• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat ruang lingkup dan batasan penelitian, yaitu:

1. Penelitian ini mengukur kepuasan konsumen yang merupakan distributor Jabodetabek dari PT. SPC Salimah Food berdasarkan dimensi kualitas pelayanan.

2. Pengukuran kualitas pelayanan dalam pembahasan penelitian ini

kepentingan/harapan konsumen dengan kinerja pelayanan dari dimensi model servqual.

3. Alat analisis yang digunakan adalah CSI (Customer Satisfaction Index) dan IPA (Importance Performance Analysis).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis

Agribisnis merupakan kegiatan pertanian yang mengatur dari hulu hingga hilir untuk menambahkan dan mengelola komoditas pertanian agar terhubung antar sektornya. Menurut Davis dan Goldberg dalam Gumbira (2004:20) definisi agribisnis yaitu memberikan konsep dan wawasan yang sangat dalam tentang pertanian modern. Pengembangan agribisnis tidak akan efektif dan efisien bila hanya mengembangkan salah satu subsistem yang ada di dalamnya.

2.1.1 Subsistem Agribisnis

Menurut Saragih (2004:20) sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian paling sedikit mencakup empat subsistem: subsistem agribisnis hulu, yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian); subsistem usahatani atau produksi primer; subsistem agribisnis hilir, yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji atau siap untuk dikonsumsi beserta kegiatan perdagangan di pasar domestic dan internasional; dan subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis dan lain-lain.

Agribisnis sebagai sistem merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari subsistem yang saling terkait satu sama lainnya. Secara konsepsional sistem agribisnis adalah semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh produksi primer atau usahatani dan agroindustri yang saling terkait satu sama lain (Saragih, 2004:21).

2.1.2 Agribisnis Perikanan

Sistem Agribisnis perikanan meliputi kegiatan mulai pengadaan sarana produksi, pengolahan pasca panen (agroindustri), pemasaran dan kelembagaan adalah merupakan rangkaian kegiatan yang saling terkait satu sama lain sama seperti sistem agribisnis pada umumnya. Semua kegiatan dalam agribisnis perikanan tersebut, ada proses menghasilkan produk. Produsen yang bergerak dibidang sarana produksi akan menghasilkan produk-produk pemenuhan kebutuhan untuk kegiatan produksi. Produsen yang bergerak pada kegiatan produksi akan menghasilkan produk atau ikan untuk memenuhi kebutuhan pada kegiatan agroindustri. Khususnya kegiatan pemasaran (marketing), disaat produk sudah dihasilkan baik dalam kegiatan sarana pra produksi, produksi dan agroindustry, maka kegiatan pemasaran sangatlah penting. (Hanafiah dan Saefuddin, 2010:1).

2.1.3 Pengolahan Hasil Perikanan

Pengolahan ikan secara umum dapat dibagi atas 2 kategori, diantaranya kategori pengolahan secara modern dan tradisional. Pengolahan modern yang hasilnya dalam bentuk kaleng, ikan beku, dan berbagai jenis, sedangkan

pengolahan secara tradisional dengan cara pengeringan, pengasapan, penggaraman dan fermentasi. Hasil dari pengolahan tradisional berupa ikan asin, ikan asap, ikan kering, terasi maupun kerupuk ikan. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2010).

Menurut Sudrajat (2011:53), ikan beku atau yang dikenal dengan frozen fish adalah ikan yang menjalani proses pembekuan untuk mengurangi suhu dari keseluruhan produk ke suatu tingkat yang cukup rendah untuk mengawetkan mutu ikan. Suhu rendah harus diperhatikan selama pengangkutan, penyimpanan dan distribusi sampai pada waktu penjualan akhir.

2.1.4 Sistem Pemasaran Rantai Dingin

Menurut FAO (1994) dalam Lailossa (2009:105), Sistem rantai dingin (cold chain system) atau sering juga di sebut dengan adalah sebuah sistem rantai dingin

yang dirancang untuk menjamin bahwa seluruh proses mulai dari proses penangkapan di laut, pengolahan beku sampai dengan distribusi produk ikan beku (frozen fish) sampai dengan tempat tujuan, akan berlangsung secara utuh dan fungsional sesuai standart yang diinginkan, ada tiga standart dasar yaitu Quality, Safety dan Traceability. Untuk mendapatkan sebuah sistem rantai dingin yang

tepat ada empat tahap kritis yang harus dicermati betul dalam sistem rantai dingin produk ikan beku yaitu :

a. Penanganan saat penangkapan ikan dan palkanisasi di laut b. Penyimpanan dan pengolahan saat tiba di darat

