• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpangan-penyimpangan seksual para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian struktur dan psikologi sastra.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyimpangan-penyimpangan seksual para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian struktur dan psikologi sastra."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Permata. Paulina Eka Vianti. 2011. “ Penyimpangan-Penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra”. Skripsi Sastra 1 (S1) Yogyakarta: Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra. Penelitian ini bertujuan pertama, memaparkan kajian struktural yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Kedua, menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Penelitian ini menggunakan pendekatan struktur dan psikologi sastra. Pendekatan struktur digunakan untuk menganalisis tokoh penokohan dalam Novel Saman guna mengetahui pribadi-pribadi para tokoh, memahami latar tempat dan latar waktu kejadian yang terdapat dalam cerita pada novel. Psikologi sastra dengan menggunakan teori Sigmun Freud sebagai ladasan teori tentang penyimpangan-penyimpangan seksual serta teori penyimpangan seksual secara sosial. Pendekatan psikologi sastra tersebut digunakan untuk menganalisis tentang penyimpangan-penyimpangan seksuali para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Hasil kajian struktural, menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel

Saman ini adalah tokoh Saman. Tokoh tambahan adalah Laila, Sihar, Yasmin,

Shakuntala dan Upi. Latar terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat terbagi menjadi tiga lokasi yaitu Pantai Laut Cina Selatan, Prabumulih, dan New York. Latar waktu terbagi menjadi dua, yang pertama latar waktu pada periode Saman sebelum keluar dari biara dan latar waktu pada periode setelah Saman keluar dari biara. Latar sosial dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu latar sosial agama Katolik, latar dunia mistik latar budaya Jawa dan latar kehidupan seks. Alur yang digunakan dalam novel Saman adalah alur flashback.

Hasil kajian psikologi menunjukkan bahwa permasalahan utama para tokoh dalam novel Saman adalah permasalahan seksual. Para tokoh dalam novel

Saman mengalami penyimpangan-penyimpangan seksual yang berbeda-beda.

tokoh Shakuntala dalam memperoleh tujuan sesualnya mengalami penyimpangan seksualitas inverse (pembalikan). Penyimpangan seksual yang dialami Shakuntala yaitu penyimpangan pribadi yang terbalik dalam dua arah (amphigenouslly

inverted) dan pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan inversi (occasionally inverted). Penyimpangan yang berhubungan dengan tujuan

▸ Baca selengkapnya: pengenalan para tokoh, penataan adegan, dan hubungan antar tokoh pada teks novel sejarah termasuk pada struktur

(2)

ABSTRACT

Permata, Paulina Eka Vianti. 2011. "Deviations Sexuality in Novel Saman

Ayu Utami Work". Thesis Literature 1 (S1) Yogyakarta: Indonesian

Literature Department, Faculty of Arts, University of Sanata Dharma.

This study analyzes the distortions of sexuality of the characters in the novel Saman masterpiece Ayu Utami study of the structure and Psychology Literature. The first aim of this study, explain structural studies that include character and characterization, setting, and plot. The second goal, analyze deviations sexuality of the characters in the novel Saman materpiece Ayu Utami.

This research approach and structure of psychology literature. Approach used to analyze the structure of the characters in the novel Saman characterization to determine of the personalities of the character, to understand the background of the place and time occurrence background contained in the story of the novel. Psychology literature using Sigmund Freud’s theory as the theoretical basis of sexual deviations and social theory of sexual deviation. The psychology approach is to analyze the literature about sexual deviation of the characters in the novel

saman masterpiece Ayu Utami.

The structural study result showed that the main character in saman novel is the character saman. Additional characters are Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala and Upi. A background divided into three location, place setting, time setting, and social background. A background place is divided into three locations: the South China Sea, Prabumulih, and NewYork. Setting time is divided into two, the first background on the period of time before exiting te abbey summons and setting a second period of time after the wrant out of the convent. Social background in the novel Saman masterpiece Ayu Utami ,Catholic religion is the background, the background of the mystical world Javanese cultural background and foreground sex life. Groove used in novel Saman is flashback groove.

(3)

PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN SEKSUAL PARA TOKOH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

KAJIAN STRUKTUR DAN PSIKOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Paulina Vianti Eka Permata 114114027

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,31 Agustus 2015

Penulis

(7)

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Paulina Vianti Eka Permata

NIM : 114114027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “

Penyimpangan-penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman karya Ayu Utami Kajian

Struktural dan Psikologi Sastra”.

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam

bentuk pangkalam data, mendistribusi secara terbatas dan mempublikasikannya di

internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal, 31 Agustus 2015

Yang menyatakan,

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang

telah melimpahkan kasihnya untuk menuntun penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Judul skripsi ini adalahPenyimpangan-penyimpangan Seksualitas Para

Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami, ditulis untuk memenuhi salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, karena itu penulis mau mengucapkan limpah terima kasih kepada:

1. Dr. Yosep Yapi Taum, M.Hum., yang berkenan menjadi pembimbing I

penulis dalam menyusun skripsi ini. Beliau telah memberikan banyak

masukan, pinjaman buku referensi, teori-teori yang digunakan dalam

skripsi ini, dan terus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Peni Adji S.S, M. Hum, yang berkenan menjadi pembimbing II, selaku

dosen pembimbing akademik penulis. Beliau juga memberikan masukan

dan terus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Para dosen Program Studi Sastra Indonesia USD yang belum disebut: Drs.

B. Rahmanto, M.Hum., Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Dr.

Paulus Ari Subagyo, M.Hum., Drs. Hery Antono, M.Hum., dan Drs. F.X.

Santosa, M.S., serta dosen-dosen pengampu mata kuliah tertentu yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Pengabdian mereka untuk dunia

pendidikan sangat berharga dan patut dihormati.

4. Bapak Yohanes Suparlan dan ibu Siti Rohani, keluargaku tercinta yang

telah membiayai dan selalu mendoakan penulis setiap saat.

5. Yoseph Charolus Leba yang selalu memotivasi dan selalu membantu serta

dengan sabar menemani penulis untuk mencari buku referensi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Staf secretariat fakultas Sastra dan BAAK yang selalu mempermudah

urusan administrasi.

7. Karayawan/i perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah

(9)

8. Anggota keluarga besar yang selalu memberi dukungan doa dan dorongan

semangat kepada penulis.

9. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2011, yang selalu membantu dan

memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman kos Cantik, atas kebersamaannya selama ini, yang telah

mengajarkan begitu banyak hal kepada penulis dalam pergaulan Terima

kasih atas dukungan dan doanya.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun telah

banyak memberikan dukungan dan perhatian sampai selesai skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis

menerima segala bentuk kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini.

Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terima kasih.

Yogyakarta, 31 Agustus 2015

Penulis

(10)

MOTTO

Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. (Amsal 3:5-6)

Pergilah dan jadilah bijak dengan berpijak pada kegagalan masalalumu Sebagai cambuk dan bergurulah pada keberhasilan untuk terus maju mengukir

(11)

ABSTRAK

Permata. Paulina Eka Vianti. 2011. “ Penyimpangan-Penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra”. Skripsi Sastra 1 (S1) Yogyakarta: Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra. Penelitian ini bertujuan pertama, memaparkan kajian struktural yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Kedua, menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Penelitian ini menggunakan pendekatan struktur dan psikologi sastra. Pendekatan struktur digunakan untuk menganalisis tokoh penokohan dalam Novel Saman guna mengetahui pribadi-pribadi para tokoh, memahami latar tempat dan latar waktu kejadian yang terdapat dalam cerita pada novel. Psikologi sastra dengan menggunakan teori Sigmun Freud sebagai ladasan teori tentang penyimpangan-penyimpangan seksual serta teori penyimpangan seksual secara sosial. Pendekatan psikologi sastra tersebut digunakan untuk menganalisis tentang penyimpangan-penyimpangan seksuali para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Hasil kajian struktural, menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel Saman ini adalah tokoh Saman. Tokoh tambahan adalah Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala dan Upi. Latar terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat terbagi menjadi tiga lokasi yaitu Pantai Laut Cina Selatan, Prabumulih, dan New York. Latar waktu terbagi menjadi dua, yang pertama latar waktu pada periode Saman sebelum keluar dari biara dan latar waktu pada periode setelah Saman keluar dari biara. Latar sosial dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu latar sosial agama Katolik, latar dunia mistik latar budaya Jawa dan latar kehidupan seks. Alur yang digunakan dalam novel Saman adalah alur flashback.

