• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. KELAPA SAWIT DAN PENGOLAHANNY

3. Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Pengertian mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar disamping juga dapat mencemari lingkungan (Sa’id, 1994).

13 Aktivitas produksi pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah dalam volume yang sangat besar. Hal ini dapat terlihat pada neraca massa pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) yang disajikan pada Gambar 2.2. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan limbah cair.

Gambar 2.2. Neraca massa pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006)

Limbah padat dapat dibuang secara langsung ke lingkungan tanpa harus diolah terlebih dahulu. Sementara untuk limbah cair, sebelum dibuang ke lingkungan, harus

Air (6,2%) Pemisahan dengan Depericarper 2 Air (3%) Limbah cair (39,4%) Limbah padat (2,4%) Air (14,4%) Air hidro siklon (3%) Air kondensat (11,1%) Pengepresan Pemecahan Pemisahan dengan angin Pengeringan Penyimpanan Kernel Pemisahan dengan air Pemisahan dengan Depericarper 1 23,5% Cangkang Serabut (12,9%) 10,6% 4,2% 2,2% 4,2% 1,2% 5,0% TBS (100%) Tandan rebus (88,5%) Perebusan Perontokan Penguapan (0,4%) Tandan kosong (21,5%) Pengadukan Buah (67%) Minyak (0,2%) Penyaringan Pemisahan dengan Purifier Air (6,7%) Klarifikasi Minyak (21,3%) Pemisahan dengan Decanter CPO 22,5% Vacuum Dryer tangki timbun CPO IPAL

pengumpulan limbah cair di kolam/tangki Sludge (22,2%) Minyak (1,0%) 26% Limbah cair (6,7%)

14 diolah terlebih dahulu sampai dapat memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah padat dan limbah cair PKS juga dapat dimanfaatkan oleh PKS setelah limbah tersebut diolah dengan metode pengolahan tertentu. Pemanfaatan limbah PKS tersebut juga harus didasarkan pada peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

a. Limbah cair pabrik kelapa sawit

1) Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit

Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi. Pada Tabel 2.1 disajikan komposisi jumlah air limbah dari 1 ton CPO yang diproduksi. Pada Tabel 2.2 disajikan kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PKS berdasarkan parameter lingkungan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Tabel 2.1 Komposisi jumlah air limbah dari satu ton CPO

No. Uraian Kapasitas

1 Air 2,35 ton

2 NOS (Non Oil Solid) 0,13 ton

3 Minyak 0,02 ton

Jumlah 2,50 ton

Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan (2006)

Tabel 2.2 Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PKS secara umum

No. Parameter Lingkungan Satuan Limbah Cair Kisaran Rata-rata 1 BOD mg/l 8.200 – 35.000 21.280 2 COD mg/l 15.103 – 65.100 34.720 3 TSS mg/l 1.330 – 50.700 31.170 4 Nitrogen Total mg/l 12 – 126 41

5 Minyak dan Lemak mg/l 190 – 14.720 3.075

6 pH - 3,3 – 4,6 4

Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan (2006)

Penjelasan mengenai parameter lingkungan yang menjadi parameter kualitas limbah cair PKS yaitu sebagai berikut :

15 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD adalah banyaknya oksigen yang terlarut dalam ppm atau milligram per liter (mg/l) yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan organik di dalam air (Fardiaz, 1992).

COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter (mg/l) yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi (Sugiharto, 1987).

TSS (Total Suspended Solid)

TSS adalah jumlah total bobot bahan (padatan) yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, biasanya dinyatakan dalam miligram per liter (mg/l) atau ppm. TSS menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi (Kristanto, 2004).

Nitrogen total

Nitrogen total merupakan penjumlahan dari kandungan nitrogen organik, total amoniak, NO3-N dan NO2-N di dalam air limbah. Semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota (Suprihatin dan Ismayana, 2000).

Minyak dan lemak

Kandungan minyak dan lemak di dalam air limbah dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobik. (Fardiaz, 1992).

pH

pH atau konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun air limbah. Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral (pH 6 – 8). Perubahan keasaman pada air limbah akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Air limbah dengan pH yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya (Kristanto, 2004).

