• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak kekerasan kepada anak di Rumang Tangga 2014

G. Kerangka Teori

I. Metodologi Penelitian

1. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah pembinaan anak dalam surat Luqmân , menurut Tafsir Mafâtîh al-Ghaib dalam upaya perlindungan anak dari kekerasan Emosional.

2. Metode Kualitatif

Metode Penelitian Kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositive, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

65 Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pimpinan Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal. 117 dalam Aprin Nuur Faaizun, “Model Pembelajaran Rasulullah Saw Dalam Perspektif Psikologi”, Pendidikan Agama Islam, Vol. XI, No. 1, Juni 2014, hal. 21.

66 Aprin Nuur Faaizun,” Model Pembelajaran Rasulullah Saw Dalam Perspektif Psikologi”, ..., hal. 21.

67 Soemanto dan Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pimpinan Pendidikan, ..., hal. 129 dalam Aprin Nuur Faaizun, “Model Pembelajaran Rasulullah Saw Dalam Perspektif Psikologi”, ...., hal. 21.

alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci, pengambilan sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, tekhnik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisa data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan

makna dari pada generalisasi.68

Metode kualitatif merupakan bagian dari proses pengetahuan yang dapat dianggap sebagai produk sosial dan juga proses sosial. Pengetahuan sebagai sebuah proses setidaknya memiliki tiga prinsip dasar yakni empirisisme yang

berpangku pada fakta dan data, objektivitas dan kontrol.69

Menurut Gubrium, Setidaknya, terdapat lima jenis metode penelitian kualitatif yang banyak dipergunakan, yaitu: (1) observasi terlibat; (2) analisa percakapan; (3) analisa wacana; (4) analisa isi; dan (5) pengambilan data ethnografis. Observasi terlibat biasanya melibatkan seorang peneliti kualitatif langsung dalan setting sosial. Ia mengamati, secara lebih kurang “terbuka”, di dalam aneka ragam keanggotaan dari peranan-peranan subjek yang ditelitinya70

Yang menarik dari Metode ini, adalah ia berkembang mengikuti suatu dalil sebagai proses yang tidak pernah berhenti (unfinished process). Ia berkembang dari proses pencarian dan penangkapan makna yang diberikan oleh suatu

realitas dan fenomena sosial.71 Seorang peneliti yang berkecimpung dalam

penelitian kualitatif “konvensional” sering mengalami proses sell and trade. Proses ini dapat dipahami pada dua gejala. Pertama, peneliti terlibat secara interaktif dengan subjek, dan berperan dalam membentuk realitas baru. Demikian juga sebaliknya, realitas secara interaktif memperkaya pengetahuan dan makna sosial seorang peneliti. Kedua, peneliti dan “subjek” terlibat dalam proses “pertukaran” sehingga interaksi dapat berjalan.

Kelebihan metode kualitatif, penelitian kualitatif berusaha untuk mengangkat secara ideografis berbagai fenomena dan realitas sosial. Pembangunan dan pengembangan teori sosial khususnya sosiologi dapat dibentuk dari empiri melalui berbagai fenomena atau kasus yang diteliti.

68 Sugiono, Metode Penelitian kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2016), hal. 15.

69 Royce Singleton, et.al , Approaches to Social Research, (New York: Oxford University Press, 1988), hal. 28-37 dikutip oleh Gumilar Rusliwa Somantri, “Memahami Metode Kualitatif”, Makara, Sosial Humaniora, Vol. 9, No. 2, Desember 2005, hal. 61.

70 Gubrium, et.al.,Qualitative Methods, hal. 1577, dalam Gumilar Rusliwa Somantri, “Memahami Metode Kualitatif”, Makara, Sosial Humaniora, VOL. 9, NO. 2, Desember 2005, hal. 58-59.

71 Metode kualitatif adalan bagian dari proses pengetahuan yang dapat dianggap sebagai produk sosial dan juga proses sosial. Pengetahuan sebagai sebuah proses setidaknya memiliki tiga prinsip dasar yakni empirisisme yang berpangku pada fakta dan data, objektivitas dan kontrol. Lihat Royce Singleton, et.al., Approaches to Social Research, (New York: Oxford University Press, 1988), hal. 28-37

Dengan demikian teori yang dihasilkan mendapatkan pijakan yang kuat pada realitas, bersifat kontekstual dan historis. Metode penelitian kualitatif membuka ruang yang cukup bagi dialog ilmu dalam konteks yang berbeda, terutama apabila ia dipahami secara mendalam dan “tepat”. Dalam kaitan ini, serangkaian karakter, jenis dan dimensi dalam metode kualitatif memberikan janji kepada ilmuwan sosial di Indonesia, terutama di bidang sosiologi, untuk dapat mengembangkan ilmu sosial dan metode pada format yang lebih otonom. 72

Menurut Penulis, Motode ini dapat membantu dan membuat hasil Penelitian lebih Relevan dan Kontekstual dalam menyelesaikan permasalahan sosial, terutama di Indonesia. Di antaranya tentang Pembinaan anak dan perlindungan anak dari kekerasan.