(12)

ABSTRACT

Permata, Paulina Eka Vianti. 2011. "Deviations Sexuality in Novel Saman

Ayu Utami Work". Thesis Literature 1 (S1) Yogyakarta: Indonesian

Literature Department, Faculty of Arts, University of Sanata Dharma.

This study analyzes the distortions of sexuality of the characters in the novel Saman masterpiece Ayu Utami study of the structure and Psychology Literature. The first aim of this study, explain structural studies that include character and characterization, setting, and plot. The second goal, analyze deviations sexuality of the characters in the novel Saman materpiece Ayu Utami.

This research approach and structure of psychology literature. Approach used to analyze the structure of the characters in the novel Saman characterization to determine of the personalities of the character, to understand the background of the place and time occurrence background contained in the story of the novel. Psychology literature using Sigmund Freud’s theory as the theoretical basis of sexual deviations and social theory of sexual deviation. The psychology approach is to analyze the literature about sexual deviation of the characters in the novel saman masterpiece Ayu Utami.

The structural study result showed that the main character in saman novel is the character saman. Additional characters are Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala and Upi. A background divided into three location, place setting, time setting, and social background. A background place is divided into three locations: the South China Sea, Prabumulih, and NewYork. Setting time is divided into two, the first background on the period of time before exiting te abbey summons and setting a second period of time after the wrant out of the convent. Social background in the novel Saman masterpiece Ayu Utami ,Catholic religion is the background, the background of the mystical world Javanese cultural background and foreground sex life. Groove used in novel Saman is flashback groove.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

KATA PENGANTAR... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

ABSTRAK... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI……….... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah………..1

1.2 RumusanMasalah………..6

1.3 TujuanPenelitian………6

1.4 ManfaatPenelitian………..7

1.5 TinjauanPustaka………...7

1.6LandasanTeori………10

1.6.1 KajianStruktural………10

1.6.2 PendekatanPsikologiSastra………17

1.7 MetodePenelitian………23

1.7.1 MetodedanTeknikPengumpulan Data………. 23

1.7.2 MetodedanTeknikAanalisis Data……… 24

1.7.3 TeknikPenyajianHasilAnalisis Data……… 24

1.8 SistematikaPenyajian………..25

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, LATAR DAN ALUR PADA NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI 2.1 TokohdanPenokohan……… 26

2.1.1 TokohUtamaDalam Novel Saman………... 27

2.1.2 TokohTambahanDalam Novel Saman………... 32

2.1.2.1 TokohdanPenokohanLaila………... 32

2.1.2.2 TokohdanPenokohanSihar………...35

2.1.2.3 TokohdanpenokohanShakuntala……… 37

(14)

2.2.1 LatarTempat……….. 45

2.2.1.1 PantaiLautCina Selatan………. 45

2.2.1.2 KotaPerabumulih………... 46

2.2.1.3 Kota New York……….. 47

2.2.2 LatarWaktu………. ..48

2.2.2.1 PeriodeKehidupanSamanSebelumKeluardari Biara…..48

2.2..2.2PeriodeKehidupanSamanSetelahKeluardariBiara……...51

2.2.3 LatarSosial……… 53

2.2.3.1 LatarSosialAgama……… 54

2.2.3.2 LatarBudayaMistik……….. 54

2.2.3.3 LatarBudayaJawa………. 55

2.2..3.4LatarTentangKehidupanSeks……….. 56

2.2.4 Plot danAlur……….. 58

2.2.5 Rangkuman……… 60

BAB III PENYIMPANGAN SEKSUALITAS PARA TOKOH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI 3.1 Pengantar……… 63

3.2 Penyimpangan yang BerhubungandenganObjekSeksual………... 65

3.2.1 PribadiMenyimpangTerbalikdalamDuaArah……… 65

3.2.2 PribadiMenyimpangyangKadang-kadangMemperlihatkaninversi……….. 67

3.3 Penyimpangan yang BerhubungandenganTujuanSeksual…………. .. 70

3.4 PenyimpanganSeksualSosial……….. 72

3.4.1 TokohSaman: HubunganSeksual diluarPernikahan/Perzinahan…73 3.4.2 TokohLaila: HubunganSeksual diluarPernikahan/Perzinahan...77

3.4.3 TokohSihar: Perselingkuhan………..79

3.4.4 TokohYasmin: Perselingkuhan………..81

3.4.5 Rangkuman……….84

BAB 1V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………..85

B. Saran………....87

DAFTAR PUSTAKA………. 89

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Karya sastra membicarakan kehidupan manusia dengan segala

kompleksitas, maka karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang

tidak dapat dipisahkan. Sastra merupakan cerminan dari kehidupan manusia

yang di dalamnya tersirat sikap, tingkah laku, pemikiran, pengetahuan,

imajinasi, tanggapan, serta spekulasi mengenai manusia itu sendiri. Menurut

Wellek dan Warren (1989:109-110), sastra “menyajikan kehidupan” dan

“kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya

sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Lebih jelas lagi kalau

dikatakan sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup.

Novel sebagai karya sastra adalah sebuah dunia kecil yang diciptakan

pengarang dan merupakan representasi tiruan kehidupan manusia yang

dituangkan ke dalam bentuk tulisan (Esten, 1989:8). Sebagai tiruan

kehidupan manusia, novel akan menampilkan sebagian konflik yang dihadapi

manusia dalam kehidupannya yang diwakili oleh tokoh-tokoh dalam novel

(16)

Novel Saman karya Ayu Utami sering disebut sebagai contoh karya dengan ciri “keterbukaan baru” dalam membicarakan seksualitas. Pada

bagian-bagian novel yang menceritakan tokoh-tokoh pada novel yakni

Saman, Sihar, Laila, Shakuntala, Yasmin, dan Upi seks yang menjadi tema

utama. Perilaku seksual yang diceritakan hampir sepenuhnya bertentangan

dengan norma masyarakat (Indonesia), dalam arti bahwa yang diceritakan

bukanlah hubungan heteroseksual yang disahkan oleh surat nikah. Shakuntala

cenderung biseksual, Laila jatuh cinta pada seorang laki-laki yang sudah

menikah, Yasmin mengkhiati suaminya dengan sekaligus “memurtatkan”

seorang pastor, Sihar yang sudah mempunyai istri berselingkuh dengan Laila,

dan Upi yang melakukan hubungan seksual dengan benda-benda yang tidak

lazim. Kiranya tidak salah bila kita menyimpulkan bahwa dalam novel

tersebut seksualitas direpresentasikan dengan cara yang provokatif. Novel

Saman karya Ayu Utami (1998) menjadi titik awal trend sensasi seputar pengarang perempuan yang berlangsung sampai sekarang. Saman, dengan kalimat akhirnya “perkosalah aku” yang provokatif itu, menjadi buah bibir

terutama karena “pendobrakan” dan “keterbukaan”-nya dalam hal

seksualitas.