16 2) Peraturan mengenai penanganan limbah cair PKS

Limbah cair PKS harus diolah terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu air limbah sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun 1995. Daftar baku mutu limbah cair industri kelapa sawit diberikan pada lampiran B.IV di dalam Keputusan Menteri tersebut seperti yang disajikan pada Tabel 2.3. Setelah memenuhi baku mutu air limbah tersebut, barulah limbah cair dapat dibuang ke badan air seperti sungai atau danau.

Tabel 2.3 Baku mutu limbah cair untuk industri kelapa sawit

Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban Pencemaran Maksimum (mg/l) BOD5 100 0,25 COD 350 0,88 TSS 250 0,63

Minyak dan Lemak 25 0,063

Nitrogen Total (sebagai N) 50,0 0,125

pH 6,0 – 9,0

Debit Limbah Maksimum 2,5 m3 per ton produksi minyak sawit Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun 1995

Selain itu, dalam proses penanganan limbah cair juga diwajibkan kepada pihak industri kelapa sawit untuk memiliki izin pembuangan air limbah hasil pengolahan limbah cair PKS yang diatur atau dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat yang penetapannya berdasarkan pada :

Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 111 tahun 2003 tentang pedoman mengenai syarat dan tata cara perizinan serta pedoman kajian pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

3) Metode pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit

Menurut Kristanto (2004), secara umum pengolahan air limbah terbagi menjadi tiga teknik pengolahan, yaitu :

17 a) Pengolahan secara fisika, dilakukan sebelum pengolahan lanjutan air limbah yang bertujuan untuk menyisihkan bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah menguap atau bahan-bahan yang terapung.

b) Pengolahan secara kimia, dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.

c) Pengolahan secara biologi, dilakukan karena semua air limbah mengandung bahan organik yang dapat diolah secara biologi.

Dalam penanganan limbah cair PKS, teknik pengolahan yang digunakan lebih mengarah ke pengolahan secara fisika dan biologi. Tahapan pengolahan limbah cair PKS dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pengolahan pendahuluan (pre treatment), pengolahan utama (primary treatment) dan pengolahan akhir (post treatment), seperti yang disajikan pada Gambar 2.3. Pada tiap tahapan akan dilakukan proses pengolahan limbah cair PKS dengan metode pengolahan yang direkomendasikan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian. Berikut penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut :

a) Tahap pengolahan pendahuluan (pre treatment)

Rangkaian proses pengolahan limbah cair PKS yang dilakukan pada tahap pendahuluan pengolahan pendahuluan yaitu :

i. Proses segregasi aliran

Proses segregasi (pemisahan) aliran limbah cair PKS berdasarkan sumbernya, yaitu limbah cair yang berasal dari air rebusan TBS, stasiun klarifikasi dan air hidrosiklon.

ii. Proses pengurangan minyak dan lemak

Proses pengurangan kandungan minyak dan lemak dalam limbah cair PKS dilakukan di kolam pengutipan minyak (fat-pit) dengan menerapkan prinsip pengendapan. Minyak yang mengapung di bagian atas (berat jenis yang lebih kecil dari bahan lain), akan dialirkan menuju stasiun pemurnian untuk diolah kembali. Proses ini bertujuan untuk meminimalkan hilangnya kuantitas CPO akibat terbawa limbah cair PKS, mengurangi kandungan minyak dalam limbah cair PKS untuk memenuhi baku mutu agar dapat dibuang ke lingkungan dan

18 mengurangi kemungkinan terbentuknya buih yang dapat mengganggu proses pengolahan pada tahap pengolahan utama.

