• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

C. Tingkat Partisipasi

Uraian di atas menjabarkan kegiatan-kegiatan pendidikan pada umumnya tidak pernah bisa terlepas dari peran masyarakat di sekitarnya. Sebab ada hubungan timbal balik, saling mendukung, dan saling menguntugkan antara pendidikan dengan masyarakat. Itulah sebabnya masyarakat diharapkan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan dan kelancaran proses pembangunan pendidikan. Partisipasi masyarakat sudah menjadi bagian terpenting dalam upaya perbaikan pendidikan terutama di pedesaan. Partisipasi masyarakat memiliki tingkatan-tingkatan dalam proses pembangunan pendidikan, Arstein (1969) menulis dalam sebuah Jurnal yang berjudul “A

Leader of Citizen Participation”. Arstein membagi tingkat

partisipasi pendidikan menjadi delapan tingkatan tangga yaitu Manipulation, Terphy, Informating, Consultation,

Placation, Partnership, Delegated Power, dan Citizen Control.

Tingkat partisipasi masyarakat tersebut menggambarkan hirarki yang kiranya terjadi dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan. tingkat partisipasi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Manipulation (Manipulasi)

Pada tingkat ini masyarakat dilibatkan secara semu atau hanya sebagai stempel dan hanya sekedar sebagai pendukung semu saja dalam proses pelaksanaan pendidikan. Tujuanya adalah masyarakat hanya dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukunganya.

Sesungguhnya tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah disalah gunakan atau diselewengkan dan dipakai sebagai alat pencapaian tujuan tertentu.

2. Teraphy (Terapi)

Pada tingkat ini pemegang kebijakan dalam hal ini adalah pemegang kebijakan pendidikan bisa disamakan sebagai ahli jiwa atau psikiater. Mereka menganggap ketidak-berdayaan masyarakat sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikut sertakan masyarakat salam suatu proses kegiatan pendidikan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan.

Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan pengembangan pendidikan, namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya (penyakitnya) dan bukanya menemukan penyebab luka tersebut. Kaitanya dengan proses partisipasi masyarakat, pada tingkat ini masyarakat hanya dilibatkan sekedar untuk mengobati dan mengembalikan trust (kepercayaan) masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dalam proses pendidikan.

3. Informating (Menginformasikan)

Dengan memberi informasi kepada masyarakat terhadap hak dan tanggung jawab dan pilihan mereka adalah langkah awal yang sangat penting

dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. akan tetapi sering kali pemberian informasi dari pemegang kebijakan kepada masyarakat hanya bersifat satu arah, artinya adalah masyarakat tidak diberikan kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki power untuk melakukan negosiasi. Sehingga pada tingkatan ini masyarakat hanya pasif dan hanya menunggu informasi tentang perkembangan pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh pengelola pendidikan itu sendiri. 4. Consultation (Konsultasi)

Pada tingkat ini adalah meminta pendapat dari masyarakat secara langsung. Hal ini adalah suatu langkah yang logis menuju partisipasi yang penuh. Akan tetapi partisipasi ini merupakan parisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan bisa diperhatikan atau dilaksanakan dalam implementasi. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat antara warga masyarakat. Pada dasarnya masyarakat dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi hanya diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan. Dengan demikian pemegang kebijakan telah merasa memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian partisipasi masyarakat.

5. Placation

Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak dijamin akan dipehatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan beberapa rencana tetapi tetap pemegang kekuasaan lah yang berwenang untuk menentukan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh suatu lembaga pendidikan. 6. Partnership (kerjasama)

Pada tingkat ini, kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pelaksana satuan pendidikan dalam hal ini pihak sekolah atau bahkan pemerintah pemegang kebijakan pendidikan dan masyarakat. Antara masyarakat dan pelaksana pendidikan sama-sama sepakat untuk memikul tanggung jawab dalam pelaksanaan atau proses perbaikan pendidikan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga segala hal yang terkait dengan proses pendidikan tidak mengalami perubahan sepihak tidak diputuskan sepihak oleh pengelola pendidikan itu sendiri.

