• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Produk Hukum yang Mengatur

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI CSR

E. Beberapa Produk Hukum yang Mengatur

1. Tinjauan dalam UUPT

Menurut Pasal 74 ayat 1 UUPT ditegaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.59

Menurut Pasal 74 ayat 4 UUPT ditegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perseroan sebagai suatu badan hukum atau legal entity merupakan subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban dan salah satu kewajiban bagi perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR).

60

59 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat 1. 60 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat 4.

Peraturan Pemerintah yang akan mengatur lebih lanjut mengenai CSR tidak menafsirkan ketentuan dalam UUPT secara lebih pasti, sehingga membatasi ruang gerak pelaku bisnis. CSR perlu dipahami sebagai komitmen bisnis untuk melakukan kegiatannya secara beretika dan berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Artinya, harus ada kesempatan bersama dalam mengimplementasikan CSR tersebut, jika hanya sebatas tanggung

jawab lingkungan itu sudah diatur lebih lengkap di dalam undang- undang lain, yaitu UU Nomor 23 Tahun 1997 yaitu UU tentang Lingkungan Hidup (UULH) yang diatur di dalam Pasal 5 ayat 1 yang menyatakan dengan tegas bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Dalam kenyataannya, meskipun hak atas lingkungan hidup sudah dituangkan dalam suatu peraturan dan adanya kebijaksanaan pemerintah mengenai pembangunan berwawasan lingkungan belum merupakan jaminan bahwa hak tersebut sudah benar-benar terlindungi. Terbukti dengan masih banyaknya kasus-kasus pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akibat proses pembangunan yang merupakan kerugian bagi lapisan masyarakat terutama masyarakat yang rentan kadang-kadang memang kurang memahami bahwa hak mereka atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dilindungi oleh hukum.61

2. Tinjauan dalam Undang-undang Penanaman Modal

Menurut Pasal 15 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditegaskan bahwa setiap penanam modal berkewajiban :

a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.

c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.

d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal.

e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.62 Dari ketentuan di atas, tampak bahwa basis CSR adalah Corporate Code of Conduct, maka menjadi suatu kebutuhan diperlukannya rambu-rambu etika bisnis, agar tercipta praktik bisnis yang beretika. Karena etika bisnis merupakan seperangkat kesepakatan umum yang mengatur relasi antarpelaku bisnis dan antara pelaku bisnis dengan masyarakat, agar hubungan tersebut terjalin dengan baik dan adil.

Etika bisnis yang kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis, lahirlah kebijakan yang berupa undang-undang, keppres, peraturan pemerintah, dan sebagainya, yang mengatur bagaimana melakukan bisnis yang benar dan sah secara hukum. Bertolak dari perspektif itu di mana sistem-sistem di Indonesia masing belum kondusif maka pembicaraan mengenai etika bisnis di Indonesia sesungguhnya tidak terlalu relevan.63

62 UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 15. 63 Hendrik Budi Untung, Op.cit, hal 23.

Dari segi makro ekonomi, praktik bisnis yang tidak beretika menimbulkan distorsi sistem dan mekanisme pasar yang mengakibatkan alokasi sumber-sumber secara tidak efisien. Dari segi mikro, perusahaan yang tidak beretika akan kehilangan kepercayaan masyarakat, dan dengan demikian akan kehilangan komsumen sehingga kelama-lamaan akan mati dengan sendirinya.

Dalam rangka mempraktikkan kaidah-kaidah GCG, perusahaan-perusahaan dianjurkan untuk membuat suatu Corporate Code of Conduct (CCC) yang pada dasarnya memuat nilai-nilai etika bisnis, sebagai basis menuju praktik CSR. Conduct harus singkat dan jelas, tetapi cukup rinci guna memberikan arahan perilaku pelaku etika bisnis. Contohnya, perilaku yang adil terhadap pemegang saham minoritas (fairness), penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu (transparency) serta fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris dan direksi (accountability). Dalam prinisp responsibility atau tanggung jawab, perusahaan harus menciptakan niai tambah (value added) dari produk barang dan jasa bagi stakeholders, yang lebih mencerminkan stakeholders-driven concept.64

