• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 5 Makalah Hasil Wawancara kepada Informan

Proses Implementasi Program GCI

Latar Belakang dan Proses Awal Program GCI

Program GCI merupakan bentuk kepedulian Chevron kepada wilayah Taman Nasional. Sebelum tahun 2004 kawasan tersebut belum menjadi wilayah taman nasional, akan tetapi masuk ke dalam wilayah hutan lindung. Setelah tahun 2004 wilayah kawasan tersebut berubah menjadi wilayah kawasan Taman Nasional. Kondisi dan kebijakan menjadi berubah terkait pengolahan hutan. Masyarakat disuruh untuk keluar yang pada akhirnya memunculkan potensi konflik. Potensi konflik tersebut tentu yang paling utama adalah karena faktor ekonomi, masyarakat kesulitan untuk mencari pendapatan. Selain adanya potensi konflik, di wilayah TNGHS pun cukup banyak terdapat areal kritis.

“...Dahulu kala sebelum menjadi wilayah taman nasional, wilayah tersebut masuk ke dalam wilayah kawasan Perum Perhutani yang merupakan hutan produksi oleh sebab itu hutannya menjadi agak gundul. Walaupun kelihatan hijau namun hanya semak belukar. Secara ekologi kondisi ini sangat berbahaya dan rawan longsor atau terjadi bencana alam. Pada saat kemarau pun air menjadi sangat sulit, kejadian tersebut memuncak pada tahun 2007...” Ibu N

Pada tahun 2002 riset sudah mulai dilakukan dan pada tahun 2009 baru ada pilot project. Setelah itu pada tahun 2011 lahirlah program GCI yang direncanakan hingga tahun 2016. Program GCI berawal dari kesepakatan kerja sama antara pihak BTNGHS dengan pihak Chevron pada tahun 2011 yang ditandai dengan adanya penandatanganan nota kerja sama antara kedua belah pihak.

Program GCI mengadopsi dari rencana aksi yang dibuat oleh Multi stakeholder pada tahun 2008. Rencana aksi ini dibuat secara partisipatif, yang di dalamnya berisi perencanaan dalam jangka waktu 2009-2013. Dalam pengimplementasianya rencana aksi ini sempat vakum. Melalui program GCI perencanaan yang belum terlaksana dilaksanakan kembali.

“...Buat apa membuat perencanaan baru kembali yang membutuhkan biaya dan waktu lama padahal di dalam rencana aksi sudah ada dan

perencanaannya juga telah disepakati oleh berbagai pihak...”,

Bapak WS.

“...Kita melaksanakan program GCI sejalan dengan rencana aksi...” Bapak DS

Selanjutnya Chevron mencari mitra yang membantu Chevron untuk berhubungan dengan BTNGHS, dan di pilihlah KEHATI. Dipilihnya KEHATI merupakan sebuah proses yaitu melalui partner selection, awalnya ada empat

LSM, namun yang paling pas adalah KEHATI. Seleksi dilakukan oleh Chevron dan dikonsultasikan kepada BTNGHS.

“...Setiap kesepakatan yang dibuat berdasarkan keputusan bersama, seperti halnya pihak Chevron tidak dapat membuat keputusan sendiri tanpa adanya persetujuan dari pihak BTNGHS...” Bapak WS

Keterlibatan dan Peran Stakeholder

Adapun mitra yang terlibat dalam program GCI yang paling utama adalah KEHATI, LSM lokal seperti BCI dan RMI, Kelompok Swadaya Masyarakat yaitu KTPH dan Jamaskor, terdapat juga Pemda dan Media. Media juga bahkan diajak untuk menanam bersama yaitu dari Sukabumi, Bogor dan Nasional.. Kontribusi Chevron dalam proses implementasi program GCI berbentuk dana, dana yang dialokasikan untuk proses implementasi program GCI bisa dibilang besar.

