• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penduduk yang Bekerja dan Penggangguran menurut Wilayah

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (Halaman 80-85)

Berdasarkan jumlah penduduk yang bekerja dan pengangguran menurut Wilayah, Kabupaten Aceh Utara merupakan wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang menganggur (20.132 orang) sebaliknya Kota Sabang (847 orang). Namun tingkat partisipasi angkatan kerja tertinggi di Kabupaten Aceh Jaya sebesar 66,97 persen sebaliknya yang

terendah di Kota Langsa sebesar 61,70 persen (Tabel 2.40).

Tabel 2.40

Penduduk yang Bekerja, Pengangguran, Tingkat Partisipasi Angkatan kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka

menurut Kabupaten/Kota di Aceh Agustus 2011

No Kabupaten/Kota Jenis Kegiatan TPAK TPT

Bekerja Pengangguran

1 Simeulue 33.217 2.639 66,35 7,36

2 Aceh Singkil 38.513 3.119 64,95 7,67

3 Aceh Selatan 86.232 5.902 64,13 6,41

BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Kesejahteraan Masyarakat 70

No Kabupaten/Kota Jenis Kegiatan TPAK TPT

Bekerja Pengangguran 5 Aceh Timur 141.738 12.282 63,65 7,97 6 Aceh Tengah 73.406 4.772 65,24 6,10 7 Aceh Barat 75.845 5.176 65,45 6,39 8 Aceh Besar 148.633 12.802 64,21 7,93 9 Pidie 157.157 11.678 62,49 6,92 10 Bireuen 162.517 13.460 62,75 7,65 11 Aceh Utara 211.686 20.132 63,00 8,68

12 Aceh Barat Daya 53.664 3.936 64,25 6,83

13 Gayo Lues 31.998 2.383 65,24 6,93 14 Aceh Tamiang 103.805 7.470 64,75 6,71 15 Nagan Raya 61.607 4.732 66,10 7,13 16 Aceh Jaya 34.390 2.307 66,97 6,29 17 Bener Meriah 52.001 2.849 66,86 5,19 18 Pidie Jaya 55.494 4.793 63,10 7,95 19 Banda Aceh 95686 8.916 61,72 8,52 20 Sabang 13.120 847 65,96 6,06 21 Langsa 59.227 4.880 61,70 7,61 22 Lhokseumawe 68.405 5.649 62,07 7,63 23 Subulussalam 24243 2.160 64,54 8,18 Total 1.852.473 148.786 63,78 7,43

Sumber: Badan Pusat Statistik,2011

Selanjutnya berdasarkan wilayah perkotaan dan perdesaan, jumlah pengangguran di perdesaan lebih tinggi dari perkotaan. Tingkat pengangguran di perdesaan pada tahun 2011 sebanyak 111.594 orang sedangkan di perkotaan sebanyak 37.192 orang. Demikian juga bila dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja di perdesaan sebanyak 1.342.574 orang sedangkan di perkotaan sebanyak 509.899 orang. Sebaran penduduk perkotaan dan

perdesaan yang bekerja dan menganggur di Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 2.41.

Tabel 2.41

Penduduk Perkotaan dan Perdesaan yang bekerja, Pengangguran menurut Kabupaten/Kota Prov. Aceh Agustus 2011

No Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan

Bekerja Pengangguran Bekerja Pengangguran

1 Simeulue 6.127 342 27.090 2.297 2 Aceh Singkil 8.931 687 29.582 2.512 3 Aceh Selatan 12.185 380 74.047 5.044 4 Aceh Tenggara 11.404 778 58.485 5.044 5 Aceh Timur 15.557 1.249 126.181 11.033 6 Aceh Tengah 18.436 688 54.970 4.084 7 Aceh Barat 20.523 1.210 55.322 3.966 8 Aceh Besar 41.385 3.547 107.248 9.255 9 Pidie 23.292 1.408 133.865 10.270 10 Bireuen 37.036 2.673 125.481 10.787 11 Aceh Utara 35.886 2.731 175.800 17.401

