• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penelitian

Dalam dokumen T E S I S. Disusun oleh : ST. MURNI Y.S (Halaman 24-0)

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis :

a. Menambah kajian khasanah sastra gambaran nilai Sirik na pacce yang terkandung dalam film TKVW karya Hamka dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir dkk.

b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai Sirik na pacce yang terkandung dalam film TKVW karya Hamka dan BTA karya Taufik Daraming Tahir dkk.

2. Manfaat Praktis:

a. Bagi calon peneliti, mahasiswa, guru, dosen atau pengkaji sastra lainnya sebagai salah satu bahan referensi bagi calon peneliti yang

ingin mengembangkan atau memperdalam kajian mengenai kajian sirik na pacce film TKVW karya Hamka dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir dkk).

b. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat Bugis/Makassar dapat mempelajari dan mencintai karya sastra lokal (film TKVW karya Hamka dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir dkk.), memahami makna Sirik na pacce dengan baik, dan men-jadikan Srik na pacce sebagai motivasi, inspirasi berbuat lebih baik dan menjadikan alat perekat kepada sesama manusia.

c.Bagi remaja khususnya Bugis/Makassar senantiasa saling menghargai, peduli kepada sesama merupakan kebiasaan yang harus dijaga dan dilestarikan, silariang jalan perkawinan yang kurang baik dan seyogyanya dihindari.

d. Bagi masyarakat sekolah dan penikmat sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan bacaan atau referensi bagi guru dan siswa tentang nilai Sirik na pacce yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Makassar dan Bugis perlu dipelihara dan dijadikan acuan dalam kehidupan bermasyarakat.

Budaya Sirik na pacce sebagai cerminan karakter suku Bugis/

Makassar.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dilakukan oleh Rizal Darwis dan Asna Usman Dilo Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Sultan Amai Gorontalo. yang berjudul Implikasi Siri Na Pacce pada Masyarakat Makassar di Kabupaten Gowa. Jurnal pada tahun 2011, pada penelitian tersebut terungkap bahwa Sirik ialah perasaan malu apabila melakukan perbuatan tercela atau sikap ingin mempertahankan harga diri terhadap orang yang melecehkannya dan upaya untuk bekerja atau berusaha memperoleh kehidupan yang lebih layak. Sedangkan pacce ialah perasaan yang timbul sebagai wujud solidaritas terhadap kerabat yang menimpa kesusahan dan diwujudkan dalam bentuk memberikan bantuan.

Falsafah sirik na pacce masih diperpegangi dan berusaha dilaksanakan oleh masyarakat suku Makassar di Kabupaten Gowa, namun pemahaman dan pelaksanaan budaya tersebut sudah mulai bergeser akibat pengaruh dan pengintegrasian budaya yang berasal dari luar Makassar.

Penelitian yang lain juga dilakukan Muhamad Khusni yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam RomanTenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Tesis 2010.

13

Pada penelitian ini disimpulkan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam roman tersebut adalah :

1. Nilai keimanan yaitu suatu kepercayaan terhadap Allah Swt yang terhujam kedalam hati dengan penuh keyakinan tanpa ada perasaan ragu-ragu.

2. Nilai kejujuran yaitu sesuatu yang sesuai dengan sebenarnya.

Kejujuran merupakan perbuatan yang sangat mulia melebihi dari segala-galanya.

3. Nilai tanggung jawab yaitu kewajiban terhadap segala sesuatu; fungsi menerima pembebanan sebagai akibat sikap tindak sendiri atau pihak lain.

4. Nilai keikhlasan yaitu suatu sikap atau prilaku merelakan, mem-berikan dengan tulus hati.

5. Nilai akhlak yaitu suatu sikap dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan.

Implikasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah sastra merupakan salah satu sarana ko-munikasi yang dapat menggugah perasaan pembaca. Tesis ini di-harapkan mampu mewarnai penyampaian sastra yang lebih menekankan pada pendidikan Islam sehingga dapat merubah paradigma dalam memahami nilai-nilai sastra dan para pendidik dapat menyampaikan pesan moral lewat karya sastra.