“...Kita (Chevron) melakukan GCI sejalan atau mendukung rencana aksi.. kolaborasi Chevron dengan KEHATI untuk mendukung GCI itu sekitar 80% lebihnya didanai oleh Chevron sisanya KEHATI.. untuk yang sifatnya Monitoring dan pendampingan itu Taman Nasional...” Bapak DS

Masyarakat menyumbangkan tenaga dan pengetahuan lokalnya, RMI dan KEHATI menyumbangkan pengetahuan dan tenaga untuk mengelola program, sedangkan BTNGHS memediasi, menyumbangkan pengetahuan dan memberikan izin dalam pelaksanaan program.

“...Peran RMI sudah jelas yaitu implementor dalam artian pendamping masyarakat, sedangkan KEHATI sebagai bridging yang menjembatani antar pihak seperti antara kita (RMI) dengan

Chevron...” Ibu N

“...KEHATI merupakan Grand Making Institution yaitu sebagai pengelola dan menyalurkan program kepada mitra serta memastikan berjalannya program dengan baik...” Bapak MS

KEHATI merupakan implementing partner walaupun pada hakekatnya KEHATI bukan implementor. KEHATI lebih dikenal sebagai Grand making institution mereka bertugas mengatur blok (mengelola program). Dalam pelaksanaannya KEHATI bermitra dengan BCI dan RMI, kedua LSM tersebut memiliki peran diantaranya sebagai engagement dengan masyarakat, pembentukan kelompok, penguatan masyarakat dan pelaksanaan di lapangan.

“...Masing-masing pihak yang terlibat dalam program GCI, mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang setara sesuai dengan tupoksinya masing-masing...” Bapak DS

Tujuan Program GCI

Tujuan Chevron melalui program GCI adalah untuk penanaman areal kritis. Pada tahun pertama 40ha di Bogor dan 50ha di Sukabumi, dengan total penanaman dalam jangka waktu lima tahun mencapai 500ha. Zona kritis yang ada diwilayah Sukabumi lebih besar dibandingkan Bogor, walaupun demikian kondisi di Bogor meskipun termasuk ke dalam zona rimba namun tetap kritis dan harus ditanami.

Tujuan RMI sendiri bukan hanya soal penanaman, namun juga mendorong masyarakat untuk dapat membuat kesepakatan dengan taman nasional dalam membuat peta zona tata ruang. Hal tersebut juga karena masyarakat sudah terlanjur tinggal di wilayah kawasan taman nasional. Pada intinya RMI ingin membangun kapasitas masyarakat agar lebih mandiri dan terorganisir dengan demikian mampu mempunyai posisi tawar dengan taman nasional. RMI menggunakan program GCI sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut dan tentunya butuh proses.

Tujuan utama GCI itu intinya ingin merestorasi 500ha hutan melalui partisipasi masyarakat dan mengembangkan lifelihood untuk meningkatkan perekonomian. KEHATI sendiri dalam melaksanakan program memilih dan berfokus pada satu kelompok (benefesieries) dengan tujuan untuk menjadikan kelompok atau desa percontohan.

Tahapan implementasi program GCI

Program GCI ini dimulai dengan kegiatan Assesment pada tahun 2011, Assesment ini lebih menyangkut livelihood masyarakat. Pada proses Assesment belum ada kegiatan yang berinteraksi dengan masyarakat karena kegiatannya hanya memotret. Di wilayah Bogor Assesment dilakukan oleh RMI sedangkan untuk wilayah Sukabumi dilakukan oleh BCI.

“...Proses Assesment menyangkut empat desa, untuk wilayah Purwabakti dan Purwasari dilakukan oleh RMI sedangkan BCI di wilayah Kebandungan dan Cipeuteuy. Proses Assesment tersebut dibantu oleh Bapak Haryanto dari IPB yang direkomendasikan oleh KEHATI. Selain melihat potret empat desa, Assesment ini juga bertujuan untuk menetukan lokasi program GCI. Akhirnya dipilihlah desa yang paling dekat dengan koridor yaitu Desa Purwabakti dan cipeuteuy. Selain itu juga di wilayah Purwabakti masyarakatnya sudah ada Trust Building dengan RMI dan di wilayah Cipeuteuy sudah ada kelompok Jamaskor. Keputusan lokasi program GCI di lakukan pada tahun 2011...” Ibu N