Berdasarkan fenomena tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti

mengenai penyimpangan-penyimpangan seksualitas yang terjadi dalam

(17)

masalah seksualitas yang merupakan problem yang dihadapi oleh para tokoh

yang terdapat dalam novel tersebut. Masalah seksual yang terungkap tertuang

dalam karya sastra layak untuk didalami karena telah melalui proses refleksi

sastra. Kedua, kajian psikologis yang secara khusus akan membahas

penyimpangan seksual belum banyak dilakukan, jadi penelitian ini untuk

mengisi kelangkaan tersebut.

Justina Ayu Utami lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ia

menamatkan kuliah di jurusan Sastra Rusia, Fakultas Sastra Universitas

Indonesia. Ayu dikenal sebagai novelis sejak novel Saman memenangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga

tahun Saman terjual 55.000 eksemplar. Berkat Saman pula, ia mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan

kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Novel keduanya, Larung, yang

merupakan seri lanjutan dari novel Saman, terbit tahun 2001. Baru tujuh tahun kemudian, Ayu menghasilkan novel Bilangan Fu, setelah sebelumnya

sempat diselingi penerbitan kumpulan esai-nya “Si Parasit Lajang”

(GagasMedia, Jakarta 2003). Ayu meluncurkan novel terbarunya, seri

Bilangan Fu, Manjali dan Cakrabirawa.

Seksual berasal dari kata seks dan seksualitas. Seks berasal dari kata

(18)

perwujudan naluri seksuil, serta segala sesuatu yang ada pada manusia yang

mendapatkan dayanya dari naluri dorongan seksuil itu.

Seksual diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan

individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman,

pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksual berhubungan dengan

bagaimana mengkomunikasikan perasaan kepada lawan jenis melalui

tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan melalui

perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian,

dan perbendaharaan kata (Freud, 2010:45). Di antara beberapa aspek

pemikiran Freud, ia memberi tempat khusus pada masalah seksualitas, dan

masalah ini pula yang banyak menimbulkan kritik dan penolakan terhadap

dirinya. Banyak orang memahami seksualitas berkaitan semata pada masalah

alat-alat reproduksi.

Gunawan (1993:8) mendefenisikan seks sebagai keadaan anatomis

dan biologis yang merupakan pengertian sempit dari apa yang dimaksudkan

dengan seksualitas, yaitu keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan,

keperibadian, dan sikap seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta

orientasi seksualnya. Arti seks yang dikonotasikan dengan persentuhan

termaksud sebagai sex acts, yang berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama bertujuan untuk memiliki anak (sex as

(19)

Psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang

psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas

tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam

menghayati dan menyikapi kehidupan (Harjana dalam kutipan Sartika, 2011).

Jadi, pendekatan psikologi ini adalah analisis atau kritik terhadap suatu karya

sastra yang menitik beratkan pada keadaan jiwa manusia, baik terhadap

pengarang, karya sastra, maupun pembaca.

Asumsi dasar pengertian psikologi sastra antara lain dipengaruh oleh

beberapa hal. Pertama, adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan

produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada

situasi setengah sadar atau subconcius setelah jelas baru dituangkan ke dalam

bentuk secara dasar (conscious). Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai

dalam proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat

seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak

sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra (Endraswara 2013:96).

Kedua, kajian psikologi sastra selain meneliti perwatakan tokoh

secara psikologis juga aspek-aspek pemikiran dalam perasaan pengarang

ketika menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu

menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya menjadi hidup

(Endraswara, 2013:96).

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra

(20)

karya dalam berkarya (Endraswara, 2013:96). Aktivitas kejiwaan tersebut,

terlihat pada struktur novel Saman. Oleh karena itu, analisis struktur pada novel akan diterapkan terlebih dahulu, lalu akan dilanjutkan pada kajian

psikologi. Analisis struktur dalam penelitian, dibahas tentang tokoh

penokohan, latar dan alur dan unsur tersebut akan memudahkan peneliti

dalam mencari gagasan tentang penyimpangan-penyimpangan seksualitas

yang terdapat pada novel.

Dalam novel Saman segala permasalahan dan penyimpangan mengenai seksualitas yang dialami oleh para tokoh yang ada pada novel

tersebut merupakan salah satu daya tarik yang melatarbelakangi mengapa

peneliti mengambil ini sebagai bahan penelitian.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas. Maka permasalahan yang di bahas

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur novel Saman karangan Ayu Utami?

2. Bagaimana penyimpangan seksual yang dilakukan oleh para tokoh

yang terdapatdalam novel Saman karya Ayu Utami.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap novel Saman Karya Ayu Utami memiliki dua tujuan pokok, yaitu:

(21)

2. Mendeskripsikan penyimpangan seksual yang terdapat dalam novel

Saman karya Ayu Utami. 1.4Manfaat Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah serangkaian struktur tokoh

penokohan dari beberapa tokoh dalam novel, yaitu tokoh Saman, Laila,

Sihar, Yasmin, Shakuntala dan Upi dan penyimpangan-penyimpangan

seksual yang dialami para tokoh dari sudut pandang Sigmun Freud. Secara

teoritis penelitian ini berguna untuk menambah perbehandaraan kritik

sastra yang meninjau karya sastra secara psikologi sastra yang

menggunakan teori psikoanalisis Sigmun Freud.

Sementara itu secara praktis, hasil penelitian ini dapat

dimanfaatkan pembaca untuk mengetahui sastra secara psikoanalisis.

1.5Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini berisi pembahasan mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan masalah seksualitas di kehidupan sosial masyarakat dalam

novel Saman karya Ayu Utami. Penelitian mengenai masalah seksualitas yang

terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami telah diteliti oleh Teguh Candra

(1999), Katrin Bandel (2006), Indra Yenni Sugiarto (2007), Andri Wicaksono

(2011), dan Hani Solinkha (2011).

Teguh Candra mahasiswa Universitas Sanata Dharma tahun 1999

dalam skripsinya yang berjudul “Pandangan Wanita tentang Seksualitas

(22)

fokuskan pada keempat tokoh wanita yaitu Laila, Shakuntala, Yasmin dan

Cok guna untuk memahami bentuk-bentuk pandangan seksualitas keempat

tokoh yang terdapat pada novel Saman. Selanjutnya Candra ingin mendeskripsikan pandangan keempat tokoh yaitu: Laila, Shakuntala, Yasmin

dan Cok tentang seksualitas dalam novel Saman karya Ayu Utami menurut kajian strukturalisme Genetik.

Kartin Bandel (2006) dalam bukunya yang berjudul “Sastra, Perempuan, dan Seks,” mengatakan bahwa dalam novel Saman disamping pesan-pesan eksplisit dan provokatif yang menentang falosentrisme,

diungkapkan perempuan sebagai pihak yang aktif, dan mengakui berbagai

macam orientasi seksual, pada banyak adegan yang membicarakan seksualitas

justru terdapat kecendrungan falosentris, hal ini dapat dilihat dalam cerita

Saman, dikatakan seksulitas tokoh Upi awalnya digambarkan seperti dalam kutipan “Gadis itu terkenal di kota ini karena satu hal. Dia biasa berkeliaran di

jalan-jalan dan menggosok-gosokan selangkangannya pada benda-benda

seperti binatang yang merancap.Tentu saja beberapa laki-laki iseng pernah

memanfatkan tubuhnya.Konon, anak perempuan ini menikmatinya juga.

Karena itu, kata orang-orang, dia selalu saja kembali ke kota ini, mencari

laki-laki atau tiang listrik” (Utami, 1998:68).

