• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah Penegakan HAM dan Prospek Jaminannya

Dalam dokumen HAM DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAM (Halaman 51-54)

Terwujudnya kehidupan masyarakat yang beradab dan demokratis berdasarkan nilai- nilai asasi kemanusiaan yang universal, dengan memperlihatkan prinsip keseimbangan hak dan kewajiban individual dan kolektif, serta menghargai keragaman nilai yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dalam kerangka Negara Kebangsaan Indonesia merupakan harapan kita bersama..

Untuk itu diperlukan usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat yang beradab dan demokratis sebagaimana tersebut dalam uraian di atas. Masyarakat diharapkan dapat memberdayakan diri dengan cara: a). Penyadaran hak, kewajiban dan tanggung jawab, b) Aktualisasi diri, dan c). Partisipasi dalam pembuatan, implementasi dan kontrol terhadap kebijakan publik secara individual maupun kolektif.

Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang HAM serta kurangnya kemampuan untuk memperjuangkan hak-hak tersebut merupakan salah satu problematika penegakan HAM pada masyarakat. Rendahnya pengetahuan akan menyebabkan terjadinya pelanggaran atas hak-hak orang lain, seta tidak adanya upaya untuk menghentikan pelanggaran oleh pelaku tersebut. Ini pada gilirannya aka sampai pada sebuah pertanyaan yaitu bagaimana mengembangkan kesadaran masyarakat akan hak-hak asasinya, kemampuan untuk melaksanakan, dan memperjuangkan hak-haknya.

1. Problem Ideologi

Ideologi memainkan peran yang sangat sentral dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik masyarakat. Ideologi dapat menentukan warna dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi menjadi penuntun dan arah dari pandangan, sikap dan tindakan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat, baik secara horisontal maupun secara vertikal.

Termasuk di dalamnya adalah menentukan sifat hubungan dan interaksi sosial dan kekuasaan yang mewujudkan pada perilaku sosial dan politik individu maupun kelompok dalam masyarakat. Oleh karena itu, karakter substansial, penerjemahan serta implementasi dari suatu ideologi akan sangat menentukan karakter hubungan kekuasaan dan interaksi sosial

masyarakat bersangkutan. Ideologi yang mengandung elemen-elemen baik dari sisi konseptual, substansi maupun dari sisi penerjemahan dan implementasi yang negatif terhadap terwujudnya masyarakat yang beradab dan demokratis akan cenderung berdampak negatif pula terhadap perwujudan masyarakat yang beradab dan demokratis tersebut.

Jika melihat konsep, substansi, karakter dan implementasi ideologi nasional Indonesia dari konsepsi di atas, maka ada tiga masalah mendasar yang dipandang telah menjadi sumber utama persoalan HAM di Indonesia.

Militerisme. Walaupun tidak semua sifat militerisme tersebut buruk, tetapi sulit dibantah bahwa militerisme telah menjadi salah satu sumber masalah utama pelanggaran HAM di Indonesia. Militerisme ini telah merasuk ke hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik itu di sekolah, birokrasi, partai politik, organisasi massa dan lain-lain. Manifestasi dari berbagai bentuk militerisme di berbagai tempat tersebut dapat dilihat dari tumbuh dan berkembangnya praktek-praktek seragamisasi, upacara, indoktrinisasi nilai-nilai tertentu, penerapan sistem yang sangat hirarkis serta yang paling penting kecenderungan untuk dengan mudah menggunakan tindakan kekerasan (use of violence).

Otoriterisme. Sifat otoriterisme merupakan salah satu sifat yang sangat dominan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Sifat ini tumbuh dan berkembang secara menonjol dalam keluarga, sekolah, partai politik, ormas dan birokrasi. Dalam keluarga, misalnya, sikap otoriterisme ini terlihat dari kebiasaan oran tua (terutama ayah) sebagai orang yang paling tahu segala sesuatunya dalam keluarga tersebut ("father knows best"). Dalam masyarakat sikap otoriterisme tersebut tampak dari berkembangnya sikap-sikap

"authoritarian personality", "self-rightness", "personalisme" yaitu sikap yang tidak mau dikomandani oleh orang lain serta sikap-sikap ketergantungan. Di samping itu, sikap otoriterisme tersebut juga dapat dilihat dari kecenderungan munculnya sikap stigmatisasi antara satu individu dengan individu dan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam masyarakat.

