• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pikir

Dalam dokumen T E S I S. Disusun oleh : ST. MURNI Y.S (Halaman 81-0)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

B. Kerangka Pikir

Memerhatikan uraian pada tinjauan pustaka, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan sebagai landasan berpikir.

Landasan berpikir tersebut akan mengarahkan penulis untuk menemukan data dan informasi dalam penelitian guna memecahkan masalah yang

telah dipaparkan. Untuk itu akan diuraikan secara rinci landasan berpikir yang dijadikan pegangan dalam penelitian ini.

Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari–hari. Film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas masyarakat. Film merupakan gambar yang bergerak (Muving Picture). Menurut Effendi (1986 : 239) film diartikan sebagai hasil budaya dan alat ekspresi kesenian. Film sebagai komunikasi massa merupakan gabungan dari berbagai tekhnologi seperti fotografi dan rekaman suara, kesenian baik seni rupa dan seni teater sastra dan arsitektur serta seni musik.

Budaya Sirik Na Pacce adalah salah satu falsafah budaya Masya-rakat Bugis/Makassar yang menjiwai dan menjadi pegangan MasyaMasya-rakat Bugis/Makassar untuk senantiasa hidup lebih baik, baik di negeri sendiri atau di negeri orang lain. Setiap manusia keturunan Bugis/Makassar dituntut harus memiliki keberanian, perkasa dalam menjalani kehidupan, pantang menyerah menghadapi tantangan ataupun ujian hidup.

Setelah menyimak film TKVW dan BTA akan ditemukan keterangan, kata, kalimat yang berkaitan dengan Budaya Sirik Na Pacce. Selanjutnya data tersebut dianalisis berdasarkan jenis Budaya Sirik Na Pacce kemudian diinterpretasikan menjadi sebuah temuan/hasil penelitian.

Penelitian untuk mendeskripsikan budaya sirik na pacce yang terdapat dalam Film dan BTA. Falsafah sirik na pacce yang diamati dalam film tersebut adalah berbagai jenis sirik dan pacce yang dianut dalam

masyarakat Bugis/Makassar. Beberapa jenis sirik yang dimaksud dalam analisis penelitian ini adalah: 1) Sirik Nipakasirik, jenis sirik ini berhubungan harga diri dan kehormatan baik ke-hormatan diri sendiri maupun keluarga, atau kerabat 2) Sirik Mappakasirik-sirik, jenis ini berkaitan dengan etos kerja, bekerja keras, prin-sip hidup, ajaran agama, 3) Sirik Tappelak Sirik ber-ubungan dengan hilangnya rasa malu, 4) Pacce (rasa pedih, rasa iba kepada sesama). Dan 5) Latar yaitu gambaran tempat atau bu-daya yang terdapat pada Film TKVW karya Dony Dirgantoro dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir.

Kelima hal tersebut dianalisis menggunakan pendekatan dan teori hermeneutika Schleiermacher. Schleiermacher dalam (Hadi 2014: 49) mengatakan “Karena bahasa berkaitan dengan kebudayaan, maka memahami suatu teks berarti juga upaya memahami suatu kebudayaan.

Jika teks sastra berasal dari Jerman, kita dituntut pula memahami ke-budayaan Jerman”. Dengan demikian memahami Film TKVW dan Film BTA, teks dilaog aktor kedua film ini dianalisis makna ungkapan/dialognya dengan memahami latar belakang budaya kedua film tersebut. Yaitu memahami budaya yang diungkapkan atau digambarkan oleh aktor atau pelaku utama film TKVW dan film BTA.

Mehamami suatu budaya, selain memperhatikan bahasa yang digunakan oleh para aktor, juga dapat diamati dengan aktivitas kese-harian masyarakat di sekitar tempat film tersebut dibuat atau terjadi.

Bahasa dan aktivitas inilah yang diamati dengan menggunakan

pen-dekatan teori Schleiermacher yaitu berusaha memahami makna dan meneliti secara runtut dan cermat prasangka-prasangka yang tersembunyi dalam pemahaman peneliti dan bersedia menerima pendapat orang lain.