Indra Yenni Sugiarto mahasiswa Universitas Sanata Dharma 2007

membahas seksualitas dalam skripsinya yang berjudul “Perilaku Seksual

(23)

dibahas adalah dinamika keperibadian dan struktur keperibadian tokoh serta

prilaku seksualitas tokoh dalam dalam novel Cantik Itu Luka .

Andri Wicaksono (2011) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta

dalam skripsinya yang berjudul Analisis Strukturalisme Genetik Novel Saman.

Andri berpendapat bahwa keberanian Ayu Utami berani melakukan

aksentuasi terhadap sesuatu yang tadinya bermakna tabu. “Ini juga patut

dihargai, ia telah mengaksentuasikan sesuatu nilai yang tadinya sangat tabu

dikatakan oleh kaum perempuan”. Novel Saman karya Ayu Utami sangat

menarik dan perlu dikaji, karena novel Saman mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial

pengarang.

Hani Solinkha (2011) dalam makalahnya yang berjudul Potret Seksualitas dan Kritik Sosial dengan Kajian Semiotika, berpendapat bahwa Novel Saman adalah novel yang menggambarkan sebuah potret perilaku seksual yang di dalamnya mengkaji tentang gambaran perilaku seksual,

perilaku seks menyimpang, serta yang terutama adalah keterkaitan antara

seksual dengan hak-hak perempuan.

Berdasarkan kajian pustaka di atas, tampak bahwa terdapat persamaan

subjek kajianya yaitu novel Saman karya Ayu Utami, tetapi dengan objek kajian yang berbeda. Ada juga persamaan objek kajiannya yaitu psikologis

(24)

novel Saman karya Ayu Utami dengan pendekatan Struktural dan Psikologi Sastra.

1.6 Landasan Teori

Dalam skripsi ini akan digunakan teori struktural, teori psikoanalisis,

pengertian seksualitas dan penyimpangan-penyimpangan seksual.

1.6.1. Kajian Struktural

Menurut Teeuw (1983:61) pendekatan struktural merupakan pekerjaan

pendahulu yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sastra sebelum ia

melakukan analisis lebih lanjut terhadap suatu karya sastra. Masih menurut

Teeuw, karya sastra sebagai dunia, dan kata mempunyai kebulatan makna

instrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri.Analisis struktural juga

dilakukan agar diperoleh kesistematisan pemahaman yang lebih mendalam

terhadap karya sastra, sehingga analisis selanjutnya yang hendak dilakukan

menjadi lebih mudah.

A.Teeuw (1984:135) berpendapat bahwa, pendekatan struktural

mempunyai tujuan yaitu membongkar dan memaparkan secermat, seteliti,

semendetail, dan semendalam mungkin, keterkaitan dan keterjalinan

semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan

makna menyeluruh.

Damono, (1984:2) juga mengungkapkan bahwa dalam penelitian

karya sastra, analisis atau pendekatan objektif terhadap unsur-unsur

(25)

karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut.Batasan ini

menunjukkan bahwa pendekatan struktural akan tergantung kepada karya

sastra yang hendak dianalisis. Analisis struktural tidak cukup dilakukan

hanya sekedar mendata unsur tertentu dari karya fiksi, misalnya peristiwa,

alur, latar, tokoh, dan lain sebagainya. Akan tetapi, yang lebih penting

adalah menunjukkan bagaimana hubungan antara unsur dan sumbangan

apa yang diberikan terhadap tujuan estetika dan seluruh makna yang ingin

dicapai. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan

salah satu kajian yang membedakan antara karya sastra satu dengan karya

sastra yang lain.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis

struktural berusaha memaparkan dan menunjukkan unsur-unsur intrinsik

yang membangun karya sastra. Aspek intrinsik yang dipilih dalam

penelitian meliputi tiga unsur yaitu: tokoh dan penokohan, latar, plot atau

alur. Ketiga unsur struktural ini dipilih karena merupakan langkah awal

dalam memahami penyimpangan-penyimpangan seksualitas yang akan

dibahas selanjutnya.

1.Tokoh dan Penokohan

Nurgiyantoro (2005:165) mengungkapkan bahwa tokoh cerita

adalah individu orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,

(26)

kecenderungan seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan.

Penokohan dan karakterisasi - karakterisasi sering juga disamakan

artinya dengan karakter dan perwatakan menunjukan pada penempatan

tokoh-tokoh tertentu dengan watak (-watak) tertentu dalam sebuah cerita.

Atau seperti yang dikatan oleh Jones (1968:33), penokohan adalah

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam

sebuah cerita.

Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya

hanya ada satu tokoh utama.Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting

dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah

tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character).Tokoh datar adalah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja

atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap

jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik

buruknya, kelebihan dan kelemahannya jadi ada perkembangan yang terjadi

pada tokoh ini.

Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat

dibedakan adanya tokoh tokoh utama ( central character, main character),

dan tokoh tambahan ( peripheral character).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam

novel yang bersangkutan ia merupakan tokoh yang paling banyak

(27)

Sedangkan tokoh tambahan dalam pemunculan dalam keseluruhan cerita

lebih sedikit, tidak dipentingkang, dan kehadiranya hanya jika ada

keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung (

Nurgiyanto, 1995 :176-177).

2. Latar

Menurut Semi (1998:46) latar atau landas tumpu cerita adalah

tempat peristiwa terjadi.Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”

terjdinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya

fiksi.Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu

faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa

sejarah. Latar waktu dan fiksi dapat menjadi dominan atau fungsional jika

dianggap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah.

Pengangkatan unsur sejarah dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu

yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan sangat menjadi

fungsional sehingga tak dapat diganti dengan waktu lain tanpa

mempengaruhi perkembangan cerita. Latar waktu menjadi koheren dengan

unsure cerita yang lain.

Nurgiyantoro (2010: 2016) mengungkapkan bahwa latar atausetting

yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,

hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams,1981:175 melalui Nugiyantoro, 2010;

(28)

plot ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan

dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika pembaca cerita fiksi.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat,

latar waktu dan latar sosial.

2.1 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinyaperistiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan

mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,

mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar tempat tanpa nama

jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum

tempat-tempat tertentu, misalnya desa,sungai,jalan,hutan, kota, kecamatan, dan

sebagainya (Nurgiantoro,2007:227).

2.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah

“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang

ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiantoro,

2007: 230).

2.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

(29)

berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks. Ia dapat berupa

kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara

berfikir, dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Latar

sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,

misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2007:233-234).

3. Plot atau Alur

Menurut Semi (1988:43), alur atau plot adalah struktur rangkaian

kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional

yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi.

(Stanton dalam Nurgiyantoro 2007:130) menyatakan bahwa plot adalah

cerita berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan

secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan

terjadinya peristiwa yang lain.

Plot sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan

waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun emplisit.Oleh karena

itu, dalam sebuah cerita, sebuah teks naratif, tentulah ada awal kejadian.

Kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya.Namun,

plot sebuah karya fiksi sering tidak menyajikan urutan peristiwa secara

kronologis dan runtut, melaikan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri

dengan kejadian yang manapun juga tanpa adanya keharusan untuk

memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal cerita atau di bagian akhir

(30)

di bagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun

(Nurgiantoro, 2007:141).

Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu yang terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Atau lebih

tepatnya, urutan penceritaan peristiwa- peristiwa yang ditampilkan. Urutan waktu,

dalam hal ini, berkaitan dengan logika cerita dengan mendasarkan diri pada logika

cerita itu, pembaca akan dapat menentukan peristiwa mana yang akan terjadi lebih

dahulu dan mana yang lebih kemudian, terlepas dari penempatanya yang mungkin

berada di awal, tengah, dan akhir teks ( Nurgiyantoro 2007: 153).