Dalam CSR, perusahaan tidak diharapkan pada tanggung jawab yang hanya berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

Perbedaan jenis usaha akan menjadikan perusahaan memiliki prioritas stakeholders yang berbeda. Sebagai contoh, masyarakat dan lingkungan sekitar adalah stakeholders dalam skala prioritas pertama bagi perusahaaan pertambangan. Sementara itu, konsumen adalah stakeholders utama bagi perusahaan produk konsumen. Dalam usaha menciptakan nilai tambah pada produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan itu, prinsip responsibility GCG menelusurkan gagasan CSR.

64 Payaman Simanjuntak, Peranan Etika dalam Bisnis, Informasi Hukum, Depnakertrans, Tahun VII 2005, Vol. 3.

(corporate value) yang direflesikan dalam kondisi keuangannya saja. Tangung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, selain aspek finansial juga sosial dan lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable), tetapi juga harus memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan lingkungan hidup. 65

3. Tinjauan dalam Undang-undang Badan Usaha Milik Negara

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk perseroan, memiliki karateristik berbeda dengan perusahaan korporasi yang dimiliki sepenuhnya oleh swasta (private company). Pada perusahaan BUMN berbentuk perseroan, selain melekat tujuan perusahaan untuk memperoleh optimalisasi laba, perusahaan juga dituntut untuk memberikan pelayanan kepada publik.

Peran BUMN dalam memberikan pelayanan publik dapat dilihat dalam Pasal 2 jo Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 200366

65 Ibid, hal 24-25.

66 Lihat Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 2 ayat (1) butir e : “Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.” Dan lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat (1) : “Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.”

telah mengatur penerapan CSR. Bahkan untuk pengaturan pelaksanaannya telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan

membina Usaha Kecil dan Koperasi atau yang saat ini diubah menjadi Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL).67

67 Lihat juga dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6) yang menyebutkan : “Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri dalam pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN” serta Pasal 1 ayat (7) menyebutkan : “Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.”

BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu penerimaan negara. Adapun bentuk penerapan tanggung jawab sosial perusahaan BUMN seperti yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut adalah dalam bentuk PKBL bersumber dari penyisihan laba setelah pajak makismal sebesar 2% (dua persen). Besaran dana tersebut ditetapkan oleh Menteri untuk Perum dan RUPS unutuk Persero dan dalam kondisi tertentu dapat ditetapkan lain dengan persetujuan Menteri / RUPS. Dana program kemitraan diberikan dalam bentuk pinjaman untuk membiayai modal kerja, pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha bina mitraan, beban pembinaan untuk membiayai pendidikan, latihan, pemasaran, promosi dan lain-lain yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan. Sedangkan ruang lingkup bantuan program bina lingkungan BUMN antara lain berupa bantuan korban bencana alam, bantuan pendidikan dan atau pelatihan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan prasarana dan / atau sarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan pelestarian alam

serta tata cara / mekanisme penyaluran, kriteria untuk menjadi mitra BUMN dan pelaporan telah diatur dalam peraturan ini.68

Pelaksanaan CSR oleh BUMN yang sumber pendapatannya berasal dari penyisihan laba perusahaan, memiliki kelemahan yang sangat fundamental yakni ketentuan ini memberikan celah bagi BUMN untuk berkelit dari kewajiban melaksanakan CSR dengan alasan perusahaan belum mendapatkan laba. Oleh sebab itu, alangkah baiknya bila perusahaan baik BUMN diwajibkan utuk melaksanakan CSR yang sumber pendanaanya diperlakukan sebagai biaya dan bukan berasal dari penyisihan laba perusahaan.

Peran BUMN dalam melakukan PKBL memiliki arti tersendiri untuk kondisi Indonesia saat ini, karena negara Indonesia saat ini tengah mengalami ledakan pengangguran. PKBL yang dilaksanakan oleh BUMN akan turut menciptakan lapangan kerja sehingga dapat menyerap angkatan kerja yang selama ini belum diserap oleh sektor formal.

