• Tidak ada hasil yang ditemukan

200 Anna Armeini Rangkuti dan Devi Oktaviani Fajrin, “Preferensi Pemilihan Calon Pasangan Hidup Ditinjau Dari Pengaruh Keterlibatan Ayah pada Anak Perempuan”, Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 4, No. 2, Oktober 2015, hal. 61.

201 Diana Mutiah, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi kekerasan terhadap Anak”, ..., hal. 6-7.

interaksi langsung memberikan kehangatan

pemantauan dan

kontrol

tanggung jawab

kebutuhan anak

Ayah => anak

Tidak dipungkiri, Lingkungan sangatlah berperan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora faunanya. Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangannya bergantung pada lingkungan anak itu sendiri serta

jasmani dan rohaninya.202

Lingkungan sebagai media pembinaan dan pendidikan merupakan faktor yang penting dan mempengaruhi tingkah laku individu. Keberadaan lingkungan disekitar anak dapat digunakan sebagai media pembelajaran mereka. Lingkungan pembelajaran meliputi masyarakat dan segala bentuk fisik yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Jadi, media pembelajaran lingkungan adalah pemahaman terhadap tingkah laku suatu objek tertentu yang dapat dilihat secara langsung dan ada keterkaitan dengn materi yang ada disekolah, sehingga dari pengamatan anak

dapat mendapatkan pengetahuan baru di lingkungan mereka.203

Apabila anak kecil mulai bermain dengan teman seusianya, hanya sedikit interaksi atau kerja sama dalam permainannya. Sebaliknya, mereka terlibat dalam “permainan mengamati” yaitu saling mengamati apa yang dilakukan anak lainnya atau “bermain paralel” yaitu bermain dengan anak yang bermain dengan caranya seniri, berdampingan dengan anak lain. Kalaupun terdapat interaksi, hanya sedikit proses memberi dan menerima. Interaksi terutama terjadi jika anak yang satu mengambil mainan anak lainnya dan bertengkar bila anak itu menolak memberikannya.

Dengan bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permaiann mereka menajadi lebih sosial. Pada saat anak mencapai usia sekolah, kebanyakan permainan mereka adalah sosial, seperti yang terlihat dalam kegiatan bermain kerja sama, asal saja mereka telah diterima dalam gang dan bersamaan dengan itu timbul kesempatan untuk belajar bermain dengan cara sosial.

Ketika bermain, anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan yang dia miliki tentang dunia dan kemudian juga sekaligus bisa mendapatkan

202 Rochanah, “Lingkungan Alam Sebagai Media Pembelajaran Untuk Mengenalkan Kekuasaan Allah Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Pondok Pesantren Al

Mawaddah Kudus”,

http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/elementary/article/download/3617/pdf, diakses pada 27 Juli 2019, Pukul. 11.29, hal. 110.

203 Hasan Baharun, “Pengembangan Media Pembelajaran PAI Berbasis Lingkungan Melalui Model Assure”. Jurnal Cendekia Vol.14 No.2. 2016 hal. 7.

pengetahuan baru, dan semua dilakukan dengan cara yang menggembirakan hatinya. Tidak hanya pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikiran anak yang terekspresikan lewat bermain, tapi juga hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya. orang tua akan dapat semakin mengenal anak dengan mengamati ketika anak bermain. Bahkan lewat permainan (terutama bermain pura-pura/role-playing) orang tua juga dapat menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orang tua nya dan keluarganya. Bermain pura-pura menggambarkan pemahamannya tentang

dunia dimana ia berada.204

Penulis melihat fenomena di masyarat Indonesia, banyak anak-anak yang disibukkan dengan gedget atau smartphone, sehingga memang anak-anak berkumpul di suatu tempat namun masing-masing terfokur interaksi dengan gedgetnya. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang mereka akan mengalami krisis sosial dan orang sudah tidak peduli lagi dengan tetangga atau sahabatnya, tidak ada lagi empati dan simpati yang diberikan sesama anggota masyarakat karena mereka terbiasa dengan hidup tanpa interaksi dengan orang lain.