Setelah proses Assesment dilakukan, baik BCI maupun RMI di tugaskan oleh KEHATI untuk menyusun proposal program kerja terkait GCI. Pada waktu itu secara struktural BCI tidak beres – beres, sehingga pada akhirnya KEHATI menggunakan dua proses yang berbeda. Untuk di wilayah Purwabakti KEHATI

bekerjasama dengan RMI dan RMI bekerjasama dengan KTPH (Kelompok Tani Peduli Hutan). Sedangkan untuk wilayah Cipeuteuy, KEHATI bekerjasama dengan JAMASKOR (Jaringan Masyarakat Koridor) dan ditempatkannya TA (Technical Assistan). Dalam kasus ini KEHATI tetap tidak bisa langsung terjun kemasyarakat atau sebagai implementor karena sudah ada aturannya sendiri yaitu sebagai Grand Making Institution. Jamaskor itu sendiri merupakan kelompok swadaya masyarakat dan merupakan kelompok bentukan pada I3e Project.

“...Dalam setahun kemarin direncanakan penanaman sekitar 20.000

pohon dalam 40 ha.” Dalam program GCI ini terdapat tiga fokus

kegiatan utama, pertama penguatan kapasitas yaitu untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat. “mereka kenal restorasi dari program ini, yaitu melalui SLR kembali”. Narasumbernya juga

variatif ada dari taman nasional, Networks RMI dan bahkan masyarakat itu sendiri. Kedua, pemetaan wilayah yaitu mereka belajar hal teknis untuk menentukan titik kordinat, namun belum bisa dikatakan partisipatif. Ketiga, pembuatan sarana air bersih. Untuk menangani hal ini diundanglah Waspola yang sudah biasa mengurus sanitasi air yang juga pernah kerja sama dengan RMI dan juga pernah menangani kasus seperti di Desa Purwabakti. Setelah dilakukan segala usaha, ternyata terkendala oleh dana, sehingga untuk kemarin belum terlaksana. Khusus untuk air belum berjalan dan hanya sampai pada tahap perencanaan...”Ibu N

Masyarakat lebih dilibatkan dalam merencanakan implementing.

“...Proses perencanaan yang masih tidak pasti itu akan berbahaya, masyarakat akan dilibatkan dalam perencanaan jika programnya

sudah ada.” Seperti halnya saya punya ini dan mau diapakan oleh

masyarakat...” Bapak MS

“...Pada perancangan biaya awal masyarakat tidak dilibatkan karena jika masyarakat tahu nanti orientasinya akan berubah lebih berfokus pada uang bukan kemandirian, terlebih lagi dana yang dianggarkan sangat besar...” Bapak WS

“..Program GCI ini yang sudah berjalan merupakan tahun pertama, pada tahun pertama ini berkisar 20 – 30% restorasi berjalan. Program GCI ditargetkan untuk berjalan selama lima tahun. Kondisi program yang sedang freeze tentunya akan memiliki dampak yaitu pertambahan waktu. Program yang sedang freeze bukan berarti tidak ada sama sekali kegiatan, untuk di wilayah Cipeuteuy khususnya kegiatan pembibitan tetap berjalan...” Bapak MS

Pengumuman di bekukannya program juga hanya secara lisan, tidak ada surat resmi.Pada pelaporan program, pihak RMI dan Jamaskor membuat dan melaporkan kegiatan kepada KEHATI dan KEHATI melaporkannya kepada Chevron dan BTNGHS. Manfaat program GCI bagi KEHATI sendiri adalah

terdukungnya visi dan misi KEHATI oleh program GCI. Sedangkan bagi Chevron, untuk meningkatkan Citra Perusahaan.

