• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan Hidup

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (Halaman 116-120)

procurement , kebijakan e-performance (SAKIP)

C. Kualitas pelayanan kesehatan

2.3.1.5. Lingkungan Hidup

Sebagian peruntukan lahan dari luas wilayah daratan Aceh didominasi oleh kawasan

hutan seluas 3.332.047,58 km2 atau sekitar 57,7%. Dengan mempertahankan peruntukan

wilayah hutan menjadi tantangan yang harus dihadapi guna menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan meningkatkan resapan gas rumah kaca dalam rangka mitigasi perubahan iklim radikal yang mulai dirasakan.

Kualitas udara di wilayah perkotaan khususnya Banda Aceh berdasarkan pengujian sejak tahun 2005 sampai dengan 2011 secara umum masih cukup baik (di bawah baku mutu

yang ditetapkan Pemerintah), khususnya pada kandungan Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen

Dioksida (NO2), Carbon Monoksida (CO) dan Total Suspended Particel (TSP). Sementara

BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Pelayanan Umum 106 Tabel 2.60

Kualitas Udara di Beberapa Ibukota Kabupaten/Kota Para meter Analisis Satuan Lokasi Pemantauan Baku Mutu Sabang Langsa Blangkeu

jeuren Sigli Tapak tuan Calang Debu µg/m3 18,22 72 16,32 42,55 49,74 89,29 230 SO2 µg/m3 193,8 4,27 99,08 174,2 345,6 237,1 900 NOx µg/m3 53,72 2,14 20,18 18,25 40,65 20,15 004 CO µg/m3 1736 3175 1731 729,5 2815 1913,5 30.000 Pb µg/m3 ta tt ta ta ta ta (-)

Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Aceh, 2011

Permasalahan utama lingkungan hidup di Aceh dalam beberapa tahun terakhir adalah

kerusakan hutan, akibat perambahan hutan (

illegal logging

dan

over cutting

). Aktivitas

pertambangan illegal, perladangan berpindah dan kebakaran hutan juga merupakan penyebab utama dari kerusakan hutan. Luas kerusakan hutan pada tahun 2009 telah mencapai 31.294 ha, sedangkan luas lahan kritis sebesar 391.484,6 Ha, sebagaimana di

sajikan pada Tabel 2.61.

Tabel 2.61

Luas Lahan Kritis di Aceh Tahun 2010

No Kabupaten/Kota Luas (Ha)

1 Kabupaten Simeulue 15.540,6

2 Kabupaten Aceh Singkil 16.635,9

3 Kabupaten Aceh Selatan 24.126,0

4 Kabupaten Aceh Tenggara 9.753,2

5 Kabupaten Aceh Timur 10.774,2

6 Kabupaten Aceh Tengah 68.026,3

7 Kabupaten Aceh Barat 2.121,1

8 Kabupaten Aceh Besar 46.399,7

9 Kabupaten Pidie 27.808,2

10 Kabupaten Bireuen 8.599,4

11 Kabupaten Aceh Utara 14.908,0

12 Kabupaten Aceh Barat Daya 5.365,3

13 Kabupaten Gayo Lues 53.190,2

14 Kabupaten Aceh Tamiang 6.604,6

15 Kabupaten Nagan Raya 7.727,9

16 Kabupaten Aceh Jaya 34.615,6

17 Kabupaten Bener Meriah 31.007,8

18 Kabupaten Pidie Jaya -

19 Kota Banda Aceh -

20 Kota Sabang 4.234,0

21 Kota Langsa 4.046,8

22 Kota Lhokseumawe -

23 Kota Subulussalam -

Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah Aceh, 2011

Deforestasi hutan pada kawasan APL mencapai 61.204 ha, dimana kemampuan untuk memulihkan hutan tersebut tidak sebanding dengan tingkat kerusakan yang dialami. Hal tersebut menyebabkan degradasi hutan yang memicu hilangnya atau punahnya sumberdaya hayati yang secara global berdampak baik langsung maupun tidak langsung pada seluruh komponen lingkungan fisik, kimia, biologi, maupun sosial, ekonomi dan budaya. Luas

107 BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Pelayanan Umum

kawasan terbuka akibat deforestasi mengakibatkan tingginya aliran sediman dari kawasan pegunungan ke wilayah yang lebih rendah yang biasanya didiami oleh banyak penduduk di Aceh. Hal ini berdampak juga pada menurunnya kualitas air permukaan yang biasanya

digunakan oleh penduduk di Aceh untuk aktifitas sehari – hari dan aktifitas pertanian.

Jika kondisi di atas tidak segera ditangani akan berpotensi meningkatkan intensitas bencana seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Hutan hujan tropis yang berfungsi

sebagai paru – paru dunia, memproduksi banyak oksigen sekaligus menyerap karbon dioksida

yang sangat bermanfaat untuk menjaga planet bumi dari laju kerusakan lingkungan. Isu prioritas lainnya yaitu isu persampahan, illegal minning, perubahan iklim, kerusakan DAS, Pencemaran Air dan Udara, Kerusakan pesisir dan laut, tata ruang wilayah dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup serta penegakan hukum lingkungan.

Untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan, pemerintah Aceh harus mengupayakan beberapa hal antara lain: 1) perlindungan dan konservasi sumber daya alam, rehabilitasi dan pemeliharaan cadangan Sumber Daya Alam (SDA); 2) peningkatan kualitas dan akses informasi SDA dan Lingkungan Hidup (LH); 3) peningkatan pengendalian polusi; 4) pengembangan kinerja pengelolaan persampahan; 5) pengendalian pencemaran dan perusakan LH dan 6) penguatan kelembagaan penataan ruang Aceh sehingga pengelolaan serta pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan penataan ruang Aceh menjadi lebih baik.