Baik yang diungkapkan secara langsung mapun dengan bantuan ekpresi tokoh/aktor.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir berikut.

FILM

Tenggelamnya Kapal

Van Der Wijck (TKVW) Badik Titipan Ayah (TPA)

Budaya Siri Na Pacce

Sirik Nipakasirik

Sirik Mappaka

sirik-sirik

Sirik Tappelak

Sirik

Sirik Napacce

Analisis

Interpretasi

Temuan/Hasil

Latar

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang datanya adalah data kualitatif sehingga analisisnya juga analisis kualitatif (deskriptif). Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Maksudnya, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara akurat dan sistematis sesuai dengan fakta-fakta sosial yang ada yang diungkapkan dalam dialog tokoh (aktor) Film TKVW karya Dony Dirgantoro dan Film BTA karya Taufik Daraming Tahir (Representasi Budaya Sirik Na Pacce).

Dikatakan penelitian deskriptif kualitatif karena menggunakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis (dialog) kemudian berusaha mendeskripsikan jenis-jenis nilai-nilai sirik na pacce dan fungsi acuan (referen) sirik na pacce sesuai dengan apa adanya.

B. Batasan Istilah

Untuk menghindari kerancuan makna dan pemahaman terhadap istilah dalam tesis ini, terlebih dahulu penulis menjelaskan maksud dari judul “Analisis Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Dony Dirgantoro dan Film Badik Titipan Ayah karya Taufik Daraming Tahir (Representasi Budaya Sirik Na Pacce)” penulis memberikan beberapa batasan istilah.

72

Definisi operasional dimaksudkan untuk memberikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan agar terdapat kesamaan penaf-siran dan terhindar dari kekaburan. Adapun definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sirik Nipakasirik

Sirik nipakasirik dalam film TKVW dan film BTA adalah perbuatan/tindakan atau ucapan yang bermaksud menghina ke-hormatan, merendahkan harga diri, atau mempermalukan tokoh yang terdapat pada film TKVW dan film BTA.,

2. Sirik Mappakasirik-sirik

Sirik Mappakasirik-sirik dalam film TKVW dan film BTA adalah dialog/ungkapan yang mengandung prinsip hidup orang Bugis/Makassar berupa tekad yang kuat, bekerja keras untuk mencapai cita-cita dalam meraih kesuksesan, pantang menye-rah, dan pantang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan adat atau norma.

3. Sirik Tappelak Sirik

Sirik tappelak sirik dalam film TKVW dan film BTA adalah dialog/ucapan atau perbuatan tokoh (aktor) yang dapat menye-babkan orang/tokoh hilang rasa malu.Tappelak sirik tersebut misalnya orang hilang rasa malunya ketika berjanji dan tidak dapat menepati janjinya, tidak menjalankan ajaran agamanya dengan baik.

4. Pacce

Pacce dalam film TKVW dan film BTA adalah dialog/ucap-an atau tindakdialog/ucap-an tokoh dalam film ydialog/ucap-ang mengdialog/ucap-andung rasa pedih, rasa iba, turut prihatin kepada sesama manusia yang diwujudkan dalam bentuk turut membantu atau menolong orang yang membutuhkan bantuan atau pertolongan dalam film TKVW dan film BTA. Bantuan tersebut baik berupa materi maupun pikiran dan perasaan.

5. Latar

Latar adalah tempat, lokasi, dan waktu dimana terjadinya peristiwa yang dominan film TKVW dan film BTA. Daerah yang dimaksud adalah Bira Kabupaten Bulukumba, Makassar Sula-wesi Selatan dan Padang, Minangkabau Sumatera.

