• Tidak ada hasil yang ditemukan

219 Akhmad Farid Mawardi Sufyan, “Perlindungan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Fakultas Agama Islam (Universitas Islam Madura - UIM Pamekasan), hal. 2.

Allah

Alam/

lingkungan

Manusia

(Orang tua )

Hikmah

Perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pelecehan seksual terhadap anak perlu mendapatkan perhatian serius mengingat akibat dari kekerasan seksual terhadap anak akan menyebabkan anak mengalami trauma yang berkepanjangan. Upaya perlindungan anak harus dimulai sedini mungkin. Di Indonesia kekerasan seksual pada anak dapat dihukum seperti dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang termuat dalam Bab XII yaitu mulai Pasal 77 sampai dengan Pasal 90 serta UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Pasal 65 mengatur tentang adanya hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak serta dari berbagai bentuk penyalah gunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

lainnya220

Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto (masa jabatan 2017-2022) mengatakan perlindungan anak harus jadi gerakan bersama untuk melindungi 85 juta anak Indonesia yang menghadapi beragam tantangan bagi tumbuh kembang mereka. "Materialisme, hedonisme, dan gaya hidup serbainstan menjadi menu keseharian. Di pihak lain, tren eksploitasi, kekerasan, perundungan, bahkan kejahatan terorisme terus menyasar anak dan

remaja. Ini merupakan tantangan serius pada era kini221

Berdasarkan Penelitian The United Way of Greater Toronto terhadap salah satu cara perlindungan anak dari kekerasa dalam temanya “A Community

Fit for Children and Youth: Enhancing Resiliency in Children and Youth Living in Disadvantaged Neighbourhoods” yakni “Dunia ramah anak dan

komunitas ramah anak”. Alasannya bahwa Dunia yang cocok untuk anak-anak adalah satu di mana semua anak mendapatkan awal hidup terbaik dan mempunyai kehidupan terbaik akses terhadap pendidikan dasar yang berkualitas, termasuk pendidikan dasar yang bersifat wajib dan tersedia gratis untuk semua, dan di mana semua anak, termasuk kaum muda, mempunyai banyak kesempatan untuk melakukannya Kembangkan kapasitas masing-masing di lingkungan yang aman dan mendukung. Kami akan mempromosikan perkembangan fisik, psikologis, spiritual, sosial, emosional, kognitif dan budaya anak-anak sebagai prioritas nasional dan global. Adapun komunitas sebagai sarana untuk kemampuan individu dan sistem (pemuda,

220 Diesmy Humaira, et.al, “Kekerasan Seksual Pada Anak: Telaah Relasi Pelaku Korban Dan Kerentanan Pada Anak”, Jurnal Psikoislamika | Volume 12 Nomor 2 Tahun 2015, hal. 6.

221 http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/11/20/ozpptv366-kpai perlindungan-anak-harus-jadi-gerakan-bersama, diakses pada tanggal 26 Januari 2019, pkl.19.29.

keluarga, kelompok, dan masyarakat) untuk mengatasinya kesulitan atau stres yang signifikan dengan cara yang tidak hanya efektif, namun cenderung menghasilkan peningkatan kemampuan untuk secara kontraponduktif

menanggapi kesulitan masa depan222.

Pada tanggal 26 Januari 1990 di New York, Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Convention On The Right Of The Child sebagai hasil sidang Majelis Umum PBB yang diterima pada tanggal 20 Nopember 1989, yang kemudian disahkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990. Dengan telah disahkannya konvensi tersebut maka pemerintah terikat untuk melaksanakan secara penuhhak-hak yang tertuang dalam konvensi tersebut, yang berkaitan dengan masalah :Perlindungan terhadap anak dari kekejaman, penyalahgunaan, penelantaran dan eksploitasi, peran serta anak dalam masyarakat, berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat sesuai alam pikirnya serta penyediaan segala kebutuhan dasar anak.

