOS dan TOI yang sama.

Grafik Barber Johnson (GBJ) mempunyai manfaat yaitu :

1. Membandingkan tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.

2. Memonitor perkembangan target efisiensi penggunaan tempat tidur 3. Membandingkan tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur antar unit.

(Sudra, 2010)

Menurut Soejadi (1996) Grafik Barber -Johnson bermanfaat untuk mengadakan perbandingan atau dapat digunakan sebagai pembantu untuk menganalisa, menyajikan dan mengambil keputusan mengenai : 1. Perbandingan dalam kurun waktu

Grafik Barber Johnson dapat menunjukkan perkembangan produktivitas dari rumah sakit dari tahun ke tahun yang dapat dilihat dari grafik dan bidang efisiensi.

2. Perbandingan antar rumah sakit

Perbandingan kegiatan antar bagian yang sama di beberapa rumah sakit atau antar bagian di suatu rumah sakit dapat digambarkan pada satu grafik. Dengan jelas dan mudah diambil kesimpulan rumah sakit mana atau bagian mana yang pengelolaannya efisien.

3. Meneliti akibat perubahan kebijakan

Grafik dapat digunakan untuk meneliti suatu kebijakan realokasi tempat tidur atau keputusan memperpendek Length of Stay.

4. Mengecek kesalahan laporan

Dengan menggambarkan ke-empat parameter Length of Stay, Turn Over Interval, Bed Occupancy Rate, dan Bed Turn Over pada satu

grafik. Laporan dikatakan benar apabila empat parameter tersebut tepat pada posisi grafik tersebut.

2.6.2 Dasar Menggambar Grafik Barber-Johnson 1. Gambar Sumbu X dan Sumbu Y

Gambar sumbu horizontal X - absis dan sumbu vertikal Y- ordinat.

X- absis adalah Turn Over Interval (TOI) dan Y ordinat adalah Length of Stay (LOS) (Soejadi, 1996).

Gambar 2.1 gambar sumbu X-absis (TOI) dan sumbu Y-ordinat (LOS) Sumber: Soejadi, 1996. Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit Grafik Barber

Johnson Sebagai Salah Satu Indikator

2. Gambar Garis Bed Occupancy Rate (BOR)

a. Gambar garis BOR = 50%, dengan menghubungkan titik (0,0) dan titik (1,1). Penjelasan :

Jika average of beds (O) = 50%, maka O = ½ A.

365 = Jumlah hari dalam setahun

O = Rata-rata tempat tidur yang terisi (average of beds) D = Jumlah Pasien yang Keluar dalam Keadaan Hidup

dan Meninggal (discharges) selama setahun

A = Rata-rata Tempat Tidur yang Siap pakai ( Average of available beds).

L = O x 365/D

= 1/2 A x 365/D T = ( A- O ) x 365/D

= (A- 1/2A) x 365/D

= 1/2A 365/D

b. Gambar garis BOR – 70%, dengan rumus yang sama akan menghasilkan 3L = 7T dengan titik (0,0) dan titik (3,7).

c. Gambar garis BOR = 80%, menghasilkan L = 4T dengan titik (0,0) dan titik (1,4).

d. Gambar garis BOR = 90%, menghasilkan L = 9T dengan titik (0,0) dan titik (1,9).

Gambar 2.2 Garis BOR 50%, 70%, 80%, 90%

Sumber: Soejadi, 1996. Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit Grafik Barber Johnson Sebagai Salah Satu Indikator

3. Garis BTO pada Grafik Barber-Johnson

a. Gambar garis BTO = 30 pasien yaitu membentuk garis dengan titik (12 1/6, 12 1/6).

Penjelasan :

L = O x 365 dan D

T = (A – O ) x 365 D

T = (A X 365 ) – O x 365

D D

T = 365 A

D

Menggambar garis BTO 30

B = D/A

30 = D/A, dimana D = 30, A = 1, dan O = 1 L = O x 365/D

L = 1 x365/30 L = 12 1/6

T = 365 A/D

T = 12 1/6

Maka T = 12 1/6 dan L = 12 1/6, sehingga didapat garis dengan titik (12 1/6,12 1/6).

b. Gambar garis BTO = 20 pasien dengan cara yang sama membentuk garis dengan titik (18 ¼, 18 ¼).

c. Gambar garis BTO = 15 pasien membentuk garis dengan titik (24 1/3, 24 1/3).

d. Gambar garis BTO = 12,5 pasien membentuk garis dengan titik (29 1/5,29 1/5).

