• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI CSR

D. Manajemen Stakeholders

Stakeholders atau para pemangku kepentingan memiliki kekuasaan yang riil dan dapat mendukung atau menghalangi perusahaan di dalam mencapai tujuannya. Selain itu, di dalam mengejar tujuannya, perusahaan dapat membuat keputusan yang memiliki dampak bagi para pemangku kepentingan agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Manajemen pemangku kepentingan menunjukkan bagaimana perusahaan mengelola hubungan dengan para pemangku kepentinganya serta membuat berbagai keputusan (yang dilandasi pertimbangan normatif) sehingga dapat meminimalisasi dampak buruk keputusan perusahaan terhadap para pemangku kepentingan, di mana keputusan-keputusan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Berman, Wicks, Kotha, dan Jones dalam bukunya yang berjudul “The Relationship Between Stakeholder Management Models and Firm Financial Performance”, mengidentifikasikan adanya dua model manajemen para pemangku kepentingan, yang sekaligus juga menunjukkan orientasi manajemen perusahaan di dalam mengelola para pemangku kepentingan. Kedua model tersebut adalah strategic stakeholder management model dan

intrinsic stakeholder commitment model.95

1. Strategic Stakeholder Management Model

Model ini didasari oleh suatu asumsi bahwa tujuan paling akhir dari suatu korporasi adalah keberhasilannya di pasar. Oleh sebab itu, perusahaan

harus mengelola para pemangku kepentingan sebagai bagian dari lingkungan perusahaan untuk memastikan agar perusahaan dapat memperoleh pendapatan (revenues) dan laba sesuai dengan target yang telah ditentukan sehingga korporasi dapat memberikan pengembalian yang memadai bagi para pemegang saham (sebagai wujud economic responsibilities).

Pemberian perhatian terhadap berbagai masalah yang dianggap penting oleh para pemangku kepentingan akan membantu perusahaan menghindari berbagai penarikan keputusan yang dapat mengakibatkan para pemangku kepentingan tersebut mengambil tindakan yang berseberangan dengan keputusan perusahaan sehingga akan menghambat perusahaan di dalam mencapai tujuannya.

Korporasi tetap merupakan unit ekonomi yang didirikan dengan tujuan maksimalisasi laba, maka aktivitas manajemen pemangku kepentingan harus dipandang sebagai tujuan anatara untuk mencapai tujuan akhir yaitu tercapainya laba maksimum. Berkaitan dengan hal tersebut, Berman dkk. memberi dua ilustrasi yaitu pertama, misalnya perusahaan yang mengadopsi konsep total quality management (TQM) sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan penjualan produk. Melalui adopsi konsep TQM, perusahaan juga akan meningkatkan hubungan yang signifikan dengan para pekerja dan pemasok (dua kelompok yang termasuk ke dalam pemangku kepentingan perusahaan). Akan tetapi, bila penerapan TQM tidak mampu meningkatkan volume penjualan produk, kendati produk yang dijual perusahaan memiliki kualitas lebih baik, maka komitmen perusahana untuk meningkatkan hubungan yang signifikan dengan paara karyawan dan pemasok

pun akan ikut runtuh. Kedua, misalnya perusahaan membuat kebijakan yang memungkinkan para karyawan memilki saham perusahaan yang dikenal dengan program employee stock ownership plan (ESOP). Program ini antara lain bertujuan untuk meningkatkan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan sehingga diharapkan memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Akan tetapi bila penerapan ESOP ternyata tidak bisa meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, besar kemungkingan perusahaan pun akan menghapus program ESOP tersebut.96

Berman dkk. menanamkan model manajemen pemangku kepentingan yang pertama ini sebagai strategic stakeholder management model, karena dimasukkannya pertimbangan mengenai kepntingan para pemangku kepentingan di dalam kegiatan manajemen strategis perusahaan hanya apabila pertimbangan mengenai kepentingan para pemangku kepeentingan tersebut memiliki nilai strategis bagi perusahaan (dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan). Selanjutnya Berman dkk. membagi variabel strategis yang diperkirakan memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan ke dalam dua kategori variabel, yaitu variabel strategi korporasi (corporate strategy variables) dan variabel hubungan pemangku kepentingan (stakeholder realtinship variables). Variabel strategi korporasi terdiri atas empat sub variable, yakni selling intensity, capital expenditures, efficiency, dan capital intensity. Sedangakan variabel hubungan dengan para pemangku

kepentingan mencakup lima sub variable, yakni employees, product safety /

quality, diversity, natural environtment, community.97

Bagaimana variabel strategi perusahaan dan variabel hubungan pemangku kepentingan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, digambarkan oleh Berman dkk. dalam dua model sebagaimana dapat dilihat pada kedua gambar di bawah ini.

Gambar 3 : Ilustrasi Model Pengaruh Langsung

Gambar 4 : Ilustrasi Model Moderasi

(Sumber : Ismail Solihin, Corporate Social Responsibility from Charity to Sustainability, Jakarta : Salemba Empat, 2009, hal 56).