Berkaitan dengan pemenuhan hak anak maka telah dibuat berbagai peraturan perundang-undangan penunjang yakni: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 yang mengatur tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 yang mengatur tentang Pengadilan Anak, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia(khusus pada pasal 52 sampai dengan pasal 66 yang mengatur tentang hak anak).Adapun setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan bilamana diperlukan, namun juga harus diberikan kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam hal yang berkaitan dengan tanggungg jawab orang yang lebih tua menyangkut kehidupannya. Pasal 52 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 menyebutkan dalam ayat: 1) Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara. 2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Dan pasal 53 Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 39 tahun 1999 pada ayat223:

Pertama; Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan kehidupannya.

Kedua; Setiap anak sejak kelahirannya berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan. Mengacu pada kedua pasal ini makaadalah kewajiban

222 United Way of Greater Toronto, “A Community Fit for Children and Youth: Enhancing Resiliency in Children and Youth Living in Disadvantaged Neighbourhoods”.

223 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 yang mengatur tentang Pengadilan Anak, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (khusus pada pasal 52 sampai dengan pasal 66 yang mengatur tentang hak anak).

Pemerintah, Negara, orang tua , dan masyarakat untuk tidak menelantarkan dan wajib peduli terhadap hak anak tersebut. Adapun yang menjadi persoalan adalah bagaimana nasib anak – anak yang dikategorikan sebagai anak – anak terlantar atau ditelantarkan, anak yang berada dalam asuhan keluarga yang tidak mampu (miskin) atau dalam lembaga pengasuhan anak. Pada umumnya anak-anak dengan kondisi demikian sangat rentan dengan persoalan kejelasan status hukumnya yang berkaitan dengan identitas ( nama, tanggal lahir, asal usul, kewarganegaraan ) yang dibuktikan lewat kepemilikan dokumen akta kelahiran. Selanjutnya rumusan Undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1, menyebutkan tentang anak, perlindungan anak, anak terlantar, anak cacat, anak unggul, anak angkat, anak asuh, kuasa asuh, kewajiban orang tua, keluarga, wali, hak anak, masyarakat, pendamping, orang, perlindungan khusus, dan pemerintah.

Salah satu masalah paling sering ditemui dalam kasus perlindungan anak adalah kekerasan terhadap anak, Patricia mendefinisikan Child Abuse sebagai suatu kelalaian tindakan/perbuatan oleh orang tua atau yang merawat anak yang mengakibatkan terganggu kesehatan fisik, emosional, serta perkembangan anak. Ini mencakup penganiayaan fisik dan emosi, kelalaian dan eksploitasi seksual.

KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) pada tahun 2006 mendefinisikan tindak kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk ucapan, sikap dan tindakan yang dapat menimbulkan kesakitan, gangguan psikis, penelantaran ekonomi dan sosial terhadap anak oleh orang tua atau orang

dewasa lainnya.224

Kekerasan adalah semua bentuk perilaku verbal non ferbal yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik maupun psikologis pada orang yang menjadi sasarannya. Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah (atau dipandang berada didalam keadaan lebih lemah), bersaranakan kekuatannya-entah fisik maupun non fisik yang superior dengan kesengajaan untuk dapat ditimbulkan rasa

derita dipihak yang tengah obyek kekerasan.225

Kekerasan emosional adalah sikap atau perilaku yang bisa menganggu perkembangan sosial atau kesehatan mental anak. Istilah lain dari kekerasan

224 Diana Mutiah, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi kekerasan terhadap Anak”,

Fakultas Psikologi UIN Jakarta, http://repository.uinjkt.ac.id diakses pada Tanggal 27 Juli 2019, Pukul. 10.58, hal. 3.