Padahal dalam teori ekologi Brofenbrenner sesungguhnya lingkungan adalah landasan perkembangan manusia, akan penulis jelaskan berikut ini;

1. Mikrosistem (microsystem) menunjukan situasi di mana individu hidup dan saling berhubungan dengan orang lain. Kontek ini meliputi keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan sosial lainnya. Dalam mikrosistem inilah terjadinya interaksi yang paling langsung dengan agen-agen sosial. 2. Mesosistem (mesosystem) menunjukan hubungan antara dua atau lebih mikrosistem atau hubungan beberapa konteks. Sebagai contoh adalah hubungan beberapa antara rumah dan sekolah, rumah dan masjid, sekolah dan lingkungan, rumah dan tempat kerja.

3. Ekosistem (exosistem) terdiri dari setting sosial di mana individu tiak berpartisipasi aktif, tetapi keputusan penting yang diambil mempunyai dampak terhadap orang-orang yang berhubungan langsung dengannya. Misalnya, tempat kerja orang tua, dewan sekolah, pemerintah lokal, dan orang tua kelompok teman sebaya.

4. Makrosistem (macrosystem) meliputi cetak biru (blueprints) pembentukan sosial dan kebudayaan untuk menjelaskan dan mengorganisir institusi kehidupan. Makrosistem direfleksikan dalam pola lingkaran mikrosistem, mesosistem, dan ekosistem yang dicirikan dari sebuah subkultur, kultur, atau konteks sosial lainnya yang lebih luas. Contoh makrosistem meliputi

204 Lilik Sriyanti, “Psikologi Anak: Mengenal Autis hingga Hiperaktif”, Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2014, hal. 68.

asumsi, ideologi, dan sistem kepercayaan bersama tentang umat manusia,

hubungan sosial dan kualitas kehidupan.205

Gambar 2.5: teori ekologi Brofenbrenner “lingkungan sebagai dasar perkembangan manusia.

Penulis mencoba mengkaitkan antara teori yang sudah dijelaskan dengan ayat-ayat dalam Surat Luqman, karena di dalam surat Luqman selain menyebutkan benda-benda berkaitan dengan Lingkungan, Yang menarik untuk di bahas adalah dalam Surat Luqmân disebutkan beberapa term-term

yang berkaitan dengan media pembinaan dan pendidikan206 lainnya selain

benda-benda di langit dan bumi. Misalnya, Kitab (al-Quran, buku), Aqlam

(pena-pena), dll. Apa hubungan antara pembinaan anak, hikmah luqman, dan alam sekitarnya yang menurut riwayat Luqman hidup di daerah Naubah, atau di Afrika yang alamnya sangat eksotik dan banyak hikmah dan pelajaran dari melihat alam di sana.

205 Desmita, Psikologi perkembangan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010, hal 54.

206 Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harfiyah memiliki arti “perantara” atau pengantar (Yusufhadi Mirso, 1986; 25). Menurut Association For Education and Communication Technology (AECT), media ialah segala bentuk yang diprogramkan untuk suatu proses penyaluran informasi. Dan menurut Education Association, media merupakan benda yang dimanipulasikan, dilihat didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektivitas program instruksional. Sedangkan dalam bahasa Arab, media adalah perantara Wasail (atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Lihat, M. Ramli, “Media Pembelajaran Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Al-Hadits”, Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 13 No.23 April 2015, hal. 132.

•Makrosistem •Ekosistem •Mesosistem •Mikrosistem keluarga, teman, sekolah, sekolah <=> sekolah, rumah <=> rumah asumsi, ideologi, hubungan sosial, sistem kepercayaan temoat kerja, dewan sekolah, pemerintah

Sebelumnya kita mencoba menjelaskan diskursus media pendidikan atau pembelajaran adalah suatu benda yang dapat diindrai, khususnya penglihatan dan pendengaran, baik yang terdapat di dalam maupun di luar kelas, yang digunakan sebagai alat bantu penghubung (media komunikasi) dalam proses interaksi belajar mengajar untuk meningkatkan efektivitas hasil belajar

siswa207. Sedangkan menurut Asnawir dan Basyiruddin Usman dalam

bukunya yang berjudul “media pembelajaran” menjelaskan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong

terjadinya proses belajar pada dirinya.208 Penulis lebih tertarik mengambil

diskursus kedua, di mana media pembelajaran adalah sarana menyalurkan pesan dan merangsang pikiran dan perasaan.

Dapat penulis katakan bahwa alam atau lingkungan adalah sarana yang tepat dalam memberikan pembinaan dan pendidikan sesuai tuntunan Islam.209.