c. Penanganan saat transportasi ke tujuan

d. Penanganan saat bongkar muat dan sistem distribusi ke konsumen

2.2 Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler dan Keller, (2009:14) kepuasan mencerminkan “penilaian seseorang tentang kinerja produk. Jika tidak sesuai dengan ekspektasi, pelanggan tersebut tidak puas dan kecewa. Jika kinerja produk sesuai dengan ekspektasi, pelanggan tersebut puas. Jika kinerja produk melebihi ekspektasi, pelanggan tersebut sangat puas”. Menurut Kotler dan Keller, (2009:19) secara umum kepuasan (satisfaction) adalah “perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka”. Jadi kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa saat sebuah produk atau jasa memenuhi ekspektasi konsumen dimana terdapat nilai tambah yang dirasakan oleh konsumen secara signifikan dan semakin individual taktik-taktik pemasaran yang digunakan akan meningkatkan kepuasan konsumen. Konsep kepuasan sangat mendasar untuk konsumen individual, untuk keuntungan perusahaan yang didukung melalui pembelian dan patronisasi, dan untuk kestabilan struktur ekonomi dan politik.

Menurut Yamit, (2013:75) konsumen adalah “orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah produksi selesai, karena mereka adalah pengguna produk.

Konsumen diartikan orang yang membeli dan menggunakan produk”.

Menurut Kotler (2001:46) kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Konsumen bisa mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan umum yaitu kalau kinerja di bawah harapan, konsumen akan merasa kecewa tetapi bila kinerja sesuai dengan harapan konsumen akan merasa puas dan bila kinerja bisa

melebihi harapan maka konsumen akan merasakan sangat puas, senang atau gembira. Semua entitas mengambil keuntungan dari penerimaan hasil ya n g memuaskan kehidupan, khususnya di pasar. Beberapa alasan yang mendasarinya dapat ditinjau dari empat buah perspektif (Oliver, 1997:33-35):

a. Perspektif Konsumen.

Konsumen ingin untuk dipuaskan karena beberapa hal sebagai berikut:

1. Kepuasan itu sendiri adalah sebuah keinginan akhir dari konsumsi dan patronisasi; itu adalah sebuah pengalaman yang kuat dan menyenangkan.

2. Kepuasan menghilangkan kebutuhan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan atau menanggung konsekuensi dari sebuah keputusan buruk.

3. Kepuasan membuktikan kecakapan konsumen dalam mengambil keputusan.

b. Perspektif Perusahaan.

Pengulangan proses pembelian adalah penting untuk melanjutkan arus profitabilitas. Bahkan untuk produk-produk dengan interval pembelian yang panjang (contoh: peralatan rumah tangga, mobil), kepuasan menjadi penting karena word of mouth dan aktivitas-aktivitas dari berbagai organisasi pengawas, seperti lembaga konsumen, yang menyelidiki laporan kepuasan dari waktu ke waktu.

c. Perspektif Industri.

Seluruh industri, termasuk perusahaan-perusahaan di sebuah industri, telah lama menjadi subjek dari pengamatan mendalam untuk pengaruh baik atau buruk

terhadap konsumen. Secara jelas, sebuah konsekuensi dari ketidakpuasan konsumen yang langsung kepada industri adalah regulasi dan biaya -biaya pelayanan seseorang. Hal ini menjadikan kepuasan di seluruh industri menjadi fenomena yang dapat diukur sebagai input untuk kebijakan atau regulasi.

d. Perspektif Sosial.

Penelitian mengenai kualitas kehidupan cukup kuat di masyarakat. Bahwa masyarakat yang puas mempunyai kehidupan yang lebih baik, baik itu dalam hal kesehatan, sosial dan mental, atau keuangan. Sulit untuk membedakan arah dari pengaruh antara hasil kehidupan yang diinginkan dan kualitas hidup yang diharapkan, kepuasan hidup terus menjadi sebuah tujuan untuk pemerintah dan untuk individu di masyarakat.

2.2.1 Faktor yang Menentukan Kepuasan Konsumen

Ada 5 faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan pelanggan (Basu dan Irawan, 2003:23) yaitu:

a. Kualitas produk

Konsumen atau pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Beberapa dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas produk adalah kinerja (performance), keandalan (reliability), persesuaian (conformance), daya tahan (durability), keistimewaan (feature) dan lain-lain.

b. Kualitas pelayanan.

Komponen atau driver pembentuk kepuasan pelanggan ini terutama untuk industri jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan

pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Dimensi kualitas pelayanan ini sudah banyak dikenal seperti yang dikonsepkan oleh ServQual yang meliputi 5 dimensi yaitu: Keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (emphaty) dan bukti fisik (tangible). Dalam banyak hal, kualitas pelayanan seringkali mempunyai daya diferensiasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kualitas produk.

c. Faktor emosional.