C. Data dan Sumber Data 1. Data

Data dalam penelitian ini adalah keterangan yang dijadikan objek kajian, yakni setiap kata, kalimat/ungkapan yang mendukung Sirik na pacce dalam film TKVW karya Dony Dirgantoro dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir. Dengan demikian data dalam penelitian ini adalah dialog/ungkapan aktor yang mengandung makna : 1) Sirik Nipakasirik yaitu sirik berhubungan harga diri dan kehormatan baik kehor-matan diri sendiri maupun keluarga), 2) Sirik Mappakasirik-sirik, yaitu prinsip hidup baik berkaitan dengan, etos kerja, berusaha keras meraih cita-cita, dan nilai agama,3) Sirik

Tappelak Sirik berhubungan dengan orang yang hilang rasa malunya, misalnya tidak menepati janji, 4) Pacce (rasa pedih, rasa iba kepada sesama). 5) Latar yaitu gambaran tempat atau budaya yang terdapat pada Film TKVW karya Dony Dirgantoro dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Film TKVW yang diproduksi oleh Ram Soraya Intercine Films, dirilis tanggal 19 Desember 2013, sutradara Sunil Soraya, skenario Dony Dhirgantoro, 300 adegan dengan durasi 2 jam 49 menit.

b. Film BTA yang ditulis Taufik Daraming Tahir, dirilis tanggal 02 Oktober 2010 produser Dedy Mizwar, sutradara Dedi Setiadi, durasi 01:22:05

Berdasarkan uraian kedua film tersebut, maka yang menjadi alasan penulis dalam penelitian ini, adalah kedua film ini sungguh memikat dan mengandung nilai budaya Bugis dan Makassar. Pertentangan adat Orang Makassar dan Padang film TKVW dan budaya sirik silariang film BTA.

Tema sentral film TKVW menghadirkan drama cinta sepasang remaja yang terhalang oleh perbedaan adat istiadat dua suku Makassar dan Minang. Penulis berhasil membenamkan pembaca dalam keharuan cerita yang sangat mendalam. Cinta yang sejak lama didambakannya kemudian datang kembali dan ditolaknya pula karena rasa sirik atau malu menerima kembali cinta orang yang telah menghianatinya yang dikatakannya sebagai sisa orang, akhirnya membawa penyesalan pada dirinya sendiri.

Saat Zainuddin menyadari kekeliruannya semuanya sudah terlambat, Hayati meninggal dalam tragedi tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

Sedangkan Film BTA sangat kental dengan budaya orang Bugis/

Makassar sehingga sangat disukai ditonton oleh masyarakat Makassar pada khususnya terbukti dengan banyaknya pengunjung saat film ini ditayangkan di bioskop meskipun sudah berapa kali tayang. Kisah cinta silariang antara Andi Tenri dan Firman adalah masalah yang sangat sensitif dalam masyarakat Bugis dan Makassar. Sepasang kekasih ini terpaksa silariang karena mereka tahu tidak akan mendapat restu dari Karaeng Tiro, Karaeng Tiro sakit hati kepada Karaeng Parapak (ayah Firman). Puncak ketegangan ceirta ini sungguh berhasil saat badik I La Sanrego harus keluar dari sarungnya untuk menunaikan tugasnya, dan kedua belah pihak hampir berduel andai Andi Tenri dan Ibundanya (Karaeng Caya) tidak menengahi. Cerita ini berhasil menggambarkan bagaimana sanksi yang harus diberikan pada pelaku silariang dalam masyarakat Bugis/Makassar. Meskipun Andi Aso tidak dapat menunaikan tugas dari ayahnya Karaeng Tiro membunuh Andi Tenri dan Firman, Badik I La Sanrego tetap mengalirkan darah, Daeng Limpo menusukkan badik itu pada pahanya sendiri karena baktinya dan menjunjung adat.

Data adalah subjek yang menjadi asal atau tempat data itu diperoleh (Arikunto, 1985:90). Oleh karena itu, data penelitian ini adalah data nilai-nilai sirik na pacce yang bersumber dari dialog Film TKVW karya Dony Dirgantoro dan Film BTA karya Taufik Daraming Tahir.