12 Aceh Barat Daya 9.541 459 44.123 3.477

13 Gayo Lues 5.310 239 26.688 2.144 14 Aceh Tamiang 33.261 2.053 70.544 5.417 15 Nagan Raya 5.784 87 55.823 4.645 16 Aceh Jaya 2.291 3 32.099 2.304 17 Bener Meriah 9.998 428 42.003 2.421 18 Pidie Jaya 4.112 167 51.382 4.626 19 Banda Aceh 95.686 8.916 - - 20 Sabang 7.967 575 5.153 272 21 Langsa 49.299 4.149 9.928 731 22 Lhokseumawe 51.376 4.069 17.029 1.580 23 Subulussalam 4.512 354 19.731 1.806 Total 509.899 37.192 1.342.574 111.594

71 BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Kesejahteraan Masyarakat

Berdasarkan uraian sebelumnya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Aceh masih di atas Nasional dan Sumatera Utara, yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan. Dari sisi gender tingkat pengangguran terbuka di dominasi oleh perempuan. Oleh karena itu, Pemerintah Aceh berupaya untuk menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka tersebut melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan ketrampilan tenaga kerja, peningkatan kapasitas BLK, penyuluhan, peningkatan infrastruktur pendukung, pemasaran, pengembangan ekonomi lokal masyarakat, Badan Usaha Milik Daerah serta promosi investasi.

2.2.3. Fokus Dinul Islam, Adat dan Budaya 2.2.3.1. Dinul Islam

Dinul Islam merupakan suatu rangkaian dari 3 (tiga) pilar yaitu akidah, syari’ah dan

akhlak. Dalam implementasinya, pilar akidah dan akhlak merupakan sesuatu yang sudah baku dan tidak perlu dipersoalkan lagi seperti Rukun Iman, Rukun Islam, akhlak baik dan

akhlak buruk. Namun, pilar syari’ah perlu mendapat pemahaman yang lebih mendalam bagi

semua masyarakat. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai dinul Islam melalui

penerapan syari’at Islam di kalangan masyarakat Aceh masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari sikap dan perilaku sehari-hari dalam kehidupan individu, keluarga, lingkungan dan masyarakat yang belum mencerminkan nilai-nilai keislaman. Kehidupan yang dulunya sarat dengan akhlak dan sopan santun telah berubah menjadi suasana yang jauh dari tatakrama tuntutan agama Islam. Hal ini tercermin dari tingkah laku anak yang kurang menghargai orang tua, demikian juga sebaliknya orang tua kurang peduli terhadap perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma agama Islam.

Disisi lain, tindakan orang tua yang tergolong keras dalam mendidik anak dapat menjadi bumerang karena tergolong ke dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sering terjadi tindakan kekerasan yang pada hakikatnya disisi orang tua bertujuan untuk mendidik, namun dipihak anak dianggap sebagai pelanggaran HAM yang sering dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Hal ini mendapat perhatian berbagai pihak agar orang tua dan masyarakat dapat memahami pola pengasuhan dan pendidikan anak dengan baik sehingga tidak bertentangan dengan aturan-aturan hukum perlindungan anak. Begitu pula dengan anak yang perlu mendapat pendidikan etik (budi pekerti) mulai dari lingkungan terkecil (keluarga), sekolah, dan juga masyarakat.

Dalam hal pelaksanaan syariat Islam di lingkungan masyarakat telah menjadikan mesjid dan menasah sebagai tempat pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan budaya Islam seperti dalail khairat, pengajian dan pengkajian agama secara rutin. Namun, pengajian rutin di kalangan rumah tangga tidak lagi dilaksanakan setelah shalat maghrib sebagaimana

BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Kesejahteraan Masyarakat 72

yang telah dilaksanakan sejak zaman dahulu. Sehubungan dengan hal ini Pemerintah Aceh telah mencanangkan kembali kegiatan tersebut.