Tantangan dan Kendala

Problem yang ada dalam program yang pertama adalah terkait pemetaan. Pemetaan dilakukan di akhir setelah penanaman, hal ini disebabkan karena adanya tututan untuk menanam. Setelah dioverlay ternyata ada wilayah penanaman yang termasuk ke dalam zona khusus yang masih bisa dinegosiasikan untuk masyarakat. setelah ditelusuri, ternyata dahulunya itu memang tanah garapan namun sudah tidak digarap lagi. hal tersebut karena letaknya jauh, sumber mata air dan ada hal mistis juga. RMI menyadari untuk pemetaan merupakan kesalahan RMI.

Selanjutnya adalah terkait penanaman, penanaman di targetkan 500 pohon/ha mungkin untuk mempermudah perhitungan namun untuk diaplikasikannya tidak bisa seperti itu, penanaman pada akhirnya mencapai 29.000 pohon. Di lapangan terdapat juga kesalahan. Kesalahan tersebut diakibatkan oleh pendamping yang tidak dapat mendampingi masyarakat pada saat penanaman dan sistem komunikasi yang kurang baik.

Akibatnya pada saat penanaman sudah selesai, jumlah pohon yang ditanam tidak sampai separuhnya. Akhirnya, penanaman digantikan kembali (penanaman ulang) yang ditanggung oleh RMI sebagai bukti tanggung jawab. Kesalahan tersebut mungkin juga terjadi karena masyarakat baru pertama kali menerima uang besar sehingga terlihat agak “main – main”. Namun sekarang sudah dapat dipastikan jumlah pohon sesuai dengan data sekarang. “karena kondisi pendamping yang kurang memungkinkan sehingga terjadi kejadian tersebut, biasanya RMI ikut mendampingi pada saat penanaman bahkan ikut serta menanam”.

“...Lokasi penanaman sebenarnya agak menguntungkan karena wilayah tersebut top soilnya cukup tebal sehingga lebih subur, namun untuk penanaman tahun kedua baru harus diberi perawatan...” Ibu N

Untuk tahun kedua, di desa purwabakti akan lebih difokuskan ke RKT dan pengadaan air bersih. Untuk penanaman mungkin akan dilanjutkan ke kampung lain, karena pastinya lebih jauh dari masyarakat purwabakti dan lebih dekat dekat kampung lain yaitu cimapak. Untuk laporan masyarakat hanya menginformasikan jumlah dan sebagainya. pada tahap evaluasi masyarakat juga dilibatkan. Pada saat evaluasi di masyarakat pihak yang hadir diantaranya RMI, KEHATI, masyarakat dan Taman Nasional. Sedangkan evaluasi yang dilakukan di kantor RMI yaitu RMI, Chevron dan KEHATI (evaluasi internal tim)

Kondisi program GCI sedang dalam “Post pone” dan perlu dibicarakan kembali. Mungkin Taman Nasional merasa KEHATI kurang transparan, karena peran Taman Nasional juga belum clear dan hanya sekedar izin, dalam hal ini terjadi lost Control dan komunikasi. RMI juga merasa program GCI menjadi sebuah pelajaran, karena ada kejadian – kejadian yang jadi pembelajaran. Untuk

dana, diberikan KEHATI pertermin. GCI menjadi brand, karena dana yang dikeluarkan juga besar.

“...Komunikasi dengan pihak balai terkadang stuck, dan pergantian kepala balai menjadi salah satu yang menjadi kendala. Dengan adanya pergantian kepala balalai memerlukan audiensi kembali.. Dalam program ini mungkin KEHATI kurang koordinasi dengan pihak balai, akhibatnya program menjadi freezing dan perlu

dibicarakan kembali.. Taman nasional menginginkan “hal yang

lebih” karena tahu aliran dana yang cukup besar...” Ibu N

Program GCI pada saat ini sedang di review kembali, salah satu penyebabnya adalah pergantian kepala BTNGHS yang begitu cepat. Jika berbicara institusi kepercayaan tinggi. namun dengan adanya pergantian balai mewarnai dinamika berjalannya program dan tingkat kepercayaan.