Menurut penulis, hikmah yang didapatkan oleh Luqman adalah hasil dari interaksi antara Luqman dan lingkungannya. Pendapat penulis ini didukung oleh penjelasan ar-Râzî bahwasannya hikmah dapat diperoleh dari pengamatan, perenungan terhadap alam semesta ini, dalam istilah al-Qur’an, Hikmah Balighoh.

Allah berfirman “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” QS. al-Baqarah/2: 21-22,

Menurut al-Râzî, terdapat hikmah di balik penyebutan obyek ciptaan Allah pada ayat 21-22 Surah al-Baqarah dengan beberapa kali. Pertama, Allah

207 Zakiah Daradjat, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, cet. ke-1, Bumi Aksara, Jakarta; 1995, hal. 226.

208 Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Ciputat Press, Jakarta Selatan; 2002, hal. 11.

209 Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verba. Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2003

menyebutkan penciptaan diri manusia. kedua, proses penciptaannya berasal dari kedua orang tua. ketiga, penciptaan bumi sebagai daratan yang menghampar; keempat, langit sebagai atap yang dipelihara dan kelima, hasil dari perkawinan langit dan bumi berupa berbagai macam tumbuhan.

Oleh karena runtutan dari kelima hal tersebut menurutnya ada beberapa argumen. Pertama, bahwasannya yang paling diketahui/dikenal oleh manusia adalah dirinya sendiri. sebab, penyebutan tentang diri manusia secara pribadi lebih ditekankan di awal. Kedua, yaitu orang tua . Karena dari perkawinan kedua orang tua , manusia dapat terlahir ke dunia, ada kedekatan emosional antara anak dan orang tua . Ketiga, bumi sebagi tempat tinggal manusia. Pada umumnya, manusia jauh lebih mengenal bumi daripada langit. Keempat, langit

sebagai atap bumi.210 Biasanya, manusia lebih mengenal yang lebih dekat

(bumi), kemudian mempelajari selainnya yang jauh (langit). Sedangkan yang

kelima, penyebutan langit didahulukan daripada bumi, karena langit berperan

penting dalam menurunkan hujan sehingga membasahi bumi, yang akhirnya menumbuhkan berbagai tumbuhan sebagai bahan makanan dan kebutuhan

hidup manusia.211

Menurut Nur Arfiyah Febriani, Dari ayat QS. al-Baqarah/2: 21-22, dapat ditangkap adanya deskripsi tentang interaksi harmonis dalam ekologi manusia dan ekologi alam yang diisyaratkan Al-Quran. Rentetan penyebutan jenis ciptaan Allah ini mengajak manusia untuk dapat lebih mengenal dirinya sendiri, orang tua sebagai orang terdekat yang berjasa melahirkannya di dunia, bumi sebagai tempat tinggal mereka, langit sebagai atap hidup di dunia, serta manfaat yang dapat dinikmati manusia dari proses perkawinan langit dan

bumi berupa berbagai tumbuhan yang menghasilkan buah dan makanan.212

Menurutnya, Sebagai satu kesatuan dari ekosistem yang tidak terpisahkan di bumi ini, al-Quran mengajak manusia untuk mngenal dirinya, orang tua, bumi, langit dan bebagai nikmat yang diraih dari perkawinan langit dan bumi, agar manusia menyadari kebesaran Allah dalam menciptakan segala sesuatu. Salah satu pelajaran terpenting lain dari perpaduan ayat ini adalah manusia mengetahui bahwa proses perkawinan kedua orang tua menghasilkan dirinya,

210 Menurut Defenisinya secara bahasa, kata al-samā’ berarti segala sesuatu yang berada di atas yang menaungi di bawahnya. Adapun dilihat dari Istilahnya, al-samā’ adalah angkasa luas yang tinggi di atas bumi, berfungsi sebagai pembungkus bumi dan terdiri dari beberapa lapis gas. Lihat: Zaghlul al-Najar, al-samā Laisat Firāghan kamā kāna Yu’taqad,”al-Mujahid 22, no 253 (Jumādi al-Ulā 1422 H/ Agustus 2001), 10. Lihat Juga, Nur Arfiyah Febriani, Ekologi Berwawasan Gender Dalam Perspektif Al-Quran, Jakarta: misan, 2014, hal. 190.

211 Muhammad al-Rāzi Fakhr al-Din, Tafsir Fakhr al-Rāzi al-Mushtahr bi al-Tafsir al-Kabir wa Mafātih al-Ghaib (Beirut: Dār al-Fikr, 1415 H/1995 M), Juz. I, 112.