Plot atau alur dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: pertama,plot lurus adalah sebuah karya dikatakan progesif atau lurus jika peristiwa-peristiwa yang

dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa (-peristiwa) yang pertama diikuti oleh

(atau: menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara

runtun cerita dimulai dari tahap awal (penyesuaian, pengenalan, pemunculan

konflik), tengah (konflik, meningkat, klimaks) dan akhir (penyesalan),

(Nurgiyantoro, 2007:153-154)

Kedua, plot sorot balik, flashback, adalah urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak

dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika),

melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan dari tahap akhir baru kemudian

(31)

1.6.2 Pendekatan Psikologi Sastra

Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan

logos yang artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa (Abu Ahmadi,

Psikologi Umum:2003). Pendekatan psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya

sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang

merupakan pancaran dalam menghayati dan menyikapi kehidupan (Harjana,

dalam kutipan:2011). Jadi, pendekatan psikologi ini adalah analisis atau kritik terhadap suatu karya sastra yang menitik beratkan pada keadaan jiwa manusia,

baik terhadap pengarang, karya sastra, maupun pembaca.

Psikologi sastra adalah sebuah interdisipliner antara psikolog dan

sastra (Endraswara, 2008:16). Pendekatan psikologis terhadap karya sastra

muncul setelah Sigmund Freud memperkenalkan teori psikoanalisis, bagi

Freud cipta rasa merupakan ambisi alam tak sadar yang tidak terwujud dalam

realita. Secara fiktif diaktualisasikan dalam sastra.Pendekatan secara

psikologis inilah yang disebut psikologi sastra.

Psikologi sastra adalah suatu pendekatan yang mempertimbangkan

segi-segi kejiawaan dan menyangkut batiniah manusia, lewat tinjauan

psikologi akan tampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk

menghindarkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau

paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakekatnya

(32)

1. Teori Psikoanalisis dari Freud

Di antara beberapa aspek pemikiran Freud, ia memberi tempat

khusus pada masalah seksualitas, dan masalah ini pula yang menimbulkan

kritik dan penolakan terhadap dirinya. Banyak orang memahami

seksualitas berkaitan semata pada masalah dan alat-alat

reproduksi.Penolakan besar-besaran terhadap Freud terjadi ketika ia

membahas masalah seksualitas pada anak-anak. Orang berpendapat, mana

mungkin anak-anak memiliki pengalaman yang berhubungan dengan

seksualitas. Bagi Freud, masalah seksualitas lebih jauh, lebih luas, dan

lebih awal usianya daripada sekedar seksualita genetikal (Minderop,

2010:45).

Freud membedakan tiga periode kehidupan seksual infantile:

pertama, periode kegiatan seksual awal. Menurutnya, pulsi seksual

bersumber pada rangsangan yang datang dari bagian-bagian tubuh tertentu

(daerah erogen). Pada anak-anak seluruh tubuhnya merupakan daerah

erogen (daerah rangsangan) yang menjadi sumber kesenangan. Pada

anak-anak, kepuasan seksual berpusat pada daerah pencernaan, selanjutnya pada

organ genital.Pulsi alimentasi atau kebutuhan untuk makan/minum dan

kesenangan yang terpenuhi merupakan pulsi seksual (Minderop, 2010:46).

2. Penyimpangan Seksualitas

Problem atau masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau

(33)

oleh hasrat seksual baik lawan jenis maupun sesama jenis (Sarwano,

1986:137)

Seksualitas meliputi sebuah perasaan, hubungan manusia serta

konikasi antar pasangan sehingga tidak dibatasi oleh fisik seseorang.

Seksualitas adalah aspek penting dalam kehidupan yang mempengaruhi

cara kita memperlihatkan kasih sayang, menilai diri sendiri dan hubungan

dengan orang lain.

Identitas seksual adalah jenis kelamin seseorang yang lebih

tertarik secara seksual. Identitas seksual dikategorikan menjadi dua yaitu

hoteroseksual (penyuka lawan jenis) dan homoseksual (penyuka sejenis).

Sesama lelaki disebut gay dan sesama perempuan disebut lesbian. Dalam

pembahasan di atas ada dua pemikiran yang masih tersisa; pertama, kecendrungan biseksual diasumsikan sebagai inverse meski kita tidak mengerti detailnya selain formasi-formasi yang terjadi; dan kedua, kita berhadapan dengan bentuk-bentuk gangguan yang dialami insting seksual

selama proses perkembangannya (Freud, 2014:13).

Dalam penyimpangan seksual, Freud berpijak pada konsep; objek

seksual (sexual object) dan tujuan seksual (sexual aim). Objek seksual

berhubungan dengan arah pilihan sasaran aktivitas seksual, apakah

diarahkan kepada sesama jenis (homosexual), lain jenis ( heterosexual)

ataukah kombinasi antar keduanya (bisexual). Mengenai penyimpangan

(34)

seksual yang mendasar adalah penyatuan alat kelamin (sexsual union),

penetrasi penis ke dalam vagina. Namun, di luar tujuan tersebut, ternyata

Freud menemukan banyak kasus yang tidak lazim.Cara memperoleh

tujuan seksual yang “aneh” seperti ditemui pada kasusgangguan dan

penyimpangan seksual diperoleh dengan mempertontonkan alat kelamin

kepada orang yang tidak menaruh curiga atau biasa disebut dengan

istilahekshibionisme (Freud,20014).

3. Penyimpangan yang Berhubungan dengan Tujuan Seksual

Pertemuan (penyetuan) alat kelamin pada saat aktivitas khas

persenggamaan dianggap sebagai tujuan seksual normal. Aktivitas ini

bertujuan untuk mengurangi ketegangan seksual dan mematikan hasrat

seksual secara temporer (sensasi kepuasaan yang biasa disamakan dengan

kepuasan mengatasi rasa lapar). Meski demikian, dalam perilaku seksual

paling normal sekalipun, ada aspek-aspek tambahan yang bias dibedakan.

Perkembangan aspek-aspek tersebut mungkin akan menampakkan suatu

kecenderungan menyimpang yang disebut perverse. Perverse adalah bentuk perilaku sksual menyimpang yang secara sosial tidak dapat diterima

( Freud, 2014:18-19).

Pada penyimpangan yang berhubungan dengan tujuan seksual akan

dibahas mengnai objek seksual yang tidak lazim. Aktivitas seksual yang

mengunakan “objek-objek yang tidak lazim”, misalnya dalam kasus

(35)

pada kasus fetitisme. Fetitisme adalah aktivitas seksual dengan

menggunakan benda-benda yang tidak lazim. Pengganti objek lain biasanya

adalah salah satu bagian tubuh yang agak tidak layak untuk menjalankan

fungsi-fungsi seksual, seperti kaki, rambut, atau benda-benda mati lainnya

(potongan baju, tembok, kayu, tiang listrik dan benda-benda mati lainya),

yang memiliki hubungan jelas dengan pribadi seksual, terutama dengan

seksualitasnya. Objek pengganti ini tidak bisa disamakan dengan fetish oleh

masyarakat tempo dulu dianggap sebagai penjelmaan Tuhan. Tradisi atau

peralihan ke arah fetitisme, berikut munculnya penolakan terhadap tujuan

seksual normal atau tujuan seksual menyimpang, dibentuk melalui

kasus-kasus yang menunjukan bahwa suatu keadaan fetisisme dibutuhkan.

