• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MASYARAKAT PEDESAAN

B. Masyarakat Pedesaan

Makna masyarakat pedesaan hingga saat ini belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan masyarakat pedesaan dalam bentuk pengertian yang baku. Akan tetapi

menurut Setiadi dan Usman (2011) bahwa pedesaan memiliki arti tersendiri dalam kajian struktur sosial atau kehidupanya. Dalam keadaan yang sebenarnya pedesaan dianggap sebagai standar dan pemeliharaan sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti gotong royong, tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, kesenian, kepribadian dalam berpakaian, adat isitiadat, nilai-nilai, dan norma. Pedesaan acap kali dideskripsikan sebagai tempat kehidupan bermasyarakat dimana anggota masyarakatnya bergaul dengan dengan rukun, tenang selaras dan akur.

Definisi resmi yang tertuang dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1979, pengertian desa dipahami sebagai “suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sementara para ahli sosiologi lebih memusatkan perhatianya bagi masyarakat desa “sebagai unit sosial” yaitu sekelompok manusia yang hidup bermukim secara menetap dalam wilayah tertentu, yang tidak selalu sama dengan administrasi setempat, dan mencakup tanah pertanian yang kadang-kadang dikuasai secara bersama.

Beberapa ciri umum desa yang universal di jelaskan oleh Setiadi dan Usman (2011: 38) sebagai berikut: (1) desa pada umumnya terletak di atau sangat dekat dengan

wilayah usaha tani, (2) dalam wilayah itu, pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang dominan, (3) karena faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan masyarakatnya, (4) populasi penduduk desa lebih bersifat “terganti dari dirinya sendiri”, (5) kontrol sosial bersifat personal atau pribadi dalam bentuk tatap muka, dan (6) desa mempunyai ikatan sosial yang relatif lebih ketat dari pada di kota.

Ciri-ciri masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan yang kuat antara sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat hakekatnya, bahwa seseorang merasa bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimana dia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai anggota masyarakat yang saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. selanjutnya Setiadi dan Usman (2011) merinci ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain:

1. Di dalam masyarakat pedesaan diantara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainya di luar batas wilayahnya.

2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.

3. Sebagian warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.

4. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama dan adat istiadat.

Ciri-ciri masyarakat di atas memberikan berbagai definisi dan gambaran tentang masyarakat pedesaan. Wasistiono dan Tahir (2006) menjelaskan khusus tentang desa; definisi desa sama dengan pengertian tentang masyarakat pedesaan, sampai saat ini masih perlu di kaji karena batasanya masih mejadi perdebatan panjang dikalangan para ahli. Karena desa dibentuk berdasarkan kebutuhan masyarakat di daerah tertentu yang satu dengan daerah lain berbeda kulturnya. Kata “desa” berasal dari bahasa india yaitu “swadesi” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas.

Sedangkan Soetardjo (1984) menjelaskan dalam istilah berbeda, sebutan untuk desa dapat dilihat dari tujuan sudut pandang suatu daerah misalnya: di Aceh memakai nama “Gampong” atau “meunasah” bagi daerah hukum yang paling bawah. Di daerah Minangkabau daerah hukum yang demikian dinamakan Nagari, di daerah Minahasa diberi nama “wanua”, di daerah Ujung Pandang di beri nama “Gaukang”. Sedangkang di daerah lombok sendiri daerah hukum terendah namanya tetep “desa” atau dareah hukum yang paling rendah di bawah desa adalah “Keliang” yang artinya adalah Kepala Dusun.

Wasistiono dan Tahir (2006) menjelaskan Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya menurut adat dan kebiasaan setempat, menurut peraturan Negara dan peraturan daerah yang berlaku.

b. Desa wajib melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah daerah.

c. Untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut kepala desa dapat diberikan bantuan atau sumbangan.

Selanjutnya Wasistiono dan Tahir (2006) memaparkan beberapa unsur desa yang saling memeiliki keterkaitan satu dengan yang lainya sebagai satu kesatuan yang utuh. Ketiga unsur tersebut yaitu: 1) Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan tidak produktif beserta penggunaanya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat; 2) Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat; 3) tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa, yang menyangkut seluk beluk masyarakat desa (rural society). Unsur-unsur desa yang dipapar di atas juga di terangkan oleh Setiadi, Usman, dkk. dalam buku pengantar sosiologi.

Corak kehidupan di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarakat merupakan suatu “gemeinschaft” yang memiliki unsur gotong royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti karena penduduk desa merupakan “face to face group” dimana mereka betul-betul saling mengenal seolah-olah mengenal dirinya sendiri. Pada dasarnya desa digambarkan sebagai bentuk kesatuan masyarakat yang bertempat tingal dalam suatu lingkungan dimana mereka saling mengenal. Secara sosiologis masyarakat desa memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan kelompok masyarakat lainya.

Kehidupan masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang masih menganut pola kehidupan tradisional walaupun tidak selamanya benar. Sebab pada awalnya pola masyarakat pertanian pedesaan secara tradisional digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan dewasa ini dibeberapa pedesaan sudah banyak yang menganut pola bisnis, dimana pola bercocok tanam sudah mengarah pada agrobisnis. Dari sisi kebudayaan menuurut Setiadi dan Usman (2011) masyarakat pedesaan yang tradisional tersebut merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan alam dan sosial di sekitarnya tanpa menerima pengaruh luar. Pernayataan Elly dan Usman ada benarnya karena masyarakat pedesaan hidup didaerah yang secara geografis terlatak jauh dari keramaian kota. Dengan demikian masyarakat pedesaan adalah sekelompok orang yang hidup bersama, bekerja sama, dan berhubungan erat dengan sifat-sifat yang hampir seragam.