Konsumen yang merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu akan cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

Kepuasannya bukan karena kualitas dari produk tersebut tetapi self esteem atau social value yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek produk tertentu.

d. Harga.

Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan value yang lebih tinggi kepada pelanggannya. Jelas bahwa faktor harga juga merupakan faktor yang penting bagi pelanggan untuk mengevaluasi tingkat kepuasannya.

e. Biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa

Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

2.2.2 Pengukuran Kepuasan Konsumen

Pemantauan dan pengukuran kepuasan konsumen telah menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap perusahaan dan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan konsumen. Kotler et al (2004:70) menyatakan adanya alat-alat pengukuran kepuasan konsumen diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Sistem Keluhan dan Sasaran

Organisasi yang berpusat pada pelanggan (customer centered) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan keluhan dan sasarannya. Misalnya: dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar dan customer hot lines. Dari hasil informasi-informasi akan dapat memberikan ide-ide atau masukan kepada perusahaan untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat mengatasi masalah-masalah yang muncul.

b. Ghost shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial terhadap perusahaan dan pesaing. Dengan dasar ini mereka akan mendapatkan suatu informasi untuk mengerti kekuatan serta kelemahan yang mereka alami saat membeli produk konsumen dan pesaing. Selain itu ghost shopper juga dapat mengamati cara penanganan sikap keluhan, baik perusahaan yang bersangkutan maupun pesaingnya.

c. Lost customer analysis

Perusahaan seharusnya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa itu terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, akan tetapi pemantauan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan

pelanggannya.

d. Survey kepuasan konsumen

Pada umumnya penelitian mengenai kepuasan konsumen dilakukan dnegan penelitian survei, baik survei melalui post, telephone, maupun wawancara pribadi. Perusahaan yang responsive akan mengukur kepuasan konsumen secara langsung dengan menjalankan survey secara periodic. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggap balik (feed back) secara langsung dari konsumen dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan memberikan perhatian khusus terhadap para konsumennya. Saat mengumpulkan data kepuasan konsumen, sangat bermanfaat jika kesempatan tersebut dipakai untuk mengukur keinginan untuk membeli kembali dan mengukur kemungkinan atau keinginan untuk merekomendasikan perusahaan ke orang lain.

2.2.3 Teknik Pengukuran Kepuasan Konsumen

Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa metode survei merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pengukuran kepuasan konsumen. Metode survei kepuasan konsumen dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut:

a. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti

“Ungkapkan seberapa puas saudara terhadap kinerja suatu perusahaan pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangkat puas”

(directly reported satisfaction).

b. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar harapannya terhadap suatu atribut tertentu dan seberapa besar kenyataan yang dirasakan (drives dissatisfaction).

c. Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan saran-saran yang berguna dalam melakukan perbaikan-perbaikan (problem analysis).

d. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance / performance rating). Dari teknik dan metode pengukuran kepuasan konsumen tersebut menurut Tse dan Wilton (1988:208) adalah sebagai berikut:

Dari persamaan tersebut ada dua variable utama yang menentukan kepuasan konsumen, yaitu: harapan dan kinerja yang dirasa. Apabila kinerja yang dirasa melebihi harapan maka konsumen akan memperoleh kepuasan, jika sebaliknya konsumen tidak akan memperoleh kepuasan, untuk itu perceived performance (kinerja yang dirasa) diharapkan melebihi expectation (harapan) sehingga menciptakan kepuasan konsumen.

Kepuasan konsumen = f (harapan, kinerja yang dirasa)

2.3 Pengertian Jasa

Jasa memiliki banyak arti, mulai dari pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai suatu produk. Menurut Yazid (2005:93), jasa adalah aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau manfaat) yang tidak berwujud yang berkaitan dengannya, dan melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Perubahan dalam kondisi bisa saja muncul, dan produksi suatu jasa bisa berkaitan atau tidak berkaitan dengan produk fisik.

Tjiptono (2005:76) mengklasifikasikan jasa berdasarkan sudut pandang konsumen menjadi dua kategori utama, yaitu:

a. Untuk konsumen (jasa fasilitasi), yaitu jasa yang dimanfaatkan sebagai sarana atau media untuk mencapai tujuan tertentu. Kategori ini meliputi transportasi, komunikasi, finansial, akomodasi, dan rekreasi.

b. Kepada konsumen (jasa manusia), yaitu jasa ditujukan kepada konsumen.