4. Penyimpangan yang Berhubungan dengan Objek Seksual

Teori insting seksual popular mempunyai hubungan yang sangat

erat dengan kisah puitik seputar pemisahan umat manusia dalam dua

bagian pria dan wanita dengan cinta akan berjuang menjadi satu. Sangat

mengherankan jika kemudian kita menemukan bahwa kondisi sejumlah

pria mempunyai objek seksual bukan wanita, melainkan sesama pria atau

sebaliknya.Pada penyimpangan yang berhubungan dengan objek sosial

akan dibahas mengenai perilaku invert atau pembalikan perilaku seksual yang dialami oleh tokoh yang terdapat pada novel Saman. Perilaku invert yang akan dibahas dalam pembahasan ini ada dua yaitu; kelompok yang

(36)

1. Kelompok yang terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted), atau secara psikoseksual hermaprodit (psychosexually hermaphroditic); objek seksual mereka mungkin ditunjukan secara umum, baik sesama jenis maupun

lawan jenis. Dalam kasus ini, inversi tidak memperlibatkan

karakternya yang khas.

2. Pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan

inversi(occasionally inverted). Dalam kondisi tertentu, terutama jika objek seksual normal tidak dapat dijangkau, atau

melalui tindakan-tindakan imitasi, kelompok ini mampu

beranggapan sesama jenisnya sebagai objek seksual,dan meraih

seksual bersamanya (Freud, 2014: 1-4).

5. Penyimpangan Seksual Sosial

Dari berbagai pengertian tentang defenisi penyimpangan sosial,

dapat dikatakan bahwa penyimpangan sosial di pahami sebagai tindakan

yang dilakuakan oleh individu atau kelompok sosial yang tidak sesuai atau

melawan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Kaidah yang

berlaku di masyarakat tersebut berwujud nilai dan norma yang mengatur

perbuatan mana yang baik dan yang kurang baik untuk dilakukan.

Perilaku seksual di luar pernikahan merupakan perilaku atau

tindakan yang melanggar norma masyarakat atau norma agama, di katakan

(37)

seorang yang tidak setia pada pasangannya yang terjalin dalam

sebuah komitmen dalam masa pacaran atau sudah menikah.

Perselingkuhan disebut suatu penyimpangan seksual sosial karena perilaku

yang dilakukan tokoh merupakan perbuatan yang melanggar norma-norma

agama dan masyarakat.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) metode dan teknik

pengumpulan data, (ii) metode dan teknik pada tahap analisis data, dan (iii)

metode penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan masing-masing tahap

dalam penelitian ini.

1.7.1Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka. Teknik

tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan referensi sastra dan novel

Saman. Studi pustaka juga dilakukan terhadap artikel atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan objek tersebut.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Judul Buku : Saman

Pengarang : Ayu Utami

Tahun Terbit : 1998

Terbitan :Kepustakaan PopulerGramedia

(38)

menyimak langsung dari data sumber tertulis yang sesuai dengan objek

penelitian

Teknik lanjutan yang digunakan dari metode baca yang digunakan

pada penelitian ini adalah teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan cara

mencatat kembali hal-hal yang perlu dan penting dalam penelitian dari

sumber tertulis.

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah analisis data.

Metode yang digunakan pada tahap ini antara lain adalah metode analisis

isi, karena teknik ini sangat mendukung dalam memperoleh gambaran

yang jelas tentang penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh

yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami.

1.7.3 Tehnik Penyajian Hasil Analisis Data

Penulis menggunkan metode deskriptif untuk menyajikan hasil

analisis data. Metode deskriptif bertujuan membuat pendeskripsian secara

sistematis, aktual, akurat mengenai fakta-fakta yang ditemukan. berkaitan

dengan penyimpangan-penyimpangan seksual para tokoh dalan novel

Saman karya Ayu Utami . Metode deskriptif analisis dirasa tepat oleh

penulis dalam menguraikan penelitian terhadap para tokoh dalam novel

Saman karya Ayu Utami.

(39)

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab I Pendahuluan,

berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian,

dan sistematika penyajian. Latar belakang menguraikan alasan mengapa

penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan

masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini.Tujuan penelitian

mendiskripsikan tujuan diadakan penelitian ini. Manfaat penelitian

memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini.Tinjauan

pustaka mengemukakan pustaka yang pernah dibahas berkaitan dengan

penelitian ini. Landasan teori menyamapaikan teori yang digunakan sebagai

landasan penelitian. Metode penelitian mendiskripsikan secara terperinci

tahap-tahap dan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik

penyampaian hasil analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini.

Sistematika dan penyajian menguraikan urutan hasil penelitian dalam skripsi

ini.

Bab II mendiskripsikan cerita dan struktur dalam novel Samandari tokoh

penokohan, latar, dan alur. Bab III mendeskripsikan penyimpangan seksual para

tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami Sebuah Kajian struktur dan Psikologi

Sastra. Bab IV adalah Penutup, berisi kesimpulan, dan saran dari hasil penelitian

(40)

BAB II

ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, LATAR , DAN ALUR

PADA NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

Dalam analisis sebuah karya sastra, analisis struktural bertujuan untuk

membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin

keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang

bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw,1984:135).

Analisis unsur-unsur terhadap struktur pencitraan novel Saman karya Ayu

Utami akan difokuskan pada tokoh penokohan, latar, dan alur. Alasan pemilihan

analisis tokoh dan penokohan, latar serta alur karena dalam pemilihan analisis ini

pengarang dapat mengekspresikan dan mengungkapkan gagasan-gagasan melalui

unsur-unsur struktural bagaimana keadaan para tokoh, latar dalam cerita tersebut,

serta dapat mengetahui bagaimana alur tersebut dibangun.

2.1Tokoh dan Penokohan

Banyak tokoh yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami, tetapi dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada tokoh Laila,

Saman, Shakuntala, Yasmin, Sihar, dan Upi .Alasannya karena intesitas

kemunculan para tokoh dalam novel tersebut yakni, untuk menemukan

identitas seksual serta penyimpangan-penyimpangan seksual yang dialami para

(41)

penokohan yang menfokuskan pada tokoh utama ( central character, main character), dan tokoh tambahan (peripheral character).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel

yang bersangkutan,ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh

tambahan dalam pemunculan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak

dipentingkan, dan kehadiranya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama,

secara langsung, atau pun tak langsung (Nurgiyanto, 1995 :176-177).

2.1.1 Tokoh utama dalam Novel Saman

Tokoh utama adalalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaanya.

Dalam novel Saman karya Ayu Utami tokoh utamanya adalah Saman. Dikatakan tokoh utama karena kedua tokoh tersebut merupakan tokoh yang

paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai

kejadian.Tokoh Saman juga paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, ia

juga mengalami banyak permasalahan, dan tokoh Saman merupakan tokoh

yang paling banyak waktu penceritaan.

2.1.1 Tokoh dan penokohan Saman

Athanasius Wisanggeni sebelum memakai nama Saman adalah seorang

anak muda yang baru saja menamatkan sekolah Teologi di Driyakarya dan

belajar di Institut Pertanian Bogor. Setelah Wisanggeni menamatkan

(42)

dilaksanakan. Sejak saat itu orang-orang memanggil dia Pater Wisanggeni atau

Romo Wis. Tugas untuk melayani umat dimana pun dan kapan pun telah siap

diemban Wis. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

“Terang yang paling kecil datang dari lilin-lilin yang dinyatakan koster

sebelum misa pentahbisan dimulai. Tiga pemuda itu berjubah putih, lumen de

lumine,dan Bapak Uskup dengan mitra keemasan memanggil nama mereka satu per satu. Juga namanya: Athanasius Wisanggeni ( Utami, 1998:40).

