• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, ALUR, LATAR,

2.3 Latar

2.3.1 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat dipergunakan mungkin berupa

tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu mungkin lokasi tertentu tanpa nama

jelas. Analisis latar novel Yogyakarta sebagai berikut. Latar dalam novel

Yogyakarta terdiri dari berbagai tempat, antara lain Ambon, Madura, Pontianak,

2.3.1.1Ambon

Ambon adalah salah satu kota yang menjadi latar dalam novel Yogyakarta.

Peristiwa yang terjadi di kota Ambon adalah peristiwa saat Gerson kecil. Tempat

terjadinya cerita dalam novel ini adalah di pinggir kota Ambon. Pada saat itu

Gerson sekeluarga menikmati suasana sore hari bersama keluarganya.

(98) Langit di pinggir kota Ambon berwana lembayung, merah-jingga menggoda mata. Jari-jarinya kakinya masuk ke dalam pasir putih yang dijejaknya, menggelitik telapak kecilnya dengan lembut, apalagi sesekali ia merasa kepiting-kepiting kecil keluar dari terowongan-terowongan kecil mereka dan melintas di atas kakinya, membuatnya mengulum senyum. Geli. (Yogyakarta, 2010:14).

Tempat kejadian cerita di kota Ambon yang lain adalah di jalan raya. Pada

saat itu terjadi kerusuhan di rumah Gerson. Ibunya berteriak–teriak di pinggir jalan sambil menyebut nama ayahnya juga dirinya.

(99) Saat keributan mulai mereda keesokan paginya dan Gerson telah lebih tenang, ia mendengar suara ibunya berteriak-teriak di pinggir jalan, memanggil nama ayahnya dan dirinya.

...

Rasa syok yang dialami Maria demikian dahsyatnya dan ia nyaris tak dapat merasakan apa-apa lagi. Ia telah melampau garis batas kesadaran. (Yogyakarta, 2010:21)

2.3.1.2 Madura

Tempat terjadinya dalam cerita novel Yogyakarta yang lain adalah di

jalan-jalan kota Madura yang besar. Pada saat itu ibunya dan Tarjo yang masih kecil

suka melakukan jalan pagi. Hal ini terlihat dalam kutipan (86).

Tempat lain yang menjadi latar cerita dalam novel ini adalah di jalan

setelah mereka makan bubur, Tarjo merasa kesal karena ibunya diganggu tukang

bubur.

(100)Tangan kecil itu disusupkannya ke dalam tangan ibunya yang berjalan pulang, menyusuri jalanan kompleks yang tidak rata sambil berdiam diri. Siti Arum menoleh pada Tarjo–putra satu-satunya.

Ponapa kamu tadi kok kasar? Bunten biasanya putra ibu kayak gitu?” “Genit, Bu.” (Yogyakarta, 2010:33)

2.3.1.3 Medan

Kota lain yang menjadi latar novel ini adalah Medan, tepatnya adalah di

panggung menyanyi. Pada saat itu Karta yang masih kecil mengikuti perlombaan

menyanyi di Medan.

(101)Karta melihat anak-anak yang lebih besar naik ke atas panggung dan mulai melakukan atraksi mereka. Setiap orang bertepuk tangan. (Yogyakarta, 2010:39).

(102)Karta menatap panggung itu dan tiba-tiba merinding. Ia tidak mungkin naik ke atas panggung itu! Setidaknya ada ratusan orang di lapangan yang akan menyaksikannya. Ia tidak pernah naik panggung apa pun seumur hidupnya yang masih pendek itu. Kedua kaki kurusnya mulai bergetar hebat dan hidungnya kembang kempis. (Yogyakarta, 2010: 39).

2.3.1.4 Pontianak

Kota berikutnya yang menjadi latar tempat adalah Pontianak. Tempat

terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta adalah di lapangan basket. Pada saat itu

Yahya melihat Monalisa untuk pertama kalinya yang sedang bermain basket.

Kisah Yahya dan Monalisa dimulai di tempat ini.

(103)Terdengar sebuah tepukan tangan dari pinggiran lapangan, dan semerta-merta Yahya menoleh—dan di sanalah gadis cantik itu, seorang dewi dalam celana seragam olahraga pendek warna biru tua. (Yogyakarta, 2010:51)

Peristiwa selanjutnya terjadi di parkiran sepeda. Pada saat itu Monalisa

menawarkan tempatnya untuk belajar bersama.