69

68 Makalah Bismar Nasution, Pengelolaan Stakeholder Perusahaan, disampaikan pada

“Pelatihan Mengelola Stakeholders”, yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) tanggal 17 Oktober 2008 di Sei Karang Sumatera Utara, hal 26-27.

BAB III

STAKEHOLDERS DALAM PERUSAHAAN

A. Eksistensi, Arti, dan Tujuan Perusahaan

Jika diperhatikan, terdapat berbagai hasil jenis usaha yang dibuat oleh perusahaan yang sederhana (home industry) sampai dengan perusahaan- perusahaan besar yang menguasai industri dari hulu sampai ke hilir. Munculnya berbagai hasilnya, merupakan suatu kenyataan yang menarik untuk dikaji, karena hal tersebut akan berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, dengan dikeluarkannya berbagai deregulasi yang menyangkut berbagai sektor ekonomi.

Kenyataaan tersebut menjadi sangat menarik apabila dikaitkan dengan tumbuhnya berbagai macam kelompok (grup perusahaan) yang menghasilkan berbagai macam kebutuhan masyarakat, yang tidak menguasai perekonomian dalam tingkat lokal maupun nasional, bahkan akibat lebih jauh lagi memperlebar jurang kesenjangan dengan perusahaan yang bermodal kecil. Bahwa pesatnya pertumbuhan perusahaan tersebut, baik yang berupa asosiasi maupun perorangan, ternyata tidak dibarengi dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan.

Melihat keadaan seperti tersebut di atas, sebenarnya tidak perlu pesimis, karena apabila dikaji perjalanan pembangunan negara Indonesia, bahwa titik berat pembangunan yaitu bidnag ekonomi, dengan maksud apabila pembangunan ekonomi berhasil maka akan berakibat kepada bidang-bidang pembangunan lainnya. Meskipun pembangunan ekonomi berhasil, suatu saat

para ekonom atau siapa saja yang terlibat dalam pengambilan keputusan pembangunan bidang ekonomi, akan bertanya kepada para ahli hukum, bahwa para ekonom butuh kepastian hukum, butuh dasar hukum yang melandasi berbagai kebijakan pembangunan bidang ekonomi. Bahwa agar para ekonom dan para pakar bidang lainnya tidak selalu bertanya dan bertanya kepada para ahli hukum, maka sudah keharusan yang tidak daapt ditawar lagi, para ahli hukum diajak secara aktif-integratif untuk merumuskan berbagai kebijakan di segala bidang pembangunan.70

Bahwa sebenarnya tanggung jawab perusahaan tidak hanya beruapa tanggung jawab ekonomi saja tapi juga mempunyai tangung jawab sosial yang berkaiatan dengan segala aspek yang menunjang berhasilnya perusahaan. Misalnya perusahaan yang memproduksi suatu prusahaan yang kemudian Bahwa berkembangnya berbagai perusahaan tersebut, didasarkan kepada konsep ekonomi. Banyak anggota masyarakat ataupun pemerintah yang mendirikan perusahaan hanya mengejar target mencari keuntungan, aspek-apek lain yang sebenarnya sangat vital bagi perusahaan terkadang diabaikan, misalnya hak-hak karyawan perusahaan, upah karyawan yang murah dijadikan alasan untuk mendirikan perusahaan, sumber daya alam yang melimpah diolah tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan hidup. Dengan mengabaikan berbagai aspek tersebut perusahaan bisa meraih keuntungan yang maksimal, artinya tanggung jawab ekonomi dari perusahaan dapat dikatakan berhasil, tapi pertanyaannya sekarang, adakah perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lain?

dipasarkan ke masyarakat (konsumen), setelah barang dipasarkan tersebut kemudian perusahaan selesai tugasnya, tanggung jawab perusahaan tidak hanya sampai di sini, tapi perusahaan ahrus bertanggung jawab tehadap barang-barangnya pasaca produksi, begitu juga terhadap kesejahteraan karyaan perusahaan, lingkungan di mana perusahana berada, dan terlau sederhana apabila tangung jawab perusahaan hanya kepada produknya saja, artinya hanya mempunyai tanggung jawab terhadap hasil akhir perusahaan yang bersangkutan, atau hanya mempunyai tanggung jawab ekonomi saja karena perusahaan bertujuan hanya menacari keuntungan ekonomi.71

