ABSTRAK
Permata. Paulina Eka Vianti. 2011. “ Penyimpangan-Penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra”. Skripsi Sastra 1 (S1) Yogyakarta: Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra. Penelitian ini bertujuan pertama, memaparkan kajian struktural yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Kedua, menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.
Penelitian ini menggunakan pendekatan struktur dan psikologi sastra. Pendekatan struktur digunakan untuk menganalisis tokoh penokohan dalam Novel Saman guna mengetahui pribadi-pribadi para tokoh, memahami latar tempat dan latar waktu kejadian yang terdapat dalam cerita pada novel. Psikologi sastra dengan menggunakan teori Sigmun Freud sebagai ladasan teori tentang penyimpangan-penyimpangan seksual serta teori penyimpangan seksual secara sosial. Pendekatan psikologi sastra tersebut digunakan untuk menganalisis tentang penyimpangan-penyimpangan seksuali para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.
Hasil kajian struktural, menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel
Saman ini adalah tokoh Saman. Tokoh tambahan adalah Laila, Sihar, Yasmin,
Shakuntala dan Upi. Latar terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat terbagi menjadi tiga lokasi yaitu Pantai Laut Cina Selatan, Prabumulih, dan New York. Latar waktu terbagi menjadi dua, yang pertama latar waktu pada periode Saman sebelum keluar dari biara dan latar waktu pada periode setelah Saman keluar dari biara. Latar sosial dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu latar sosial agama Katolik, latar dunia mistik latar budaya Jawa dan latar kehidupan seks. Alur yang digunakan dalam novel Saman adalah alur flashback.
Hasil kajian psikologi menunjukkan bahwa permasalahan utama para tokoh dalam novel Saman adalah permasalahan seksual. Para tokoh dalam novel
Saman mengalami penyimpangan-penyimpangan seksual yang berbeda-beda.
tokoh Shakuntala dalam memperoleh tujuan sesualnya mengalami penyimpangan seksualitas inverse (pembalikan). Penyimpangan seksual yang dialami Shakuntala yaitu penyimpangan pribadi yang terbalik dalam dua arah (amphigenouslly
inverted) dan pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan inversi (occasionally inverted). Penyimpangan yang berhubungan dengan tujuan
▸ Baca selengkapnya: pengenalan para tokoh, penataan adegan, dan hubungan antar tokoh pada teks novel sejarah termasuk pada struktur
(2)ABSTRACT
Permata, Paulina Eka Vianti. 2011. "Deviations Sexuality in Novel Saman
Ayu Utami Work". Thesis Literature 1 (S1) Yogyakarta: Indonesian
Literature Department, Faculty of Arts, University of Sanata Dharma.
This study analyzes the distortions of sexuality of the characters in the novel Saman masterpiece Ayu Utami study of the structure and Psychology Literature. The first aim of this study, explain structural studies that include character and characterization, setting, and plot. The second goal, analyze deviations sexuality of the characters in the novel Saman materpiece Ayu Utami.
This research approach and structure of psychology literature. Approach used to analyze the structure of the characters in the novel Saman characterization to determine of the personalities of the character, to understand the background of the place and time occurrence background contained in the story of the novel. Psychology literature using Sigmund Freud’s theory as the theoretical basis of sexual deviations and social theory of sexual deviation. The psychology approach is to analyze the literature about sexual deviation of the characters in the novel
saman masterpiece Ayu Utami.
The structural study result showed that the main character in saman novel is the character saman. Additional characters are Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala and Upi. A background divided into three location, place setting, time setting, and social background. A background place is divided into three locations: the South China Sea, Prabumulih, and NewYork. Setting time is divided into two, the first background on the period of time before exiting te abbey summons and setting a second period of time after the wrant out of the convent. Social background in the novel Saman masterpiece Ayu Utami ,Catholic religion is the background, the background of the mystical world Javanese cultural background and foreground sex life. Groove used in novel Saman is flashback groove.
PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN SEKSUAL PARA TOKOH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI
KAJIAN STRUKTUR DAN PSIKOLOGI SASTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Paulina Vianti Eka Permata 114114027
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,31 Agustus 2015
Penulis
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Paulina Vianti Eka Permata
NIM : 114114027
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “
Penyimpangan-penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman karya Ayu Utami Kajian
Struktural dan Psikologi Sastra”.
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalam data, mendistribusi secara terbatas dan mempublikasikannya di
internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta
izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal, 31 Agustus 2015
Yang menyatakan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan kasihnya untuk menuntun penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Judul skripsi ini adalahPenyimpangan-penyimpangan Seksualitas Para
Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami, ditulis untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia.
Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, karena itu penulis mau mengucapkan limpah terima kasih kepada:
1. Dr. Yosep Yapi Taum, M.Hum., yang berkenan menjadi pembimbing I
penulis dalam menyusun skripsi ini. Beliau telah memberikan banyak
masukan, pinjaman buku referensi, teori-teori yang digunakan dalam
skripsi ini, dan terus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Peni Adji S.S, M. Hum, yang berkenan menjadi pembimbing II, selaku
dosen pembimbing akademik penulis. Beliau juga memberikan masukan
dan terus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Para dosen Program Studi Sastra Indonesia USD yang belum disebut: Drs.
B. Rahmanto, M.Hum., Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Dr.
Paulus Ari Subagyo, M.Hum., Drs. Hery Antono, M.Hum., dan Drs. F.X.
Santosa, M.S., serta dosen-dosen pengampu mata kuliah tertentu yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Pengabdian mereka untuk dunia
pendidikan sangat berharga dan patut dihormati.
4. Bapak Yohanes Suparlan dan ibu Siti Rohani, keluargaku tercinta yang
telah membiayai dan selalu mendoakan penulis setiap saat.
5. Yoseph Charolus Leba yang selalu memotivasi dan selalu membantu serta
dengan sabar menemani penulis untuk mencari buku referensi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Staf secretariat fakultas Sastra dan BAAK yang selalu mempermudah
urusan administrasi.
7. Karayawan/i perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah
8. Anggota keluarga besar yang selalu memberi dukungan doa dan dorongan
semangat kepada penulis.
9. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2011, yang selalu membantu dan
memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Teman-teman kos Cantik, atas kebersamaannya selama ini, yang telah
mengajarkan begitu banyak hal kepada penulis dalam pergaulan Terima
kasih atas dukungan dan doanya.
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun telah
banyak memberikan dukungan dan perhatian sampai selesai skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
menerima segala bentuk kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini.
Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terima kasih.
Yogyakarta, 31 Agustus 2015
Penulis
MOTTO
Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. (Amsal 3:5-6)
Pergilah dan jadilah bijak dengan berpijak pada kegagalan masalalumu Sebagai cambuk dan bergurulah pada keberhasilan untuk terus maju mengukir
ABSTRAK
Permata. Paulina Eka Vianti. 2011. “ Penyimpangan-Penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra”. Skripsi Sastra 1 (S1) Yogyakarta: Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra. Penelitian ini bertujuan pertama, memaparkan kajian struktural yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Kedua, menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.
Penelitian ini menggunakan pendekatan struktur dan psikologi sastra. Pendekatan struktur digunakan untuk menganalisis tokoh penokohan dalam Novel Saman guna mengetahui pribadi-pribadi para tokoh, memahami latar tempat dan latar waktu kejadian yang terdapat dalam cerita pada novel. Psikologi sastra dengan menggunakan teori Sigmun Freud sebagai ladasan teori tentang penyimpangan-penyimpangan seksual serta teori penyimpangan seksual secara sosial. Pendekatan psikologi sastra tersebut digunakan untuk menganalisis tentang penyimpangan-penyimpangan seksuali para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.