225 Moffatt, et.al,. “Child Abuse and Child Aggression”. Praegar Publisher. dalam Nindya P.N dan Margaretha R, “Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja”, Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol.1.No.03, Desember 2012, hal. 125.

emosional adalah kekerasan verbal,kekerasan mental ataupun kekerasan psikologis. Kekerasan emosional melibatkan perasaan berbahaya dari diri anak. Moffatt menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus kekerasan psikologis yang ekstrim anak-anak akan belajar bahwa dunia merupakan tempat yang tidak aman bagi mereka, dan tidak ada orang yang dapat mereka percaya. Selanjutnya menurut Moffatt, hal ini akan membuat anak tidak mampu memberi atau menerima kasih sayang secara normal, mereka tidak akan dengan mudah menerima kasih sayang yang diberikan pada mereka, bahkan ketika mereka sudah dikeluarkan dari lingkungan keluarga yang melakukan kekerasan dan ditempatkan pada lingkungan yang memperhatikan mereka. Efek jangka panjang dari kekerasan emosi dapat dilihat dari hubungan anak dengan orang lain pada masa remaja dan dewasa. Anak mungkin akan meninggalkan semua harapan hubungan yang normal, menjadi terisolasi atau antisosial Kemungkinan lain adalah anak akan terlibat dalam penganiayaan

baik secara fisik maupun emosi.226

Penulis merasa penting menjelaskan konsep perlindungan anak dalam disertasi ini, karena jangan sampai pembinaan yang dilakukan kepada anak justru menghalalkan tindakan kekerasan. Banyak ada yang menjadikan kekerasan menjadi bagian dari Islam, yang sesungguhnya Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan, namun ketegasan.

Oleh itu sebabnya merujuk kepada pengertian beberapa pengertian di atas, kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang (orang yang berkuasa) yang dapat menimbulkan sakit, penderitaan, baik fisik, psikis, dan sosial pada seseorang (identik orang yang lemah). Sedangkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah (child abuse) adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan. Kekerasan terhadap anak terus menerus terjadi tidak hanya di rumah tangga, melainkan diberbagai kehidupan, seperti di sekolah, di jalanan dan lain-lain. Kekerasan terhadap anak ini harus segera diatasi karena anak adalah potret bangsa ke depan. Dengan lemahnya anakanak sekarang ini, jangan diharapkan kehidupan bangsa Indonesia ke depan akan lebih baik. Kekerasan terhadap anak (KTA) adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi lainnya yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata atau

226 Moffatt, et.al.,” Child Abuse and Child Aggression”. Praegar Publisher. Pada Nindya P.N dan Margaretha R, “Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja”, ..., hal. 125.

potensial terhadap kesehatananak, kelangsungan hidup anak atau martabat

tumbuh kembang anak.227

Berikut ini penulis lampirkan bentuk-bentuk kekerasan pada setiap fase anak228

Fase Bentuk kekerasan

Pralahir Aborsi dan risiko janin ketika mengalami pemukulan fisik. Bayi Pembunuhan anak, kekerasan fisik, psikologis dan seksual. Anak Pernikahan dini, kekerasan alat genital, inses, kekerasan fisik,

psikologis dan seksual.

Remaja Pemerkosaan, pelecehan seksual di lingkungan sosial, dijadikan wanita penghibur, kehamilan paksa, perdagangan remaja, pembunuhan, pelecehan psikologis.

Tabel. 2.7 : Bentuk-bentuk kekerasan pada setiap fase anak Kekerasan pada anak biasanya terjadi dalam keluarga dan dilakukan oleh orang tua selama proses pengasuhan. Hal ini disebabkan orang tua sebagai pelaku tidak menyadari bahwa orang tua pernah melakukan kekerasan terhadap anak. Kekerasan pada anak meliputi empat macam yaitu kekeraan

fisik, seksual, neglect (pengabaian) dan verbal atau emosional229

Menurut John Galtung, kekerasan adalah suatu perlakuan yang

menyebabkan realitas aktual seseorang ada di bawah realitas potensial.230

Artinya ada sebuah situasi yang menyebabkan segi kemampuan atau potensi individu menjadi tidak muncul. Sedangkan menurut Soetandoyo Wigiusubroto, kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang

227 defenisi kekerasan dalam Noorkasiani, et.al., Sosiologi Keperawatan (Jakarta, EGC, 2009) hal.81-82.

228 Unicef, “Domestic Violence Againts Women and Girl’, 2000 dalam Purnama Rozak, “Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam”, SAWWA – Volume 9, Nomor 1, Oktober 2013, hal. 48.