Pergaulan remaja yang tidak sesuai dengan norma agama dan adat istiadat menjadi fenomena umum di Aceh. Pasangan muda mudi non muhrim sering terlihat melakukan tindakan yang melanggar syari’at Islam diberbagai lokasi seperti ditempat-tempat wisata dan lokasi umum lainnya. Hal ini perlu perhatian serius dari semua lapisan masyarakat dan penegak hukum syari’at untuk memberikan pembinaan dan pembelajaran kepada generasi

muda agar terhindar dari perbuatan yang melanggar syari’at Islam. Disamping itu, pengaruh

negatif globalisasi telah merubah tatanan kehidupan masyarakat Aceh. Hal ini terlihat dari sikap dan perilaku masyarakat yang dulunya agamis dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi menjadi egois dan cenderung jauh dari norma agama. Berkembangnya media internet

online

di perkotaan dan perdesaan sering dimanfaatkan oleh muda-mudi sampai larut malam

di lokasi-lokasi penyediaan jasa internet

online

. Arus informasi negatif yang tersedia melalui

jasa internet sangat mudah diakses oleh kalangan muda-mudi. Disamping itu, kalangan muda-mudi juga memanfaatkan jasa internet ini bermain game online yang sering juga

dijadikan sarana perjudian (judi

online

).

Implementasi dinul Islam dikalangan pendidik dan peserta didik masih belum optimal. Hal ini tergambar dari banyaknya pendidik yang belum dapat menerapkan nilai-nilai Islam dalam proses pembelajaran. Muatan dinul Islam masih belum terintegrasi di dalam ilmu pengetahuan umum (sains). Dengan kata lain, masih terlihat dikotomi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Selanjutnya, kualitas pelajaran agama masih perlu ditingkatkan melalui praktek keagamaan di sekolah. Demikian juga dengan muatan dan kurikulum pelajaran yang mendukung dinul Islam masih kurang serta tingkat pemahaman tenaga pendidik terhadap dinul Islam masih sangat terbatas. Tenaga pendidik di sekolah umum belum mendapat standarisasi tentang internalisasi nilai-nilai dinul Islam ke dalam materi pembelajaran umum. Tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas keagamaan siswa bukanlah sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah, namun merupakan tanggung jawab semua pihak. Dengan kata lain, orang tua siswa dan masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap kualitas keagamaan siswa tersebut.

Imum meunasah, muazzin dan khadam meunasah mempunyai peran yang cukup sentral dalam masyarakat Aceh. Peran tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, baik menyangkut peningkatan pengamalan ajaran Islam, menghidupkan fungsi meunasah di gampong-gampong, maupun peningkatan sumber daya manusia di bidang keagamaan. Dalam rangka menanamkan nilai-nilai ajaran islam dan pengamalannya sebagai manifestasi pelaksanaan Syariat islam di tingkat gampong, imum meunasah dan perangkatnya tersebut, selama ini bekerja secara tulus dan ikhlas setiap hari, tanpa mempertimbangkan

aspek-73 BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Kesejahteraan Masyarakat

aspek jerih payah dan honor sebagaimana yang biasa diterima oleh pegawai negeri sipil atau pegawai swasta. Demikian pula halnya dalam meningkatkan kapasitas SDM keagamaan di gampong-gampong, mereka bahu-membahu dengan berbagai perangkat lainnya bekerja secara baik dan penuh tanggungjawab dalam mengemban misi yang amat mulia ini. Ditinjau dari aspek sosiologis dan psikologis, kegiatan yang dilakukan oleh imeum meunasah, muazzin dan khadam meunasah telah banyak menyita waktu, tenaga dan beban mental mereka masing-masing dalam menghadapi berbagai macam pola prilaku dari masing-masing kelompok masyarakat ketika berinteraksi dan bergaul secara manusiawi.