Gambar 2.3 Garis BTO 30, 20, 15, 12.5

Sumber: Soejadi, 1996. Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit Grafik Barber Johnson Sebagai Salah Satu Indikator

4. Daerah Efisiensi pada Grafik Barber – Johnson

Menggambar daerah yang efisien. Daerah efisien dibatasi oleh garis :

a. TOI = 1 b. LOS = 3 c BOR ≥ 75%

Menurut Barber Johnson grafik yang berbeda di luar daerah ini menunjukkan bahwa sistem yang sedang berjalan kurang efisien. Pada satu grafik hasilnya adalah komposisi seperti pada grafik dibawah ini (Soejadi, 1996).

Gambar 2.4 Daerah Efisiensi Pada Grafik Barber-Johnson

Sumber: Soejadi, 1996. Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit Grafik Barber Johnson Sebagai Salah Satu Indikator

2.6.3 Menggambar Grafik Barber-Johnson

Untuk menentukan suatu titik efisiensi pada grafik Barber-Johnson dengan menghubungkan nilai LOS, TOI, BOR, dan BTO berdasarkan data dari suatu rumah sakit. Misalnya suatu rumah sakit nilai LOS nya 12 hari, TOI = 3 hari, BOR = 80%, dan BTO = 25 pasien maka hasilnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini (Soejadi, 1996).

Gambar 2.5 Batas Daerah Efisiensi Pada Grafik Barber-Johnson Sumber: Soejadi, 1996. Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit Grafik Barber

Johnson Sebagai Salah Satu Indikator

2.6.4 Makna Grafik Barber-Johnson

a. Makin dekat grafik BOR dengan Y ordinat, maka BOR makin tinggi.

b. Makin dekat grafik BTO dengan titik sumbu, maka BTO makin tinggi jumlahnya.

c. Menurut Benjamin dan Perkins (1961), jika rata-rata Turn Over Interval tetap, tetapi Length of Stay berkurang, maka Percentage Bed Occupancy akan menurun.

d. Bilamana Turn Over Interval tinggi, kemungkinan disebabkan karena organisasi yang kurang baik, kurang permintaan (demand)

akan tempat tidur atau kebutuhan tempat tidur darurat (the level anad pattern of emergency bed requirements). Turn Over Interval yang tinggi dapat diturunkan dengan mengadakan perbaikan organisasi, tanpa mempengaruhi Length of Stay.

e. Bertambahnya Length of Stay disebabkan karena kelambanan administrasi di rumah sakit, kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijaksanaan di bidang medis.

f. Pada grafik Barber-Johnson terdapat suatu daerah yang dibatasi garis:

1. Turn Over Interval = 1 hari 2. Turn Over Interval = 3 hari

3. Percentage Bed Occupancy minimal 75%

Menurut Barber-Johnson grafik yang berada di luar daerah diatas menunjukkan, bahwa sistem yang sedang berjalan adalah kurang efisien (Soejadi, 1996).

2.7 Kerangka Teori

Kerangka teori efisiensi pelayanan rawat inap rumah sakit menggunakan beberapa metode yaitu metode DEA yang menggunakan beberapa variabel input dan output yang dianalisis menggunakan software spss dengan model Correlate Bivariate menggunakan parameter Pearson Correlation dan metode yang berdasarkan pemanfaatan tempat tidur dengan indikator standar Departemen Kesehatan (2005) dan indikator standar teori Barber-Johnson (1973). Dimana Departemen Kesehatan membuat enam indikator pengukuran efisiensi pelayanan rawat inap dan metode Barber-Johnson menggunakan empat indikator pengukuran efisiensi pelayanan rawat inap. Indikator pengukuran efisiensi pelayanan rawat inap menurut Departemen Kesehatan yaitu Bed Occupancy Rate (BOR), Length Of Stay (LOS), Bed Turn Over (BTO), Turn Over Interval (TOI), Net Death Rate (NDR), dan Gross Death Rate (GDR). Sedangkan indikator pengukuran efisiensi pelayanan rawat inap berdasarkan grafik Barber-Johnson hanya menggunakan Bed Occupancy Rate (BOR), Length Of Stay (LOS), Bed Turn Over (BTO), dan Turn Over Interval (TOI). Pada penelitian ini peneliti lebih fokus kepada teori Barber-Johnson yang berarti peneliti melihat hanya dari empat indikator pengukuran efisiensi pelayanan rawat inap karena teori Barber-Johnsn merupakan pengukuran efisiensi rawat inap sebagai salah satu syarat akreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit KARS.

Input Output

Proses

Bagan 2.1 Kerangka Teori Indikator Pengukuran Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Barber-Johnson (1973) Sumber: Soejadi, 1996. Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit Grafik Barber Johnson Sebagai Salah Satu Indikator

Data rekam medis:

1. hari dirawat

2. jumlah tempat tidur terisi

3. jumlah pasien masuk dan keluar

3. jumlah pasien masuk dan keluar

Dokumen terkait