• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, LATAR , DAN ALUR PADA NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

2.1 Tokoh dan Penokohan

2.2.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya

fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencangkup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan sikap, dan lain-lain, yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Disamping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas, (Nurgiyantoro, 1995:233-234).

Pada pembahasan ini, Latar sosial akan dibedakan menjadi empat yaitu latar sosial agama katolik, latar sosial budaya mistik, latar sosial budaya jawa, dan latar tentang kehidupan seks para tokoh.

2.2.3.1 Latar Sosial Agama

Latar sosial agama khususnya agama Katolik sangat terlihat ketika di dalam cerita tokoh utama yaitu Saman dithabiskan menjadi seorang Pater atau Romo. Perayaan misa penthabisan seseorang menjadi imam itu hanya dilakukan dan dipercayai oleh kepercayaan agama katolik. Setelah Saman dithabiskan menjadi seorang Pater atau Romo ia tinggal di Biara. Biara adalah suatu tempat tinggal para biarawan, mereka melayani Tuhan dan umat-umat Katolik lainya.Ia hidup menggereja rela hidup sederhana, patuh dengan perintah dan pelayanan bagi umatnya serta tanpa adanya pernikahan.

Terang yang paling kecil datang dari lilin-lilin yang dinyalakan koster sebelum misa penthabisan dimulai. Tiga pemuda itu berjubah putih, lumen de lumine, dan uskup dengan mitra keemasan memanggil nama mereka satu per satu. Juga namanya Athanasius Wisanggeni.Sakramen

dingin.Mereka telah mengucapkan kaulnya.Pada mereka telah dikenakan stola.Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka Pater. Dan namanya menjadi Pater Wisanggeni, atau Romo Wis (Utami, 1998:41).

2.2.3.2 Latar Budaya Mistik

Latar budaya mistik terlihat dalam novel ini, hal tersebut terlihat pada kejadian ketika Saman masih kecil. Ibunya yang masih raden ayu itu mempunyai kebiasaan-kebiasaan aneh. Terkadang sikap ibunya tidak bisa dijelaskan oleh akal.Ia sering nampak ditempat yang ia ada, atau berada ditempat ia tidak ada. Selain itu kejadian aneh lainnya pada saat bayi yang tiba-tiba hilang begitu saja dari kandunganya. Ibunya sering menembang yang bisa mendamaikan hati, tetapi pada saat ia menembang tanpa seorang bayi yang dapat dilihat oleh orang lain, ibu Saman terlihat aneh, tidak hanya itu Saman juga pernah melihat ibunya sedang momong seorang bayi kecil bersama seorang laki-laki dan itu bukan ayahnya. Kejadian aneh lainya yaitu ketika adik kedua Saman juga meninggal pada umur tiga hari.

Ibunya yang masih raden ayu adalah sosok yang tak selalu bisa dijelaskan oleh akal.Ia sering Nampak tidak berada di tempat ia ada, atau berada ditempat ia tidak ada, (Utami, 1998:44).

Lalu terdengar suara lelaki, tiba-tiba berada di ruang itu.Ia bercakap-cakap dengan ibu, tetapi Wis tidak mengerti bahasa mereka.Ia hanya menangkap intonasi yang melantun dalam gelombang tenang seperti angina yang tertiup malam itu.Rasanya mereka sedang memomong si

bayi dengan bahagia. Lelaki itu mendengarkan ibu menggumam: lela lela

2.2.3.3 Latar Budaya Jawa

Dalam novel ini budaya Jawa juga terlihat ketika terjadi pro dan kontra antara Shakuntala dan Yasmin. Shakuntala adalah orang Jawa tetapi ia tidak setuju dengan budaya Jawa yang menganggap derajat wanita rendah dibandingkan derajat laki-laki. Perempuan dianggap rendah dan laki-laki dianggap lebih tinggi.Sedangkan Yasmin orang Manado yang menikah dengan orang Jawa menyetujui adanya adat jawa yang mempunyai ketentuan mutlak bahwa wanita harus hormat kepada suami karena derajat laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal tersebut terlihat ketika ia menyaksikan Yasmin menikah dengan Lukas menggunakan budaya Jawa.