3. Metode Tafsir Maudhu’i

Dalam Kajian Tafsir Maudhû’i (tematik), setidaknya Ada dua model tafsir tematik;

Pertama: Tafsir tematik model Mahmûd Syalthût, dan kedua: Tafsir

tematik model al-Kûmiy. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya tafsir tematik model al-Kûmiy itulah yang oleh "ulama kontemporer" ditetapkan sebagai tafsir tematik atau tafsir Maudhû’i.

Dari sini Ali Khalîl sebagaimana dikutip oleh Abd al-Hay al-Farmâwî memberikan batasan pengertian tafsir tematik, yaitu :

Menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai satu tujuan dan berkumpul dengan tema tertentu. Kemudian sedapat mungkin ayat-ayat tersebut disusun menurut kronologi turunnya disertai dengan pemahaman asbab Nuzulnya. Lalu oleh mufassir dikomentari, dikaji secara khusus dalam kerangka tematik, ditinjau segala aspeknya, ditimbang dengan ilmu yang benar, yang pada gilirannya mufassir dapat menjelaskan sesuai dengan hakikat topiknya, sehingga dapat ditemukan tujuannya dengan mudah dan

menguasainya dengan sempurna73.

Menurut Mustafa Muslim, Tafsir al-Maudhû’i adalah Ilmu yang berbicara tentang permasalahan-permasalahan sesuai maqashid al-Quran melalui kajian

surat ataupun ayat,74

Menurut al-Farmâwi>, metode ini memiliki beberapa keistimewaan, yaitu:

72 Gumilar Rusliwa Somantri, “Memahami Metode Kualitatif”, ..., hal. 64

73 Abd al-H{ayy al-Farma>wi>, al-Bidâyah fi> al-Tafsîr al-Maud}û’iyyah: Dirâsah Manhâjiyyah Maudhû’iyyah, hal 41-42.

74 Shalâh Abdul Fattâh} al-Khâlidi, al-Tasfir al-Maudhu’i Baina Nazhoriyât wa at-tathbîq, Yordania; Dâr Nafâis, 2012, hal. 34

a. Metode ini mengumpulkan semua ayat yang memiliki kesamaan tema. Ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain. Karena itu, metode ini juga --dalam

beberapa hal-- sama dengan tafsi>r bi al-ma’tsu>r, sehingga lebih mendekati

kebenaran dan jauh dari kekeliruan.

b. Peneliti dapat melihat keterkaitan antar ayat yang memiliki kesamaan tema. Oleh karena itu, metode ini dapat menangkap makna, petunjuk, keindahan dan kefasihan al-Quran .

c. Peneliti dapat menangkap ide al-Quran yang sempurna dari ayat-ayat yang memiliki kesamaan tema.

d. Metode ini dapat menyelesaikan kesan kontradiksi antar ayat al-Quran yang selama ini dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki maksud jelek, dan dapat menghilangkan kesan permusuhan antara agama dan ilmu pengetahuan.

e. Metode ini sesuai dengan tuntutan zaman modern yang mengharuskan kita merumuskan hukum-hukum universal yang bersumber dari al-Quran bagi seluruh negara Islam.

f. Dengan metode ini, semua juru dakwah, baik yang professional dan amatiran, dapat menangkap seluruh tema-tema al-Quran . Metode inipun memungkinkan mereka untuk sampai pada hukum-hukum Allah dengan cara yang jelas dan mendalam, serta memastikan kita untuk menyingkap rahasia dan kemuskilan al-Quran sehingga hati dan akal kita merasa puas terhadap aturan-aturan yang telah diterapkanNya kepada kita.

g. Metode ini dapat membantu para pelajar secara umum untuk sampai pada petunjuk al-Quran tanpa harus merasa lelah dan bertele-tele menyimak uraian

kitab-kitab tafsir yang beragam itu.75

Jadi lewat metode ini, penafsiran dilakukan dengan jalan memilih topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya menurut al-Quran , kemudian dikumpulkanlah semua ayat al-Quran yang berhubungan dengan topik ini, kemudian dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan, baru akhirnya ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu.

Menurut Arie Machlina Amri 76, Metode ini di Mesir pertama kali

dicetuskan oleh Ahmad Sayyid al-Kûmiy, Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas AI-Azhar sampai tahun 1981 (Shihab, 1994: 114). Terdapat kitab-kitab klasik maupun modem yang menerangkan metode tafsir maudhu't ini. Di antaranya adalah: Ibnu Qayyim dengan kitabnya al-Thibyân fî Aqsâm al-Qur’ân, Abu Ubaidah dengan kitabnya Mufrodât al-Qur’ân, Abu Jafar Nahhâs dengan kitabnya Nâsikh wa Mansûkh, Abu Hasdan

75 Abd al-H{}ayy al-Farma>wi>, al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Maud}u>’iyyah, hal. 55-57

76 Arie Machlina Amri, “Metode Penafsiran Al-Qur’an”, SYIRAH; Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam, Vol. 2, No.1, Juni 2014, hal. 19.