(104)Monalisa tertawa. ”Oh, gitu? Ya udah. Sebentar, ya!” Tidak sampai

semenit kemudian, ia sudah kembali ke daerah parkir sepeda dan melompat ke punggung sepeda Yahya. (Yogyakarta, 2010:53)

Latar lainnya adalah rumah Monalisa. Rumah Monalisa terletak di kawasan

elite. Yahya dan Monalisa belajar bersama di rumah itu.

(105)Mereka menyusuri pinggir kota kemudian memasuki sebuah daerah perumahan elite yang belum lama dibangun, dan berhenti di depan rumah dengan pilar-pilar besar di depannya. Rumah itu sendiri terletak di tengah, dikelilingi oleh taman yang luas. (Yogyakarta, 2010:54).

Secara khusus, latar tempatnya adalah di pinggir kolam renang yang

terdapat di dalam rumah Monalisa.

(106)Monalisa tertawa, “Nggak usah terlalu kagum deh.” Ia melompat

turun, mendorong pintunya, dan langsung berjalan ke arah belakang, mengitari taman, ke arah sebuah kolam renang indah dan luas yang berbentuk angka delapan. Kursi-kursi putih dan tempat berbaring dengan meja yang ditutup kanopi biru diletakkan di pinggir. (Yogyakarta, 2010:54).

(107)”Terima kasih.” Yahya berjalan ke arah sebuah kursi, duduk di sana

dan mulai membuka buku pelajaran.

Peristiwa lainnya adalah pada saat Monalisa akan berenang. Yahya

memperhatikan tubuh Monalisa yang indah.

(108)Yahya tidak mungkin mengatakan tidak pada perempuan itu. Ia membiarkannya, dan ia nyaris tidak dapat belajar, melihat tubuh indah perempuan itu dalam balutan baju renang oranye muda berkilat tertimpa air, kaki jenjangnya bermandikan cahaya sore saat ia keluar sejenak untuk mengambil pisang goreng kemudian terjun kembali ke dalam kolam. (Yogyakarta, 2010:56).

(109)“Cie! Tuh cewek kamu udah nungguin!” temannya yang berwajah

bintik-bintik merah berkata sambil melirik Monalisa yang sedang menunggu Yahya dengan tidak sabar di dekat parkiran sepedanya. (Yogyakarta, 2010:57)

2.1.3.5 Jakarta

Jakarta menjadi tempat terjadinya peristiwa yang dialami oleh Olivia

sebelum datang di Yogyakarta. Peristiwa Olivia dijodohkan oleh orang tuanya

membuat Olivia memutuskan pergi ke Yogyakarta.

Di rumah Olivia, lebih tepatnya di kolam renang dan kamar mandi, Olivia

memikirkan perjodohannya dengan Bernard Wibowo.

(110)Ia melihat gelombang tenang air kolam yang biru jernih di sebelahnya, melepas kawat nyamuknya sedikit, dan membuka kacanya.

Tangannya dijulurkannya ke bawah, membiarkan arus air membelainya pelan. (Yogyakarta, 2010:70).

(111)Ia mendesah keras, memasang kawat nyamuknya kembali, kemudian bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi dalam yang semuanya dilapis ubin putih. Ia membuka keran dengan menggesernya ke samping, mencuci tangannya, kemudian menggeser kerannya kembali. Matanya menyapu bathtub putih dengan ujung mengilap saat duduk di atas toilet, berpikir. Apa yang harus dilakukannya? (Yogyakarta, 2010:71)

Tempat terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta adalah di kamar Olivia.

Pada saat itu Olivia berdoa meminta petunjuk dari Tuhan.

(112)Ia hanya dapat menunggu dan melihat apakah laki-laki yang telah direkomendasikan oleh generasi tua itu sanggup menggerakkan hatinya. Ia berjalan ke tempat tidur dan menoleh ke lemari samping kecil, melihat sebuah salib kecil.