“...Kalau berbicara institusi, secara formal kepercayannya tinggi.. pergantian kepala balai itu berarti merubah warna Taman Nasional secara tidak langsung yang pada akhirnya memberikan persepsi para mitranya.. mengenai apakah Taman Nasional mendukung atau tidak, membantu atau tidak.. jika dikaitkan dengan kepercayaan atau komunikasi sebetulnya bukan tidak ada kepercayaan namun mempengaruhi dinamika dan mewarnai tingkat kepercayaan...” Bapak DS

Sesuai tujuan untuk penanaman pohon program ini sudah berhasil sesuai rencana, ketika terdapat kendala langsung ada solusinya. Dalam pelaksanaan terdapat kendala, namun tidak signifikan.

“...Dalam pelaksanaan terdapat kendala, namun tidak signifikan.. Kendala yang dirasakan adalah terkait komunikasi, pada aspek

tertentu terdapat “miss” antar pihak. Seperti halnya KEHATI kadang

langsung terjun kemasyarakat tanpa melibatkan BTNGHS...” Bapak WS

Selain itu Monitoring dan evaluasi juga kadang tidak efektif, hal ini sudah menjadi masalah umum pelaksanan program.

“...Untuk LSM KEHATI sempat dengar tapi belum tahu dengan pasti...” Bapak AS

“...Dalam pelaksanaan program, KEHATI berkomunikasi dengan seluruh pihak, tergantung pada konteksnya...” Bapak MS

“...Kendala yang paling utama adalah koordinasi antar pihak, kemauan masyarakat dan kapabilitas mitra. Hal terpenting adalah masyarakat disadarkan terlebih dahulu tentang pentingnya hutan...”Bapak DS

Komunikasi juga menjadi tantangan, hal ini menjadi salah satu evaluasi Chevron pada tahun 2013. Frekuensi pihak Chevron untuk terjun kemasyarakat masih harus ditingkatkan kembali. Selanjutnya yang menjadi evaluasi juga program yang cenderung menggunakan pihak ketiga, pihak ketiga tersebutlah yang lebih terkenal. Strategi dari Chevron sendiri antuk program yang rawan/ tingkat kegagalannya tinggi kita mendahulukan pihak ketiga. Jika Chevron terjun langsung takutnya tidak tepat sasaran dan masyarakat hanya berorientasi pada project.

Program GCI merupakan program yang berdurasi lima tahun, sasaran dan target penerima program merupakan KK. Namun realitanya sistem perekrutannya masih berbasis pada sistem referensi yang cenderung kepada orang yang paling mereka kenal yaitu keluarga atau ikatan kekerabatan. Tantangan selanjutnya adalah dalam program pemberdayaan ekonomi kesiapan atau pengorganisasian masyarakat masih lemah. Seperti halnya kebutuhan akan air bersih itu merupakan hal yang lebih krusial namun sistem pengolahan dan pembagiannya belum terbangun sehingga belum dapat dilaksanakan. Untuk masalah air sudah disetujui oleh Chevron namun yang diperlukan adalah desain dari masyarakatnya itu seperti apa dan harus dibuat secara swadaya (pelembagaan).

Chevron sendiri dalam menjalankan program CSR lebih sering bermitra dengan pihak ke tiga. Ada pandangan bahwa jika Chevron turun langsung ke lapang maka akan diperas. Pendekatan yang dimiliki perusahaan terdahulu adalah mengobati. Jika ada yang berdemo baru diberikan bantuan.

Komunikasi yang dilakukan antar pihak tidak semudah yang dibayangkan, banyak terjadi dinamika. Untuk pertukaran informasi seperti halnya transparansi sering kali dikonotasikan dalam keuangan. Transparansi tergantung pada kepada siapa informasi itu harus ditujukan dan sejauh mana.