Hasil kajian struktural, menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel Saman ini adalah tokoh Saman. Tokoh tambahan adalah Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala dan Upi. Latar terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat terbagi menjadi tiga lokasi yaitu Pantai Laut Cina Selatan, Prabumulih, dan New York. Latar waktu terbagi menjadi dua, yang pertama latar waktu pada periode Saman sebelum keluar dari biara dan latar waktu pada periode setelah Saman keluar dari biara. Latar sosial dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu latar sosial agama Katolik, latar dunia mistik latar budaya Jawa dan latar kehidupan seks. Alur yang digunakan dalam novel Saman adalah alur flashback.
ABSTRACT
Permata, Paulina Eka Vianti. 2011. "Deviations Sexuality in Novel Saman
Ayu Utami Work". Thesis Literature 1 (S1) Yogyakarta: Indonesian
Literature Department, Faculty of Arts, University of Sanata Dharma.
This study analyzes the distortions of sexuality of the characters in the novel Saman masterpiece Ayu Utami study of the structure and Psychology Literature. The first aim of this study, explain structural studies that include character and characterization, setting, and plot. The second goal, analyze deviations sexuality of the characters in the novel Saman materpiece Ayu Utami.
This research approach and structure of psychology literature. Approach used to analyze the structure of the characters in the novel Saman characterization to determine of the personalities of the character, to understand the background of the place and time occurrence background contained in the story of the novel. Psychology literature using Sigmund Freud’s theory as the theoretical basis of sexual deviations and social theory of sexual deviation. The psychology approach is to analyze the literature about sexual deviation of the characters in the novel saman masterpiece Ayu Utami.
The structural study result showed that the main character in saman novel is the character saman. Additional characters are Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala and Upi. A background divided into three location, place setting, time setting, and social background. A background place is divided into three locations: the South China Sea, Prabumulih, and NewYork. Setting time is divided into two, the first background on the period of time before exiting te abbey summons and setting a second period of time after the wrant out of the convent. Social background in the novel Saman masterpiece Ayu Utami ,Catholic religion is the background, the background of the mystical world Javanese cultural background and foreground sex life. Groove used in novel Saman is flashback groove.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v
KATA PENGANTAR... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN... viii
ABSTRAK... ix
ABSTRACT... x
DAFTAR ISI……….... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah………..1
1.2 RumusanMasalah………..6
1.3 TujuanPenelitian………6
1.4 ManfaatPenelitian………..7
1.5 TinjauanPustaka………...7
1.6LandasanTeori………10
1.6.1 KajianStruktural………10
1.6.2 PendekatanPsikologiSastra………17
1.7 MetodePenelitian………23
1.7.1 MetodedanTeknikPengumpulan Data………. 23
1.7.2 MetodedanTeknikAanalisis Data……… 24
1.7.3 TeknikPenyajianHasilAnalisis Data……… 24
1.8 SistematikaPenyajian………..25
BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, LATAR DAN ALUR PADA NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI 2.1 TokohdanPenokohan……… 26
2.1.1 TokohUtamaDalam Novel Saman………... 27
2.1.2 TokohTambahanDalam Novel Saman………... 32
2.1.2.1 TokohdanPenokohanLaila………... 32
2.1.2.2 TokohdanPenokohanSihar………...35
2.1.2.3 TokohdanpenokohanShakuntala……… 37
2.2.1 LatarTempat……….. 45
2.2.1.1 PantaiLautCina Selatan………. 45
2.2.1.2 KotaPerabumulih………... 46
2.2.1.3 Kota New York……….. 47
2.2.2 LatarWaktu………. ..48
2.2.2.1 PeriodeKehidupanSamanSebelumKeluardari Biara…..48
2.2..2.2PeriodeKehidupanSamanSetelahKeluardariBiara……...51
2.2.3 LatarSosial……… 53
2.2.3.1 LatarSosialAgama……… 54
2.2.3.2 LatarBudayaMistik……….. 54
2.2.3.3 LatarBudayaJawa………. 55
2.2..3.4LatarTentangKehidupanSeks……….. 56
2.2.4 Plot danAlur……….. 58
2.2.5 Rangkuman……… 60
BAB III PENYIMPANGAN SEKSUALITAS PARA TOKOH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI 3.1 Pengantar……… 63
3.2 Penyimpangan yang BerhubungandenganObjekSeksual………... 65
3.2.1 PribadiMenyimpangTerbalikdalamDuaArah……… 65
3.2.2 PribadiMenyimpangyangKadang-kadangMemperlihatkaninversi……….. 67
3.3 Penyimpangan yang BerhubungandenganTujuanSeksual…………. .. 70
3.4 PenyimpanganSeksualSosial……….. 72
3.4.1 TokohSaman: HubunganSeksual diluarPernikahan/Perzinahan…73 3.4.2 TokohLaila: HubunganSeksual diluarPernikahan/Perzinahan...77
3.4.3 TokohSihar: Perselingkuhan………..79
3.4.4 TokohYasmin: Perselingkuhan………..81
3.4.5 Rangkuman……….84
BAB 1V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………..85
B. Saran………....87
DAFTAR PUSTAKA………. 89
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Karya sastra membicarakan kehidupan manusia dengan segala
kompleksitas, maka karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang
tidak dapat dipisahkan. Sastra merupakan cerminan dari kehidupan manusia
yang di dalamnya tersirat sikap, tingkah laku, pemikiran, pengetahuan,
imajinasi, tanggapan, serta spekulasi mengenai manusia itu sendiri. Menurut
Wellek dan Warren (1989:109-110), sastra “menyajikan kehidupan” dan
“kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya
sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Lebih jelas lagi kalau
dikatakan sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup.
Novel sebagai karya sastra adalah sebuah dunia kecil yang diciptakan
pengarang dan merupakan representasi tiruan kehidupan manusia yang
dituangkan ke dalam bentuk tulisan (Esten, 1989:8). Sebagai tiruan
kehidupan manusia, novel akan menampilkan sebagian konflik yang dihadapi
manusia dalam kehidupannya yang diwakili oleh tokoh-tokoh dalam novel
Novel Saman karya Ayu Utami sering disebut sebagai contoh karya dengan ciri “keterbukaan baru” dalam membicarakan seksualitas. Pada
bagian-bagian novel yang menceritakan tokoh-tokoh pada novel yakni
Saman, Sihar, Laila, Shakuntala, Yasmin, dan Upi seks yang menjadi tema
utama. Perilaku seksual yang diceritakan hampir sepenuhnya bertentangan
dengan norma masyarakat (Indonesia), dalam arti bahwa yang diceritakan
bukanlah hubungan heteroseksual yang disahkan oleh surat nikah. Shakuntala
cenderung biseksual, Laila jatuh cinta pada seorang laki-laki yang sudah
menikah, Yasmin mengkhiati suaminya dengan sekaligus “memurtatkan”
seorang pastor, Sihar yang sudah mempunyai istri berselingkuh dengan Laila,
dan Upi yang melakukan hubungan seksual dengan benda-benda yang tidak
lazim. Kiranya tidak salah bila kita menyimpulkan bahwa dalam novel
tersebut seksualitas direpresentasikan dengan cara yang provokatif. Novel
Saman karya Ayu Utami (1998) menjadi titik awal trend sensasi seputar pengarang perempuan yang berlangsung sampai sekarang. Saman, dengan kalimat akhirnya “perkosalah aku” yang provokatif itu, menjadi buah bibir
terutama karena “pendobrakan” dan “keterbukaan”-nya dalam hal
seksualitas.