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, apa sebenarnya arti perusahaan. Kalau dikaji berbagai peraturan perundang-undangan tidak ada yang mengatur secara tegas arti perusahaan, begitu juga Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan UUPT sebagai salah satu sumber hukum yang berkaitan dengan perusahaan (dalam arti badan usaha) tidak mengatur hal tersebut. Menurut para pembuat Undang-undang (dalam hal ini KUHD), pengertian Dan di dalam membahas arti perusahaan atau badan usaha (firm) bukan hanya suatu usaha atau kegiatan ekonomi yang dilakukan secara berkelompok (asosiasi modal) tapi juga suatu usaha yang dilakukan secara perorangan yang menghasilkan barang dan jasa. Hal ini perlu ditafsirkan luas karena masalah tanggung jawab sosial perusahaan harus dilakukan oleh setiap pelaku kegiatan ekonomi, baik berbentuk persekutuan (partnership) atau perseroan (corporation) ataupun usaha perorangan (sale proprietorship atau individual proprietorship) dengan tujuan untuk mencari untung.

perusahaan sengaja tidak dicantumkan atau tidak diberi bataasan yang tegas dengan maksud agar perusahaan dapat berkembang sesuai dengan gerak langkah dalam lalu lintas perusahaan itu sendiri, juga diserahkan kepada perkembangan ilmu pengetahuan serta jurisprudensi.

Meskipun tidak ada arti yang tegas, tapi kemudian para ahli memberikan arti atau pengertian perusahaan antara lain :

1. Molenggraaff, menurutnya perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan.

2. Sedangkan menurut Polak, bahwa baru ada perusahaan, bila diperlukan adanya perhitungan tentang laba-rugi yang dapat diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan.72

Bahwa dari kedua arti perusahaan tersebut, secara eksplisit dapat disimpulkan bahwa inti dari perusahaan bergerak dalam bidang-bidang ekonomi dengan tujuan mencari penghasilan atau laba.

Arti lain dari perusahaan dikemukakan pula oleh Sri Redjeki Hartono bahwa, perusahaan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan terang-terangan untuk memperoleh keuntungan (maksudnya keuntungan ekonomi).73

72 H.M.N. Purwasutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Pengetahuan Dasar

Hukum Dagang (1), (Jakarta : Djambatan, 1993), hal 14-15.

73 Sri Redjeki Hartono, Penggabungan Perusahaan, Majalah Masalah-masalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Nomor : 4, Tahun XVI 1986, hal 4.

Untuk memperoleh pengertian yang komprehensif arti perusahaan tersebut, perlu diambil pula arti lain dari perusahaan yaitu merupakan suatu organisasi produksi yang menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi untuk memuaskan kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.74

Bahwa tujuan umum tersebut pada prakteknya harus diwujudkan dalam berbagai jenis usaha perusahaan. Untuk perusahan yang dilakukan perseorangan (usaha dagang) jenis-jenis usaha yang dilakukan tergantung kepada si pemilik perusahaan itu sendiri, biasanya sesuai dengan surat izin usaha ataupun surat izin operasional. Untuk koperasi jenis usaha yang dilakukan dapat dilihat dari anggaran dasar koperasi yang bersangkutan, dalam badan usaha yang berbentuk firma, perseroan komanditer (CV) dapat dilihat dari akta pendiriannya. Untuk perseroan terbatas (PT) jenis kegiatan usaha disebutkan pula dalam anggaran dasarnya.

Dari berbagai arti perusahaan tersebut, ternyata bahwa kepentingan mencari laba atau keuntungan secara ekonomi merupakan inti dari perusahaan, yang kegiatannya dilakukan secara terus menerus dan terang-terangan dengan mempergunakan organisasi produksi.