A. Persentase Penanganan Sampah

Penanganan persampahan masih terbatas dalam kawasan komersil, tingkat pelayanan di tempat fasilitas umum di perkotaan masih 25 persen. Sesuai dengan target

MDG’s untuk Aceh pada sektor persampahan ditargetkan akses pelayanan persampahan

perkotaan sebesar 80 persen dan pedesaan 75 persen.

Dalam usaha mencapai target akses pelayanan tersebut dibutuhkan percepatan pembangunan pelayanan persampahan. Pelaksanaan dilakukan melalui pembangunan tempat penampungan sementara sampah dan tempat pemrosesan akhir sampah lokal

maupun regional dan pengolahan sampah terpadu dengan menganut prinsip “

reuse

,

reduce

,

dan

recycle

” (3R) di kabupaten/kota, peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan

sarana persampahan sebanyak 49 unit, penyediaan prasarana dan sarana air limbah di 102 kawasan, serta pengembangan desa model sebanyak 15 unit tersebar di wilayah barat, timur, dan tengah.

B. Persentase Penduduk Berakses Air Minum

Air minum mengandung pengertian air bersih yang dapat dikonsumsi dengan aman bagi masyarakat untuk aktivitas sehari-hari antara lain untuk memasak dan kebutuhan

BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Pelayanan Umum 108

personal lainnya. Persentase penduduk berakses air minum di Aceh masih sangat rendah, dimana akses terhadap air minum (air yang dapat langsung dikonsumsi) hanya bisa didapatkan dari air minum kemasan.

Secara umum penduduk masih mendapatkan air minum dari air ledeng, sumur, mata air, sungai, air hujan, sumur terlindung dan sumur tidak terlindung. Pada periode tahun 2006

– 2010 rumah tangga yang memanfaatkan air kemasan sebagai sumber air minum

mengalami peningkatan dari 4,42 % menjadi 25,49. Selanjutnya pada periode yang sama rumah tangga yang memanfaatkan sumber air selain air kemasan mengalami penurunan

seperti di sajikan pada Tabel 2.62.

Tabel 2.62

Sumber Air Minum untuk Kebutuhan Rumah Tangga (dalam persen) Tahun 2005 – 2010 No Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 1 Air Kemasan 4,42 6,73 14,43 18,93 25,49 2 Leding Meteran 10,93 8,76 7,04 8,55 8,48 3 Leding Eceran 3,42 1,85 1,32 4 Sumur Bor/Pompa 3,17 4,92 5,25 4,75 4,19

5 Mata Air Terlindung 4,68 3,55 4,15 5,81 4,7

6 Mata Air Tak Terlindung 3,07 3,16 3,2 1,95 2,81

7 Air Sungai 5,55 4,76 3,31 4,09 3

8 Air Hujan 1,61 1,14 1,22 0,78 0,63

9 Sumur Tak Terlindung 22,74 21,41 17,99 12,94 13,22 10 Sumur Terlindung 43,24 41,58 41,19 40,69 37,35

11 Lainnya 0,58 0,58 0,33 0,18 0,13

Sumber BPS, 2011

Permasalahan penduduk berakses air minum adalah belum optimalnya pengelolaan sistem penyediaan air minum yang memenuhi standar serta belum meratanya jaringan air minum pada masyarakat berpenghasilan rendah, kawasan kumuh dan kawasan khusus. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan beberapa upaya sebagai berikut: 1) menjaga kelestarian lingkungan agar tetap mampu menyediakan pasokan air baku untuk layanan air minum; 2) memastikan sarana yang dibangun dapat diakses secara mudah bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, kawasan kumuh dan kawasan khusus; 3) pengembangan perencanaan yang lebih detail mencakup strategi pemenuhan air minum yang terukur dan dapat memandu semua pihak dalam mengoperasionalisasikannya.

C. Persentase Luas Permukiman Yang Tertata

Pesatnya perkembangan di wilayah perkotaan atau permukiman di Aceh cenderung menyebabkan tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh, menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan lingkungan permukiman menjadi tidak sehat. Keadaan ini semakin

109 BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Pelayanan Umum

diperburuk bila belum tersedianya sarana dan prasarana dasar yang memadai sesuai dengan standar yang diharapkan untuk melayani kebutuhan primer maupun sekunder. Belum terciptanya jaringan infrastruktur yang mendukung pengembangan perekonomian pada kawasan desa potensial, kawasan agropolitan dan minapolitan.

Upaya yang dilakukan guna meningkatkan persentase luas permukiman yang tertata di kawasan perkotaan dan perdesaan adalah: 1) meningkatkan kualitas infrastruktur permukiman baik didalam permukiman itu sendiri ataupun jaringan infrastruktur yang

menghubungkan permukiman tersebut dengan pusat – pusat kegiatan; 2) peningkatan

kualitas infrastruktur permukiman kumuh bagi 36 kawasan permukiman kumuh yang terdapat di kabupaten/kota; 3) menyediakan prasarana jalan akses atau jalan poros yang menghubungkan 28 kawasan perumahan Rumah Siap Huni (RSH) yang terdapat di kabupaten/kota dengan sistem jaringan jalan kota atau infrastruktur jaringan permukiman lainnya; 4) mendukung pengembangan 24 kawasan desa potensial pusat pertumbuhan dengan desa-desa hinterlandnya dalam satu kesatuan infrastruktur dan ekonomi kawasan dan 5) meningkatkan pembangunan infrastruktur yang mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis dan perikanan bagi kawasan agropolitan dan minapolitan.

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (Halaman 116-120)