Patriarkisme. Sikap yang mengutamakan laki-laki berkembang dalam masyarakat dewasa ini merupakan salah satu sifat yang diyakini telah menjadi sumber lemahnya penegakkan HAM di Indonesia. sikap mengutamakan laki-laki tersebut terlihat jelas dari kecenderungan meluasnya iklan yang mengeksploitasi citra seksual perempuan dan laki-laki, adanya division of labor, peluang yang tidak fair dalam rekruetmen dan ketimpangan upah antara pekerja wanita dan pekerja laki-laki, bias sosialisasi gender, meluasnya domestic

violence dan sexual harrasment. Sebagaimana halnya dengan sikap militerisme dan otoriterisme, sikap patriaki ini juga dirasakan telah tumbuh dan berkembang dalam hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Sikap semacam itu, misalnya, tumbuh subur dan berkembang di lembaga-lembaga formal maupun nor-formal, dalam kebanyakan individual dan kelompok seperti di sekolah, birokrasi, korporasi, partai politik, ormas dan bahkan di lembaga-lembaga keagamaan.

2. Problem Kultural

Ada tiga aspek kultural mendasar yang dipandang telah menjadi sumber utama lemahnya penegakkan HAM di Indonesia.

Pertama, budaya patron-client. Diyakini bahwa budaya patron-client telah mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap-sikap yang kurang kondusif terhadap penegakkan HAM. Misalnya tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Sikap semacam itu terbukti telah menyusup ke hampir semua lapisan masyarakat seperti di birokrasi, sekolah, parpol, ormas dan lain-lain.

Kedua, ketidakmandirian. Budaya ketidak-mandirian merupakan sikap lain yang juga dapat berimplikasi terhadap penegakkan HAM. Budaya semacam ini misalnya telah menjadi penyebab dari munculnya sikap-sikap negatif seperti sikap submissive, risk avoidance, not assertive serta tidak decissive. Munculnya sikap-sikap semacam itu dengan mudah dapat ditemukan di beberapa tempat seperti di sekolah, birokrasi, parpol, ormas dll.

Ketiga, apatisme. Sebagaimana sikap ketidakmandirian, sikap apatis juga dapat menjadi sumber utama munculnya permasalahan pelanggaran HAM. Sikap apatis, misalnya, telah memungkinkan dan memberi peluang bagi munculnya sikap-sikap turunan lainnya yang berimplikasi negatif terhadap penegakkan HAM. Misalnya sikap permissive, ignorance serta tidak memiliki atau lemahnya public commitment seseorang atau sekelompok orang.

3. Problem Struktural

Sulit dibantah bahwa salah satu penyebab pelanggaran HAM adalah bersifat struktural, yaitu :

Pertama, dari negara atau pemerintah itu sendiri. Ini sangat ironis, negara yang sebenarnya dibentuk untuk melindungi warganya dari setiap pelanggaran HAM, justru menjadi penyebab atau aktor yang melakukan pelanggaran itu sendiri. Sifat negara yang

cenderung untuk berperan secara decisive dan bersifat intervensif, kecenderungan monopoli kebenaran, homogenisasi sentralisasi serta abuse of power telah menjadi penyebab munculnya pelanggaran HAM dalam masyarakat. Hal ini terbukti di mana pelanggaran HAM yang banyak terjadi umumnya selalu ditandai oleh keterlibatan yang terlalu besar dan intervensif dari negara terhadap kehidupan masyarakatnya.

Kedua, kapital. Persoalan-persoalan struktural yang berkembang dalam dekade terakhir ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kapitalisme modern di dunia internasional. Bahkan, dapat dikatakan kapitalisme telah menjadi agen perubahan secara mendasar dan revolusioner, apapun maknanya. Demikian besarnya peran kapitalisme ini dalam kehidupan masyarakat, sehingga bahkan dalam banyak hal jauh lebih kuat dan berpengaruh dibandingkan negara itu sendiri. Posisi yang kuat tersebut mempunyai potensi dan bahkan terbukti telah memberikan peluang bagi terjadinya pelanggaran hak-hak fundamental masyarakat. Sifat eksploitatif seperti eksploitasi terhadap pekerja seperti tercermin dari penekanan upah buruh, pengabaian jam dan kondisi kerja adalah sebagian dari contoh dampak negatif dari kapitalisme tersebut. Di samping itu, kapitalisme juga memiliki watak abuse of resources yang berakibat pada perusakan lingkungan, penghancuran hak-hak lokal dan sebagainya yang kesemuanya berdampak negatif terhadap HAM.

Dalam dokumen HAM DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAM (Halaman 51-54)