Penelitian yang dilakukan Virgo S. Lensun berjudul Tindak Ilokusi dalam Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Karya Hamka Uni-versitas Sam Ratulangi Fakultas Ilmu Budaya Manado 2016, Skripsi.

Disimpulkan ; Tindak Ilokusi berdasarkan fungsi yang ditemukan dalam novel ini terdiri dari; kompetititf (meminta), menyenangkan (menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan selamat), bekerja sama (menyatakan dan mengajarkan), bertentangan (menuduh, menyumpai, dan memarahi). Terdapat pula tindak ilokusi berdasarkan fungsi yang tidak ditemukan dalam novel ini, antara lain: kompetitif (memerintah, menuntut, dan mengemis) dan bertentangan (mengancam).

Tindak ilokusi berdasarkan kategori yang ditemukan dalam novel ini terdiri atas: asertif (menyatakan, mengusulkan, membual, dan menge-luh), direktif (memohon, menuntut, dan memberi nasihat), komisif (menjanjikan dan menawarkan), ekspresif (mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, dan mengecam), deklarasi (memecat).

Terdapat pula tindak ilokusi berdasarkan kategori yang tidak ditemukan dalam novel ini, antara lain: asertif (mengemukakan pendapat dan melaporkan), direktif (memesan dan memerintah), komisif (bergaul), ekspresif (memberi maaf, memuji, dan mengucapkan belasungkawa), dan deklarasi (mengundurkan diri, membabtis, memberi nama, menja-tuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, dan mengangkat).

Tindak ilokusi yang sering digunakan oleh para tokoh dalam novel ini, antara lain: Tindak ilokusi berdasarkan fungsi yaitu bekerja

sama (menyatakan) sebanyak 17 ujaran dan bertentangan (memarahi) sebanyak 12 ujaran. Tindak ilokusi berdasarkan kategori yaitu asertif (menyatakan) sebanyak 15 ujaran.

Penelitian siri na pace juga pernah dilakukan oleh Tasrif Akib, dkk.

Berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Siri’ na Pacce terhadap Kemam-puan Membuat Paragraf Deskriptif dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 3 Sungguminasa Kab. Gowa, jurnal FKIP Unismuh 2016.

Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan.

1. Hasil belajar Bahasa Inggris siswa kelas VIII SMPN 3 Sung-guminasa Kabupaten Gowa yang diajar dengan pembelajaran model pembelajaran Siri’ Na Pacce berada dalam kategori tinggi.

2. Hasil belajar Bahasa Inggris siswa kelas VIII SMPN 3 Sung-guminasa Kabupaten Gowayang diajar dengan pembelajaran langsung berada dalam kategori rendah.

3. Hasil belajar Bahasa Inggris siswa dalam menulis paragraf des-kriptif yang diajar dengan pembelajaran model pembelajaran Siri’

Na Pacce lebih efektif dibandingkan dengan hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang diajar dengan pembelajaran langsung.

Penelitian lain, dilakukan oleh Riana Dwi Resky, 2014 yang ber-judul Film Televisi “Badik Titipan Ayah” Sebuah Studi Opini Mahasiswa Universitas Hasanuddin. Pada penelitian tersebut terungkap bahwa ; (1) Opini mahasiswa Universitas Hasanuddin terhadap film televisi “Badik Titipan Ayah” ini cukup baik. Pesan FTV sudah disampaikan dengan baik kepada penonton. Unsur sinematiknya pun sudah cukup bagus, diluar

banyaknya ditemukan kesalahan teknis, namun secara sinematik, film ini disajikan dengan baik. Simbol-simbol adat Bugis Makassar diperlihatkan dengan sesuai. Namun, masih banyak terdapat kekeliruan dalam penafsiran budaya lokal Bugis Makassar dalam film televisi ini. (2) sebagian masyarakat mengatakan film televisi ini cukup efektif dalam memperkenalkan budaya lokal Bugis Makassar, khususnya mengenai hukum Silariang dan nilai Sirik na Pacce.

