Saran terhadap penelitian ini adalah perlu dilakukan peremajaan data secara kontinyu agar keakuratan data dan informasi yang digunakan dalam tahapan analisis pada paket program PW Optima 1.0 dapat lebih terjamin. Dalam penerapan model ini, masih diperlukan penyesuaian dan diskusi lebih lanjut dengan pihak industri kelapa sawit, khususnya pada tahapan validasi model. Untuk selanjutnya, penelitian ini dapat dikembangkan dengan memperluas kajian mengenai metode pengolahan dan pemanfaataan limbah PKS. Bentuk pengembangan yang dilakukan yaitu merancang model optimalisasi pengolahan limbah PKS dengan pemanfaatan hasil pengolahan limbahnya dapat dilakukan oleh pihak di luar industri kelapa sawit sehingga lingkup pemanfaatanya menjadi lebih luas.
150
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 1995. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/Kep-MenLH/-10/1995 Lampiran B.IV. Jakarta.
[Anonim]. 2004. Analisis Finansial Pembangunan Pabrik Pupuk Organik dari Limbah Industri Kelapa Sawit di Pabrik Minyak Sawit Semuntai, PT. Surya Faster Growing. Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. PT. Surya Faster Growing. Jakarta.
[Anonim]. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit
Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan. http://
www.agribisnis.deptan.go.id. [15 Januari 2009].
Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Badri, M.A. A Combined AHP – GP Model for Quality Control System. 2001. Int J Prod Econ 72 : 72 – 40.
Bertolini, M. dan M. Bevilacqua. 2000. A Combined GP-AHP Approach to Maintenance Selection Problem. Reliabilty Engineering System Safety 91:839 – 848.
Buana, L., D. Darnoko, P. Guritno, dan T. Herawan. 2000. Penanganan Terpadu Limbah Industri kelapa Sawit yang Berwawasan Lingkungan : Analisis Biaya Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit – 11. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Budiarto, R dan A. Agung. 2008. Potensi Energi Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Statistik Pertanian 2008. Departemen Pertanian. Jakarta.
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Dirjen Dikti PAU Pangan dan Gizi.
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, S. Imam dan R. Hartono. 2006. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Kampus Dinoyo (Seri Agribisnis). Jakarta.
Hassan, M. A., S. Yacob, Y. Shirai dan Y. T. Hung. 2004. Treatment of Palm Oil Wastewaters. Handbook of Industrial and Hazardous Wastes Treatment (Second Edition, Revised and Expanded) : 719 – 735. Marcel Dekker, Inc. New York, USA.
151 Kamaruddin, A. 1997. The effects of feeding palm oil by-products on the growth performance and nutrients utilization by growing lambs. Prosiding Seminar Nasional II Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, 15−16 Juli 1997. Kerja Sama Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dengan Asosiasi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Indonesia (AINI), Bogor. hlm. 71−72.
Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Mangoensoekarjo, S dan H. Semangun. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press. Yogyakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pamin, K, M.M. Siahaan, dan P. L. Tobing. 1996. Pemanfaatan Limbah Cair PKS pada Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Lokakarya Nasional Pemanfaatan Limbah Cair cara Land Application.
Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. JICA DGHE-IPB. Bogor.
Putri, I. 2009. Analisa Teknis dan Biaya Aplikasi Sistem Kanal Flatbed pada Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit dengan Limbah Cair Pabrik di Perkebunan Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rohman, T. L. 2007. Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu (Studi Kasus : PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Saaty, T. L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Terjemahan. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Sa’id, E. G. 1994. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan.
Sargent, R. G. 2007. Verification and Validation of Simulation Models. Dalam prosiding 2007 Winter Simulation Conference., ed. S. G. Henderson. B. Biller, M. H. Hsieh, J. Shortle, J. D. Tew, dan R. R. Barton, 124 – 136. Piscataway, New Jersey : IEEE.