Berdasarkan fenomena tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti
mengenai penyimpangan-penyimpangan seksualitas yang terjadi dalam
masalah seksualitas yang merupakan problem yang dihadapi oleh para tokoh
yang terdapat dalam novel tersebut. Masalah seksual yang terungkap tertuang
dalam karya sastra layak untuk didalami karena telah melalui proses refleksi
sastra. Kedua, kajian psikologis yang secara khusus akan membahas
penyimpangan seksual belum banyak dilakukan, jadi penelitian ini untuk
mengisi kelangkaan tersebut.
Justina Ayu Utami lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ia
menamatkan kuliah di jurusan Sastra Rusia, Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. Ayu dikenal sebagai novelis sejak novel Saman memenangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga
tahun Saman terjual 55.000 eksemplar. Berkat Saman pula, ia mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan
kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Novel keduanya, Larung, yang
merupakan seri lanjutan dari novel Saman, terbit tahun 2001. Baru tujuh tahun kemudian, Ayu menghasilkan novel Bilangan Fu, setelah sebelumnya
sempat diselingi penerbitan kumpulan esai-nya “Si Parasit Lajang”
(GagasMedia, Jakarta 2003). Ayu meluncurkan novel terbarunya, seri
Bilangan Fu, Manjali dan Cakrabirawa.
Seksual berasal dari kata seks dan seksualitas. Seks berasal dari kata
perwujudan naluri seksuil, serta segala sesuatu yang ada pada manusia yang
mendapatkan dayanya dari naluri dorongan seksuil itu.
Seksual diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan
individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman,
pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksual berhubungan dengan
bagaimana mengkomunikasikan perasaan kepada lawan jenis melalui
tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan melalui
perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian,
dan perbendaharaan kata (Freud, 2010:45). Di antara beberapa aspek
pemikiran Freud, ia memberi tempat khusus pada masalah seksualitas, dan
masalah ini pula yang banyak menimbulkan kritik dan penolakan terhadap
dirinya. Banyak orang memahami seksualitas berkaitan semata pada masalah
alat-alat reproduksi.
Gunawan (1993:8) mendefenisikan seks sebagai keadaan anatomis
dan biologis yang merupakan pengertian sempit dari apa yang dimaksudkan
dengan seksualitas, yaitu keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan,
keperibadian, dan sikap seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta
orientasi seksualnya. Arti seks yang dikonotasikan dengan persentuhan
termaksud sebagai sex acts, yang berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama bertujuan untuk memiliki anak (sex as
Psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang
psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas
tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam
menghayati dan menyikapi kehidupan (Harjana dalam kutipan Sartika, 2011).
Jadi, pendekatan psikologi ini adalah analisis atau kritik terhadap suatu karya
sastra yang menitik beratkan pada keadaan jiwa manusia, baik terhadap
pengarang, karya sastra, maupun pembaca.
Asumsi dasar pengertian psikologi sastra antara lain dipengaruh oleh
beberapa hal. Pertama, adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan
produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada
situasi setengah sadar atau subconcius setelah jelas baru dituangkan ke dalam
bentuk secara dasar (conscious). Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai
dalam proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat
seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak
sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra (Endraswara 2013:96).
Kedua, kajian psikologi sastra selain meneliti perwatakan tokoh
secara psikologis juga aspek-aspek pemikiran dalam perasaan pengarang
ketika menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu
menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya menjadi hidup
(Endraswara, 2013:96).
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra
karya dalam berkarya (Endraswara, 2013:96). Aktivitas kejiwaan tersebut,
terlihat pada struktur novel Saman. Oleh karena itu, analisis struktur pada novel akan diterapkan terlebih dahulu, lalu akan dilanjutkan pada kajian
psikologi. Analisis struktur dalam penelitian, dibahas tentang tokoh
penokohan, latar dan alur dan unsur tersebut akan memudahkan peneliti
dalam mencari gagasan tentang penyimpangan-penyimpangan seksualitas
yang terdapat pada novel.
Dalam novel Saman segala permasalahan dan penyimpangan mengenai seksualitas yang dialami oleh para tokoh yang ada pada novel
tersebut merupakan salah satu daya tarik yang melatarbelakangi mengapa
peneliti mengambil ini sebagai bahan penelitian.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas. Maka permasalahan yang di bahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur novel Saman karangan Ayu Utami?
2. Bagaimana penyimpangan seksual yang dilakukan oleh para tokoh
yang terdapatdalam novel Saman karya Ayu Utami.
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian terhadap novel Saman Karya Ayu Utami memiliki dua tujuan pokok, yaitu:
2. Mendeskripsikan penyimpangan seksual yang terdapat dalam novel
Saman karya Ayu Utami. 1.4Manfaat Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah serangkaian struktur tokoh
penokohan dari beberapa tokoh dalam novel, yaitu tokoh Saman, Laila,
Sihar, Yasmin, Shakuntala dan Upi dan penyimpangan-penyimpangan
seksual yang dialami para tokoh dari sudut pandang Sigmun Freud. Secara
teoritis penelitian ini berguna untuk menambah perbehandaraan kritik
sastra yang meninjau karya sastra secara psikologi sastra yang
menggunakan teori psikoanalisis Sigmun Freud.
Sementara itu secara praktis, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan pembaca untuk mengetahui sastra secara psikoanalisis.
1.5Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini berisi pembahasan mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan masalah seksualitas di kehidupan sosial masyarakat dalam
novel Saman karya Ayu Utami. Penelitian mengenai masalah seksualitas yang
terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami telah diteliti oleh Teguh Candra
(1999), Katrin Bandel (2006), Indra Yenni Sugiarto (2007), Andri Wicaksono
(2011), dan Hani Solinkha (2011).
Teguh Candra mahasiswa Universitas Sanata Dharma tahun 1999
dalam skripsinya yang berjudul “Pandangan Wanita tentang Seksualitas
fokuskan pada keempat tokoh wanita yaitu Laila, Shakuntala, Yasmin dan
Cok guna untuk memahami bentuk-bentuk pandangan seksualitas keempat
tokoh yang terdapat pada novel Saman. Selanjutnya Candra ingin mendeskripsikan pandangan keempat tokoh yaitu: Laila, Shakuntala, Yasmin
dan Cok tentang seksualitas dalam novel Saman karya Ayu Utami menurut kajian strukturalisme Genetik.
Kartin Bandel (2006) dalam bukunya yang berjudul “Sastra, Perempuan, dan Seks,” mengatakan bahwa dalam novel Saman disamping pesan-pesan eksplisit dan provokatif yang menentang falosentrisme,
diungkapkan perempuan sebagai pihak yang aktif, dan mengakui berbagai
macam orientasi seksual, pada banyak adegan yang membicarakan seksualitas
justru terdapat kecendrungan falosentris, hal ini dapat dilihat dalam cerita
Saman, dikatakan seksulitas tokoh Upi awalnya digambarkan seperti dalam kutipan “Gadis itu terkenal di kota ini karena satu hal. Dia biasa berkeliaran di
jalan-jalan dan menggosok-gosokan selangkangannya pada benda-benda
seperti binatang yang merancap.Tentu saja beberapa laki-laki iseng pernah
memanfatkan tubuhnya.Konon, anak perempuan ini menikmatinya juga.