Gambar 2.3 Tahap pengolahan limbah cair PKS

Menurut Hassan, et al (2004), pemisahan minyak dan lemak dari limbah cair PKS dapat dilakukan dengan oil skimmer yaitu pemisahan dengan bantuan uap panas yang dimasukkan ke dalam limbah cair PKS untuk membantu mempercepat pemisahan antara minyak dan cairan lumpur.

iii. Proses penurunan suhu limbah cair PKS

Suhu limbah cair PKS diturunkan dari suhu 70 – 80 OC menjadi 40 – 45 OC dan dilakukan di menara atau bak pendingin. Proses ini dilakukan selama 1 sampai 2 hari. Tujuan dari proses ini yaitu untuk menurunkan suhu limbah cair PKS agar

dibuang ke badan air Kolam aerobik-aerasi Kolam pengendapan Pengolahan akhir Secara aerobik Limbah cair PKS 1. Segregasi aliran 2. Pengutipan minyak 3. Penurunan suhu RANUT

Kolam anaerobik Tangki anaerobik

Pengolahan pendahuluan

Pengolahan utama

19 sesuai dengan kondisi suhu yang ideal untuk mikroorganisme yang akan digunakan pada tahapan pengolahan utama.

b) Tahap pengolahan utama (primary treatment)

Tahap pengolahan utama terdiri dari 2 tahap proses pengolahan, yaitu proses pengolahan limbah cair secara anaerobik dan secara aerobik.

i. Proses pengolahan limbah cair secara anaerobik (tanpa oksigen)

Rantai reaksi anaerobik ditunjukkan pada Gambar 2.4. Pada tahap pertama, bahan-bahan organik dikonversi oleh bakteri menjadi bahan-bahan organik yang terlarut. Pada tahap kedua, bahan-bahan organik terlarut tersebut dikonversi oleh bakteri asidifikasi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya sehingga air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik. Tahap kedua juga menghasilkan hidrogen dan karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah dua tahap pembentukan asam asetat dan metana serta karbondioksida. Bersamaan dengan dua tahap terakhir, terjadi pembentukan hidrogen sulfida oleh bakteri pemakan sulfat. Jika kandungan sulfur dalam air limbah tinggi, hidrogen sulfida yang terkandung di dalam gas akan menimbulkan masalah bau dan korosi (Siregar, 2005).

20 Pada proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik, terdapat tiga metode pengolahan yang direkomendasikan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian, yaitu metode kolam anaerobik, tangki anaerobik dan reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT).

i. Kolam anaerobik (kolam stabilisasi)

Kolam anaerobik merupakan metode pengolahan limbah cair PKS dengan menggunakan kolam-kolam sebagai tempat berlangsungnya proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik. Pada Gambar 2.5 disajikan dasar perancangan untuk sistem kolam anaerobik aerasi. Proses anaerobik dilakukan di dalam kolam-kolam anaerobik yang terdiri dari kolam asidifikasi (pengasaman), kolam anaerobik primer dan anaerobik sekunder.

Pada kolam asidifikasi, bahan-bahan organik yang telah dikonversi menjadi bahan terlarut akan dikonversi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya. Pada kolam anaerobik primer, akan terjadi proses asetogenesis dan fermentasi metana terhadap air limbah hingga tercapai baku mutu air limbah untuk aplikasi lahan. Sementara kolam anaerobik sekunder dimanfaatkan untuk melanjutkan proses di kolam anaerobik primer dan diperuntukkan terhadap limbah cair yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan. Secara prinsip, proses kerja yang terjadi di kolam anaerobik sekunder sama dengan kolam anaerobik primer. Pada Tabel 2.4 disajikan kisaran komponen kimia limbah cair PKS sebelum dan setelah penanganan dengan metode kolam anaerobik (kolam stabilisasi).

ii. Tangki anaerobik

Pada metode tangki anaerobik, akan dilakukan proses biologis dalam kondisi anaerobik, dimana bahan organik yang terkandung dalam limbah cair PKS akan terurai menjadi gas metan dan karbondioksida yang kemudian disebut biogas. Pada proses biologis tangki anaerobik, biogas yang terbentuk akan ditampung dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada Gambar 2.6 disajikan rancang bangun sistem tangki anaerobik tertutup yang dilanjtkan dengan proses aerobik-aerasi.