Sakramen presbiterat.Tiga lelaki tak berkasut itu lalu telungkap mencium ubin katedral yang dingin.Mereka telah mengucapkan kaulnya.Pada mereka telah dikenakan stola dan kasula.Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi Pater Wisanggeni, atau Romo Wis (Utami, 1998:41).

Saman adalah seorang yang mempunyai jiwa sosial yang sangat

tinggi. Hatinya akan cepat tergerak jikamelihat orang yang membutuhkan

bantuan. Hal tersebut terlihat ketika dia untuk pertama kali melihat kondisi

penduduk dusun Sei Kumbang. Dia sangat merasakan betapa keterbelakangan

serta kemiskinan sehingga untuk membeli beras saja tidak mampu sangat

menggangu jiwanya untuk turut membantu.Hal tersebut dapat dilihat pada

kutipan dibawah ini.

“Ia merebus dua mie instan dan menyodorkan setengahnya pada Upi.Gadis itu Nampak bersemangat, tetapi tak segera makan.Ia mengulang-ulang sesuatu dengan nada pertanyaan. Wis baru bisa menduga maknanya ketika malam itu si ibu menanak nasi dengan sayur daun alas rebus dan mi instan yang ia serahkan tadi pagi. Sebungkus supermi untuk lauk berlima.Tidak dimakan sebagai menu utama karbohidrat (Utami, 1998:74).

(43)

“Ia memutuskan: meringankan penderitaan si gadis dengan membangun sangkar yang lebih sehat dan menyenangkan, seperti membikin kurungan besar bagi perkutut dan cacakrawa ayahnya sebab melepaskan mereka hampir sama dengan membunuh mereka,(Utami, 1998: 74).

Saman adalah seorang laki-laki yang mempunyai rasa keperdulian

yang sangat tinggi dan ia juga mempunyai sifat yang ringan tangan. Ia Selalu

ingin membatu siapapun yang membutuhkan bantuan tanpa

membeda-bedakannya.Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

“Dia? Aduh, kasihan….” Terdengar suara salah seorang perempuan. “jadi Ibu kenal dia?” Tanya Wis antusias namun gelisah karena orang-orang itu seperti lambat mengambil keputusan.Identitas si gadis gila seperti membuat kerumunan itu jadi malas bertindak, (Utami, 1998:66).

Wis meminta selendang untuk menutup hidung dan mulutnya. “Tolong ikatkan tali ke tubuh saya.” Ia juga menyuruh salah satu menyusul Rogam, sebab pemuda itu tentu bisa mencarikan topeng gas yang biasanyadimiliki perusahaan penggalian (Utami, 1998:66).

Sekitar dua puluh meter dari mulut sumur, dilihatnya gadis itu telah terkulai dengan tubuh tertengkuk. Ia sendiri merasa lunglai. Cepat-cepat diambilnya tambang yang kedua dan dijalinnya simpul kursi terhadap perempuan itu.Ia memberi tanda pada orang-orang agar segera menarik mereka.Tetapi sentolopnya jatuh, Wis tak sadarkan diri (Utami, 1998:67)

Selain mempunyai rasa keperdulian yang tinggi terhadap sesama,

Saman mempunyai sikap yang bertanggung jawab.Ia sadar telah melanggar

aturan gereja karena bertindak yang tidak sesuai dengan peraturan pada tugas

pelayanannya sebagai imam. Tetapi hal tersebut dapat diselesaikannya dengan

rasa percaya diri dan rasa tanggung tanggung jawab. Ia pun berusaha

(44)

Wis terdiam.Lalu meminta maaf.“Saya sama sekali tidak bermaksud menyepelekan pekerjaan gereja.Saya cuma tak bisa tidur setelah pergi ke dusun itu.Ia ingin mengatakan rasanya berdosa berbaring di kasur yang nyamandan makan rantangan lezat yang dimasak ibu-ibu umat secara bergiliran. Bahkan rasanya berdosa jika jika hanya berdoa.Ia tak tahan melihat kemunduran yang menurut dia bisa diatasi dengan beberapa

proposalnya.Dengan agak memelas ia memohon agar diberi

kesempatanmelakukan itu” (Utami,1998:81).

Jika kamu bisa mengusahakan dana sendiri, saya bersedia memberi kamu waktu tiga minggu dalam satu bulan. Satu minggu sisanya kamu harus ada di paroki.Jika saya melihat hasinya, saya berani mengusulkan agar uskup memberimu pekerjaan kategorial di perkebunan (Utami, 1998:82).

Kali ini, tak hanya berisi cerita dan kerinduan seperti biasanya, namun juga permohonan agar si ayah memberikan modal sekitar lima atau enam juta rupiah, bukan jumlah yang besar dari tabungan bapaknya (Utami,1998:83).

Ayahnya memberikan jawaban setuju. Lalu wis segera kembali ke Lubukrantau. (Utami,1998:83).

Selain sikap Saman yang selalu perduli dengan lingkungan sekitar

yang membutuhkanya, Ia mempunyai kisah percintaan yang dialaminya.

Percintaanya dengan Yasmin hingga membuat iaakhirnya melakukan hubungan

seksual dengan Yasmin.Padahal hal tersebut sangat ditentang oleh agama

karena Saman adalah seorang pastor.

Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi pater Wisanggeni, atau Romo Wis (Utami,1998:41)

(45)

Terjaga dini hari atau tengah malam karena ada yang menggigit dekat

ketiakku.Kulihat tanganya masturbasi.Ia naik diatasku setelah

mencapainya.Aku tahu aku tak tahu cara memuaskanya (Utami,1998:177).

23 April terbangun dengan kacau.Sejak kabur dari paroki, aku tak pernah berfikir betul-betul meniggalkan kaulku.Kini tubuhku penuh pagutan.Tak tau bagaimana Yasmin tertarik padaku yang kurus dan dekil?Ia begitu cantik dan bersih. Hari itu ia terus membuat badanku terutul, aku sering garangan yang ditangkap. Ia menghisap habis tenagaku (Utami, 1998:177).

Hubungan Yasmin dan Saman semakin terjalin lebih dekat selayaknya

sepasang kekasih yang dilanda asmara. Terbukti ketika Saman selalu

terbayang-bayang tentang Yasmin, bahkan ia merasa cemburu bila mendengar

Yasmin berhubungan seksual dengan suaminya. Saman dan Yasmin sudah

menganggap hubungan seksual tanpa pernikahan yang kerap ia lakukan itu

adalah hal yang biasa. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

Yasmin, New York, 14 Mei 1994

Taukah kamu bahwa kisah ini telah menginspirasikan keputusan-keputusan yang tidak adil bagi perempuan selama berabad-abad?Kita tidak dalam kegetaranpada seks, tetapi laki-laki tidak mau dipersalahkan sehingga kami melepaskan dosa itu kepada perempuan.

Tapi, ya, kamu memang penggoda (Utami, 1998:183).

Yasmin, New York, 13 Juni 1994

Aku cemburu.Kamu bersetubuh, aku tidak.Bukankah Lukas lebih

perkasa?Aku terlalu cepat… kalaupun aku bias menghamili kamu, tentulah

aku orang efisien, yang membereskan suatu pekerjaan dalam waktu amat singkat (Utami, 1998:195).

Yasmin,New York, 21 Juni 1994

(46)

2.1.2 Tokoh Tambahan dalam Novel Saman

Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau

beberapa kali dalam cerita dan itupun dalam porsi penceritaan yang relatif

pendek. Dalam novel Saman karya Ayu Utami ini, yang termasuk sebagai

tokoh tambahan adalah tokoh Laila, Sihar, hakuntala, Yasmin, dan Upi.

Ketiga tokoh tersebut disebut tokoh tambahan karena mereka hanya

dimunculkan sesekali saja dalam cerita tetapi tokoh tambahan tersebut

mempengaruhi terhadap cerita serta konflik dari keseluruhan peristiwa

yang terjadi.