Yasmin Monika orang Manado, tapi ia setuju saja menikah dengan adat Jawa yang rumit itu.ia juga rela mencuci kaki Lukas sebagai tanda sembah bakti istri pada suami, yang tak ada pada upacara ala Manado. “Kok mau-maunya sih pakai cara begitu?” aku protes. Tapi ia menjadi ketus. “Ah, Yesus juga mencuci kaki murid-muridnya. Lagipula, kamu sendiri orang Jawa!” Aku mau memberondongkan argumen panjang tentang Yesus-nya dan Jawa-ku. Misalnya, cuci-cucian Yesus itu adalah sebuah penjungkiran nilai-nilai, sementara yang dilakukan istri Jawa adalah kepatuhan dan ketidakberdayaan (Utami, 1998:154).

2.2.3.4 Latar Tentang Kehidupan Seks

Dalam novel ini terlihat bahwa seks adalah suatu masalah yang dialami hampir semua tokoh.Gambaran bagaimana seks tersebut dialami oleh para tokoh hingga menimbulkan banyak konfik terhadap perilaku-perilaku seksual para tokoh. Dalam novel ini telah banyak menceritakan

bagaimana hubungan seks dianggap sebagai kebutuhan dalam hidup mereka.

Lalu ia akan berkata, “sudah lama saya menunggu saat ini,” dan

mengecup bibir saya. Dan saya akan membalasnya dengan gemas sampai ia tak sanggup menahan lagi. Barangkali kami melakukanya di taman ini, disini, di bangku sebelah gelandangan yang tidur nyenyak, di antara biji-biji kitiran yang diterbangkan angin. Kami melakukanya tanpa

melepaskan seluruh pakaian, sebab hari masih terlalu dingin untuk

telanjang. Setelah itu mengulanginya di kamar hotel, tanpa berlekas-lekas, di mana kulit saya bias menikmati kulitnya, dan kulitnya menikmati kulit saya, sebab kami telah menanggalkan semua pakaian. Dan kami

berkeringat. Lalu, setelah usai, kami akan bercinta satu sama lain. Tentang apa saja (Utami, 1998:30).

Fantasi-fantasi seks terlihat pada para tokoh ketika mereka mempunyai fantasi-fantasi seks tersendiri. Yasmin yang sudah mempunyai istri berselingkuh dengan Saman seorang Romo.

Yasmin menangis.Aku memeluknya, hendak menenangkanya.Ia terus menangis, pilu bagaikan anak kecil, sehingga aku mendekapnya erat. Namun, tanpa aku pahami akhirnya justru akulah yang menjadi seperti anak kecil: terbenam di dadanya yang kemudian terbuka, seperti bayi yang haus. Tubuh kami terhimpit. Gemetar, selesai sebelum mulai, seperti tak sempat mengerti apa yang baru saja terjadi tapi ia tak perduli, ia menggandengku ke kamar. Aku tak tahu bagaimana aku akhirnya melakukanya.Ketika usai aku menjadi begitu malu. Namun ada perasaan lega yang luar biasa sehingga aku terlelap (Utami, 1998:177).

Terjaga dini hari atau tengah malam karena ada yang menggigit dekat ketiakku.Kulihat tanganya masturbasi.Ia naik diatasku setelah

mencapainya. Aku tahu aku tak tahu cara memuaskanya(Utami, 1998:177).

Shakuntala yang seorang biseksual sehingga ayah dan kakaknyanya menyebutnya sundal, Laila menjalin hubungan dengan Sihar yang sudah mempunyai istri .

Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku Sundal. Sebab aku telah tidur dengan beberapa lelaki dan beberapa

perempuan.Meski tidak menarik bayaran.Kakak dan ayahku tidak menghormatiku (Utami, 1998:115).