Saat ini di Aceh terdapat 6.474 imeum Meunasah, setiap gampong terdapat Meunasah yang dipimpin oleh imeum Meunasah sebagai orang yang memimpin aspek keagamaan di gampong. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi mereka mendapat pengakuan dan penghargaan terhadap jerih payah yang telah mereka korbankan, meskipun dalam kenyataannya,mereka sama sekali tidak mengharapkan imbalan, karena bagi mereka mengemban tugas-tugas keagamaan tersebut merupakan suatu ibadah. Salah satu apresiasi dan memberikan semangat bagi para Imeum Meunasah adalah dengan memberikan insentif secara berkelanjutan. Hal ini kita harapkan dapat berimplikasi pada kinerja dan tanggungjawab sebagai pemuka masyarakat, tidak saja pada porsi pekerjaan tetapi juga pada porsi anggaran untuk kesejahteraan mereka masing-masing. Disamping itu jika dikaitkan dengan beban tugas dan peran yang dijalankan Imeum Meunasah dalam upaya peningkatan mutu sumber daya manusia sangat penting, khususnya bidang keagamaan sebagai pilar utama penopang dalam mensosialisasikan Syari'at Islam di tingkat gampong.

Upaya memperkuat keimanan masyarakat di daerah perbatasan dan daerah terpencil

Pemerintah Aceh sejak tahun 2002 telah memprogramkan penempatan da’I di perbatasan

dan daerah terpencil. Jumlah da’i yang tercatat hingga saat ini berjumlah 150 orang. Tujuan

penempatan Da’i di daerah perbatasan dan daerah terpencil adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan masyarakat untuk memiliki ketahanan aqidah sebagai modall dasar

dalam menjalani kehidupan.

2. Mendorong masyarakat untuk mengamalkan Syariat dalam segala aspek kehidupan.

3. Meningkatkan Syiar Islam guna membentengi pendangkalan aqidah, pemurtadan dan

masuknya aliran sesat.

4. Pembinaan moral dan ahklak masyarakat.

5. Mempererat ukhuwah islamiyah dan silaturrahmi antar umat beragama.

6. Mendorong terwujudnya suasana lingkungan yang damai, tertib dan aman.

7. Menggairahkan kegiatan belajar mengajar ummat, menggerakkan/ menghidupkan

lembaga pengajian.

BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Kesejahteraan Masyarakat 74

9. Memperkuat kehidupan adat, seni dan budaya yang berasaskan Islam dalam

masyarakat.

10.Memotifasi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan syariat Islam.

Dalam rangka meningkatkan kerukunan kehidupan beragama dapat di tempuh dengan cara eksternal dan internal. Secara eksternal, kerukunan kehidupan beragama dapat dilakukan dengan meningkatkan toleransi antar ummat beragama dan menyusun peraturan yang sesuai dengan mempertimbangkan kearifan lokal. Selanjutnya secara internal, agar tidak membicarakan masalah-masalah khilafiah ditempat umum dan terbuka demi menjaga kemashlahatan dan persatuan umat.

2.2.3.2.Budaya dan Pariwisata 1. Adat Istiadat

Masyarakat Aceh terkenal dengan masyarakat yang memiliki adat, adat istiadat yang

bersendikan syara’ yang dalam implementasinya sebagai sumber nilai dalam penegakan harkat dan martabat masyarakat Aceh dalam semua sektor kehidupan. Nilai-nilai adat, adat istiadat dalam pengembangannya secara umum di arahkan pada dua bidang, yaitu hukum adat (peradilan adat) dan adat istiadat dalam bentuk perilaku dan kreasi-kreasi untuk membangun kemudahan dalam kehidupan. Hal ini sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat sehingga menjadi siprit dalam pembangunan Aceh.

Hubungan adat dengan syariat bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat

dipisahkan sebagaimana petuah narit maja “

Hukom ngon Adat lagei dzat ngon sifeut

”.

Dalam hubungan adat dengan syariat dimaksud, tidak dapat dipisahkan dimana sisi syariat sebagi penyaring lembaga adat dan pada sisi adat sebagai pilar pendukung terlaksananya

syariat seperti petuah narit maja “

Hukom meunyoe hana meu adat tabeu, Adat meunyoe

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (Halaman 80-85)