229 WHO, Kekerasan Pada Anak. Bandung: Penerbit Nuansa, 2006, dalam Iin Armiyanti, et.al., “Pengalaman Verbal Abuse Oleh Keluarga Pada Anak Usia Sekolah Di Kota Semarang”, Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.1 Maret 2017, hal. 13.

230 Windu Warsan, Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Thon Galtung, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). hal. 20.

atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah bersama kekuatanya, entah fisik maupun non fisik yang superior dengan kesengajaan untuk menimbulkan

derita di pihak yang tengah menjadi objek kekerasan tersebut.231

Menurut M Darwis Hude, Term Emosi dalam Pemakaian sehari-hari berbeda dengan pengertian emosi dalam psikologi. Emosi dalam pemakaian sehari-hari mengacu kepada ketegangan yang terjadi pada induvidu akibat dari

kemarahan tinggi.232

Kekerasan emosional diketahui mempunyai dampak yang negatif pada

anak233 234, Namun walau kekerasan emosional sudah diketahui berdampak

buruk pada anak, kasus kekerasan yang terjadi tetap saja tinggi. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2008 kekerasan emosional yang terjadi di Indonesia mencapai 1.902 kasus. Penelitian yang dilakukan oleh Yoenanto menunjukkan kekerasan emosional yang meningkat di Indonesia. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya permasalahan yang akan muncul pada anak yang menjadi korban kekerasan emosional.

Adapun bentuk kekerasan menurut Consultation On Child Abuse

Prevention (WHO,1990),235 terdapat lima jenis perlakuan kekerasan terhadap

anak (KTA) antara lain:

Gambar 2.8: lima jenis perlakuan Kekerasan Terhadap Anak

231 Soetondoyo Wigiusubroto, “Islam dan Konstruk di Seksualitas”, Kerjasama PSW, lAIN Yogyakarta The Foundation dan Pustaka Pelajar ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). hal. 18.

232 M Darwis Hude, Emosi, Penjelajahan religio-psikologis tetang emosi manusia dalam al-Qur’an, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006, hal. 15.

233 Trojanwitch dan Morash, M. “Juvenile Delinquency: Concepts and Control”. London: Prentice-Hall International, Inc dalam Nindya P.N dan Margaretha R, “Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja”, Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol.1.No.03, Desember 2012, hal. 125.

234 Cicchetti dan Rogosch., “The Role of Self-Organization in The Promotion of Resilience in Maltreated Children”. Development and Psychopathology, 12, hal. 255-265.

235 kekerasan dalam Noorkasiani, et.al., Sosiologi Keperawatan (Jakarta, EGC, 2009) hal. 82-83. Kekerasan Fisik Seksual Emosional Penelantaran anak

Pada Sebuah Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menerima perilaku kekerasan emosional dalam keluarga mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi melakukan kenakalan remaja, daripada

remaja yang tidak menjadi korban kekerasan emosional.236 Meskipun hasil dari

penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kekerasan emosional dan kecenderungan kenakalan remaja, namun hal lain yang penting disampaikan adalah koefisien korelasi yang rendah mengindikasikan adanya faktor lain, seperti pengaruh teman sebaya.

Pada Penelitian lainnya diungkapkan bahwa semakin tinggi kekerasan emosional yang diterima oleh seorang anak, maka semakin besar pula resiko anak tersebut pada kecenderungan kenakalan remaja. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah perlakuan Kekerasan emosional yang diterima anak, maka

makin kecil resikonya dalam kecenderungan kenakalan remaja.237

Menurut Jessor, faktor resko yang dapat memicu kecenderungan kenakalan pada remaja akan timbul apabila orang tua menjadi model yang tidak baik pada anaknya. Oleh karena itu, dalam perkembangan perilaku remaja orang tua adalah model utama dalam perilaku anak sehingga orang tua berperan sebagai faktor resiko ataupun faktor protektif pada

kecenderungan perilaku kenakalan pada anak.238

Prilaku kenakalan tersebut dapat melanggar norma-norma sosial yang ada seperti mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok, menggunakan

zat-zat berbahaya dan lain sebagainya. Jessor dan kawan-kawan 239, juga

menjelaskan bahwa perilaku beresiko pada remaja tidak hanya disebabkan oleh satu faktor. Akan tetapi perilaku tersebut dihasilkan dari interaksi yang komplek antara remaja dengan lingkungannya. Hal ini yang oleh Jessor disebutkan sebagai adanya faktor psikososial yang membentuk perilaku seorang remaja.