2.1.2.1Tokoh dan Penokohan Laila

Laila memilih berpenampilan yang sesuai dengan profesinya.

Penampilanya menunjukan kepada kepribadiannya yang dinamis. Dia

mempunyai potongan rambut bob, dan ia berprofesi sebagai seorang

fotografer pada sebuah rumah produksi yang dikelola dengan seorang

temannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan dibawah ini.

Perempuan itu memberi isyarat agar pilot berputar hingga sudut yang baik bagi dia untuk memotret tiang-tiang eksplorasi minyak bumi di bawah mereka.

Potonganya bob, tapi perias disalon membujuk dia agar dia juga memberibingblight bestnut. Dan iamenurut,(Utami,1998:7).

Laila juga mempunyai sifat yang perduli dengan apa yang terjadi

disekitarnya. Rasa simpatinya sangat besar, terlebih jika terjadi sesuatu

terhadap orang yang sangat berarti bagi dirinya.Hal tersebut dapat dilihat

(47)

“Jangan lakukan itu lagi”

“Dia sahabat saya.kami selalu berpasangan kemana-mana”

“saya punya betadine, biar saya bersihkan dulu luka

kamu”(Utami,1998:18).

Selain sifatnya yang perduli dan simpati, Laila juga seorang yang

penuh dengan alternatif pemikiran yang luas. Dia mampu memunculkan

ide-ide yang masuk akal. Hal tersebut menunjukan bahwa Laila bukanlah

orang yang bodoh melainkan termasuk orang yang pintar dan

berpendidikan tidak rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan

dibawah ini.

“kenapa kasus ini tidak diajukan ke pengadilan saja?kelalaian yang

menyebabkan kematian juga termasuk pidana”(Utami, 1998:21).

“apa salahnya usul saya dicoba? Saya punya teman pengacara. Dia pasti mau bantu. Paling tidak kalau kita bikin tekanan, Texcoil harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membungkam orang-orang.Itu membuat dosa Rosano pada Texcoil lebih besar. Kalau tidak masuk penjara, sedikitnya dia harus dipecat….” (Utami, 1998:22).

“Di samping menggugat Texcoil, kasus ini harus dibuka dan

dikampanyekan di media massa.Harus ada orang-orang yang mau mendukung keluarga korbanjika terjadi tekanan-tekanan. Harus ada LSM-LSM yang memprotes dan mengusiknya terus. dan saya punya teman yang bisa menyelesaikan itu?” (Utami,1998: 22-23).

Selain Laila seorang wanita yang cerdas dan berpendidikan, dia

jugaselalu memberikan perhatian yang besar kepada laki-laki yang

dicintainya, bahkan ia pun rela berkorban demi laki-laki yang dicintainya.

(48)

“setiap kali mencintai, laila begitu penuh perhatian. Jika hari ini si pria bilang kepingin sop konro, atau toge goreng, kaset atau kompakdisk lagu baru atau lama, atau pernik lain, dia akan berusaha mampir dan membelikanya ia tak pernah alpa memberi hadiah ulang tahun . Ia suka mengirim kartu, surat dan kata-kata”(Utami, 1998:155).

Sikap keraguan Laila sering muncul ketika ia ingin mengakui

sesuatu hal yang sebenarnya ia lakukan tetapi, karena dalam diri Laila

selalu muncul rasa gengsi sehingga terkadang ia menyangkal dengan

semua prilaku-prilaku yang ia lakukan. Hal tersebut dapat dilihat pada

kutipan dibawah ini.

“Kamu yakin akan begituan kalau betul-betul ketemu Sihar?” ia

menggeleng, ”Gak tau deh.Menurutmu gimana?”(Utami, 1998:127).

Jika sekali atau dua kali lagi kalian kencan, sanggupkan kamu tetap bertahan?.“Entah ya. Harus bias ahh,” jawabnya,(Utami. 1998:131).

“Jadi apa sebetulnya yang kamu cari? Perkawinan bukan, seks bukan” “Aku cuman pengen sama-sama dia”(Utami, 1998: 131).

Laila mempunyai sikap yang sangat romantis, ia mampu

merangkai kata-kata untuk mengungkapkan isi hatinya kepada laki-laki

yang sangat dicintainya. Seperti pada umumnya wanita lain, Laila juga

mempunyai gairah seksual kepada pasangan yang dicintainya.Hal tersebut

dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

(49)

melulu birahi. Tapi akan saya katakana bahwa kali ini saya telah siap. Dan saya telah memilihnya sebagai lelaki yang pertama,(Utami, 1998:29).

Lalu ia akan berkata, “sudah lama saya menunggu saat ini,” dan mengecup bibir saya. Dan saya akan membalasnya dengan gemas sampai ia tak sanggup menahan lagi. Barangkali kami melakukanya di taman ini, disini, di bangku sebelah gelandangan yang tidur nyenyak, di antara biji-biji kitiran yang diterbangkan angin. Kami melakukanya tanpa melepaskan seluruh pakaian, sebab hari masih terlalu dingin untuk telanjang. Setelah itu mengulanginya di kamar hotel, tanpa berlekas-lekas, di mana kulit saya bias menikmati kulitnya, dan kulitnya menikmati kulit saya, sebab kami telah menanggalkan semua pakaian. Dan kami berkeringat. Lalu, setelah usai, kami akan bercinta satu sama lain.tentang apa saja,(Utami, 1998:30).

Laila juga seorang wanita yang berusaha bersikap setia kepada

kekasihnya meskipun kekasihnya sudah mempunyai istri. Sebagai seorang wanita,

Laila sadar bahwa keberadaanya diantara sihar dan istrinya serta keluarga Laila

merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima oleh orang-orang terdekatnya.

2.1.2.2 Tokoh dan Penokohan Sihar

Sihar adalah seorang Insyinyur analisis kandungan minyak. Ia mempunyai

badan yang kekar, tidak putih, berkaca mata, beberapa helai uban telah tumbuh

dan ada yang khas yaitu bau tembakau atau keringat. Hal tersebut dapat dilihat

pada kutipan;

Lelaki itu memang selera temanku: atletis, tidak putih, berkaca mata, kalem, beberapa helai uban telah tumbuh dan odor yang khas tembakau atau keringat (Utami, 1998: 131)

Yang pertama adalah Sihar Situmorang, Insinyur analisis kandungan minyak, orang yang membuat Laila tertarik karena ketidakacuhannya dan posturnya yang liat. Juga rambutnya yang terlihat kelabu karena serat-serat putih mulai tumbuh berjarakan (Utami, 1998: 10).

Sihar yang berumur 35 tahun ini bekerja sebagai “ Compani Man”

(50)

Ia menyebut “ orang servis” mereka menyebut dia “Company Man” atau “orang perusahaan” (Utami, 1998: 9).

Keduannya sebetulnya seusia, sekitar tiga

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sugiyono (2012 ) “instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang

[r]

Disamping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan serta dapat

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa penrbelajaran aktif atau active learning menuntut siswa./rnahasiswa unttrk lebih mandiri dalam memperoleh pengetahuan. Dengan

Tugas Akhir dengan judul “SISTEM INFORMASI PENJUALAN BERBASIS WEB PADA USANTEX” ini telah disetujui untuk disampaikan dihadapan Dewan Penguji Tugas Akhir Fakultas

Muna Tahun Anggaran 2017, maka perusahaan saudara diundang untuk mengikuti tahap Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Biaya serta tahap Pembuktian Kualifikasi yang akan

[r]

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola TK dan SD Wilayah Selatan dipimpin oleh seorang Kepala Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah dan bertangggung jawab kepada