Data penelitian ini adalah semua dialog yang terdapat dalam Film TKVW karya Dony Dirgantoro dan Film BTA karya Taufik Daraming Tahir. Yang menunjukkan adanya fenomena yang dianggap dapat meref-resentasikan nilai sirik na pacce etnis Bugis/Makassar. Proses pengam-bilan data dilakukan berdasarkan kepentingan yang sesuai dengan kepentingan tujuan peneliti. Subjek penelitian ini adalah keseluruhan bentuk nilai budaya Sirik na pacce orang Bugis/Makassar yang terdapat dalam objek penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik dokumentasi, yaitu mencatat dialog atau percakapan aktor Film TKVW karya Dony Dirgantoro dan Film BTA karya Taufik Daraming Tahir.

Hal ini berarti bahwa data yang diperoleh bersumber dari film tersebut digunakan juga teknik menyimak dan catat. Teknik menyimak digunakan untuk mendengarkan dan memahami bentuk-bentuk dialog yang menggambarkan fenomena budaya sirik na pacce orang Bugis/ Makassar dalam film tersebut. Teknik mencatat digunakan untuk mencatat jenis-jenis budaya sirik na pacce secara keseluruhan dialog atau percakapan aktor kedua film tersebut sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dialog ditulis dalam korpus data dan dikelompokkan dengan menggunakan kode sesuai dengan jenis sirik masing-masing dan latar.

E. Teknik Analisis Data

Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi data (dialog) representasi nilai budaya Sirik na pacce film TKVW karya Dony Dirgantoro dan film BTA karya Taufik Dara-ming Tahir.

2. Mengklasifikasi nilai Sirik na pacce film TKVW karya Dony Dirgantoro dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir.

3. Setelah diklasifikasi dialog yang mengandung nilai sirik na pacce film TKVW karya Dony Dirgantoro dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir. Selanjutnya peneliti menginterpretasi sesuai aspek klasifikasi budaya Sirik na pacce Masyarakat Bugis/Makassar.

4. Selanjutnya, mendeskripsikan dialog yang mengandung atau me-representasikan budaya sirik na pace pada film TKVW karya Dony Dirgantoro dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir, dalam bentuk laporan penelitian dengan mengacu pada pendekatan metode her-meneutika F.D.E. Schleiermacher tentang interpretasi makna sebuah teks dialog yang mengandung nilai budaya Sirik na pace, “Meng-interpretasi makna teks dari peristiwa-peristiwa, dan persoalan pemamahaman interpretasi” (Palmer 2005: 8). Interpretasi dilakukan dengan memadukan teori nilai budaya Koentjaraningrat.

79

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Bab ini disajikan hasil penelitian berdasarkan fokus yaitu (1) Sirik Nipakasirik (berhubungan menghina kehormatan, harga diri, atau dipermalukan), (2) Sirik Mappakasirik-sirik (berhubungan dengan etos kerja, prinsip hidup, dan nilai agama), (3) Sirik Tappelak Sirik (berhubungan dengan hilangnya rasa malu, kehormatan seseorang), (4) Latar, dan (5) Pacce (rasa pedih, rasa iba, turut prihatin kepada sesama manusia).

1.Sirik Nipakasirik

Adapun data mengandung nilai sirik nipakasirik/ripakasirik yang ter-dapat dalam film TKVW karya Dony Dirgantoro dan film BTA karya Taufik Daraming Tahir dkk. Data sirik nipakasirik/ripakasirik pada film TKVW dan film BTA disimbolkan dengan SNS , dapat dilihat sebagai berikut:

SNS 1

“Gemetar tanganku ketika mulai menulis untukmu... Agaknya buruk saya berkirim surat ini dalam pandangan umum. Saya tahu sedikit adat negerimu yang kokoh. Di Makassar saya dianggap orang Padang di sini saya dianggap orang Makassar”

(TKVW Durasi 00:12:35 detik)

79

80 SNS 2

“Maaf, Zainuddin, ini urusan kami. Sebaiknya kamu tidak usah ikut-ikutan. Kau bukan anak Minang. Sebaiknya kau tinggalkan kami.”