97 Ibid, hal 55. Hubungan dengan Para Stakeholder Strategi Perusahaan Kinerja Keuangan Perusahaan Hubungan dengan Para Stakeholder

Strategi Perusahaan Kinerja Keuangan

Hipotesis dalam Model Pengaruh Langsung (Gambar 3) adalah bahwa terdapat pengaruh langsung dari masing-masing kategori variabel secara terpisah terhadap kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan pada Model Moderasi (Gambar 4), dihipotesiskan pengaruh strategi perusahaan terhadap kineerja perusahaan dimoderasi oleh variabel hubungan pemangku kepentingan. Setelah dilakukan pengujian secara empiris terhadap kedua model, diperoleh suatu kesimpulan bahwa kedua model tersebut sesuai dengan hipotesa yang dibuat. Hal yang menarik adalah bahwa seluruh variabel yang berada dalam kategori variabel hubungan dengan para pemangku kepentingan, memiliki efek memoderasi hubungan antara strategi perusahaan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan variabel hubungan dengan para pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan hanya terjadi pada dua sub variabel, yaitu sub variable karyawan (employee) dan keamanan / kualitas (product safety / quality). Pengujian secara empiris dalam model yang ditujukan oleh Beman dkk., kembali menunjukkan pentingnya perusahaan memerhatikan kepentingan para pemangku kepentingan terutama apabila terdapat pemangku kepentingan yang berpotensi menghambat perusahaan di dalam mencapai tujuannya, karena variabel hubungan dengan para pemangku kepentingan dapat memoderasi hubungan antara strategi perusahaan dengan kinerja keuangan perusahaan.

2. Intrinsic Stakeholder Commitment Model

Dalam model ini diasumsikan bahwa hubungan antara manajer perusahaan dengan para pemangku kepentingan lebih didasarkan kepada

komitmen moral dan bukan berdasarkan keinginan perusahaan untuk memanfaatkan para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan perusahaan yakni maksimalisasi laba. Denagn kata lain, perusahaan menetapkan prinsip- prinsip moral tertentu yang bersifat sangat mendasar yang akan mengarahkan perusahaan dalam membuat berbagai keputusan. Berman dkk., menggambarkan keterkaitan antara hubungan dengan para para pemangku kepentingan (stakeholder relationships), strategi perusahaan, dan kinerja keuangan perusahaan sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5 : Ilustrasi Model Komitmen Stakeholder Intrinsik

(Sumber : Ismail Solihin, Corporate Social Responsibility from Charity to Sustainability, Jakarta : Salemba Empat, 2009, hal 57).

Model intrinsic stakeholder commitment didasari oleh suatu asumsi bahwa perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan pemangku98

Model yang dikembangkan oleh Berman dkk., ini tidak dapat dilepaskan dari konsepsi hasil penelitian para ahli stakeholder theory (teori kepentingan karena adanya komitmen moral dari manajemen perusahaan terhadap para pemangku kepentingan, komitmen moral ini akan mendorong perusahaan untuk merumuskan strategi perusahaan (yang memerhatikan kepentingan para pemangku kepentingan) di mana strategi perusahaan ini akan

berpengaruh terhadap pencapaian kinerja keuangan perusahaan.

98 Ibid, hal 55-57. Hubungan dengan Para Stakeholder Strategi Perusahaan Kinerja Keuangan Perusahaan

para pemangku kepentingan) sebelumnya, terutama Freeman serta Donalson dan Preston. Freman berpendapat bahwa mempertimbangkan isu pemangku kepentingan dalam strategi perusahaan bukanlah tujuan utama antara, (di mana yang menjadi tujuan akhirnya adalah kinerja keuangan perusahaan), melainkan kepentingan para pemangku kepentingan harus diperlakukan sebagai tujuan tersendiri. Di sisi lain, Donaldson dan Preston menambahkan bahwa kepentingan para pemangku kepentingan pada hakikatnya memiliki nilai intrinsik dalam arti masing-masing kelompok pemangku kepentingan selayaknya dipertimbangkan kepentingan masing-masing dan bukan semata- maata berdasarkan pertimbangan bahwa kelompok pemangku kepentinagn tertentu akan menunjukkan kepentingan pihak lainnya.

Selain adanya nilai intrinsik dalam kepentingan masing-masing pemangku kepentingan, hal lain yang membedakan manajemen pemangku kepentingan pada model pertama dengan model kedua adalah adanya perbedaan asumsi yang melandasi masing-masing model. Pada model pertama, diasumsikan bahwa kegiatan manajemen para pemangku kepentingan lebih bersifat instrumental, yakni berbentuk hubungan hipotesis, misalnya “bila anda ingin mencapai hasil X, Y, atau Z lakukanlah (atau jangan melakukan) langkah-langkah A, B, atau C”. sedangkan manajemen para pemangku kepentingan model kedua lebih dilandasi oleh pertimbangan moral (normative) sehingga tindakan yang dilakukan perusahaan lebih mengarah kepada tindakan kategoris dibanding bahwa produk obat-obatan yang mereka hasilkan di antaranya ternyata menimbulkan pengaruh negatif terhadap konsumen dalam jangka panajang, sehingga perusahaan memutuskan untuk

menarik obat-obatan tersebut dari pasaran. Maka tindakan perusahaan tersebut merupakan tindakan etis yang bersifat kategoris, yakni “Lakukan tindakan penarikan obat-obatan berbahaya dari pasaran karena tindakan tersebut adalah tindakan yang baik”. Dalam kasus ini, masing-masing pemangku kepentingan memiliki kepentingan sendiri-sendiri (konsumen menuntut produk yang mana dan pemegang saham menginginkan agar perusahaan tidak rugi) sehingga masing-masing pemangku kepentingan pada dasarnya memiliki kepentingan intrinsik.99