Karena itu, kata orang-orang, dia selalu saja kembali ke kota ini, mencari
laki-laki atau tiang listrik” (Utami, 1998:68).
Indra Yenni Sugiarto mahasiswa Universitas Sanata Dharma 2007
membahas seksualitas dalam skripsinya yang berjudul “Perilaku Seksual
dibahas adalah dinamika keperibadian dan struktur keperibadian tokoh serta
prilaku seksualitas tokoh dalam dalam novel Cantik Itu Luka .
Andri Wicaksono (2011) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta
dalam skripsinya yang berjudul Analisis Strukturalisme Genetik Novel Saman.
Andri berpendapat bahwa keberanian Ayu Utami berani melakukan
aksentuasi terhadap sesuatu yang tadinya bermakna tabu. “Ini juga patut
dihargai, ia telah mengaksentuasikan sesuatu nilai yang tadinya sangat tabu
dikatakan oleh kaum perempuan”. Novel Saman karya Ayu Utami sangat
menarik dan perlu dikaji, karena novel Saman mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial
pengarang.
Hani Solinkha (2011) dalam makalahnya yang berjudul Potret Seksualitas dan Kritik Sosial dengan Kajian Semiotika, berpendapat bahwa Novel Saman adalah novel yang menggambarkan sebuah potret perilaku seksual yang di dalamnya mengkaji tentang gambaran perilaku seksual,
perilaku seks menyimpang, serta yang terutama adalah keterkaitan antara
seksual dengan hak-hak perempuan.
Berdasarkan kajian pustaka di atas, tampak bahwa terdapat persamaan
subjek kajianya yaitu novel Saman karya Ayu Utami, tetapi dengan objek kajian yang berbeda. Ada juga persamaan objek kajiannya yaitu psikologis
novel Saman karya Ayu Utami dengan pendekatan Struktural dan Psikologi Sastra.
1.6 Landasan Teori
Dalam skripsi ini akan digunakan teori struktural, teori psikoanalisis,
pengertian seksualitas dan penyimpangan-penyimpangan seksual.
1.6.1. Kajian Struktural
Menurut Teeuw (1983:61) pendekatan struktural merupakan pekerjaan
pendahulu yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sastra sebelum ia
melakukan analisis lebih lanjut terhadap suatu karya sastra. Masih menurut
Teeuw, karya sastra sebagai dunia, dan kata mempunyai kebulatan makna
instrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri.Analisis struktural juga
dilakukan agar diperoleh kesistematisan pemahaman yang lebih mendalam
terhadap karya sastra, sehingga analisis selanjutnya yang hendak dilakukan
menjadi lebih mudah.
A.Teeuw (1984:135) berpendapat bahwa, pendekatan struktural
mempunyai tujuan yaitu membongkar dan memaparkan secermat, seteliti,
semendetail, dan semendalam mungkin, keterkaitan dan keterjalinan
semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh.
Damono, (1984:2) juga mengungkapkan bahwa dalam penelitian
karya sastra, analisis atau pendekatan objektif terhadap unsur-unsur
karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut.Batasan ini
menunjukkan bahwa pendekatan struktural akan tergantung kepada karya
sastra yang hendak dianalisis. Analisis struktural tidak cukup dilakukan
hanya sekedar mendata unsur tertentu dari karya fiksi, misalnya peristiwa,
alur, latar, tokoh, dan lain sebagainya. Akan tetapi, yang lebih penting
adalah menunjukkan bagaimana hubungan antara unsur dan sumbangan
apa yang diberikan terhadap tujuan estetika dan seluruh makna yang ingin
dicapai. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan
salah satu kajian yang membedakan antara karya sastra satu dengan karya
sastra yang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis
struktural berusaha memaparkan dan menunjukkan unsur-unsur intrinsik
yang membangun karya sastra. Aspek intrinsik yang dipilih dalam
penelitian meliputi tiga unsur yaitu: tokoh dan penokohan, latar, plot atau
alur. Ketiga unsur struktural ini dipilih karena merupakan langkah awal
dalam memahami penyimpangan-penyimpangan seksualitas yang akan
dibahas selanjutnya.
1.Tokoh dan Penokohan
Nurgiyantoro (2005:165) mengungkapkan bahwa tokoh cerita
adalah individu orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,
kecenderungan seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan.
Penokohan dan karakterisasi - karakterisasi sering juga disamakan
artinya dengan karakter dan perwatakan menunjukan pada penempatan
tokoh-tokoh tertentu dengan watak (-watak) tertentu dalam sebuah cerita.
Atau seperti yang dikatan oleh Jones (1968:33), penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita.
Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya
hanya ada satu tokoh utama.Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting
dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah
tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character).Tokoh datar adalah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja
atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap
jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik
buruknya, kelebihan dan kelemahannya jadi ada perkembangan yang terjadi
pada tokoh ini.
Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat
dibedakan adanya tokoh tokoh utama ( central character, main character),
dan tokoh tambahan ( peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam
novel yang bersangkutan ia merupakan tokoh yang paling banyak
Sedangkan tokoh tambahan dalam pemunculan dalam keseluruhan cerita
lebih sedikit, tidak dipentingkang, dan kehadiranya hanya jika ada
keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung (
Nurgiyanto, 1995 :176-177).
2. Latar
Menurut Semi (1998:46) latar atau landas tumpu cerita adalah
tempat peristiwa terjadi.Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”
terjdinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi.Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa
sejarah. Latar waktu dan fiksi dapat menjadi dominan atau fungsional jika
dianggap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah.
Pengangkatan unsur sejarah dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu
yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan sangat menjadi
fungsional sehingga tak dapat diganti dengan waktu lain tanpa
mempengaruhi perkembangan cerita. Latar waktu menjadi koheren dengan
unsure cerita yang lain.
Nurgiyantoro (2010: 2016) mengungkapkan bahwa latar atausetting
yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams,1981:175 melalui Nugiyantoro, 2010;
plot ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan
dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika pembaca cerita fiksi.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat,
latar waktu dan latar sosial.
2.1 Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinyaperistiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,
mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar tempat tanpa nama
jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum
tempat-tempat tertentu, misalnya desa,sungai,jalan,hutan, kota, kecamatan, dan
sebagainya (Nurgiantoro,2007:227).
2.2 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah
“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiantoro,
2007: 230).
2.3 Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks. Ia dapat berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara
berfikir, dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Latar
sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,
misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2007:233-234).
3. Plot atau Alur
Menurut Semi (1988:43), alur atau plot adalah struktur rangkaian
kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional
yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi.
(Stanton dalam Nurgiyantoro 2007:130) menyatakan bahwa plot adalah
cerita berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan
secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan
terjadinya peristiwa yang lain.
Plot sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan
waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun emplisit.Oleh karena
itu, dalam sebuah cerita, sebuah teks naratif, tentulah ada awal kejadian.
Kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya.Namun,
plot sebuah karya fiksi sering tidak menyajikan urutan peristiwa secara
kronologis dan runtut, melaikan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri
dengan kejadian yang manapun juga tanpa adanya keharusan untuk
memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal cerita atau di bagian akhir
di bagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun
(Nurgiantoro, 2007:141).
Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu yang terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Atau lebih
tepatnya, urutan penceritaan peristiwa- peristiwa yang ditampilkan. Urutan waktu,
dalam hal ini, berkaitan dengan logika cerita dengan mendasarkan diri pada logika
cerita itu, pembaca akan dapat menentukan peristiwa mana yang akan terjadi lebih
dahulu dan mana yang lebih kemudian, terlepas dari penempatanya yang mungkin
berada di awal, tengah, dan akhir teks ( Nurgiyantoro 2007: 153).
Plot atau alur dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: pertama,plot lurus adalah sebuah karya dikatakan progesif atau lurus jika peristiwa-peristiwa yang
dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa (-peristiwa) yang pertama diikuti oleh
(atau: menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara
runtun cerita dimulai dari tahap awal (penyesuaian, pengenalan, pemunculan
konflik), tengah (konflik, meningkat, klimaks) dan akhir (penyesalan),
(Nurgiyantoro, 2007:153-154)
Kedua, plot sorot balik, flashback, adalah urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak
dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika),
melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan dari tahap akhir baru kemudian
1.6.2 Pendekatan Psikologi Sastra
Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan
logos yang artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa (Abu Ahmadi,
Psikologi Umum:2003). Pendekatan psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya
sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang
merupakan pancaran dalam menghayati dan menyikapi kehidupan (Harjana,
dalam kutipan:2011). Jadi, pendekatan psikologi ini adalah analisis atau kritik terhadap suatu karya sastra yang menitik beratkan pada keadaan jiwa manusia,
baik terhadap pengarang, karya sastra, maupun pembaca.
Psikologi sastra adalah sebuah interdisipliner antara psikolog dan
sastra (Endraswara, 2008:16). Pendekatan psikologis terhadap karya sastra
muncul setelah Sigmund Freud memperkenalkan teori psikoanalisis, bagi
Freud cipta rasa merupakan ambisi alam tak sadar yang tidak terwujud dalam
realita. Secara fiktif diaktualisasikan dalam sastra.Pendekatan secara
psikologis inilah yang disebut psikologi sastra.
Psikologi sastra adalah suatu pendekatan yang mempertimbangkan
segi-segi kejiawaan dan menyangkut batiniah manusia, lewat tinjauan
psikologi akan tampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk
menghindarkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau
paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakekatnya
1. Teori Psikoanalisis dari Freud
Di antara beberapa aspek pemikiran Freud, ia memberi tempat
khusus pada masalah seksualitas, dan masalah ini pula yang menimbulkan
kritik dan penolakan terhadap dirinya. Banyak orang memahami
seksualitas berkaitan semata pada masalah dan alat-alat
reproduksi.Penolakan besar-besaran terhadap Freud terjadi ketika ia
membahas masalah seksualitas pada anak-anak. Orang berpendapat, mana
mungkin anak-anak memiliki pengalaman yang berhubungan dengan
seksualitas. Bagi Freud, masalah seksualitas lebih jauh, lebih luas, dan
lebih awal usianya daripada sekedar seksualita genetikal (Minderop,
2010:45).
Freud membedakan tiga periode kehidupan seksual infantile:
pertama, periode kegiatan seksual awal. Menurutnya, pulsi seksual
bersumber pada rangsangan yang datang dari bagian-bagian tubuh tertentu
(daerah erogen). Pada anak-anak seluruh tubuhnya merupakan daerah
erogen (daerah rangsangan) yang menjadi sumber kesenangan. Pada
anak-anak, kepuasan seksual berpusat pada daerah pencernaan, selanjutnya pada
organ genital.Pulsi alimentasi atau kebutuhan untuk makan/minum dan
kesenangan yang terpenuhi merupakan pulsi seksual (Minderop, 2010:46).
2. Penyimpangan Seksualitas
Problem atau masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau
oleh hasrat seksual baik lawan jenis maupun sesama jenis (Sarwano,
1986:137)
Seksualitas meliputi sebuah perasaan, hubungan manusia serta
konikasi antar pasangan sehingga tidak dibatasi oleh fisik seseorang.
Seksualitas adalah aspek penting dalam kehidupan yang mempengaruhi
cara kita memperlihatkan kasih sayang, menilai diri sendiri dan hubungan
dengan orang lain.
Identitas seksual adalah jenis kelamin seseorang yang lebih
tertarik secara seksual. Identitas seksual dikategorikan menjadi dua yaitu
hoteroseksual (penyuka lawan jenis) dan homoseksual (penyuka sejenis).
Sesama lelaki disebut gay dan sesama perempuan disebut lesbian. Dalam
pembahasan di atas ada dua pemikiran yang masih tersisa; pertama, kecendrungan biseksual diasumsikan sebagai inverse meski kita tidak mengerti detailnya selain formasi-formasi yang terjadi; dan kedua, kita berhadapan dengan bentuk-bentuk gangguan yang dialami insting seksual
selama proses perkembangannya (Freud, 2014:13).
Dalam penyimpangan seksual, Freud berpijak pada konsep; objek
seksual (sexual object) dan tujuan seksual (sexual aim). Objek seksual
berhubungan dengan arah pilihan sasaran aktivitas seksual, apakah
diarahkan kepada sesama jenis (homosexual), lain jenis ( heterosexual)
ataukah kombinasi antar keduanya (bisexual). Mengenai penyimpangan
seksual yang mendasar adalah penyatuan alat kelamin (sexsual union),
penetrasi penis ke dalam vagina. Namun, di luar tujuan tersebut, ternyata
Freud menemukan banyak kasus yang tidak lazim.Cara memperoleh
tujuan seksual yang “aneh” seperti ditemui pada kasusgangguan dan
penyimpangan seksual diperoleh dengan mempertontonkan alat kelamin
kepada orang yang tidak menaruh curiga atau biasa disebut dengan
istilahekshibionisme (Freud,20014).
3. Penyimpangan yang Berhubungan dengan Tujuan Seksual
Pertemuan (penyetuan) alat kelamin pada saat aktivitas khas
persenggamaan dianggap sebagai tujuan seksual normal. Aktivitas ini
bertujuan untuk mengurangi ketegangan seksual dan mematikan hasrat
seksual secara temporer (sensasi kepuasaan yang biasa disamakan dengan
kepuasan mengatasi rasa lapar). Meski demikian, dalam perilaku seksual
paling normal sekalipun, ada aspek-aspek tambahan yang bias dibedakan.
Perkembangan aspek-aspek tersebut mungkin akan menampakkan suatu
kecenderungan menyimpang yang disebut perverse. Perverse adalah bentuk perilaku sksual menyimpang yang secara sosial tidak dapat diterima
( Freud, 2014:18-19).
Pada penyimpangan yang berhubungan dengan tujuan seksual akan
dibahas mengnai objek seksual yang tidak lazim. Aktivitas seksual yang
mengunakan “objek-objek yang tidak lazim”, misalnya dalam kasus
pada kasus fetitisme. Fetitisme adalah aktivitas seksual dengan
menggunakan benda-benda yang tidak lazim. Pengganti objek lain biasanya
adalah salah satu bagian tubuh yang agak tidak layak untuk menjalankan
fungsi-fungsi seksual, seperti kaki, rambut, atau benda-benda mati lainnya
(potongan baju, tembok, kayu, tiang listrik dan benda-benda mati lainya),
yang memiliki hubungan jelas dengan pribadi seksual, terutama dengan
seksualitasnya. Objek pengganti ini tidak bisa disamakan dengan fetish oleh
masyarakat tempo dulu dianggap sebagai penjelmaan Tuhan. Tradisi atau
peralihan ke arah fetitisme, berikut munculnya penolakan terhadap tujuan
seksual normal atau tujuan seksual menyimpang, dibentuk melalui
kasus-kasus yang menunjukan bahwa suatu keadaan fetisisme dibutuhkan.