Wâhidî dalam kitabnya Asbâb al-Nuzûl dan AI-Jashshâs dengan kitabnya Ahkâm al-Qur’ân.

Beberapa ahli tafsir era modern juga menerangkan metode ini, di antaranya AI-Husaini Abu Farhah dengan kitab Futûh}ât Rabbaniyah fî Tafsir al-Maudhu>'i Ii al-Ayat al-Quran iyah dan Abdul Hayy al-Farmâwy yang menulis kitab al-Bidâyah Fi al-Taftir al-Maudhu>'i.

Menurut Shalah Abdul Fattâh, Berikut ini beberapa karangan buku yang berkaitan dengan Tafsir al-Maudhû’i, diantaranya; pertama; Mabaâhis fi

at-Tafsîr al-Maudhû’i, karya Mushthofa Muslim, telah dicetak darul Qalam,

1989, Kedua; al-Madhkhal ilâ at-Tafsîr al-Maudhû’i, karya Abdus Sattâr Fathullah Sa’îd, dicetak oleh Dâr at-Thibâ’ah wa an-Nasyr al-Islâmiyah di Mesir, Ketiga; Bidâyah fi At-tafsîr Maudhû’i, karya Adbul Hayy Farmawi, keempat; Futûhât ar-Rabbâniyah fi at-tafsâr Maudhû’i, Husaini Abu Farhah, dicetak di Mesir, 1987, kelima; Dirâsât fî at-Tafsîr

al-Maudhû’i, karya Ahmad al-Umari, dicetak di Mesir, keenam; Dirâsât fi

at-Tafsîr al-Maudhû’i, karya Zâhir Iwadh al-Alma’î, dicetak di Riyadh, ketujuh;

at-Tafsir al-Maudhû’i lil Qur’ân al-Karîm, Karya Sayyid al-Kûmi,

Muhammad Ahmad Qâsim, dicetak di Mesir, kedelapan; Madrasah

al-Quran iyah, Karya Muhammad Bâqir Sadr, dicetak di Bairut, Kesembilan;

at-Tafsîr al-Maudhû’i, lil Qur’ân fi Kafatain al-Mîzân, karya Abdul Jalîl

abdurrahîm, dicetak di Omman, 1991.77

Menurut Shalah Abdul Fattâh, dari sekian buku yang banyak, yang lebih bagus adalah karya-karya Mustafa Muslim dan Abdus sattâr as-Sa’îd.

4. Tekhnik Input dan Analisa Data

a. Data utama berupa penafsiran dari kitab tafsir yang telah ditentukan, selanjutnya dikaji dan dianalisa dengan cara memperhatikan korelasi antar penafsiran dengan konteks latar belakang keilmuan mufasir yang berbeda-beda, serta konteks sosiokultural pada masa tafsir tersebut ditulis.

b. Membandingkan penafsiran yang ada untuk membedakan fariasi penafsiran.

c. Setelah dilakukan pembandingan, kemudian mencari dalil dari hadis yang dapat melengkapi penafsiran.

d. Melengkapi kajian penafsiran dengan hasil eksplorasi kajian ilmiah rasional tentang pembinaan Anak

e. Setelah itu akhirnya menarik kesimpulan menurut kerangka teori yang ada, baik yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dalam

77 Shalâh Abdul Fattâh al-Khâlidi, Tafsîr al-Maudû’i, Baina Nazhoriyât wa at-Tathbîq, Yordania; Dâr Nafais, 2012, hal. 35.

Quran, maupun karya-karya yang berkaitan dalam diskursus ilmiah seputar pembinaan anak dalam surat Luqmân

5. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada pembinaan anak dalam Surat Luqmân menurut tafsîr Mafâtîh al-Ghaib, sedangkan sub judul fokus masalah yang akan dibahas dan diperinci adalah al-Quran memberikan dasar-dasar berkaitan dengan pembinaan anak dalam surat Luqman dengan tujuan perlindungan anak .

6. Tekhnik Pengumpulan Data dan Pendekatan

Data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui riset kepustakaan (library

research)78, selain itu data dalam penelitian ini juga diperkuat dengan data dari lapangan yang didapat dari berbagai sumber yang otoritatif. Data-data yang dihimpun terdiri atas ayat-ayat al-Quran dan bahan-bahan tertulis yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku, jurnal dan majalah, maupun dari internet yang memiliki kaitan langsung dan tidak langsung dengan penelitian ini.

Tidaknya hanya itu, data dapat diperoleh dari beberapa LSM, NGO, dan Instansi yang berkaitan dengan Pembinaan anak dalam upaya Perlidungan anak dari kekerasan Seksual, seperti KPAI, Kementrian PPPA, dan gerakan perlindungan anak yang ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif yang hasilnya disajikan dalam bentuk kualitatif