Penelitian relevan juga dilakukan oleh Dedy Irawan berjudul

“Teknik Sinematografi dalam Menggambarkan Pesan Optimisme Melalui Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Fakultas Dakwah dan Ko-munikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Skripsi 2016. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa; dalam pengambilan gambar yang mem-visualkan pesan optimisme terdapat dalam beberapa adegan, berdasar-kan lima indikator sikap optimisme pengharapan tinggi pada adegan Zainuddin memutuskan berangkat ke Padang Panjang mencari keluarga Ayahnya, motivasi yang tinggi dari diri Zainuddin untuk menulis buku/

menjadi wartawan, Zainuddin dan Muluk percaya diri pada saat tiba di Batavia, Zainuddin mampu mencari dan menemukan solusi pada setiap masalah yang dihadapi dan tidak pasrah, Zainuddin dengan pendirian yang teguh menerima permintaan Mande Jamilah untuk meninggalkan Batipuh sekaligus berpisah Hayati.

Teknik sinematografi yang digunakan dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck menggabungkan ketiga sudut pandang kamera, yaitu objektif, subjektif, dan point of view. Film Tenggelamnya Kapal Van der

Wijck lebih banyak menonjolkan sisi narasi dalam setiap adegan.

Penggunaan long shot, medium shot, dan medium close up, medium close up lebih banyak digunakan. Hal ini digunakan untuk memberikan informasi ruang, tempat, serta kejadian.

Penelitian serupa dilakukan oleh Jaquiline Melissa Renyoet berjudul “Pesan Moral Dalam Film To Kill A Mockingbird (Analisis Semi-otika Pada Film To Kill A Mockingbird)”. Skripsi 2014 Universitas Hasanuddin. Penelitian tersebut disimpulkan:

1. Film To Kill A Mockingbird menunjukkan bentuk-bentuk pesan moral yang kuat kepada penontonnya dengan menggunakan sejarah, instruksi moral dan perkembangan karakter dalam film.

a. film To Kill A Mockingbird memberikan petunjuk bagi penonton akan kesulitan finansial yang dihadapi orang-orang di selatan Amerika pada saat itu, khususnya petani kulit putih yang miskin. Selanjutnya To Kill A Mockingbird kemudian menetapkan pola pikir dan sikap dari kaum kulit putih selatan terhadap ras dan budaya lain, yang mewakili sentimen banyak orang Amerika pada saat itu.

b. Karakter-karakter dalam film seperti Atticus Finch dan kedua anaknya, Jem dan Scout Finch serta komunitas kota May-comb menunjukkan pesan moral yang dalam. Dengan mem-perlihatkan bagaimana orang tua, khususnya seorang ayah (Atticus), dalam memberikan instruksi dan saran moral terhadap anak-anaknya, film ini berusaha mendidik penontonnya tentang

tanggung-jawab moral yaitu bagaimana kita memperlakukan orang lain.

c. Film ini tidak hanya melibatkan karakter anak-anak, tetapi juga melihat dunia dari sudut pandang mereka. Pengalaman karakter anak-anak dalam film ini, seperti berbagai petualangan, rasa penasaran mereka terhadap tetangga dan orang-orang di sekitarnya, serta perjalanan mereka dalam memahami dan menghadapi konsekuensi dari rasisme mengajarkan dan men-didik penonton tentang bagaimana memperlakukan orang lain dengan hormat dan baik tanpa memikirkan perbedaan yang ada.

d. Film ini ingin menyampaikan pada penontonnya bahwa sese-orang bisa hidup di antara semua budaya dan ras tanpa rasa takut dan prasangka serta mendorong penontonnya untuk memi-kirkan penghakiman moral dan perlakuan mereka terhadap orang lain.