“...Apakah harus setransparan itu, apakah harus diperlihatkan

kepada semua pihak?””Apakah boleh orang melihat pembukuan

kita?”. Setiap tahun KEHATI pun di audit dan nilainya juga tidak

menjadi masalah. Dalam transparansi juga ada batasan, dan dapat ditujukan pada tingkat mana. Kewajiban KEHATI sendiri memberikan Report kepada Chevron, tentu dengan format yang berbeda untuk laporan kepada yang lainnya...” Bapak MS

Aspek kepercayaan terutama kepada masyarakat dapat dilihat dari output, kejadian yang cukup menyesakkan kemarin menurunkan kepercayaan KEHATI kepada RMI dan masyarakat desa Purwabakti.

Dampak bagi masyarakat juga salah satunya akan ketersediaan air bersih, walaupun sampai sekarang belum tercapai khususnya wilayah desa purwabakti. Masalah air bersih sebenarnya sudah mau didukung, namun setelah adanya kejadian tersebut kepercayaan KEHATI menjadi menurun. Untuk masalah dana sebenarnya masih bisa di negosiasikan.

Mafaat Program GCI

Ada pun manfaat yang diperoleh masyarakat diantaranya meningkatkan kapasitas masyarakat khususnya dalam restorasi, serta berperan dalam bidang perekonomian. Sedangkan dampak program bagi BTNGHS yaitu tertutupnya lahan kritis.

“…Sejelek-jeleknya program GCI di mata taman nasional namun

tetap saja program tersebut menjadi salah satu program unggulan

mereka…” Bapak MS

“...Untuk manfaat Alhamdulillah ada, karena kalau dibiarkan saja gunung akan gundul. Kemanfaatannya untuk masa depan, apalagi jika pertumbuhan kayunya bagus, tapi itu semua tergantung perawatan.. bapak sendiri merasakan manfaatnya baik jangka pendek, untuk makan sehari – hari dan apalagi untuk masa depannya, lumayan untuk anak cucu...” Bapak U

“...Manfaat program GCI bagi Chevron sendiri adalah meningkatnya reputasi, legitimasi (acceptence) dan yang paling utama geothermal memerlukan hutan yang bagus...” Bapak DS

Bagi masyarakat melalui SLR, pengetahuan mereka meningkat terutama terkait restorasi dan kepedulian terhadap hutan.

“...karena mungkin mereka (masyarakat) juga baru kenal istilah restorasi itu ya di sini (melalui SLR), sebelumnya ya nanem ajah, penanaman lahan kritis, atau mungkin mereka kenal adopsi pohon namun untuk mengenal restorasi ya di sini...” Ibu N

“...leweung hejo masyarakat ngejo, leuweng rusak masyarakat belangsak.. jika kekurangan air maka ditambah lagi (penanaman) jika ditanami lagi mudah-mudahan airnya banyak lagi.. bapak tahunya itu ya dari SLR...” Bapak AM

Bagi RMI sendiri, program GCI menjadi pelajaran yang bagus. Pelajaran yang bagus tersebut terutama pada kejadian hilangnya bibit. Peristiwa hilangnya bibit karena RMI merasa terjadi koordinasi yang kurang baik di dalam internal RMI sendiri.

“...hal ini (hilangnya bibit) menjadi pelajaran bagus bagi kami (RMI) dan kami baru pertama kali mengalami kejadian begini.. karena kami baru kali ini ada program nanem yang memang ada uangnya.. karena biasanya kami nanem ya nanem secara swadaya...” Ibu N

Manfaat program GCI bagi Chevron sendiri adalah meningkatnya reputasi, legitimasi (acceptence) dan yang paling utama geothermal memerlukan hutan yang bagus.

Masyarakat setelah adanya program GCI pun memandang terjadi perubahan pada pendekatan BTNGHS. Pihak BTNGH setelah adanya program GCI menjadi lebih besahabat dengan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan oleh BTNGHS yang dulunya cenderung kaku dan keras, sekarang menjadi lebih lunak namun tetap tegas.

“...Hubungan BTNGHS dengan masyarakat sudah membaik, terutama setelah adanya program GCI. Dengan adanya program GCI interaksi BTNGHS dengan masyarakat menjadi lebih sering, yang tadinya tidak kenal menjadi kenal. hal ini dapat dikatakan sebagai proses membangun kepercayaan...”Bapak WS