Schuchard, F., S. Balcke, F. Becker, P. Guritno, T. Herawan, D. Darnoko, dan Erwinsyah. 2000. Penanganan Terpadu Limbah Industri kelapa Sawit yang Berwawasan Lingkungan : Produksi Kompos dari Tandan Kosong Sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit – 11. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
152 Sinurat, A.P., P.P. Ketaren, T. Purwadaria, A. Habibie, T. Haryati, I.A.K. Bintang, T. Pasaribu, H. Hamid, J. Rosida, I. Sutikno, I.P. Kompiang, Y.C. Rahardjo, P. Setiadi, dan Supriyati. 1998b. Pengkayaan gizi bahan pakan inkonvensional melalui fermentasi untuk ternak unggas. 4. Bungkil inti sawit, lumpur sawit dan produk fermentasinya sebagai pakan ayam pedaging. Edisi Khusus Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Peternakan Tahun Anggaran 1996/1997. Buku III: Penelitian Ternak Unggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor. hlm. 240−248.
Siregar, S. A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta.
Siswanto. 2007. Operation Research (Jilid 1). Erlangga. Jakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia (UI) Press. Jakarta.
Suprihatin dan A. Ismayana. 2000. Analisis Air dan Air Limbah Industri : Penentuan Nutrien. Center for Development of Save Agroindustrial Processes (CDSAP) – IPB. Bogor.
Taniwiryono, D. 2009. Perkembangan Teknologi Pupuk Organik dan Pupuk Hayati untuk Antisipasi terhadap Perubahan Iklim di Perkebunan. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor.
Utomo, B.N., E. Widjaja, S. Mokhtar, S.E. Prabowo, dan H. Winarno. 1999. Laporan Akhir Pengkajian Pengembangan Ternak Potong pada Sistem Usaha Tani Kelapa Sawit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya.
Widjaja, E., B.N. Utomo, R. Rachmadi, S.E. Prabowo, dan D. Hartono. 2000a. Laporan Akhir Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Domba Berwawasan Agribisnis (tahun kedua). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya.
Widjaja, E., B.N. Utomo, dan R. Ramli. 2000b. Potensi limbah kelapa sawit “solid” sebagai pakan suplemen ternak sapi. Prosiding Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Palangkaraya 10 Oktober 2000. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya. hlm. 145−154. Wulfert, K., W. Gindulis, M. Kohler, D. Darnoko, P. L. Tobing, dan R. Yuliasari.
2000. Penanganan Terpadu Limbah Industri kelapa Sawit yang Berwawasan Lingkungan : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Secara Anaerobik. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit – 11. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
154
154
Lampiran 1. Kuesioner kajian optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah
pabrik kelapa sawit
KUESIONER
KAJIAN OPTIMALISASI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
Diisi oleh :
Nama Responden : ………...
Jabatan/Pekerjaan : ………...
Tanggal Pengisian : ………...
Peneliti :
Deva Chandra Fibrian F34051129
Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
155
Rancangan Struktur Hierarki Pengolahan & Pemanfaatan LCPKS yang Optimal
Goal Tujuan Aktor Faktor Alternatif Proses pengolahan & pemanfaatan Biaya pengolahan
& pemanfaatan pemerintah Kebijakan
Keuntungan yang diperoleh
Metode kolam stabilisasi
Metode tangki anaerobik aerasi lanjut
Metode RANUT Pengolahan & pemanfaatan
LCPKS yang optimal
Biaya pengolahan & pemanfaatan yang terjangkau Teknologi pengolahan &
pemanfaatan yang ramah lingkungan
Pengolahan dan pemanfaatan yang dapat memberikan keuntungan
156
PETUNJUK PENGISIAN
A. UMUM
1. Berikan penilaian terhadap bobot kriteria dengan cara mengisi lembar pengisian.
2. Pertanyaan yang diajukan akan berbentuk perbandingan antara satu elemen dengan elemen baris lainnya.
3. Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan / peran komponen-komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk B.
4. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.