e. Struktur sosial sejarah sepanjang film. film ini mencoba meng-hilangkan struktur hirarkis dengan menunjukkan karakter se-perti Atticus yang tidak membeda-bedakan antara miskin dan kaya, atau hitam dan putih.

f. Film ini mendorong penonton untuk menganalisis masa lalu dan belajar dari kesalahan sehingga generasi di masa depan bisa hidup di dunia yang lebih damai.

g. Film To Kill A Mockingbird juga menggunakan berbagai simbol yang merupakan representasi dari karakter-karakternya.

2. Makna Pesan Moral dalam film To Kill A Mockingbird terdiri dari moral sopan santun, bersyukur, menghormati, kejujuran, pendidikan dan keberanian.

Penelitian relevan dilakukan oleh Yaninta Sani Sawitri berjudul Rasisme dalam Film Crash (Analisis Semiotik tentang Representasi Rasisme di Negara Multi Ras dalam Film Crash). Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa rasisme terjadi dari adanya prasangka, stereotip dan diskri-minasi yang menimbulkan terjadinya kekerasan rasial. Film ini mampu menyampaikan berbagai pesan atau tanda-tanda yang me-nunjukkan terjadinya rasisme antar ras yang lebih kompleks, tidak hanya melibatkan kulit hitam dan kulit putih, walau tidak dapat di-pungkiri porsi konflik yang terjadi antara kulit hitam dan kulit putih tetap lebih besar. Rasisme yang digambarkan dalam film Crash terjadi dalam bebagai taraf kehidupan, dalam berbagai profesi, mulai dari golongan kelas bawah hingga golongan atas. Rasisme yang terkandung dalam film Crash sifatnya lebih halus (terselubung), sederhana dan dekat dengan keseharian kita, namun tetap dapat menimbulkan akibat sangat fatal.

2. Pengertian Nilai Budaya Sirik

Kata Sirik, dalam bahasa Makassar atau Bugis, bermakna “malu”.

Sedangkan Pacce dapat berarti “tidak tega” atau “kasihan” atau “iba”.

Sirik dalam Budaya Bugis atau Makassar mempunyai empat kategori, yaitu (1) Sirik Nipakasirik (Bugis Ripakasirik), (2) Sirik Mappakasirik-sirik (Bugis: Masirik-sirik), (3) Sirik Tappelak Sirik (Bugis: Tallao Sirik), dan (4) Sirik Mate Sirik.

Sirik Ripakasirik adalah Sirik yang berhubungan dengan harga diri pribadi, serta harga diri atau harkat dan martabat keluarga. Sirik jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya adalah nyawa. Sebagai contoh dalam hal ini adalah membawa lari seorang gadis (kawin lari). Maka, pelaku kawin lari, baik laki-laki maupun perempuan, harus dibunuh, terutama oleh pihak keluarga perempuan (gadis yang dibawa lari) karena telah membuat malu keluarga. Contoh lainnya adalah kasus kekerasan, seperti penganiayaan atau pembunuhan di mana pihak atau keluarga korban yang merasa terlanggar harga dirinya (Sirikna) wajib untuk menegakkannya kembali, kendati ia harus membunuh atau terbunuh. Hutang darah harus dibalas dengan darah, hutang nyawa harus dibalas dengan nyawa.

Dalam keyakinan orang Bugis dan Makassar bahwa orang yang mati terbunuh karena menegakkan Sirik matinya adalah mati syahid, atau yang mereka sebut sebagai Mate nisantangi atau Mate nigollai, yang artinya bahwa kematiannya adalah ibarat kematian yang terbalut santan atau gula.

Itulah sejatinya Kesatria.