Seperti telah diuraikan di atas, tujuan mencari laba atau mencari untung (profit oriented) merupakan tujuan umum didirikannya perusahaan. Sebagai ilustrasi di negara-negara barat, misalnya Amerika Serikat, Kanada, bahwa The Profit Motive dari perusahaan merupakan kunci dari kebebasan ekonomi.

74 Basu Swastha DH. dan Ibnu Sukotjo W., Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern), (Yogyakarta : Liberty, 1993), hal 13.

Bahwa di samping tujuan yang bersifat umum, sebaiknya perusahaan mencantumkan pula secara rinci tujuan-tujuan khusus perusahaan, atau dengan kata lain harus ditegakkan jenis-jenis usaha yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini perlu dilakukan agar perusahaan tidak melakukan kegiatan kegiatan usaha yang menyimpang dari jenis usaha yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga apabila ada penyimpangan baik pemerintah maupun masyarakat dapat mengajukan keberatan (sebagai pengawasan dari masyarakat) supaya perusahaan melakukan jenis usaha yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam rangka mencapai tujuan umum dan tujuan khusus perusahaan dalam melakukan berbagai jenis usaha yang telah ditentukan, dengan cara yang bagaimana peusahaan dapat mencapai tujuannya atau dengan kata lain bagaimanakah tujuan-tujuan perusahaan dapat direalisasikan. Di Indonesia cara dan bagaimanan perusahaan dapat mencapai tujuan tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, untuk mencapai tujuan tersebut biasanya diserahkan kepada kebijakan-kebijakan organ perusahaan artinya perusahaan mempunyai kebebasan untuk melakukan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan75

Bahwa untuk memberikan iklim berusaha yang sehat dan progresif, sebaiknya pemerintah membuat suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang boleh dilakuakn dan yang tidak boleh dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Urgensi peraturan perundang-undangan tersebut sangat dirasakan pada zaman sekarang ini, selama tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan dan norma-norma kehidupan masyarakat dan etika bisnis.

banyak perusahaan melakukan segala cara dan upaya dalam rangka merealisasikan tujuan perusahaan, karena mungkin saja perusahaan melakukan atau mengambil suatu tindakan yang sangat menguntungkan bagi perusahaan, tapi di sisi lain bertentangan dengan hukum ataupun merugikan masyarakat. Hal seperti ini harus dihindari oleh perusahaan dalam rangka merealisasikan tujuannya. Oleh karena itu sangat penting adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal apa saja yang boleh dilakukan oleh perusahaan dalam rangka merealisasikan tujuan perusahaan.

Di Amerika Serikat bahwa perusahaan diharuskan mencantumkan dengan tegas (express power) hal-hal (kewenangan-kewenangan) yang boleh dilakukan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang disebut dengan The Modal Business Corporation Act. Dan kalaupun tidak mencantumkan dengan tegas dan rinci tujuan perusahaan, maka secara implisit tetap diakui bahwa perusahaan memiliki kewenangan-kewenangan sebagaimana adanya perusahaan (implied powers).76

a. Kelangsungan hidup (survival).

Bahwa dengan peroleh keuntungan secara ekonomis yang diraih oleh perusahaan, sebenarnya tersimpul tujuan lain dengan memanfaatkan keuntungan tersebut seperti :

b. Pertumbuhan perusahaan. c. Prestise.

d. Kesejahteraan anggota.

e. Kesejahteraan masyarakat.

Perlu ditambahkan di sini bahwa, tujuan perusahan di samping tujuan yang tersebut di atas, ada juga dengan tujuan politis (kekuasaan), dalam suatu hal yang tidak dapat dipungkiri, jika sebuah perusahaan yang besar dapat turut serta mengambil berbagai kebijakan pemerintah, sudah tentu dengan tujuan yang tertentu, misalnya memang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian atau membantu kesejahteraan rakyat ataupun dengan tujuan untuk kemajuan dan kepentingan perusahaan itu sendiri.77

B. Pengertian Stakeholders dan Lahirnya Kepentingan Dalam