21 Tabel 2.4 Kisaran komponen kimia limbah cair PKS sebelum dan setelah

penanganan dengan metode kolam stabilisasi.

Uraian WPH (hari) BOD (mg/l) P (mg/l) N (mg/l) K (mg/l) Mg (mg/l) Limbah (fat pit) - 25.000 500-900 90-140 1000-1975 250-340 Kolam pengasaman 5 25.000 500-900 90-140 1000-1975 250-340 Kolam anaerob primer 75 3500-5000 675 90-110 1000-1850 250-320 Kolam anaerob sekunder 35 2000-3500 450 62-85 875-1250 160-215 Kolam aerobik 15 – 21 100-200 80 5-15 420-670 25-55 Kolam pengendapan 2 100-150 40-70 3-15 330-650 17-40

Sumber : Pamin, Siahaan dan Tobing (1996)

Proses anaerobik, yang dilakukan dalam dua tahapan proses anaerobik, yaitu :  Proses anaerobik yang dilakukan di tangki anaerobik tertutup, dengan alur

proses pengolahan sama dengan proses pengolahan yang terjadi di kolam anaerobik pada metode kolam stabilisasi. Gas metan (biogas) yang dihasilkan dari proses pengolahan air limbah secara anaerobik akan ditampung dan kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Limbah cair yang telah mengalami biodegradasi di dalam tangki memiliki BOD < 2000 mg/l sehingga dapat diaplikasikan di lahan perkebunan. Fraksi lumpur yang dihasilkan akan mengendap pada dasar tangki dan dialirkan menuju bak pengeringan lumpur.

 Proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerob, yang dilakukan untuk mengolah lebih lanjut limbah cair hasil biodegradasi di dalam tangki anaerobik (yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan). Pada kolam pengendapan ini akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah setelah proses anaerobik di tangki anaerobik. Biosolid yang mengendap pada dasar kolam akan diambil dan dialirkan ke sand bed.

iii. Metode reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT)

Metode RANUT menggunakan tangki berupa bioreaktor tempat berlangsungnya proses pengolahan secara anaerobik. Tetapi sebelum metode RANUT dilakukan, terdapat perbedaan proses pada tahapan pre treatment

22 Gambar 2.5 Dasar perancangan sistem kolam anaerobik aerasi dengan kapasitas olah PKS 30 ton TBS /jam (Subdit Pengelolaan

23 Gambar 2.6 Rancang bangun sistem tangki anaerobik tertutup (resirkulasi gas)/aerasi-aerobik. Dirancang untuk kapasitas olah PKS 30

24 dibandingkan kedua metode sebelumnya, yaitu setelah proses segregasi air limbah dilakukan proses pemisahan lumpur dan padatan tersuspensi. Proses pemisahan lumpur dan padatan tersuspensi dari limbah cair bertujuan untuk mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir serta mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya, seperti foaming, sedimentasi dan penyumbatan pipa outlet reaktor karena adanya lumpur. Pada dasarnya, padatan tersuspensi dalam limbah cair PKS dapat dipisahkan dengan continous separator atau decanter. Kedua alat ini ternyata cukup mahal serta memerlukan pemeliharaan dan energi yang tinggi. Teknologi pengapungan dengan prinsip kerja dissolved air floatation (pengapungan dengan udara terlarut atau pengapungan dengan tekanan) dapat menjadi alternatif proses. Teknologi RANUT dikembangkan melalui peningkatan populasi mikroba perombak bahan organik yang terdapat dalam limbah cair PKS. Rasio populasi mikroba dengan bahan organik ditingkatkan dengan cara menambahkan bahan pendukung (support material) yang terbuat dari plastik. Bahan ini berfungsi sebagai tempat menempelnya mikroba anaerobik. Mikroba tersebut selanjutnya akan membentuk bio-film di permukaan bahan pendukung dan menjadi tempat berkembang biak. Di dalam reaktor anaerobik, mikroba tersebut akan melakukan perombakan bahan organik yang terdapat pada air limbah secara anaerobik dalam waktu singkat dengan kinerja yang tinggi. Gambar 2.7 menyajikan proses pengolahan air limbah secara anaerobik RANUT. Berdasarkan pada Gambar 2.7, tangki penyimpanan S1 dan S2 diisi dengan limbah segar dimana akan terjadi pendinginan limbah sampai mencapai suhu kamar. Sisa minyak akan mengapung dan diambil secara manual. Limbah dari S2 dipompakan ke digester D1 dari bagian bawah (upflow). Limbah akan mengalir ke atas melewati unggun tetap (yang berisi matriks) dan keluar dari bagian atas. Sebagian limbah dipompakan kembali ke digester D1 oleh pompa sirkulasi P2 untuk pengenceran, menaikkan pH serta untuk distribusi substrat di dalam digester D1. Kelebihan limbah akan mengalir ke digester D2 agar digester ini tetap aktif. Limbah akan melewati unggun tetap secara downflow dan akhirnya keluar dari digester D2. Pengaturan laju alir pompa dilakukan dengan sebuah timer yang dapat mengatur variasi jumlah umpan yang masuk ke