(TKVW Durasi: 00.12.39 detik) SNS 3

“Kau itu kebanggaan keluarga, Zainuddin itu tidak bersuku. Bikin malu saja! Menjatuhkan nama besar. merusak Ninik-Mamak, merusak korong kampung. Meruntuhkan rumah tangga dan mencemarkan kampung halaman. Tidakkah kau tahu Gunung Merapi masih berdiri tegak kokoh menjulang. Adat masih berdiri tegak. Tak lapuk oleh hujan, tak akan lekang oleh panas.

Zainuddin hendak menempuh jalan yang lurui, niat hendak mengambi Ati jadi bininyo, Datuk. Ma bisa Ati, orang seperti dia indak bisa dijadikan tampe manggantuing hidui. Masa kini kalau kau hendak memilih lalaki. Paralu najale asal-usulnya. Jale mata pencahariannyo. Yang bisa menopang hidup. Kalau kau nikah sa Zainuddin dan punya anak kamana kau bawa bako”

(TKVW Durasi: 00.18.52 detik) Pada kutipan SNS 1, SNS 2, dan SNS 3 tampak nilai sirik nipaka-sirik dengan merendahkan derajat Zainuddin yang dianggap sebagai anak bersuku Makassar karena ibunya bersuku Makassar. Zainuddin tidak pan-tas duduk bersama anak-anak muda suku Minang karena dia dianggap bukan bersuku MInangkabau. Penolakan tajam terhadap Zainuddin juga dilontarkan oleh Datuk dijelaskan kepada Hayati bagaimana tingginya derajat adat Minangkabau diibaratkan pada pepatah “Adat yang tak lapuk oleh hujan, tak akan lekang oleh panas”.

81 SNS 4

“Orang miskin keturunan .... mau mempersunting... Pergi kau anak miskin. Negeri kami beradat. Bunga desa itu tak pantas untuk kamu”. Cerita ini seperti cerita budak Bugis itu. Saya curiga memang budak Bugis itu pengarangnya, saya lihat penerbitannya di Batavia. Bukankah dia merantau ke sanakan? Namanya Zainuddin Bang. Jangan terlalu dihina Zainuddin.

(TKVW Durasi 01.24. 32 detik) SNS 5

“Bukankah kau berjanji ketika saya diusir ninik mamak-mu....karena saya tidak jelas keturunanku, orang hina, bukan darah tulen Minangkabau ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan. …...Namun kamu memilih laki-laki yang lebih gagah, kaya raya, keturunan Minangkabau. Kamu kawin dengan dia. Kamu sendiri yang bilang padaku bahwa perkawinanmu, bukan dipaksa orang lain, tetapi atas kemauanmu sendiri.

(TKVW 02.00.70 detik).

SNS 6

“Siapakah diantara kita yang kejam. Hayati? Saya kirimkan surat-surat meratap menghinakan diri. Memohon dikasihani, tiba-tiba kamu balas surat itu dengan isi yang sangat kejam. Kamu katakan kita sama-sama miskin, hidup tidak akan bahagia kalau tidak ada uang. Karena itu kau pilih orang yang kaya, bangsawan, menteren, bergelimang dengan emas, bersayap dengan uang. Kamu kawin dengan lelaki itu. Siapakah di antara kita yang kejam Hayati? Tidak Hayati, saya tidak kejam,.

(TKVW 02.01. 16 detik).