4. Penyimpangan yang Berhubungan dengan Objek Seksual
Teori insting seksual popular mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan kisah puitik seputar pemisahan umat manusia dalam dua
bagian pria dan wanita dengan cinta akan berjuang menjadi satu. Sangat
mengherankan jika kemudian kita menemukan bahwa kondisi sejumlah
pria mempunyai objek seksual bukan wanita, melainkan sesama pria atau
sebaliknya.Pada penyimpangan yang berhubungan dengan objek sosial
akan dibahas mengenai perilaku invert atau pembalikan perilaku seksual yang dialami oleh tokoh yang terdapat pada novel Saman. Perilaku invert yang akan dibahas dalam pembahasan ini ada dua yaitu; kelompok yang
1. Kelompok yang terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted), atau secara psikoseksual hermaprodit (psychosexually hermaphroditic); objek seksual mereka mungkin ditunjukan secara umum, baik sesama jenis maupun
lawan jenis. Dalam kasus ini, inversi tidak memperlibatkan
karakternya yang khas.
2. Pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan
inversi(occasionally inverted). Dalam kondisi tertentu, terutama jika objek seksual normal tidak dapat dijangkau, atau
melalui tindakan-tindakan imitasi, kelompok ini mampu
beranggapan sesama jenisnya sebagai objek seksual,dan meraih
seksual bersamanya (Freud, 2014: 1-4).
5. Penyimpangan Seksual Sosial
Dari berbagai pengertian tentang defenisi penyimpangan sosial,
dapat dikatakan bahwa penyimpangan sosial di pahami sebagai tindakan
yang dilakuakan oleh individu atau kelompok sosial yang tidak sesuai atau
melawan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Kaidah yang
berlaku di masyarakat tersebut berwujud nilai dan norma yang mengatur
perbuatan mana yang baik dan yang kurang baik untuk dilakukan.
Perilaku seksual di luar pernikahan merupakan perilaku atau
tindakan yang melanggar norma masyarakat atau norma agama, di katakan
seorang yang tidak setia pada pasangannya yang terjalin dalam
sebuah komitmen dalam masa pacaran atau sudah menikah.
Perselingkuhan disebut suatu penyimpangan seksual sosial karena perilaku
yang dilakukan tokoh merupakan perbuatan yang melanggar norma-norma
agama dan masyarakat.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) metode dan teknik
pengumpulan data, (ii) metode dan teknik pada tahap analisis data, dan (iii)
metode penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan masing-masing tahap
dalam penelitian ini.
1.7.1Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka. Teknik
tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan referensi sastra dan novel
Saman. Studi pustaka juga dilakukan terhadap artikel atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan objek tersebut.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Judul Buku : Saman
Pengarang : Ayu Utami
Tahun Terbit : 1998
Terbitan :Kepustakaan PopulerGramedia
menyimak langsung dari data sumber tertulis yang sesuai dengan objek
penelitian
Teknik lanjutan yang digunakan dari metode baca yang digunakan
pada penelitian ini adalah teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan cara
mencatat kembali hal-hal yang perlu dan penting dalam penelitian dari
sumber tertulis.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah analisis data.
Metode yang digunakan pada tahap ini antara lain adalah metode analisis
isi, karena teknik ini sangat mendukung dalam memperoleh gambaran
yang jelas tentang penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh
yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami.
1.7.3 Tehnik Penyajian Hasil Analisis Data
Penulis menggunkan metode deskriptif untuk menyajikan hasil
analisis data. Metode deskriptif bertujuan membuat pendeskripsian secara
sistematis, aktual, akurat mengenai fakta-fakta yang ditemukan. berkaitan
dengan penyimpangan-penyimpangan seksual para tokoh dalan novel
Saman karya Ayu Utami . Metode deskriptif analisis dirasa tepat oleh
penulis dalam menguraikan penelitian terhadap para tokoh dalam novel
Saman karya Ayu Utami.
1.8 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab I Pendahuluan,
berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian,
dan sistematika penyajian. Latar belakang menguraikan alasan mengapa
penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan
masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini.Tujuan penelitian
mendiskripsikan tujuan diadakan penelitian ini. Manfaat penelitian
memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini.Tinjauan
pustaka mengemukakan pustaka yang pernah dibahas berkaitan dengan
penelitian ini. Landasan teori menyamapaikan teori yang digunakan sebagai
landasan penelitian. Metode penelitian mendiskripsikan secara terperinci
tahap-tahap dan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik
penyampaian hasil analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini.
Sistematika dan penyajian menguraikan urutan hasil penelitian dalam skripsi
ini.
Bab II mendiskripsikan cerita dan struktur dalam novel Samandari tokoh
penokohan, latar, dan alur. Bab III mendeskripsikan penyimpangan seksual para
tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami Sebuah Kajian struktur dan Psikologi
Sastra. Bab IV adalah Penutup, berisi kesimpulan, dan saran dari hasil penelitian
BAB II
ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, LATAR , DAN ALUR
PADA NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI
Dalam analisis sebuah karya sastra, analisis struktural bertujuan untuk
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin
keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw,1984:135).
Analisis unsur-unsur terhadap struktur pencitraan novel Saman karya Ayu
Utami akan difokuskan pada tokoh penokohan, latar, dan alur. Alasan pemilihan
analisis tokoh dan penokohan, latar serta alur karena dalam pemilihan analisis ini
pengarang dapat mengekspresikan dan mengungkapkan gagasan-gagasan melalui
unsur-unsur struktural bagaimana keadaan para tokoh, latar dalam cerita tersebut,
serta dapat mengetahui bagaimana alur tersebut dibangun.
2.1Tokoh dan Penokohan
Banyak tokoh yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami, tetapi dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada tokoh Laila,
Saman, Shakuntala, Yasmin, Sihar, dan Upi .Alasannya karena intesitas
kemunculan para tokoh dalam novel tersebut yakni, untuk menemukan
identitas seksual serta penyimpangan-penyimpangan seksual yang dialami para
penokohan yang menfokuskan pada tokoh utama ( central character, main character), dan tokoh tambahan (peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel
yang bersangkutan,ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh
tambahan dalam pemunculan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak
dipentingkan, dan kehadiranya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama,
secara langsung, atau pun tak langsung (Nurgiyanto, 1995 :176-177).
2.1.1 Tokoh utama dalam Novel Saman
Tokoh utama adalalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaanya.
Dalam novel Saman karya Ayu Utami tokoh utamanya adalah Saman. Dikatakan tokoh utama karena kedua tokoh tersebut merupakan tokoh yang
paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian.Tokoh Saman juga paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, ia
juga mengalami banyak permasalahan, dan tokoh Saman merupakan tokoh
yang paling banyak waktu penceritaan.