Dengan cepat ia melompat turun ke tempat tidur, membuat tanda salib, kemudian berdoa singkat. (Yogyakarta, 2010:71)

Di dalam kamar jugalah Olivia mempunyai ide menghindari perjodohan

(113)Ia segera berlari masuk ke dalam kamar dan menyalakan komputernya. Sebuah tombol segera muncul. Ia menuju bookmark dan melihat sebuah situs yang sangat dikenalnya. Ia ingin mencari silabus kuliahnya di tahun ajaran ini. Kalau tidak salah, pada semester ini, ia harus melakukan sebuah penelitian ke luar daerah dengan tema bebas. (Yogyakarta, 2010:74)

2.1.3.6 New York

Cerita masa lalu Yudhistira terjadi di New York. Di kota inilah awal kisah

cinta Yudhistira berakhir sedih. Hal itu membuatnya terpukul dan menolak jatuh

cinta pada perempuan lain. Kisah pertama terjadi di rumah, tempat tinggal

Yudhistira dan ayahnya saat di New York.

Di tempat itu, Yudhistira melihat seorang gadis berambut keriting panjang,

bernama Antonia. Untuk pertama kalinya kejadian itu membuat hatinya

bergejolak.

(114)Dari balik topi baret hitamnya, ia melirik Yudhistira, dan anak laki-laki itu tersenyum padanya. Yudhistira berhenti sejenak untuk mendengarkan permainan musiknya sampai satu lagu selesai, kemudian mengeluarkan selembar uang sepuluh dolar dan meletakkannya di dalam topi terbuka. (Yogyakarta, 2010:89)

2.1.3.7 Yogyakarta

Dalam novel Yogyakarta, tempat yang banyak digunakan tentu kota

Yogyakarta. Secara khusus, rumah kos Ananda adalah tempat yang paling sering

diceritakan. Yang pertama di ruang makan, pada saat Olivia baru datang ke kos

Ananda.

(115)Mereka masih berjalan melewati ruang makan dalam yang ditata bak ruang makan keraton dan hanya dipakai Ananda kalau sedang menjamu tamu, kemudian melalui sebuah ruang tamu resmi, dan terus ke arah depan. Di sana, dua buah koper besar berwana merah tua berdiri dengan gagah di atas ubin putih bertekstur cokelat tidak jauh, dari sebuah kursi goyang. (Yogyakarta, 2010:10)

(116)Olivia berjalan masuk kembali ke dalam, memerhatikan rumah kos yang ditempatinya dan mendesah. Sepertinya ia akan menyukai tempat ini. (Yogyakarta, 2010:65)

Selain ruang makan, kamar anak-anak kos juga menjadi latar tempat novel

ini. Di kamar kosnya, Gerson teringat masa lalu kerusuhan antar-umat beragama

di Ambon yang membuat ayahnya meninggal dan ibunya menjadi gila. Hal ini

membuat dia tidak pernah bisa tidur nyenyak.

(117)Dalam kamar kosnya di Yogyakarta, Gerson tidak sadar meneteskan air mata dalam keadaan setengah tertidur.

Selalu saja hal itu yang menghantuinya. Tawa ibunya yang renyah.

Tawa ayahnya yang dalam dan berat.

Jemari ayahnya yang membersihkan remah di pipi ibunya. (Yogyakarta, 2010:18)

(118)Gerson berguling dengan gelisah. Ia tidak pernah bisa tidur nyenyak. Tiba-tiba, ia melihat jemari tangan ayahnya berdarah. Ia ingin terbangun. Ia tidak ingin melihatnya lagi. (Yogyakarta, 2010:18)

Tempat terjadinya dalam cerita novel Yogyakarta yang lain adalah di

halaman belakang. Pada saat itu Gerson menawarkan teh untuk Ananda, tetapi

Ananda memang sengaja memberikan secangkir teh itu untuk Gerson. Perhatian

Ananda membuat Gerson merasa nyaman di dekat Ananda, terasa seperti ibunya

sendiri.

(119)“ Bude mau minum? Aku tuangkan segelas.”

Ananda tertawa. ”Tehnya untuk kamu. Kok dikasih kembali ke Bude? Bude baru minum kopi.”

Gerson tersenyum, kemudian menatap ke halaman belakang. Ia selalu merasa nyaman bersama perempuan tua bertubuh kecil ini, seperti antara ibu dan anak. (Yogyakarta, 2010:24)

Tempat terjadinya dalam novel Yogyakarta adalah di teras. Itu saat Tarjo

(120)Tarjo berjalan ke arah luar kamarnya, menuju teras dan melihat Olivia sedang duduk sendiri di ruang tengah.

“Hai!” sapa Olivia ramah. “Menurut lo, apa yang pertama meski gue lakuin, kalau pengen tahu tentang keraton?” tanyanya sopan.