25 Gambar 2.7. Proses pengolahan air limbah secara anaerobik pada reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT) (Subdit Pengelolaan

26 digester. Biogas yang dihasilkan diukur dengan alat pengukur gas. Pengoperasian reaktor dilakukan pada suhu kamar (26 – 28 OC).

Proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerobik dilakukan untuk mengolah lebih lanjut limbah cair hasil biodegradasi di dalam RANUT (yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan). Pada kolam pengendapan ini akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah setelah proses anaerobik di RANUT. Biosolid yang mengendap pada dasar kolam akan diambil dan dialirkan ke sand bed.

Proses pengolahan limbah cair secara aerobik

Air limbah yang keluar dari proses pengolahan secara anaerobik masih mengandung bahan organik, misalnya substrat, seperti hidrogen, karbon, oksigen dan nitrogen, sehingga perombakan harus dilanjutkan dengan perombakan secara aerobik yang dilakukan di kolam aerobik-aerasi. Perombakan secara aerobik membutuhkan oksigen sehingga dilakukan proses aerasi atau pemberian oksigen ke dalam proses perombakan. Oksigen akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme aerobik yang terdapat di dalam air limbah untuk merombak bahan-bahan organik di dalam air limbah.

Rantai reaksi aerobik ditunjukkan pada Gambar 2.8. Pada tahap pertama, senyawa-senyawa organik diambil oleh bakteri, kemudian senyawa-senyawa organik yang terlarut dikonversikan ke dalam massa bakteri sehingga menghasilkan air, karbondioksida dan amonia. Pada tahap kedua, biomassa yang dihasilkan pada tahap pertama dikurangi oleh mikroorganisme lain, misalnya oleh Ciliata. Tahap ini juga menghasilkan air, karbondioksida dan amonia. Pada tahap yang lebih lanjut, amonia dapat dikonversikan oleh bakteri, yaitu dinitrifikasi menjadi nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) (Siregar, 2005).

c) Tahap pengolahan akhir (post treatment)

Tahap pengolahan akhir yang dilakukan adalah proses pengendapan yang dilakukan di kolam pengendapan (sedimentasi). Pada kolam sedimentasi akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah setelah proses aerobik aerasi. Setelah proses pengendapan ini, diharapkan air limbah telah memenuhi baku mutu air limbah untuk dibuang ke badan air (sungai) seperti yang disajikan pada Tabel 2.3.