B. SKALA PENILAIAN
Definisi nilai skala penilaian yang digunakan sebagai berikut :
Nilai perbandingan
(A dibandingkan B) Keterangan
1 A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih penting daripada B
5 A jelas lebih penting daripada B
7 A sangat jelas penting daripada B
9 A mutlak lebih penting daripada B
1/3, 1/5, 1/7, 1/9 Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1, 3, 5, 7, 9
2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8 Apabila ragu-ragu apabila dua nilai yang berdekatan
Contoh pengisian :
Misalkan terdapat empat elemen yang mempengaruhi investasi yaitu faktor A, B, C dan D. Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut :
157 Elemen A Elemen B A B C D A 1 3 (a) 1/3 (b) 2 B 1 5 7 C 1 1/2 D 1 Keterangan :
Nilai pada (a) : Faktor A sedikit lebih penting dari B Nilai pada (b) : Faktor C sedikit lebih penting dari A
C. KONSISTENSI
Berdasarkan contoh pada tabel diatas, diperoleh hasil bahwa faktor A > B dan B > C, maka A > C. Di dalam AHP diperbolehkan adanya inkonsistensi sampai 0,1.
D. TABEL KUESIONER
1. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot tujuan dilihat dari
pengolahan dan pemanfaatan LCPKS yang optimal
Dalam pengisian kuesioner tabel di bawah ini, ibu/bapak diminta untuk
membandingkan mana yang lebih penting dari tujuan A dengan tujuan B dalam rangka optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit, kemudian memberikan bobot berdasarkan petunjuk.
Keluaran dari kuesioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
Tujuan A
Tujuan B
Ramah
lingkungan Biaya terjangkau
Memberikan keuntungan Ramah lingkungan 1 … … Biaya terjangkau 1 … Memberikan keuntungan 1
158 2. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot aktor dilihat dari
tujuan
Dalam pengisian kuesioner tabel di bawah ini, ibu/bapak diminta untuk
membandingkan mana yang lebih penting dari peranan aktor A dengan aktor B dalam upaya untuk mencapai elemen tujuan dalam struktur hierarki, kemudian memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari
kuesioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
a. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot aktor dilihat dari
tujuan teknologi pengolahan dan pemanfaatan LCPKS yang ramah lingkungan Aktor A Aktor B Industri kelapa sawit Litbang & PT Pemerintah Masyarakat Industri kelapa sawit 1 … … … Litbang & PT 1 … … Pemerintah 1 … Masyarakat 1
b. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot aktor dilihat dari
tujuan biaya pengolahan dan pemanfaatan LCPKS yang terjangkau
Aktor A Aktor B Industri kelapa sawit Litbang & PT Pemerintah Masyarakat Industri kelapa sawit 1 … … … Litbang & PT 1 … … Pemerintah 1 … Masyarakat 1
159 c. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot aktor dilihat dari
tujuan pengolahan dan pemanfaatan LCPKS yang memberikan keuntungan Aktor A Aktor B Industri kelapa sawit Litbang & PT Pemerintah Masyarakat Industri kelapa sawit 1 … … … Litbang & PT 1 … … Pemerintah 1 … Masyarakat 1
3. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari aktor Dalam pengisian kuesioner tabel di bawah ini, ibu/bapak diminta untuk
membandingkan mana yang lebih penting dari faktor A dengan faktor B yang akan dipertimbangkan dalam upaya optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit yang dilakukan oleh elemen aktor dalam struktur hierarki, kemudian memberikan bobot
berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuesioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
Berdasarkan struktur hierarki optimasi pengolahan dan pemanfaatan LCPKS, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap optimasi pengolahan dan pemanfaatan LCPKS yaitu :
biaya pengolahan dan pemanfaatan LCPKS (biaya penanganan), proses pengolahan dan pemanfaatan LCPKS (proses penanganan),
keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan hasil olahan LCPKS (keuntungan),
160 a. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari
aktor industri kelapa sawit
Faktor A
Faktor B
Biaya penanganan
Proses
penanganan Keuntungan Kebijakan Biaya penanganan 1 … … … Proses penanganan 1 … … Keuntungan 1 … Kebijakan 1
b. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari
aktor balai penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi
Faktor A
Faktor B
Biaya penanganan
Proses
penanganan Keuntungan Kebijakan Biaya penanganan 1 … … … Proses penanganan 1 … … Keuntungan 1 … Kebijakan 1
c. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari
aktor pemerintah Faktor A Faktor B Biaya penanganan Proses
penanganan Keuntungan Kebijakan Biaya penanganan 1 … … … Proses penanganan 1 … … Keuntungan 1 … Kebijakan 1
161
d. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari aktor masyarakat Faktor A Faktor B Biaya penanganan Proses
penanganan Keuntungan Kebijakan Biaya penanganan 1 … … … Proses penanganan 1 … … Keuntungan 1 … Kebijakan 1
4. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode
pengolahan LCPKS dilihat dari faktor
Dalam pengisian kuesioner tabel di bawah ini, ibu/bapak diminta untuk
membandingkan mana yang lebih penting (yang lebih tepat untuk diterapkan) dari alternatif metode pengolahan LCPKS A dengan alternatif metode pengolahan LCPKS B yang dilihat dari elemen faktor dalam struktur hierarki, kemudian memberikan bobot berdasarkan
petunjuk. Keluaran dari kuesioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
Berdasarkan struktur hierarki optimasi pengolahan dan pemanfaatan LCPKS, alternatif metode pengolahan LCPKS yaitu :
metode kolam stabilisasi (kolam),
metode tangki anaerobik aerasi lanjut (tangki-aerasi), metode Reaktor Anaerobik Unggun Tetap (RANUT).
a. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode dilihat dari faktor biaya pengolahan dan pemanfaatan LCPKS
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Kolam Tangki-aerasi RANUT
Kolam 1 … …
Tangki-aerasi 1 …
162 b. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode
dilihat dari faktor proses pengolahan dan pemanfaatan LCPKS
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Kolam Tangki-aerasi RANUT
Kolam 1 … …
Tangki-aerasi 1 …
RANUT 1
c. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode dilihat dari faktor keuntungan yang diperoleh
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Kolam Tangki-aerasi RANUT
Kolam 1 … …
Tangki-aerasi 1 …
RANUT 1
d. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode dilihat dari faktor kebijakan pemerintah.
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Kolam Tangki-aerasi RANUT
Kolam 1 … …
Tangki-aerasi 1 …
163
KUESIONER
KAJIAN OPTIMALISASI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PABRIK KELAPA SAWIT
Diisi oleh :
Nama Responden : ………...
Jabatan/Pekerjaan : ………...
Tanggal Pengisian : ………...
Peneliti :
Deva Chandra Fibrian F34051129
Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
164
Rancangan Struktur Hierarki Pengolahan & Pemanfaatan Limbah Padat PKS yang Optimal
Goal
Tujuan
Aktor
Faktor
Alternatif
Litbang & Perguruan Tinggi Pemerintah Industri kelapa sawit
Teknologi pengolahan & pemanfaatan yang ramah lingkungan
Biaya pengolahan & pemanfaatan yang terjangkau
Pengolahan & pemanfaatan yang dapat memberikan keuntungan Pengolahan dan pemanfaatan
limbah padat PKS yang optimal
Masyarakat Keuntungan yang diperoleh Biaya pengolahan & pemanfaatan Proses pengolahan
& pemanfaatan Peluang pasar
Kebijakan pemerintah
165
PETUNJUK PENGISIAN
A. UMUM
1. Berikan penilaian terhadap bobot kriteria dengan cara mengisi lembar pengisian.
2. Pertanyaan yang diajukan akan berbentuk perbandingan antara satu elemen dengan elemen baris lainnya.
3. Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan / peran komponen-komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk B.
4. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.
B. SKALA PENILAIAN
Definisi nilai skala penilaian yang digunakan sebagai berikut :
Nilai perbandingan
(A dibandingkan B) Keterangan
1 A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih penting daripada B
5 A jelas lebih penting daripada B
7 A sangat jelas penting daripada B
9 A mutlak lebih penting daripada B
1/3, 1/5, 1/7, 1/9 Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1, 3, 5, 7, 9
2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8 Apabila ragu-ragu apabila dua nilai yang berdekatan
Contoh pengisian :
Misalkan terdapat empat elemen yang mempengaruhi investasi yaitu faktor A, B, C dan D. Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut :
166 Elemen A Elemen B A B C D A 1 3 (a) 1/3 (b) 2 B 1 5 7 C 1 1/2 D 1 Keterangan :
Nilai pada (a) : Faktor A sedikit lebih penting dari B Nilai pada (b) : Faktor C sedikit lebih penting dari A
C. KONSISTENSI
Berdasarkan contoh pada tabel diatas, diperoleh hasil bahwa faktor A > B dan B > C, maka A > C. Di dalam AHP diperbolehkan adanya inkonsistensi sampai 0,1.