Kategori ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pengolah manusia (people processing) dan pengubah manusia (people changing). Pengolah manusia bisa

bersifat sukarela (misalnya, pusat ketenagakerjaan dan fasilitas sinar X atau rontgen) dan tidak (misalnya, klinik diagnosis dan pengadilan anak-anak nakal). Sama halnya dengan pengubah manusia yang bersifat sukarela (misalnya, perguruan tinggi dan tempat ibadah) dan tidak (misalnya, rumah sakit dan penjara).

2.3.1 Kualitas Jasa

Agar tawaran dari perusahaan tercapai ke konsumen, ada sebuah kebutuhan untuk pelayanan. Pelayanan ini tergantung pada jenis produk dan itu berbeda di berbagai organisasi. Pelayanan dapat didefinisikan dengan banyak cara tergantung pada daerah mana yang istilahnya sedang digunakan. Kotler & Keller (2009:36) menjelaskan pelayanan sebagai “tindakan atau hasil apa saja yang tak dapat diraba yang mana satu pihak menawarkan ke yang lain dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”. Parasuraman (1988) dalam Agbor (2011:8) menjelaskan kualitas pelayanan sebagai “perbedaan antara harapan konsumen dengan persepsi pelayanan” dalam mengukur kualitas pelayanan sebagai perbedaan diantara pelayanan yang dirasa dengan yang diharapkan adalah cara yang sah dan bisa membuat manajemen mengenali celah terhadap apa yang mereka tawarkan sebagai pelayanan.

Tjiptono (2005:51) menyatakan lima macam perspektif kualitas yang berkembang. Kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas diinterprestasikan secara berbeda oleh masing-masing individu dalam konteks yang berlainan. Adapun kelima macam perspektif kualitas tersebut adalah:

a. Pendekatan transendental (transcendental approach). Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai keunggulan bawaan (innate excellence), di mana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan.

b. Pendekatan berbasis produk (product-based approach). Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.

c. Pendekatan berbasis pengguna (user-based approach). Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas tinggi.

d. Pendekatan berbasis manufaktur (manufacturing-based approach). Perspektif ini bersifat berdasarkan pasokan (supply-based) dan secara khusus memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan kemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kesamaan dengan persyaratan (conformance to requirements). Penentu kualitas dalam pendekatan ini adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan oleh konsumen pengguna.

e. Pendekatan berbasis nilai (value-base approach). Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif sehingga produk yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat untuk dibeli (best-buy). Tujuan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas adalah untuk memuaskan konsumen.

Hal ini juga dijelaskan dalam Sangadji dan Sopiah (2013:99) mengenai perspektif kualitas yang terdiri dari lima macam yang dapat menjelaskan bahwa kualitas bisa berbeda diartikan secara beraneka ragam sesuai dengan situasi yang berlainan.

Menurut Haywood (1988) dalam Agbor (2011:8) mengukur kualitas pelayanan adalah suatu cara yang lebih baik untuk mengetahui apakah pelayanan bagus atau jelek dan apakah konsumen puas dengan pelayanan tersebut.

2.3.2 Dimensi Kualitas Jasa / Pelayanan

Di pertengahan 1980 Berry dan koleganya Parasuraman (1985) dan Zeithaml (1985) dalam Archakova (2013:8) mulai mempelajari dimensi pelayanan dan bagaimana konsumen mengevaluasi kualitas pelayanan yang berdasarkan pada konsep kualitas pelayanan yang dirasakan. Ke 10 faktor penentu tersebut ditemukan untuk menandai persepsi pelanggan terhadap layanan ini. Salah satu determinan, kompetensi, jelas terkait dengan kualitas teknis hasilnya, dan kredibilitas lain, terkait erat dengan aspek citra dari kualitas yang dirasakan.

Studi oleh Parasuraman et al., (1998) dalam Agbor (2011:9) menyajikan sepuluh dimensi kualitas layanan:

1. Nyata/fisik (tangible): penampilan artefak fisik dan anggota staf terhubung dengan layanan (akomodasi, peralatan, seragam staff dan sebagainya).

2. Keandalan (reliability): kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan.

3. Daya tanggap (responsiveness): kesiapan anggota staf untuk membantu dengan cara yang menyenangkan dan efektif.

4. Kompetensi (competence): kemampuan anggota staf dalam melaksanakan layanan.

5. Sopan santun (courtesy): rasa hormat, perhatian, dan kesopanan yang ditunjukkan oleh anggota staf yang berhubungan dengan pelanggan.