212 Nur Arfiyah Febriani, Ekologi Berwawasan Gender Dalam Perspektif al-Quran, ..., hal. 190.

sementara perkawinan langit dan bumi menghasilkan berbagai tumbuhan di

bumi.213 Menurut Nur, karakter bumi adalah karakter yang menyenangkan,

tempat yang luas dan nyaman bagi makhluk yang bernaung di dalamnya (pemelihara seperti seorang ibu), patuh dan pasif karena membutuhkan air untuk menghidupinya (reseptif). Bumi juga salah satu sarana manusia untuk

mendapatkan ilmu pengetahuan dan elaborasi dalam pembinaan anak.214

Dasar lainnya yang menjadi alasan kenapa Luqman mendapatkan hikmah itu melalui interaksi harmonisnya dengan alam adalah pendapat Ar-Râzî yang mengatakan, “Allah menciptakan langit-langit tanpa tiang, adalah menunjukkan keesaan Allah. Dan Allah jelas dengan cerita Luqmân bahwa untuk mengetahui hal tersebut (hikmah) tidak hanya orang yang mendapatkan kenabiyan, namun itu sesuai dengan hikmah, dan apa yang dibawa oleh Nabi

SAW terkait Tauhîd, Shalât, dan etika215 yang mulia, semuanya adalah

hikmah balighah, andai hanya didasari ibadah saja pasti diterima (hikmah) itu, apalagi itu didasari oleh hikmah, Allah menunjukkan keesaan-Nya dengan menampakkan nikmatnya, karenanya kami jelaskan berulang kali bahwasannya Raja dibantu karena Kehebatannya, dan kalaupun belum memberikan kenikmatan, seorang raja dibantu karena adanya kenikmatan yang dia akan berikan juga, maka ketika Allah jelaskan bahwa Dia disembah karena kekuasaannya dengan menciptakan langit-langit tanpa tiang, dan

dihamparkannya gunung-gunung di muka bumi ini”.216

Menurut Penulis, seseorang akan diberikan oleh Allah hikmah-Nya, jika seseorang tersebut melakukan perenungan, pengataman, pendalaman atas nikmat Allah dan keagungan-Nya di jagat semesta ini, dan juga selama

213 Nur Arfiyah Febriani, Ekologi Berwawasan Gender Dalam Perspektif al-Quran, ..., hal. 190-191.

214 Nur Arfiyah Febriani, Ekologi Berwawasan Gender Dalam Perspektif al-Quran, ..., hal. 191.

215 Etika dalam Islam adalah: “tingkah laku manusia yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan, ucapan dan pikiran yang sifatnya membangun tidak merusak lingkungan dan tidak juga merusak tatanan sosial budaya dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam (al-Qura>n dan al-Hadith). M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-(al-Qura>n (Jakarta: Amzah, 2007), hal. 197. Maka etika dalam Islam adalah mempraktekkan ajaran al-Qura>n tentang perintah, larangan, janji dan ancaman, berdasarkan kepada al-Qura>n. Lihat: Rahmat Djatmika, Sistem Etika Islam (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1996), hal. 21. Ada shahabat yang bertanya tentang akhlak (Etika) Rasulullah saw kepada ‘Āishah ra, sebagai istri Rasulullah saw yang lebih mengetahui karakteristik beliau, maka ‘Āishah ra menjawab:“Akhlak Rasulullah saw itu al-Qura>n”.

216 Muhammad Fakhr ad-Dîn ar-Râzî, Tafsîr al-Fakh ar-Râzî al-Musytahîr bi at- Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtîhul Ghaib, ..., Juz 25, hal. 123-124.

seseorang mempunyai ketauhidan yang murni, istiqomah dalam menjalankan shalat, dan beretika mulia, maka ia akan mendapatkan hikmah balighah.