Pada kutipan dialog SNS 4, SNS 5, SNS 6 tampak nilai sirik nipa-kasirik dalam bentuk penghinaan. Zainuddin dihina dan tidak diterima lamarannya kepada Hayati karena dianggap keturunannya lebih rendah derajatnya daripada Hayati. Zainuddin dianggap budak (anak biasa tanpa

82

derajat) karena bapaknya keturunan Minangkabau yang menikah dengan perempuan yang berasal dari daerah Makassar (Bulukumba). budaya Minang yang dipegang teguh oleh keluarga Hayati melihat garis keturunan dari Ibu bukan dari garis keturunan bapak, maka Zainuddin dianggap bukan lagi keturunan Minangkabau sekalipun bapak Zainuddin berasal dari daerah Minang. Zainuddin dipandang sebagai budak yang berasal dari daerah Makassar yang tidak pantas melamar atau meminang perem-puan keturunan Minangkabau, yang lebih tinggi starata sosialnya.

Selain faktor keturunan, Zainuddin juga dihina karena bukan orang yang memiliki pekerjaan yang baik dan memunyai harta yang banyak atau keturunan orang kaya. Kedua penyebab itulah sehingga keluarga Hayati menerima lamaran Aziz yang memunyai pekerjaan lebih baik, dan dia adalah keturunan asli Minangkabau, derajatnya lebih tinggi daripada Zainuddin, sekalipun Hayati dan Zainuddin masih saling mencintai. Peng-hinaan kepada Zainuddin, yang dipandang derajatnya lebih rendah juga miskin tidak memunyai harta merupakan sirik bagi Bugis Makassar karena dipermalukan.

Sirik adalah harga diri yang harus dijaga dan dipelihara, nipakasirik atau dirampas kehormatannya, dipermalukan baik secara individu maupun kelompok atau kerabatnya. Merasa terhina (nipakasirik) karena kehor-matannya dinodai maka keluarga yang dipermalukan akan melawan dan bahkan membunuh orang yang mempermalukan (appakasirik). Sirik nipa-kasirik atau direndahkan harkat dan martabat diri dan keluarga (silariang)

83

ini dapat dilihat pada kutipan dialog SNS 7, SNS 8, SNS 9, SNS 10, SNS 11, dan SNS 12 film BTA karya Taufik Daraming Tahir dkk.

SNS 7

“Silariang ini punya risiko besar. Kamu siap Tenri?”, Bukan hanya saya saja yang harus siap. Tapi kita. Apa kamu siap?

(BTA 00.03.19 detik).

SNS 8

“Aso pulang sekarang. Langsung ke terminal. Kau harus ada di rumah secepatnya. Tapi saya sibuk sekarang Tetta. ....Andiknu lari dari rumah, silariang”.

(BTA 00.04. 46 detik).

SNS 9

“….Saya siap menunggu printah Karaeng ” kata Limpo. Kalau perlu sekarang juga saya pergi ke keluarga laki-laki itu.

(BTA 00.05. 12 detik).

SNS 10

“Kalian berdua silariang” tanya Candra. “Ia Kak, baru kemarin ini kami menikah di sini, supaya tidak bertambah dosa”, jawab Tenri.

Terpaksa Kak...(Tenri mengusap perutnya memberikan isyarat kalau dia telah hamil). “ Berani sekali kalian melakukan hubungan seperti ini sebelum menikah, dan Kau Firman bukannya melindungi malah menodai”, bentak Candra. “Maaf Kak Candra ini ide saya” kata Tenri. Saya tidak mengerti Ndi Tenri, mengapa kamu jadikan dirimu hamil, kamu merasa dengan cara ini kamu bisa mendapat restu dari ammakmu. Karena itumi satu-satunya cara untuk merestui hubungan kita. Saya berharap dengan lahirnya seorang cucu akan meluluhkan hati mereka. ....Firman tidak mau, dia ingin saya minta izin telebih dahulu kepada Tetta.

Tapi saya tahu bagaimana kerasnya hati Tetta, Kak Candra.

(BTA 00.16. 41 detik).

84 SNS 11

Tetta panggil saya? Iya. Duduk Aso. Iye. Aso sejak Kau kecil Tetta selalu menasehatimu ten-tang pentingnya menjaga sirik.