27 Gambar 2.8 Rantai reaksi aerobik (Siregar, 2005)

4) Metode Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Terolah

Terdapat beberapa metode pemanfaatan limbah cair PKS hasil pengolahan di IPAL, yaitu :

a) Aplikasi lahan

Pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit sangat dimungkinkan atas dasar kandungan hara dalam limbah tersebut seperti disajikan pada Tabel 2.4. Pemanfaatan limbah ini, disamping sebagai pupuk, juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah, biaya tersebut diperkirakan dapat diturunkan sebesar 50 – 60% (Pamin, Siahaan dan Tobing, 1996). Hal tersebut dikarenakan pemanfaatan limbah cair untuk aplikasi lahan ini menggunakan limbah cair dari kolam anaerobik primer, sehingga jumlah (kapasitas) limbah cair yang akan diolah di kolam pengolahan berikutnya pada IPAL akan berkurang. limbah cair dari kolam anaerobik primer (setelah diolah secara anaerobik) dapat dimanfaatkan untuk aplikasi lahan karena limbah cair tersebut telah memiliki nilai BOD antara 3500 – 5000 mg/l yang masih memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Pertanian No. KB. 310/453/MENTAN/XII/95 tentang standarisasi pengolahan limbah cair PKS terutama untuk aplikasi lahan sebagai sumber air dan pupuk, seperti disajikan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Baku mutu limbah cair PKS untuk aplikasi lahan

No. Uraian Batasan kepekatan

1 BOD (mg/l) < 3500

2 Minyak dan lemak (mg/l) < 3000

3 pH 6,0

28 Aplikasi lahan dapat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Pemilihan teknik aplikasi yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit sangat tergantung kepada kondisi dan luas areal yang tersedia maupun faktor berikut, yaitu jenis dan volume limbah cair, topografi lahan yang akan dialiri, jenis tanah dan kedalaman permukaan air tanah, umur tanaman kelapa sawit, luas lahan yang tersedia dan jaraknya dengan pabrik, serta dekat tidaknya dengan air sungai atau pemukiman penduduk (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Departemen Pertanian, 2006).

Beberapa cara aplikasi limbah cair yang dikenal antara lain teknik flatbed, traktor-tangki dan longbed (Wulfert, dkk, 2000).

Teknik flatbed

Teknik ini digunakan pada lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu. Teknik ini dibangun mengikuti kemiringan tanah. Proses pada teknik ini yaitu mengalirkan limbah dari kolam limbah melalui pipa menuju bak-bak distribusi yang berukuran 4m x 4m x 1m, kemudian limbah dialirkan ke parit sekunder (flatbed) yang berukuran 2,5m x 1,5m x 0,25m, yang dibuat pada tiap 2 baris tanaman. Dengan teknik pengaliran ini, secara periodik lumpur yang tertinggal pada flatbed dikuras agar tidak tertutup lumpur.

Teknik traktor-tangki

Pelaksanaan teknik ini yaitu dengan mengangkut limbah cair dari IPAL ke areal tanaman dengan menggunakan traktor yang menarik tangki serta digunakan pompa sentrifugal yang dihubungkan dengan lubang (chasis) ke tangki untuk mengeluarkan air limbah ke lahan aplikasi. Untuk mengurangi biaya transportasi aplikasi limbah dengan teknik ini, areal tanaman untuk aplikasi sebaiknya berdekatan dengan IPAL. Traktor berjalan pada jalan pikul dan limbah disemprotkan sepanjang baris pohon tempat tumpukan pelepah yang dipangkas.

Teknik parit atau alur (longbed)

Pada teknik ini, terdapat dua pola yang digunakan untuk distribusi limbah yaitu dengan parit yang lurus dan berliku-liku. Parit berliku-liku digunakan

29 untuk lahan yang curam atau berbukit. Limbah sepanjang parit dialirkan perlahan-lahan untuk mengurangi erosi dan banjir. Parit yang lurus memanjang dibangun di lahan yang sedikit miring dan limbah dialirkan hingga ujung parit. Seperti aplikasi flatbed, limbah cair dipompakan melalui pipa ke tempat yang relatif tinggi dan didistribusikan ke parit primer. Jumlah parit tergantung pada topografi. Kecepatan aliran diatur perlahan-lahan untuk memungkinkan perkolasi dan juga mencegah erosi. Biaya aplikasi limbah cair dengan teknik ini relatif murah, tetapi masalah yang sering timbul adalah distribusi aliran yang tidak merata dan parit tertimbun lumpur. Pembangunan parit tidak terlalu dalam, sekitar 20 cm atau 30 cm dengan lebar sekitar 30