Kekerasan terhadap anak dalam keluarga tentu saja mempunyai dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap anak, baik secara fisik,

236 Nindya P.N dan Margaretha R, “Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja”, Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol.1.No.03, Desember 2012, hal. 131.

237 Vani Wulandari dan Nunung Nurwati, “Hubungan Kekerasan Emosional Yang Dilakukan Oleh orang tua Terhadap Perilaku Remaja”, t.p, ISSN : 2581-1126, ISSN : 2442-448X, Vol 5, No: 2, Juli 2018, hal. 133.

238 Jessor, “Problem behavior and psychosocial development: A longitudinal study of youth”. New York: Academic Press. Dalam Vani Wulandari dan Nunung Nurwati, “Hubungan Kekerasan Emosional Yang Dilakukan Oleh orang tua Terhadap Perilaku Remaja”, ..., hal. 133.

239 Jessor, et,al.. “Adolescent Problem Behavior in China and The United States: A Cross-National of Psychosocial Protective Factors”. Journal of Research on Adolescence. Dalam Vani Wulandari dan Nunung Nurwati, “Hubungan Kekerasan Emosional Yang Dilakukan Oleh orang tua Terhadap Perilaku Remaja”, ..., hal. 133.

tumbuh kembang dan psikologi pertumbuhan anak. Pada anak-anak yang mengalami penelantaran dapat terjadi kegagalan dalam tumbuh kembangnya, malnutrisi, anak -anak ini kemungkinan fisiknya kecil, kelaparan, terjadi infeksi kronis, hygiene kurang, hormon pertumbuhan turun. Apabila kegagalan tumbuh kembang anak terafnya sangat berat maka anak-anak akan tumbuh menjadi kerdil dan apabila ini terjadi secara kronis maka anak tidak bisa tumbuh meskipun kemudian diberi makan yang cukup. Anak-anak ini proporsi tubuhnya normal akan tetapi sangat kecil untuk anak seusianya. Kadang-kadang ada dari mereka mengalami perbaikan hormon pertumbuhannya dan kemudian mengejar ketinggalan pertumbuhan yang pernah dialami. Dari segi tingkah lahu anak-anak yang sering mengalami penganiayaan sering menunjukkan: penarikan diri, ketakutan atau mungkin juga tingkah laku agresif, emosi yang labil. Mereka juga sering menunjukkan gejala depresi, jati diri yang rendah, kecemasan, adanya gangguan tidur, phobia, kelak bisa tmbuh menjadi penganiaya, menjadi bersifat keras, gangguan strespasca trauma dan terlibat dalam penggunaan zat adiktif.

Mereka mungkin juga berupaya menutupi luka-luka yang dideritanya dan tetap bungkam merahasiakan pelakunya karena ketakutan akan mendapatkan pembalasan dendam. Mungkin juga akan mengalami kelambatan dalam tahaptahap perkembangannya, sering mengalami kesulitan dalam hubungannya dengan teman sebayanya dan menunjukkan tingkah laku

menyakiti diri sendiri bahkan tingkah laku bunuh diri.240

Penyebab paling tinggi orang tua melakukan kekerasan terhadap anak adalah untuk mendisiplinkan anak. Kebanyakan orang rua masih melakukan tindak kekerasan dengan tujuan tersebut padahal menurut Slade dan Wissow hukuman fisik akan menyebabkan anak mengalami permasalahan di kemudian hari. Artinya hukuman fsik atau kekerasan fsik termasuk juga kekerasan emosional tidak efektif untuk membentuk disiplin pada anak. Tujuan disiplin adalah untuk membentuk karakter anak. Penanaman dispilin idealnya dilakukan sejak masih anak-anak. Penanaman displin sebaiknya dilakukan

dengan pendekatan positif tanpa kekerasan.241

Faktor penyebab orang tua melakukan tindak kekerasan terhadap anak ialah terdapat 4 (empat) hal; Kondisi kepribadian, Kondisi sosial, Pengalaman

kekerasan masa lalu, Proses sosialisasi.242

240 Nurjanah, “Kekerasan Pada Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam”, al-Afkar,

Journal for Islamic Studies, Vol. 2, No. 1, July 2018, E-ISSN :2614-4905, P-ISSN :2614-4883,

hal. 39-40.