D. TABEL KUESIONER
1. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot tujuan dilihat dari
pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS yang optimal
Dalam pengisian kuesioner tabel di bawah ini, ibu/bapak diminta untuk
membandingkan mana yang lebih penting dari tujuan A dengan tujuan B dalam rangka optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS, kemudian memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari
kuesioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
Tujuan A
Tujuan B
Ramah
lingkungan Biaya terjangkau
Memberikan keuntungan Ramah lingkungan 1 … … Biaya terjangkau 1 … Memberikan keuntungan 1
167 2. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot aktor dilihat dari
tujuan
Dalam pengisian kuesioner tabel di bawah ini, ibu/bapak diminta untuk
membandingkan mana yang lebih penting dari peranan aktor A dengan aktor B dalam upaya untuk mencapai elemen tujuan dalam struktur hierarki, kemudian memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari
kuesioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
a. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot aktor dilihat dari
tujuan teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS yang ramah lingkungan
Aktor A Aktor B Industri kelapa sawit Litbang & PT Pemerintah Masyarakat Industri kelapa sawit 1 … … … Litbang & PT 1 … … Pemerintah 1 … Masyarakat 1
b. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot aktor dilihat dari
tujuan biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS yang terjangkau Aktor A Aktor B Industri kelapa sawit Litbang & PT Pemerintah Masyarakat Industri kelapa sawit 1 … … … Litbang & PT 1 … … Pemerintah 1 … Masyarakat 1
168 c. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot aktor dilihat dari
tujuan pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS yang memberikan keuntungan Aktor A Aktor B Industri kelapa sawit Litbang & PT Pemerintah Masyarakat Industri kelapa sawit 1 … … … Litbang & PT 1 … … Pemerintah 1 … Masyarakat 1
3. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari aktor Dalam pengisian kuesioner tabel di bawah ini, ibu/bapak diminta untuk
membandingkan mana yang lebih penting dari faktor A dengan faktor B yang akan dipertimbangkan dalam upaya optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat pabrik kelapa sawit yang dilakukan oleh elemen aktor dalam struktur hierarki, kemudian memberikan bobot
berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuesioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
Berdasarkan struktur hierarki optimasi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap optimasi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS yaitu :
biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS (biaya penanganan).
proses pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS (proses penanganan),
keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan hasil olahan limbah padat PKS (keuntungan),
kebijakan pemerintah (kebijakan),
169 a. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari
aktor pemerintah Faktor A Faktor B Biaya penanganan Proses
penanganan Keuntungan Kebijakan Pasar Biaya penanganan 1 … … … … Proses penanganan 1 … … … Keuntungan 1 … … Kebijakan 1 … Pasar 1
b. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari
aktor industri kelapa sawit
Faktor A
Faktor B
Biaya penanganan
Proses
penanganan Keuntungan Kebijakan Pasar Biaya penanganan 1 … … … … Proses penanganan 1 … … … Keuntungan 1 … … Kebijakan 1 … Pasar 1
170 c. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari
aktor balai penelitan dan pengembangan serta perguruan tinggi
Faktor A
Faktor B
Biaya penanganan
Proses
penanganan Keuntungan Kebijakan Pasar Biaya penanganan 1 … … … … Proses penanganan 1 … … … Keuntungan 1 … … Kebijakan 1 … Pasar 1
d. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot faktor dilihat dari aktor masyarakat Faktor A Faktor B Biaya penanganan Proses
penanganan Keuntungan Kebijakan Pasar Biaya penanganan 1 … … … … Proses penanganan 1 … … … Keuntungan 1 … … Kebijakan 1 … Pasar 1
171 4. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode
pengolahan dan pemanfaatan limbah padat pabrik kelapa sawit dilihat
dari faktor
Dalam pengisian kuesioner tabel di bawah ini, ibu/bapak diminta untuk
membandingkan mana yang lebih penting (lebih tepat untuk diterapkan) dari alternatif metode pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS A dengan alternatif metode pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS B yang dilihat dari elemen faktor dalam struktur hierarki,
kemudian memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuesioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
Berdasarkan struktur hierarki optimasi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS, alternatif metode pengolahan limbah padat PKS yaitu :
pemanfaatan TKKS sebagai mulsa,
pengolahan TKKS menjadi pupuk kompos,
pengolahan TKKS dan serabut menjadi pulp dan papan partikel pengolahan cangkang menjadi arang aktif,
pemanfaatan serabut dan cangkang sebagai bahan bakar boiler.
a. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode dilihat dari faktor biaya penanganan limbah padat PKS
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Mulsa Kompos Papan
partikel Pulp Arang aktif Bahan bakar boiler Mulsa 1 … … … … … Kompos 1 … … … … Papan partikel 1 … … … Pulp 1 … … Arang aktif 1 …. Bahan bakar boiler 1
172 b. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode
dilihat dari faktor proses penanganan limbah padat PKS
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Mulsa Kompos Papan
partikel Pulp Arang aktif Bahan bakar boiler Mulsa 1 … … … … … Kompos 1 … … … … Papan partikel 1 … … … Pulp 1 … … Arang aktif 1 …. Bahan bakar boiler 1
c. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode dilihat dari faktor keuntungan yang diperoleh
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Mulsa Kompos Papan
partikel Pulp Arang aktif Bahan bakar boiler Mulsa 1 … … … … … Kompos 1 … … … … Papan partikel 1 … … … Pulp 1 … … Arang aktif 1 …. Bahan bakar boiler 1
173 d. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode
dilihat dari faktor kebijakan pemerintah
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Mulsa Kompos Papan
partikel Pulp Arang aktif Bahan bakar boiler Mulsa 1 … … … … … Kompos 1 … … … … Papan partikel 1 … … … Pulp 1 … … Arang aktif 1 …. Bahan bakar boiler 1
e. Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif metode dilihat dari faktor peluang pasar
Alternatif metode A
Alternatif metode B
Mulsa Kompos Papan
partikel Pulp Arang aktif Bahan bakar boiler Mulsa 1 … … … … … Kompos 1 … … … … Papan partikel 1 … … … Pulp 1 … … Arang aktif 1 …. Bahan bakar boiler 1
174
Lampiran 2. Persentase tingkat inflasi di Indonesia per tahun pada tahun 2000
sampai tahun 2009
Tahun Persentase inflasi Sumber
2000 9,35 % http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2001/0 1/03/brk,20010103-08,id.html. 2001 12,5% http://kolom.pacific.net.id/ind/prof_m._sadli/arti kel_prof_m._sadli/inflasi_dan_kenaikan_harga_ bbm.html 2002 10,03 % http://www.datastatistik-indonesia.com/ component/option,com_tabel/task,/Itemid,945/ 2003 5,06 % http://www.datastatistik-indonesia.com/ component/option,com_tabel/task,/Itemid,945/ 2004 6,40 % http://www.datastatistik-indonesia.com/ component/option,com_tabel/task,/Itemid,945/ 2005 17,11 % http://www.datastatistik-indonesia.com/ component/option,com_tabel/task,/Itemid,945/ 2006 6,60 % http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1 &daftar=1&id_subyek=03¬ab=1 2007 6,59 % http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1 &daftar=1&id_subyek=03¬ab=1 2008 11,06 % http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1 &daftar=1&id_subyek=03¬ab=1 2009 2,78 % http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1 &daftar=1&id_subyek=03¬ab=1
175 Biaya investasi pengolahan limbah cair PKS dengan metode kolam stabilisasi (kolam anaerobik)
Jenis Investasi Jumlah Satuan Harga/Unit (Rp.000) Harga (Rp.000) Umur Ekonomis