(Yogyakarta, 2010:27)

Tempat terjadinya dalam novel Yogyakarta adalah di kamar kos Yahya.

Pada saat itu Yahya teringat pada Monalisa yang membuatnya sakit hati dan ingin

melupakannya.

(121)Yahya yang berada di tempat tidur menggerak-gerakkan tubuhnya dengan gelisah. Ia tidak ingin melanjutkan apa yang terjadi selanjutnya. Ia masih dapat merasakan getaran rasa pedih itu dalam dadanya. (Yogyakarta, 2010:62).

Tempat terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta adalah di ruang tengah

rumah kos. Pada saat itu Olivia meminta maaf pada Ananda karena Olivia tidak

pamit saat pergi ke Jakarta.

(122)Olivia berjalan masuk ke dalam ruang kos dan melihat Ananda sedang duduk di ruang tengah membaca koran. Ia menutupnya saat melihat Olivia berjalan mendekatinya dan berlutut mencium tangannya.

“Bude, maaf ya, aku langsung pergi begitu aja tanpa pamit.”

“Sangat tidak sopan,” kata Ananda dengan agak dingin. (Yogyakarta,

2010:251)

Selain di rumah kos Ananda, jalanan ataupun tempat lain di Yogyakarta

juga melupakan latar novel ini. Tempat terjadinya dalam novel Yogyakarta adalah

di jalan raya. Pada saat itu Tarjo pergi bersama Olivia dan dia teringat masa lalu

bersama ibunya waktu di Madura.

(123)Ia teringat menghentikan mobilnya di ujung jembatan, membuka kaca jendela, memejamkan mata sambil menikmati angin yang bertiup. Hatinya bergumul. Selalu saja. Pergumulan yang sama. (Yogyakarta, 2010:30)

Tempat terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta adalah di ruang tunggu

studio rekaman, pada saat Karta menunggu giliran menyanyi dengan perasaan

gelisah.

(124)Dengan gelisah Karta menunggu di ruang tunggu yang sangat dingin.

Air conditioner-nya sepertinya dipasang dengan suhu minimal.

(Yogyakarta, 2010:122).

Tempat terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta, ada di mal. Pada saat itu

Yahya mengajak Olivia ke mal dan mengajaknya makan di restoran yang ada di

mal. Hal ini terlihat pada kutipan (43).

Tempat terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta adalah di pinggir jalan

Malioboro. Pada saat itu Karta mengajak Olivia jalan ke Malioboro.

(125)Karta mengedikkan bahu. ”Oke. Kalau begitu kita makan di pinggir

Malioboro aja, gimana?”

”Oh, makan di lesehan itu ya?” tanya Olivia, membayangkan kehidupan Yogyakarta di waktu malam. “Oke.” Ia menyerah, berjalan

keluar. (Yogyakarta, 2010:124).

(126)Segera setelah memesan makanan yang sama dengan Karta—ayam goreng dengan pelengkapnya, tahu dan tempe serta teh manis, ia memerhatikan daerah luar warung lesehan itu. Olivia menikmati suasananya. (Yogyakarta, 2010:125)

Tempat terjadinya cerita novel adalah di keraton. Pada saat itu Yudhistira

menjelaskan pada Olivia tentang keraton.

(127)Mereka berjalan kaki ke arah dalam. “Keraton ini dari kata karaton, karatuan. Tempat tinggal ratu dan raja. Pertama kali dibangun tahun

1755 oleh Pangeran Mangkubumi. Pangeran kemudian mendapat gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.” (Yogyakarta, 2010:132).

Tempat terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta adalah di restoran. Pada

(128)Yudhistira menunggu sampai Olivia selesai memesan. Restoran yang dipilihnya adalah salah satu tempat kesukaannya. Sebuah tempat tenang dan asri yang menawarkan makanan Indonesia yang terletak di tepi sawah. Mereka duduk, berlesehan. Suara burung berkicau di kejauhan. Yudhistira menatap wajah ayu di depannya. (Yogyakarta, 2010:137).

Tempat terjadi cerita pada novel Yogyakarta adalah di pinggir alun-alun.

Pada saat itu Yudhistira pergi bersama ayahnya untuk olah raga pagi.

(129)Yudhistira mengerutkan kening. ”Apa Mama nggak cinta Papa? Dari mana Papa tahu?”