241 Dewi Eko Wati dan Intan Puspitasari, Kekerasan Terhadap Anak, Penanaman Disiplin, Dan Regulasi Emosi Orang Tua, Varia Pendidikan, ISSN: 0852-0976, Vol. 30, No. 1, Juli 2018, hal. 24.

242 Kurniasari, Alit. (2015). Kekerasan Versus Disiplin Dalam Pengasuhan Anak. Jakarta: Kementrian Sosial RI dalam Dewi Eko Wati, Intan Puspitasari, Kekerasan Terhadap

Sejalan yang dikemukakan oleh Lundahl, Nimer, dan Parsons bahwa faktor yang mempengaruhi kekerasan pada anak antara lain penyesuaian emosi orang tua , sikap orang tua terhadap pengasuhan, dan perilaku orang tua saat mengasuh anak. Kekerasan terhadap anak juga disebabkan oleh tingkat

pengetahuan orang tua seperti yang diungkapkan oleh Fitriana243, Pratiwi, dan

Sutanto menemukan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan orang tua melakukan kekerasan antara lain tingkat pengetahuan, sikap, pengalaman dan pengaruh lingkungan.Dalam hal ini orang tua dilihat sebagai faktor utama ketika terjadi kekerasan terhadap anak. Dalam penelitian ini didapatkan data bahwa alasan orang tua melakukan kekerasan adalah untuk mendisiplinkan anak dan karena orang tua menganggap anaknya bandel atau nakal. Namun demikian orang tua perlu mempunyai pengalaman belajar, sikap dan perilaku pengasuhan yang baik serta dapat menyesuaikan emosi ketika mengasuh anak.

Unsur-unsur tersebut terdapat dalam regulasi emosi244.

Sejarah tentang kekerasan kepada anak pada masa pra Islam juga patut untuk sedikit dibahas, salah satu fenomena sosial yang menggejala di Arab menjelang kelahiran Islam adalah apa yang dikenal dengan sebutan “hari-hari orang Arab” (ayyam al-arab). Ayyam al –Arab merujuk pada permusuhan antarsuku yang secara umum muncul akibat persengketaan seputar hewan ternak, padang rumput atau mata air, persengketaan itu menyebabkan

seringnya terjadi perampokan dan penyerangan.245 Philip K Hitti menyebutkan

Anak, Penanaman Disiplin, Dan Regulasi Emosi Orang Tua, Varia Pendidikan, ISSN: 0852-0976, Vol. 30, No. 1, Juli 2018, hal. 23-25.

243 Fitriana, et.al,. “Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku orang tua dalam melakukan kekerasan verbal terhadap anak usia pra-sekolah”. Jurnal Psikologi Undip, 14(1), 81-93 dalam Dewi Eko Wati dan Intan Puspitasari, “Kekerasan Terhadap Anak, Penanaman Disiplin, Dan Regulasi Emosi Orang Tua”, Varia Pendidikan, ISSN: 0852-0976, Vol. 30, No. 1, Juli 2018, hal. 23.

244 Regulasi emosi adalah kemampuan individu agar tetap tenang ketika berada di bawah tekanan, Reivich, Shatte, dan Chen mengatakan bahwa regulasi emosi adalah proses seorang individu dalam mengatur dan mengubah emosi dirinya atau orang lain. Kaitannya dengan penelitian yang sedang dilakukan ini adalah orang tua telah mengetahui bahwa kekerasan pada anak sebaiknya tidak dilakukan. Namun pada kenyataannya kekerasan fsik