2.1.1 Tokoh dan penokohan Saman
Athanasius Wisanggeni sebelum memakai nama Saman adalah seorang
anak muda yang baru saja menamatkan sekolah Teologi di Driyakarya dan
belajar di Institut Pertanian Bogor. Setelah Wisanggeni menamatkan
dilaksanakan. Sejak saat itu orang-orang memanggil dia Pater Wisanggeni atau
Romo Wis. Tugas untuk melayani umat dimana pun dan kapan pun telah siap
diemban Wis. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
“Terang yang paling kecil datang dari lilin-lilin yang dinyatakan koster
sebelum misa pentahbisan dimulai. Tiga pemuda itu berjubah putih, lumen de
lumine,dan Bapak Uskup dengan mitra keemasan memanggil nama mereka satu per satu. Juga namanya: Athanasius Wisanggeni ( Utami, 1998:40).
Sakramen presbiterat.Tiga lelaki tak berkasut itu lalu telungkap mencium ubin katedral yang dingin.Mereka telah mengucapkan kaulnya.Pada mereka telah dikenakan stola dan kasula.Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi Pater Wisanggeni, atau Romo Wis (Utami, 1998:41).
Saman adalah seorang yang mempunyai jiwa sosial yang sangat
tinggi. Hatinya akan cepat tergerak jikamelihat orang yang membutuhkan
bantuan. Hal tersebut terlihat ketika dia untuk pertama kali melihat kondisi
penduduk dusun Sei Kumbang. Dia sangat merasakan betapa keterbelakangan
serta kemiskinan sehingga untuk membeli beras saja tidak mampu sangat
menggangu jiwanya untuk turut membantu.Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan dibawah ini.
“Ia merebus dua mie instan dan menyodorkan setengahnya pada Upi.Gadis itu Nampak bersemangat, tetapi tak segera makan.Ia mengulang-ulang sesuatu dengan nada pertanyaan. Wis baru bisa menduga maknanya ketika malam itu si ibu menanak nasi dengan sayur daun alas rebus dan mi instan yang ia serahkan tadi pagi. Sebungkus supermi untuk lauk berlima.Tidak dimakan sebagai menu utama karbohidrat (Utami, 1998:74).
“Ia memutuskan: meringankan penderitaan si gadis dengan membangun sangkar yang lebih sehat dan menyenangkan, seperti membikin kurungan besar bagi perkutut dan cacakrawa ayahnya sebab melepaskan mereka hampir sama dengan membunuh mereka,(Utami, 1998: 74).
Saman adalah seorang laki-laki yang mempunyai rasa keperdulian
yang sangat tinggi dan ia juga mempunyai sifat yang ringan tangan. Ia Selalu
ingin membatu siapapun yang membutuhkan bantuan tanpa
membeda-bedakannya.Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
“Dia? Aduh, kasihan….” Terdengar suara salah seorang perempuan. “jadi Ibu kenal dia?” Tanya Wis antusias namun gelisah karena orang-orang itu seperti lambat mengambil keputusan.Identitas si gadis gila seperti membuat kerumunan itu jadi malas bertindak, (Utami, 1998:66).
Wis meminta selendang untuk menutup hidung dan mulutnya. “Tolong ikatkan tali ke tubuh saya.” Ia juga menyuruh salah satu menyusul Rogam, sebab pemuda itu tentu bisa mencarikan topeng gas yang biasanyadimiliki perusahaan penggalian (Utami, 1998:66).
Sekitar dua puluh meter dari mulut sumur, dilihatnya gadis itu telah terkulai dengan tubuh tertengkuk. Ia sendiri merasa lunglai. Cepat-cepat diambilnya tambang yang kedua dan dijalinnya simpul kursi terhadap perempuan itu.Ia memberi tanda pada orang-orang agar segera menarik mereka.Tetapi sentolopnya jatuh, Wis tak sadarkan diri (Utami, 1998:67)
Selain mempunyai rasa keperdulian yang tinggi terhadap sesama,
Saman mempunyai sikap yang bertanggung jawab.Ia sadar telah melanggar
aturan gereja karena bertindak yang tidak sesuai dengan peraturan pada tugas
pelayanannya sebagai imam. Tetapi hal tersebut dapat diselesaikannya dengan
rasa percaya diri dan rasa tanggung tanggung jawab. Ia pun berusaha
Wis terdiam.Lalu meminta maaf.“Saya sama sekali tidak bermaksud menyepelekan pekerjaan gereja.Saya cuma tak bisa tidur setelah pergi ke dusun itu.Ia ingin mengatakan rasanya berdosa berbaring di kasur yang nyamandan makan rantangan lezat yang dimasak ibu-ibu umat secara bergiliran. Bahkan rasanya berdosa jika jika hanya berdoa.Ia tak tahan melihat kemunduran yang menurut dia bisa diatasi dengan beberapa
proposalnya.Dengan agak memelas ia memohon agar diberi
kesempatanmelakukan itu” (Utami,1998:81).
Jika kamu bisa mengusahakan dana sendiri, saya bersedia memberi kamu waktu tiga minggu dalam satu bulan. Satu minggu sisanya kamu harus ada di paroki.Jika saya melihat hasinya, saya berani mengusulkan agar uskup memberimu pekerjaan kategorial di perkebunan (Utami, 1998:82).
Kali ini, tak hanya berisi cerita dan kerinduan seperti biasanya, namun juga permohonan agar si ayah memberikan modal sekitar lima atau enam juta rupiah, bukan jumlah yang besar dari tabungan bapaknya (Utami,1998:83).
Ayahnya memberikan jawaban setuju. Lalu wis segera kembali ke Lubukrantau. (Utami,1998:83).
Selain sikap Saman yang selalu perduli dengan lingkungan sekitar
yang membutuhkanya, Ia mempunyai kisah percintaan yang dialaminya.
Percintaanya dengan Yasmin hingga membuat iaakhirnya melakukan hubungan
seksual dengan Yasmin.Padahal hal tersebut sangat ditentang oleh agama
karena Saman adalah seorang pastor.
Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi pater Wisanggeni, atau Romo Wis (Utami,1998:41)
Terjaga dini hari atau tengah malam karena ada yang menggigit dekat
ketiakku.Kulihat tanganya masturbasi.Ia naik diatasku setelah
mencapainya.Aku tahu aku tak tahu cara memuaskanya (Utami,1998:177).
23 April terbangun dengan kacau.Sejak kabur dari paroki, aku tak pernah berfikir betul-betul meniggalkan kaulku.Kini tubuhku penuh pagutan.Tak tau bagaimana Yasmin tertarik padaku yang kurus dan dekil?Ia begitu cantik dan bersih. Hari itu ia terus membuat badanku terutul, aku sering garangan yang ditangkap. Ia menghisap habis tenagaku (Utami, 1998:177).
Hubungan Yasmin dan Saman semakin terjalin lebih dekat selayaknya
sepasang kekasih yang dilanda asmara. Terbukti ketika Saman selalu
terbayang-bayang tentang Yasmin, bahkan ia merasa cemburu bila mendengar
Yasmin berhubungan seksual dengan suaminya. Saman dan Yasmin sudah
menganggap hubungan seksual tanpa pernikahan yang kerap ia lakukan itu
adalah hal yang biasa. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
Yasmin, New York, 14 Mei 1994
Taukah kamu bahwa kisah ini telah menginspirasikan keputusan-keputusan yang tidak adil bagi perempuan selama berabad-abad?Kita tidak dalam kegetaranpada seks, tetapi laki-laki tidak mau dipersalahkan sehingga kami melepaskan dosa itu kepada perempuan.
Tapi, ya, kamu memang penggoda (Utami, 1998:183).
Yasmin, New York, 13 Juni 1994
Aku cemburu.Kamu bersetubuh, aku tidak.Bukankah Lukas lebih
perkasa?Aku terlalu cepat… kalaupun aku bias menghamili kamu, tentulah
aku orang efisien, yang membereskan suatu pekerjaan dalam waktu amat singkat (Utami, 1998:195).
