• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

A. Pengertian Partisipasi

Partisipasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu “participation” yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan (Echols dan Shadily, 2006), sedangkan dalam Oxford Learner’s Pocket Dictionary dijelaskan

participation means (actin of), (Hornby, 2003). Partisipasi

masyarakat memiliki banyak arti, dalam buku reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah dijelaskan partisipasi masyarakat berarti bahwa masyarakat terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga berarti keterlibatan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan upaya, memperbesar kapasitas atau memperluas hak dan kewajiban masyarakat. Ketika masyarakat terlibat seharusnya masyarakat memberikan waktu, uang, gagasan, kepercayaan dan kemauan.

Menurut Suryosubroto (2002) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam memberikan inisiatip terhadap kegiatan-kegiatan yang dilancarkan oleh organisasi serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatanya. Davis (2002) memberikan definisi tentang partisipasi sebagai berikut: “participation definet a mental and emotional involved

at a person in a group situation which encourager then contribut to group goal and share responsibility in them”. Pengertian

singkat tentang partisipasi yang dikemukakan oleh Davis dapat dijabarkan menjadi tiga ide pokok sebagai berikut: 1) partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi, partisipasi masyarakat bukan sekedar aktivitas fisik saja tetapi keterlibatan seseorang lebih bersifat ikatan emosional atau psikologis, sehingga akan menimbulkan

trust dan ikatan yang kuat atara pengelola pendidikan

dengan masyarakat setempat. 2) ide dari partisipasi ini adalah motivasi seseorang untuk memberikan bantuan yang terwujud dalam kesempatan untuk mengembangkan inisiatif dan kreatifitas serta tercapainya tujuan kelompok masyarakat. Dengan demikian partisipasi bukan sekedar memberikan pesetujuan atas sesuatu yang harus diputuskan, tetapi lebih kearah hubungan sosial psikologis diantara anggota pada suatu kelompok. 3) ide partisipasi merupakan penerimaan tujuan dalam aktivitas-aktivitas kelompok masyarakat untuk pembangunan pendidikan yang ada di wilayah mereka.

Definisi partisipasi masyarakat juga dikemukakan oleh Dwiningrum (2011) yaitu, “keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan dan pelaksanaan (implementasi) program atau proyek pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat lokal”. Partisipasi masyarakat bersifat proaktif dan reaktif (artinya adalah masyarakat ikut bernalar atau bertindak), ada kesempatan yang dilakukan oleh semua yang terlibat, ada tindakan

yang mengisi kesepakatan, pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara.

Paparan definisi partisipasi di atas dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan di SD/MI merupakan keterlibatan masyarakat secara mental, emosi, dan fisik anggota masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan pada suatu daerah tertentu. Partisipasi yang dimaksud dalam kajian ini adalah keterlibatan masyarakat Desa Jerowaru dengan terlibat langsung dalam proses pembangunan pendidikan di (SD/MI) atau melalui perwakilan orang tua siswa yaitu komite sekolah. Masyarakat ikut terlibat sepenuhnya dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi proses pembangunan pendidikan yang ada di wilayah desa Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.

Keterlibatan seseorang baik pikiran maupun tenaga dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan program, mengevaluasi dan memperoleh manfaat dari program-program pembangunan pendidikan di daerah mereka. Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa esensi partisipasi adalah keterlibatan sikap dan perbuatan nyata dalam kegiatan menyusun rencana, melakukan program, memanfaatkan hasil, mengevaluasi program, menanggung resiko dan bertanggung jawab atas suatu program kegiatan pembangunan pendidikan di sekolah dasar. Partisipasi dapat dimanivestasikan dalam bentuk sikap dan perbuatan yang ditunjukkan oleh frekuensi dari

partisipasi masyarakat setempat. Karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003, maka masyarakat, penyelenggara pendidikan dan pemerintah desa yang merupakan wakil dari pemerintah daerah harus berusaha membangun kemitraan dan bersama-sama mengembangkan konsensus dalam berbagai hal untuk meningkatkan kualitas dalam pembangunan pendidikan di daerah pedesaan.

Praksis pendidikan di pedesaan dalam melibatkan masyarakat telah terjadi kesalahan yang fundamental, oleh karena itu perlu adanya perubahan mendasar dalam menyusun hubungan sinergik antar unsur dan komponen dari berbagai lapisan masyarakat dengan penyelenggara yang pendidikan yang ada. Muhadjir (2000) mengatakan “era kekinian disebut sebagai era reformasi, perubahan yang terlihat belum dapat diartikan sebagai reformasi”. Yang dimaksud perubahan reformasi oleh Muhadjir adalah perubahan fundamental filosofinya dan teorinya. Transfer nilai-nilai filosofi dan teori yang melandasi reformasi di masyarakat akan menjadikan reformasi suatu transformasi pendidikan.