Agar dapat mengetahui tentang bagaimana penting menjaga Sirik untuk kategori Sirik Nipakasirik, simaklah falsafah berikut ini. Sirikaji nanimmantang attalasa’ ri linoa, punna tenamo siriknu mate mako

kaniak-kangngami angga’na olo-oloka. Artinya, hanya karena Sirik kita masih tetap hidup (eksis), kalau sudah malu tidak ada maka hidup ini menjadi hina seperti layaknya binatang, bahkan lebih hina daripada binatang.

Dengan dimotori dan dimotivasi oleh semangat sirik sebagaimana ungkapan orang Makassar, “Takunjunga bangun turu’ naku gunciri’

gulingku kualleangngangi tallanga na towaliya.” Artinya, begitu mata terbuka (bangun di pagi hari), arahkan kemudi, tetapkan tujuan ke mana kaki akan melangkah, pasang tekad “Lebih baik tenggelam daripada balik haluan (pulang ke rumah) sebelum tercapai cita-cita.” Atau, sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai, sebelum tercapai pulau harapan.

Selain itu, Sirik juga dapat mencegah seseorang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai moral, agama, adat istiadat dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat merugikan manusia dan kemanusiaan itu sendiri.

Salah satu falsafah Bugis dalam kehidupan bermasyarakat adalah

“Mali’ siparampe, malilu sipakainga”, dan “Pada idi’ pada elo’ sipatuo sipatokkong” atau “Pada idi pada elo’ sipatuo sipatottong”. Artinya, ketika seseorang sanak keluarga atau kerabat tertimpa kesusahan atau musibah maka keluarga yang lain ikut membantu. Kalau seseorang cenderung terjerumus ke dalam kubangan nista karena khilaf maka keluarga yang lain wajib untuk memperingatkan dan meluruskannya.

Orang Bugis atau orang Makassar yang masih memegang teguh nilai-nilai Sirik, ketika berhutang tidak perlu ditagih. Karena, tanpa ditagih

dia akan datang sendiri untuk membayarnya. Sirik yang satu ber-hubungan dengan iman. Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yang mate sirikna adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai hidup yang hidup.

Betapa hina dan tercelanya orang seperti ini dalam kehidupan masyarakat. Aroma busuk akan tercium di mana-mana. Tidak hanya di lingkungan Istana, di Senayan, bahkan di tempat-tempat ibadah juga bau busuk akan terasa menyengat. Korupsi, kolusi dan nepotisme, jual beli putusan, mafia anggaran, mafia pajak serta mafia-mafia lainnya, akan senantiasa mewarnai pemberitaan media setiap harinya. Nauzubillahi min-dzalik.

Pacce adalah suatu tata nilai yang lahir dan dianut oleh masyarakat Bugis/Makassar. Pesse lahir dan dimotivasi oleh nilai budaya Sirik (malu).

Contoh, apabila seorang anak durhaka kepada orangtuanya (membuat malu keluarga) maka si anak yang telah membuat malu (sirik) tersebut dibuang dan dicoret dalam daftar keluarga. Namun, jika suatu saat, manakala orangtuanya mendengar, apalagi melihat anaknya menderita dan hidup terlunta-lunta, si anak pun diambilnya kembali. Malu dan tidak tega melihat anaknya menderita.

Punna tena siriknu pa’niaki paccenu. Artinya meski anda marah karena si anak telah membuat malu keluarga, lebih malulah jika melihat

anakmu menderita. Jika Anda tidak malu, bangkitkan rasa iba di hatimu (paccenu). Anak adalah amanah Allah, jangan Engkau sia-siakan.

Pacce dalam pengertian harfiahnya berarti pedih, dalam makna kulturalnya pacce berarti juga belas kasih, prikemanusiaan, rasa turut prihatin, berhasrat membantu. Jadi, pacce adalah perasaan yang muncul dari dalam hati yang dapat merangsang kepada suatu tindakan untuk menolong atau membantu seseorang. Pacce merupakan prinsip hidup orang Bugis/Makassar sebagai pernyataan moralnya untuk menolong atau membantu orang lain. Sirik dan Pacce inilah yang mendorong orang Bugis/Makassar menjaga harga diri, bekerja keras untuk meraih keber-hasilan, malu melanggar tatakrama (hukum) dan turut prihatin kepada orang lain atau membantu orang yang butuh pertolongan.