Dalam QS. al-Ra’du/13: 4, Menurut Quraisy Shihab, Ayat ini kita pahami sebagai adanya isyarat ilmu tentang bumi (geologi dan geofisika) dan ilmu lingkungan hidup (ekologi) serta pengauhnya terhadap sikap tumbuh-tumbuhan. Secara ilmiah telah diketahui bahwa tanah persawahan terdiri atas butir-butir mineral yang beraneka ragam sumber, ukuran, dan susunannya; demikian juga air yang bersumber dari hujan; udara, zat organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang ada di atas maupun lapisan tanah. Lebih dari itu, terdapat pula berjuta-juta makhluk hidup yang amat halus yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, karena ukurannya yang sangat kecil. Jumlahnya pun sangat bervariasi. Sifat-sifat tanah yang bermacam-macam itu, baik secara kia, fisika maupun secara biologi,

menunjukkan kemahakuasaan Allah.217

Bahkan menurut al-Qaradhawi, semua yang ada di alam semesta ini menyembah Allah, dengan cara memberi zakat, lihatlah bumi/tanah, yang lebih dekat kepada kita, dia selalu memberi kepada sesuatu yang dekat kepadanya, makhluk hidup yang di atasnya, dengan semua keberkahan bumi/tanah, dia tidak pelit sedikitpun kepada makhluk-makhluk tersebut, semua nya baik tumbuhan, hewan, alam, satu sama lain saling membantu, saling memberi, mereka tidak menahan kebaikan apapun darinya (justru diberikan kepada yang lain), karena satu sama lain saling membutuhkan, kadang yang satu membutuhkan dan kadang yang lain mempunyai kelebihan yang dibutuhkan, dan pemberian masing-masing itu disebut zakat, orang yang tidak mau zakat, dia menyalahi tumbuhan, hewan, dan alam yang justru berzakat. Menurut al-Qaradhawi, itu sebabnya mendapatkan siksa di dunia,

berupa “diperangi”, dan disiksa di akhirat.218

Apa yang dijelaskan al-Qaradhawi, menambah khazanah pengetahuan kita terhadap alam, yang mana, tidak dapat dilepaskan bagaimana pembinaan anak, juga melibatkan alam atau lingkungan sekitar. Diharapkan hal tersebut membuat anak maupun pembina, baik orang tua dan guru, dapat bersinergi dan harmonis, sebagaimana alam yang harmonis dan bersinergi satu sama lain. Sehingga dunia yang kita tempati terasa nyaman.

Ekoparenting yang dimaksudkan penulis adalah bagaimana parenting yaitu pengajaran kepada para orang tua agar membina anak, dari menjadikan lingkungan dan alam sebagai media pembinaan anak, bagaimana orang tua

217 Muhammad Quraish Shihab, Dia Ada Dimana-mana “Tangan” Tuhan Dibalik Setiap Fenomena, ..., hal.330-331. dalam Nur Arfiyah Febriani, Ekologi Berwawasan Gender Dalam Perspektif Al-Quran, ..., hal. 192.

218 Yusuf al-Qarâdhâwî, Ri’âyatul Bî’ah fî Syarî’ati al-Islâm, Kairo: Dâr Syurûq, 2001, hal. 18.

dan anak dapat mengkonversi alam dan lingkungan menjadi sebuah “hikmah” kesadaran dan pengetahuannya kepada sang khaliq.

Gambar 2.6: ekoparenting atau pembinaan kepada orang tua agar dapat mengajarkan anaknya melalui alam sebagai media pembinaannya. Melalui gambar ini penulis ingin menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara datangnya hikmah kepada manusia dari Allah yaitu bagaimana manusia dapat berinteraksi dengan alam. Sedangkan Alam sendiri merupakan makhluq Allah yang senantiasa bertasbih kepada Allah dan memiliki cara ibadahnya sendiri. Semakin intensnya manusia dapat memahami alam/lingkungannya maka semakin banyak pula hikmah-hikmah yang didapatkan.

C. Diskursus Perlindungan Anak

Orang tua harus memahami bahwa kekerasan terhadap anak bisa terjadi dimana saja dan dalam situasi maupun kondisi yang tidak terduga sebelumnya. Orang terdekat seperti orang tua ataupun saudara bisa menjadi pelaku utama dalam tindak kekerasan terhadap anak. Mempekerjakan anak diluar batas kemampuan, menghilangkan kesempatan memperoleh pendidikan yang layak serta membatasi kreatifitas anak adalah bentuk kekerasan terhadap anak yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang ada sekelilingnya. Kekerasan terhadap anak sangat berpotensi dilakukan oleh orangorang dekat dalam lingkup keluarga. Bahkan dalam beberapa kasus kekerasan terhadap anak rata-rata

pelakunya orang terdekat korban219

219 Akhmad Farid Mawardi Sufyan, “Perlindungan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Fakultas Agama Islam (Universitas Islam Madura - UIM Pamekasan), hal. 2.

Allah

Alam/