6. Kredibilitas (credibility): kepercayaan dan kejujuran dari penyedia layanan.

7. Keamanan (security): tidak adanya keraguan, risiko ekonomi, dan bahaya fisik.

8. Akses (access): aksesibilitas penyedia layanan.

9. Komunikasi (communication): cara yang dapat dimengerti dan penggunaan bahasa oleh penyedia layanan.

10. Memahami pelanggan (understanding the customer): upaya oleh penyedia layanan untuk mengetahui dan memahami pelanggan.

Penelitian selanjutnya oleh Parasuraman dan koleganya menimbulkan penemuan bahwa diantara 10 dimensi, beberapa berkolerasi atau berhubungan.

Setelah perbaikan dari 10 dimensi selanjutnya dikembangkan dan dirangkum menjadi 5 dimensi oleh Parasuraman, et al. dalam Tjiptono (2005:70) dan Umar (2003:152) yaitu:

a. Produk fisik (Tangibles), tersedianya fasilitas fisik seperti gedung, ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan, kenyamanan

ruangan, perlengkapan, sarana komunikasi, penampilan karyawan, dan lain-lain yang bisa dan harus ada dalam proses jasa. Dimensi ini berhubungan dengan daya tarik konsumen terhadap fasilitas serta peralatan yang digunakan oleh perusahaan dan juga penampilan dari karyawan perusahaan jasa.

b. Keandalan (Reliability), adalah hal yang dapat diandalkan. Dengan maksud bahwa perusahaan memberikan konsumennya pelayanan yang akurat atau teliti tanpa melakukan kesalahan serta menyampaikan apa yang telah dijanjikan oleh perusahaan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk

dipercaya (dependably), terutama memberikan jasa secara tepat waktu (on-time).

c. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kemauan mendengar atau menanggapi.

Dengan maksud respon atau kesigapan karyawan dalam membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yaitu meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani konsumen, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan konsumen.

d. Jaminan (Assurance), yaitu meliputi pengetahuan, kemampuan keramahan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya dari kontak personal untuk menghilangkan sifat keragu-raguan konsumen dan membuat mereka merasa terbebas dari bahaya dan risiko. Ini berarti perbuatan karyawan akan memberikan konsumen kepercayaan di perusahaan bahwa perusahaan membuat konsumen merasa aman. Ini juga berarti bahwa karyawan memiliki kemampuan untuk memjawab pertanyaan konsumen.

Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:

- Kompetensi (competence), yaitu keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.

- Kesopanan (courtesy), yaitu keramahan, perhatian dan sikap para karyawan.

- Kredibilitas (credibility), yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.

e. Empati (Emphaty), yaitu meliputi sikap kontak personal atau perusahaan untuk memahami kebutuhan dan kesulitan konsumen, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan kemudahan untuk melakukan komunikasi atau hubungan. Dengan ini permasalahan konsumen dapat dimengerti oleh perusahaan dan dapat menarik perhatian konsumen serta memberikan konsumen perhatian pribadi secara individu.

Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi:

- Akses (access), yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan.

- Komunikasi (communication), kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari konsumen.

- Pemahaman pada konsumen (understanding the customer), yaitu usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Model kualitas jasa atau pelayanan yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model servqual (service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Tjiptono dan Chandra (2011:235).

Berdasarkan pengalaman di Slovenia, Culiberg dan Rojsek (2010) dalam Hejazziey & Maman (2018) mengemukakan pentingnya keandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti fisik sebagai dimensi dasar kualitas layanan.

Tabel 2. Dimensi SERVQUAL dan definisi operasional SERVQUAL Menurut Culiberg dan Rojsek (2010).

Tangible Kepuasan pelanggan fasilitas fisik meliputi: layanan, kursi untuk pelanggan, penampilan rapi karyawan dan toilet dan ruang ibadah sebagai fasilitas pendukung.

Reliability Kepuasan pelanggan tentang kemampuan perusahaan untuk:

melakukan layanan kesalahan-bebas, melakukan layanan pada waktu yang dijanjikan, memecahkan masalah pelanggan dengan tulus.

Responsiveness Kesediaan karyawan untuk: memberikan layanan yang cepat, membantu pelanggan dalam reaksi cepat, melakukan ketepatan waktu layanan, memberikan tidak banyak waktu sejalan, menghilangkan potensi kesalahan dan melakukan tidak pernah terlalu sibuk untuk merespon.

Emphaty Kemampuan karyawan untuk: memberikan layanan terbaik, berkomunikasi dengan pelanggan, memahami kebutuhan khusus pelanggan, memberikan perhatian perorangan kepada pelanggan, memberikan layanan pribadi kepada pelanggan dan menyajikan mudah untuk dihubungi.

Assurance Kemampuan karyawan untuk menyediakan: perasaan aman

Assurance Kemampuan karyawan untuk menyediakan: perasaan aman