Dengan memahami makna dari sirik dan pacce, ada hal positif yang dapat diambil sebagai konsep pembentukan hukum nasional, di mana dalam falsafah ini betapa dijunjungnya nilai-nilai kemanusiaan, berlaku adil pada diri sendiri dan terhadap sesama bagaimana hidup dengan tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Membandingkan konsep sirik dan pacce ini dengan pandangan keadilan Plato (428-348 SM) yang mengamati bahwa justice is but the interest of the stronger (keadilan hanya merupakan kepentingan yang lebih kuat).

Nilai adalah hal yang yang sangat dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat (Sugira, 2016: 65) “Nilai-nilai itu diciptakan karena dimuliakan oleh leluhur mereka sebagai peletak dasar

ke-budayaan Makassar. Kemudian dialihkan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam usaha mewariskannya, mereka mewaris-kannya dengan menasihatkan atau memesanmewaris-kannya”. Nilai ini hidup dalam suatu masyarakat dan menjadi falsafah hidup dalam masyarakat tertentu. Masyarakat Bugis/Makassar mempunyai falsafah hidup yang sangat dijunjungnya yaitu sirik na pacce. Sirik na pacce yang dijadikan nasihat dapat ditemukan dalam lontara-lontara yang disebut pasang.

Pendapat lain dikemukakan oleh M.Z. Lawang (dalam Budi Juliardi 2014:

141), “Nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, barharga dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut”.

Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat;

menyenangkan, berguna, memuaskan, menguntungkan, menarik, dan meyakinkan. Artinya sesuatu dipandang bernilai bagi manusia apabila dapat menyenangkan manusia, berguna bagi manusia, dapat memuaskan manusia, mempunyai nilai tarik serta dapat menimbulkan keyakinan bagi manusia terhadap nilai dari sesuatu itu.

Sirik na Pesse dalam masyarakat Bugis dipandang memiliki nilai dan dapat menarik, berguna bagi manusia. Maka sirik na pacce sangat di-junjung tinggi sebagai falsafah dalam segala aspek kehidupan Bugis/

Makassar, dan hal ini juga berlaku dalam aspek ketaatan masyarakat terhadap aturan tertentu (hukum), dengan pemahaman terhadap nilai (sirik na pacce) ini sangat mempengaruhi masyarakat dalam kehidupan hukumnya.

Sirik yang merupakan konsep kesadaran hukum dan falsafah masyarakat Bugis/Makassar adalah sesuatu yang dianggap sakral . Sirik na Pacce ( Bahasa Makassar ) atau Sirik na Pesse ( Bahasa Bugis ) ada-lah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter orang Bugis/Makassar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Begitu sak-ralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan Sirik-nya atau De’ni gaga Sirikna, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia. Bahkan orang Bugis/Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’ kolo’e (seperti binatang). Petuah Bugis berkata : Sirikmi narituo ( karena malu kita hidup ).

Dengan adanya falsafah dan ideologi Sirik na pacce, maka keter-ikatan dan kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang lain. Konsep Sirik na pacce bukan hanya dikenal oleh kedua suku ini, tetapi juga suku-suku lain yang menghuni daratan Sulawesi, seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang berbeda, tapi ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi.

Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995:74) merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya.

Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan

nilai budaya lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena ditumbuhkembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan.

Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia akan mempengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material.

Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dapat disimpulkan dari pendapat tersebut sistem nilai budaya

Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dapat disimpulkan dari pendapat tersebut sistem nilai budaya

Dalam dokumen T E S I S. Disusun oleh : ST. MURNI Y.S (Halaman 24-0)

Dokumen terkait