Yasmin,New York, 21 Juni 1994
2.1.2 Tokoh Tambahan dalam Novel Saman
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau
beberapa kali dalam cerita dan itupun dalam porsi penceritaan yang relatif
pendek. Dalam novel Saman karya Ayu Utami ini, yang termasuk sebagai
tokoh tambahan adalah tokoh Laila, Sihar, hakuntala, Yasmin, dan Upi.
Ketiga tokoh tersebut disebut tokoh tambahan karena mereka hanya
dimunculkan sesekali saja dalam cerita tetapi tokoh tambahan tersebut
mempengaruhi terhadap cerita serta konflik dari keseluruhan peristiwa
yang terjadi.
2.1.2.1Tokoh dan Penokohan Laila
Laila memilih berpenampilan yang sesuai dengan profesinya.
Penampilanya menunjukan kepada kepribadiannya yang dinamis. Dia
mempunyai potongan rambut bob, dan ia berprofesi sebagai seorang
fotografer pada sebuah rumah produksi yang dikelola dengan seorang
temannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan dibawah ini.
Perempuan itu memberi isyarat agar pilot berputar hingga sudut yang baik bagi dia untuk memotret tiang-tiang eksplorasi minyak bumi di bawah mereka.
Potonganya bob, tapi perias disalon membujuk dia agar dia juga memberibingblight bestnut. Dan iamenurut,(Utami,1998:7).
Laila juga mempunyai sifat yang perduli dengan apa yang terjadi
disekitarnya. Rasa simpatinya sangat besar, terlebih jika terjadi sesuatu
terhadap orang yang sangat berarti bagi dirinya.Hal tersebut dapat dilihat
“Jangan lakukan itu lagi”
“Dia sahabat saya.kami selalu berpasangan kemana-mana”
“saya punya betadine, biar saya bersihkan dulu luka
kamu”(Utami,1998:18).
Selain sifatnya yang perduli dan simpati, Laila juga seorang yang
penuh dengan alternatif pemikiran yang luas. Dia mampu memunculkan
ide-ide yang masuk akal. Hal tersebut menunjukan bahwa Laila bukanlah
orang yang bodoh melainkan termasuk orang yang pintar dan
berpendidikan tidak rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
dibawah ini.
“kenapa kasus ini tidak diajukan ke pengadilan saja?kelalaian yang
menyebabkan kematian juga termasuk pidana”(Utami, 1998:21).
“apa salahnya usul saya dicoba? Saya punya teman pengacara. Dia pasti mau bantu. Paling tidak kalau kita bikin tekanan, Texcoil harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membungkam orang-orang.Itu membuat dosa Rosano pada Texcoil lebih besar. Kalau tidak masuk penjara, sedikitnya dia harus dipecat….” (Utami, 1998:22).
“Di samping menggugat Texcoil, kasus ini harus dibuka dan
dikampanyekan di media massa.Harus ada orang-orang yang mau mendukung keluarga korbanjika terjadi tekanan-tekanan. Harus ada LSM-LSM yang memprotes dan mengusiknya terus. dan saya punya teman yang bisa menyelesaikan itu?” (Utami,1998: 22-23).
Selain Laila seorang wanita yang cerdas dan berpendidikan, dia
jugaselalu memberikan perhatian yang besar kepada laki-laki yang
dicintainya, bahkan ia pun rela berkorban demi laki-laki yang dicintainya.
“setiap kali mencintai, laila begitu penuh perhatian. Jika hari ini si pria bilang kepingin sop konro, atau toge goreng, kaset atau kompakdisk lagu baru atau lama, atau pernik lain, dia akan berusaha mampir dan membelikanya ia tak pernah alpa memberi hadiah ulang tahun . Ia suka mengirim kartu, surat dan kata-kata”(Utami, 1998:155).
Sikap keraguan Laila sering muncul ketika ia ingin mengakui
sesuatu hal yang sebenarnya ia lakukan tetapi, karena dalam diri Laila
selalu muncul rasa gengsi sehingga terkadang ia menyangkal dengan
semua prilaku-prilaku yang ia lakukan. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan dibawah ini.
“Kamu yakin akan begituan kalau betul-betul ketemu Sihar?” ia
menggeleng, ”Gak tau deh.Menurutmu gimana?”(Utami, 1998:127).
Jika sekali atau dua kali lagi kalian kencan, sanggupkan kamu tetap bertahan?.“Entah ya. Harus bias ahh,” jawabnya,(Utami. 1998:131).
“Jadi apa sebetulnya yang kamu cari? Perkawinan bukan, seks bukan” “Aku cuman pengen sama-sama dia”(Utami, 1998: 131).
Laila mempunyai sikap yang sangat romantis, ia mampu
merangkai kata-kata untuk mengungkapkan isi hatinya kepada laki-laki
yang sangat dicintainya. Seperti pada umumnya wanita lain, Laila juga
mempunyai gairah seksual kepada pasangan yang dicintainya.Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
melulu birahi. Tapi akan saya katakana bahwa kali ini saya telah siap. Dan saya telah memilihnya sebagai lelaki yang pertama,(Utami, 1998:29).
Lalu ia akan berkata, “sudah lama saya menunggu saat ini,” dan mengecup bibir saya. Dan saya akan membalasnya dengan gemas sampai ia tak sanggup menahan lagi. Barangkali kami melakukanya di taman ini, disini, di bangku sebelah gelandangan yang tidur nyenyak, di antara biji-biji kitiran yang diterbangkan angin. Kami melakukanya tanpa melepaskan seluruh pakaian, sebab hari masih terlalu dingin untuk telanjang. Setelah itu mengulanginya di kamar hotel, tanpa berlekas-lekas, di mana kulit saya bias menikmati kulitnya, dan kulitnya menikmati kulit saya, sebab kami telah menanggalkan semua pakaian. Dan kami berkeringat. Lalu, setelah usai, kami akan bercinta satu sama lain.tentang apa saja,(Utami, 1998:30).
Laila juga seorang wanita yang berusaha bersikap setia kepada
kekasihnya meskipun kekasihnya sudah mempunyai istri. Sebagai seorang wanita,
Laila sadar bahwa keberadaanya diantara sihar dan istrinya serta keluarga Laila
merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima oleh orang-orang terdekatnya.
2.1.2.2 Tokoh dan Penokohan Sihar
Sihar adalah seorang Insyinyur analisis kandungan minyak. Ia mempunyai
badan yang kekar, tidak putih, berkaca mata, beberapa helai uban telah tumbuh
dan ada yang khas yaitu bau tembakau atau keringat. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan;
Lelaki itu memang selera temanku: atletis, tidak putih, berkaca mata, kalem, beberapa helai uban telah tumbuh dan odor yang khas tembakau atau keringat (Utami, 1998: 131)
Yang pertama adalah Sihar Situmorang, Insinyur analisis kandungan minyak, orang yang membuat Laila tertarik karena ketidakacuhannya dan posturnya yang liat. Juga rambutnya yang terlihat kelabu karena serat-serat putih mulai tumbuh berjarakan (Utami, 1998: 10).
Sihar yang berumur 35 tahun ini bekerja sebagai “ Compani Man”
Ia menyebut “ orang servis” mereka menyebut dia “Company Man” atau “orang perusahaan” (Utami, 1998: 9).
Keduannya sebetulnya seusia, sekitar tiga