Bukan hanya harkat dan marta-batmu sendiri tetapi harkat dan martabat keluargamu. Tenaja nu-kaluppai? Tidak Tetta, saya tidak mungkin lupa. Bagus! Sekarang Andiknu lari bersama laki-laki, silariang. Tindakannya mappakasirik, mempermalukan. Keluarga kita nipakasirik, dipermalukan oleh laki-laki itu. (Sambil menge-luarkan sebuah badik dari bungkusan kain merah) Seandainya keadaan Tetta memungkinkan, Tetta sendiri yang akan menye-lesaikan masalah ini. Aso , cari mereka! Semenye-lesaikan masalah ini sesuai adat kita. Ambillah! Ambillah Aso! Ambil! (Karaeng Tiro mengangkat Badik I La Sanrego penuh hikmad dengan kedua tangannya menyerahkan pada Aso dan diterima Aso dengan hati-hati)

(BTA 01. 22. 09 detik) SNS 12

Tetta, saya akan lakukan apa pun demi nama baik keluarga.

Bagus, bagus Aso! Aso kamu anak laki-laki jangan pernah ke-cewakan Tetta! Masalah keluarga ini harus diselesaikan dengan tuntas, untuk selama-lamanya.

(BTA 00.33.01 detik).

SNS 13

“Aso kamu satu-satunya anak laki-laki Tetta, sudah takdirnya bila I La Sangrego ini jatuh ke tanganmu. Tetta memberikan badik pada kau untuk mencari mereka. Mencari Andiknu Tenri, dan laki-laki yang membawanya pergi. Gunakan badik ini untuk menunaikan tugasmu, bukan untuk tujuan lain. Bukan untuk menghadapi orang-orang yang tidak ada urusannya, dengan tugasmu. ....Eeeegh bawa ILaSanrego....

(BTA 00.33.49 detik)

85

Masalah sirik bagi orang Makassar memunyai banyak segi, seba-gian orang beranggapan bahwa sirik erat kaitannya dengan pelanggaran adat perkawinan, misalnya silariang. Bentuk sirik ini terdapat pada kutipan SNS 7 dan SNS 8 adalah bentuk penghinaan kepada keluarga perem-puan yang dibawa lari anak gadisnya (silariang). Dalam hal ini, Karaeng Tiro merasa terhina karena anak perempuannya (Andi Tenri) dibawa lari (nilariang) oleh Firman. Perbuatan Tenri dan Firman kawin lari atau sila-riang membuat Karaeng Tiro dan kerabatnya merasa terhina dan diper-malukan oleh kedua orang tersebut. Karena Karaeng Tiro malu, lalu memanggil anak laki-lakinya untuk mencari Tenri dan Firman untuk menyelesaikan masalah itu secara adat Bugis Makassar yaitu membunuh mereka bila menemukan kedua orang tersebut. Perbuatan Andi Tenri dan

Masalah sirik bagi orang Makassar memunyai banyak segi, seba-gian orang beranggapan bahwa sirik erat kaitannya dengan pelanggaran adat perkawinan, misalnya silariang. Bentuk sirik ini terdapat pada kutipan SNS 7 dan SNS 8 adalah bentuk penghinaan kepada keluarga perem-puan yang dibawa lari anak gadisnya (silariang). Dalam hal ini, Karaeng Tiro merasa terhina karena anak perempuannya (Andi Tenri) dibawa lari (nilariang) oleh Firman. Perbuatan Tenri dan Firman kawin lari atau sila-riang membuat Karaeng Tiro dan kerabatnya merasa terhina dan diper-malukan oleh kedua orang tersebut. Karena Karaeng Tiro malu, lalu memanggil anak laki-lakinya untuk mencari Tenri dan Firman untuk menyelesaikan masalah itu secara adat Bugis Makassar yaitu membunuh mereka bila menemukan kedua orang tersebut. Perbuatan Andi Tenri dan

Dalam dokumen T E S I S. Disusun oleh : ST. MURNI Y.S (Halaman 81-0)

Dokumen terkait