Dalam visi pemberdayaan masyarakat menurut Muhadjir (2000) adalah semua masalah dan cita kemasyarakatan menjadi tugas masyarakat itu sendiri. Suatu welfare state yang community based mencitakan semua masalah kesejahteraan warga masyarakat diatasi dan

dipecahkan oleh masyarakat itu sendiri. Empowering atau pemberdayaan merupakan konsep mutakhir dalam proses pembangunan pendidikan di pedesaan. Konsep terdahulu berubah sebatas liberation atau kebebasan. Konsep yang terkait dengan development atau pengembangan pembangunan pendidikan menurut Muhadjir (2000) bahwa social empowering yang community based memiliki paradigma yang berbeda dengan desentralisasi. Desentralisasi menggunakan paradigma bahwa pemerintah yang memiliki otoritas, lalu didelegasikan kepada pengelola pendidikan dan masyarakat, sedangankan Social empowering yang community based menggunakan paradigma yang menekankan atau mengekspose penting kesadaran yang dimiliki masyarakat untuk olahan dan keputusan dari dan untuk masyarakat itu sendiri, dalam konteks ini adalah katerlibatanya dalam praksis pembangunan pendidikan di daerah pedesaan.

Dengan demikian konsep yang memudahkan menyingkronkan paradigma pemikiranya dengan social

empirowing adalah otonomi, bukan desentralisasi. Otonomi

yng dimaksud oleh Muhadjir di atas adalah pengakuan atas otoritas masyarakat untuk membuat keputusan kebijakanya perlu diakui. Meskipun demikian harus disadari bahwa harkat dan martabat manusia menuntut kualitas kehidupan kehidupan yang terus meningkat, dan itu pula perlu disadari oleh semua kelompok masyarakat. Bagi masyarakat yang kurang memiliki wawasan tentang suatu kemajuan maka tuntutanya tidak terlalu tinggi, dan

juga tidak peka terhadap deviant-deviant sosial. Muhadjir (2000) menjelaskan; agar harkat dan martabat manusia dapat terus dikembangkan, maka otonomi perlu dilengkapi dengan standar mutu dan norma ideal agar harkat dan martabat manusia tetap terjaga.

Pendapat Muhadjir di atas kaitanya dengan desentralisasi dan otonomi pendidikan, maka Sumarno dkk. (2001) memaparkan bahwa “perumusan kebijakan operasional dalam otonomi daerah, khususnya dalam pengelolaan pendidikan, yang meliputi aspek-aspek kelembagaan, kurikulum, sumber daya manusia, pembiayaan, dan sarana prasana. Agar efektif, maka implementasi dari kebijakan tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi daerah”. Dalam konteks otonomi pendidikan, untuk melaksanakan program-programnya sekolah perlu mengundang berbagai pihak (keluarga, masyarakat, dan stakeholders) untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan pendidikan.

Perkembangan partisipasi masyarakat berkaitan dengan opinion leader sebagimana Muhadjir (2000) menyatakan bahwa “untuk mengembangkan pemberdayaan masyarakat, peran opinion leader sangat penting. Opinion leader inilah yang mampu menjamin kehidupan demokratis, karena para opinion leader memang tumbuh dalam konteks yang demokratis”. Pemberian wawasan tentang perubahan sosial, pembekalan pengetahuan, dan peningkatan kemampuan organisasi kepada para opinion leader akan menghasilkan suara

mayoritas yang bervariasi kedepan. Artinya, opinion leader diharapkan dapat menjadi basis kekuatan pemberdayaan masyarakat dari grass root, pemberdayaan masyarakat yang community based.

Arti penting partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan menunjukkan bahwa partisipasi dibutuhkan untuk mengembangkan sinergi hubungan atara pemerintah dan masyarakat, maupun sinergi dalam community network (jaringan komunitas) dalam proses pembangunan pendidikan dan perbaikan mutu pendidikan; partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan keperdulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pendidikan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka, artinya, melalui partisipasi yang diberikan berarti masyarakat benar-benar menyadari bahwa kegiatan pendidikan bukanlah sekedar kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah dan satuan pendidikan sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan menikmati hasil dari peningkatan mutu pendidikan.

Terbentuknya kesempatan bagi masyarakat dalam proses pendidikan memungkinkan munculnya partisipasi masyarakat sekitar dalam penyelenggaraan pendidikan. Bahkan tidak hanya masyarakat sekitar, karena target dan standar yang harus dicapai adalah skup regional dan daerah, maka pemerintah daerah akan secara langsung terlibat dalam menyukseskan pendidikan di wilayah masing-masing. Dengan adanya kesempatan yang

diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan maka keberhasilan sekolah dalam pembangunan pendidikan melalui peningkatan mutu pendidikan akan bisa dicapai secara maksimal.