Puntadewa hanya terkekeh. ”Aku bukan seorang wartawan kalau tidak

bisa membaca manusia. Ada banyak hal yang tidak kau dapat di buku teks sekolah. Hal-hal yang hanya ada di buku kehidupan.”

Saat mulai berkata-kata Puntadewa memelankan laju langkahnya dan mereka berjalan menuju beberapa bangku untuk duduk di pinggir alun-alun. (Yogyakarta, 2010:144).

Selain itu, cerita juga dilatari tempat di lingkungan keraton, tepatnya di

Taman Sari. Pada saat itu Olivia pergi bersama Yudhistira. Yudhistira

menjelaskan tentang latar belakang berdirinya Taman Sari.

(130)“Di masa Sultan Hamengku Buwono I?” tanya Olivia.

“Ya. Dibangun sekitar dua tahun atau tiga tahun setelah ia

memerintah. Jadi sekitar tahun 1758. Taman ini pertama kali disebut

The Fragrant Garden “.”(Yogyakarta, 2010:167)

(131)Yudhistira terjaga dan ia menatap tempat yang mereka datangi.

”Oh, ini masih bagian dari Taman Sari.” (Yogyakarta, 2010:168)

(132)Mereka tiba di tengahnya, di bawah. Di sekelilingnya terlihat beberapa terowongan.

”Jadi lorong-lorong di daerah ini yang katanya menghubungkan Taman Sari dengan keraton. Ada juga yang bilang kalau tempat ini

tembus di pantai selatan.” (Yogyakarta, 2010:169)

Tempat terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta adalah di klub malam

yang terletak di tengah kota. Pada saat itu Olivia diajak Gerson pergi menikmati

(133)Klub itu ramai dan terletak di tengah kota. Klub itu khusus bagi orang dewasa karena minuman keras diedarkan di sana. (Yogyakarta, 2010:188).

Tempat terjadinya cerita dalam novel Yogyakarta adalah di lorong rumah

sakit. Pada saat itu Yudhistira bermaksud menjemput Olivia, tetapi Olivia sudah

pulang dari rumah sakit.

(134)Dengan hati berbunga-bunga, Yudhistira melangkah di lorong rumah sakit. Ia akan menjemput Olivia pulang. Tangannya mendorong pintu kamar VIP tempat Olivia dirawat dan jantungnya berhenti berdetak selama sedetik.

Tempat tidur itu kosong. Seorang suster datang membereskan tempat tidurnya. Ia menoleh ketika melihat Yudhistira datang.

“Oh, Nak Yudhistira.” “Ke-ke mana Olivia, Sus?”

“Pulang,” kata susternya. (Yogyakarta, 2010:243)

Selain tempat-tempat tersebut, Candi Boko di Yogyakarta juga menjadi latar

tempat terjadinya peristiwa novel ini. Tempat terjadinya cerita novel Yogyakarta

adalah di halaman luas Candi Boko. Pada saat itu kelompok Yudhistira, Olivia,

Gerson berjalan-jalan di sekitar Candi Boko dan saat mereka menghentikan

langkahnya, mereka melihat sebuah gapura.

(135)Kelompok itu berhenti sejenak di antara domba-domba yang sedang merumput, di sebuah halaman luas, di hadapan sebuah gapura besar yang bertuliskan Panabwara. (Yogyakarta, 2010:204).

Di pelataran Candi Boko itu juga, Tarjo, Yahya, Karta, Yudhistira, Gerson

dan Olivia melihat keindahan Candi Boko.

(136)Istana ini berjarak sekitar tiga kilometer dari arah selatan Candi Prambanan, dan mereka masih dapat melihat candi yang indah itu di kejauhan, timbul dengan megah bersama Candi Kalasan di depan latar belakang Gunung Merapi. Rumah-rumah dan pedesaan dengan hamparan sawah-sawah hijau tersebar di berbagai tempat. (Yogyakarta, 2010:205).

Tempat terjadi cerita dalam novel Yogyakarta adalah di danau di kompleks

Candi Boko. Pada saat itu Tarjo mengambil air wudhu untuk melakukan salat

maghrib.

(137)Ditemani kecipan-kecipuk, bunyi bebek, ia mengambil air wudhu dari danau itu dan melakukan salat magrib. (Yogyakarta, 2010:226)

Dokumen terkait