Partnership dapat berjalan efektif apabila dalam

masyarakat ada kekuatan yang terorganisir, memiliki pemimpin yang bertanggung jawab, dan masyarakat yang memahami maksud dan tujuan suatu organisasi dilaksanakan. Dengan demikian masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar yang

tinggi, sehingga akan mampu mempengaruhi suatu proses yang akan dilaksanakan. Kaitanya dengan proses pembangunan pendidikan, peran masyarakat dianggap sangat penting dan sangat sentral, pengelola pendidikan sebagai pemegang kebijaka selalu berkomunikasi dan berdiskusi dalam rangka pengembangan program-program pendidikan kedepan. Sehingga masyarakat lebih aktif berpartisipasi demi tercapainya pendidikan yang bermutu di daerah mereka.

7. Delegated Power (Pelimpahan wewenang)

Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan kepada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tahap ini masyarakat lebih banyak berperan dan bahkan memiliki kekuasaan dalam menentukan atau memutuskan suatu program-program pendidikan. Selain itu masyarakat juga memegang peran penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut.

Masyarakat memiliki kekuatan untuk merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi proses pembangunan pendidikan di daerah mereka. Dominasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan di suatu desa/daerah tertentu biasanya terjadi pada sekolah-sekolah swasta yang bernaung di bawah kontrol tokoh masyarakat atau ketua-ketua pondok pesantren. Masyarakat diberikan

kewenangan untuk ikut berpartisipasi dalam banyak program pengembangan pendidikan.

8. Citizen Control (kontrol yang dilakukan oleh warga

masyarakat)

Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program kegiatan atau kelembagaan yang diberikan kepada mereka, masyarakat sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kegiatan, kebijakan, dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada stakeholders yang bisa membantu proses pelaksanaan program-program pendidikan. Dengan demikian masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-seumber dana untuk memperoleh bantuan tanpa melalui perantara. Artinya, masyarakat memiliki weweang penuh untuk mengelola atau membangun dan mengembangkan pendidikan di daerah mereka. Masyarakat dapat memberikan warna dan arah terten sesuai dengan keinginan masyarakat dalam satu wilayah tertentu.

Tingkat partisipasi yang dikemukakan oleh Arstein di atas berbeda dengan tingkat atau tahapan yang dikemukakan oleh Wilcox dalam Mardikarto dan Poerwoko (2012). Wilcox mengemukakan adanya lima tahapan atau tingkat partisipasi, yaitu:

1) Information (Memberikan informasi ); masyarakat

pendidikan di sekitar mereka. Mereka tiak terlibat secara langsung. Dan seolah tidak memiliki peran dalam proses pembangunan pendidikan.

2) Consultation (Konsultasi), yang dimaksud dengan konsultasi oleh Wilcox adalah menawarkan pendapat, sebagai pendengar yang baik untuk memberikan umpan balik tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut;

3) Deciding together (pengambilan keputusan bersama), dalam arti memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan-pilihan, serta mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan keputusan;

4) Acting together (bertindak bersama), artinya adalah, tidak hanya sekedar terlibat dalam pengambilan keputusan tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatanya;

5) Supporting independent community interest

(memberikan dukungan) dimana kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat dan dukungan lain, untuk mengembangkan agenda kegiatan.

Praktik partisipasi yang melibatkan langsung warga masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan sehingga akan terjalin sinergi antara warga, pemerintahan, sekolah, dan masyarakat dalam membangun kepercayaan sebagai modal penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dari berbagai tingkatan partisipasi yang dijelaskan di atas

menggambarkan keterlibatan langsung dari warga masyarakat dalam proses pembangunan pendidikan dengan meningkat kwalitas pendidikan tersebut. Partisipasi dapat berperan pendidikan dalam pengambilan keputusan, kontrol serta koordinasi dalam mempertahankan hak-hak sosialnya dalam proses peningkatan mutu pendidikan demi tercapainya pembangunan pendidikan yang baik.