• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kalian Pustaka

3. Matematika

Pada subbab ini dipaparkan mengenai pengertian Matematika, pembelajaran Matematika, materi operasi hitung perkalian, dan kesulitan belajar Matematika a) Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi (Susanto, 2013: 183). Belajar matematika merupakan suatu syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Dengan belajar matematika, maka kita belajar secara kritis, kreatif, dan aktif. Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep matematika harus dipahami secara mendalam.

Menurut Johnson&Rising (dalam Runtukahu, 2014: 28) mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian matematika, yaitu:

1) Matematika adalah pengetahuan terstruktur, dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.

2) Matematika ialah bahasa simbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat.

3) Matematika adalah seni, dimana keindahannya terdapat dalam keturutan dan keharmonisan.

Sejalan dengan pendapat Runtukahu (2014: 28) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan berhubungan antar-struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Pihak lain Reys (dalam Runtukahu, 2014: 29) mengatakan bahwa Matematika adalah studi tentang pola dan hubungan cara berpikir dengan strategi organisasi, analisis dan sintetis, seni, bahasa, dan alat untuk memecahkan masalah-masalah abstrak dan praktis.

b) Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran di dalamnya mengandung makna belajar dan mengajar, atau merupakan kegiatan belajar mengajar (Susanto, 2013: 185). Menurut Dimyati (dalam Susanto, 2013: 185) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran berarti aktivitas guru dalam merancang bahan pengajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan bermakna. Muhsetyo (2012: 26) mengemukakan pembelajaran Matematika adalah proses pemberian

pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan Matematika yang dipelajari.

Pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi Matematika (Susanto, 2013: 186).

Guru menempati posisi kunci dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa mencapai tujuan secara optimal, serta guru harus mampu menempatkan dirinya secara dinamis dan fleksibel sebagai informan, transformator, organizer, serta evaluator bagi terwujudnya kegiatan belajar siswa yang dinamis dan inovatif. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara mandiri. Sehingga siswa dalam memperoleh pengetahuannya diterima secara aktif. Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget bahwa pengetahuan diperoleh siswa dari suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa (Susanto, 2013: 188).

Dalam proses kegiatan pembelajaran Matematika, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan Matematika. Selain itu, dengan pembelajaran Matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan Matematika.

Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika merupakan suatu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru dan siswa untuk memahami materi tentang Matematika dengan cara berpikir yang meningkat.

c) Perkalian

Menurut Runtukahu (2014: 117) operasi perkalian seperti operasi bilangan lainnya, perkalian berguna untuk memecahkan masalah dalam dunia nyata. Oleh karena itu, pengenalan operasi perkalian sebaiknya dimulai dari situasi dalam kehidupan sehari-hari. Contoh soal, “ada tiga orang memancing ikan, masing -masing mendapat 4 ekor, berapa ekor ikan semuanya?”. Untuk menyelesaikan soal tersebut dapat menggunakan model-model berikut ini, kelompok objek yang sama, penjumlahan berulang, garis bilangan dan barisan objek (baris dan kolom). Berikut akan dijelaskan setiap modelnya:

1. Kelompok objek yang sama # # # # # # # # # # # #

Gambar 2.1 Kelompok objek sama

Pada gambar 2.1 terdapat simbol yang berbentuk pagar (#), simbol tersebut menunjukkan kelompok objek yang memiliki bentuk sama atau perolehan ikan dari hasil pancingan. Baris pertama adalah hasil pancingan orang pertama memperoleh 4 ekor ikan, baris kedua adalah hasil pancingan orang kedua memperoleh 4 ekor ikan, dan baris ketiga adalah hasil pancingan orang ketiga memperoleh 4 ekor ikan. Seluruh ikan yang diperoleh ada 12 ekor.

2. Penjumlahan berulang

4 + 4 + 4 “3 x 4” = 12

Gambar 2.2 Penjumlahan berulang

Pada gambar 2.2 dapat diketahui bahwa perkalian diartikan sebagai penjumlahan berulang, 4 ikan ditambah 4 ikan ditambah 4 ikan. Ikan seluruhnya ada 12 ekor.

3. Garis bilangan

0 4 8 12 3 x 4 = 12

Gambar 2.3 Garis bilangan

Pada gambar 2.3 merupakan garis bilangan kelipatan dari empat. Garis bilangan tersebut dimulai dari angka 0, kemudian angka 4, angka 8, dan angka 12. 4. Barisan objek dalam kolom

3x4=12

Gambar 2.4 barisan objek dalam kolom

Pada gambar 2.4 terdapat sebuah tabel yang terdiri dari baris dan kolom. Pada setiap baris tabel tersebut terdapat 4 kolom, tabel tersebut terdiri dari 3 baris dan 4 kolom, jadi jika ikan dimasukkan ke dalam tabel tersebut membutuhkan 12 kotak yang sama.

Menurut Soesilowati (2011: 35) menyebutkan bahwa perkalian merupakan bentuk lain dari penjumlahan bilangan yang dilakukan secara berulang. Prinsipnya, perkalian sama dengan penjumlahan secara berulang (Heruman, 2008: 22). Operasi hitung perkalian dapat dilakukan dengan cara bersusun pendek dan cara susun panjang, berikut penjelasannya:

1) Perkalian dengan cara susun panjang Contoh soal: 25 × 3 25 3 x 15 3 x 5 = satuan x satuan 61 + 3 x 20 = satuan x puluhan 75

2) Perkalian dengan cara bersusun pendek 25

3 x

75 3 x 5 = 15, ditulis 5 (menyimpan 1) 3 x 2 = 6 ditambah, 1 jadi hasilnya = 7 d) Kesulitan Belajar Matematika

Berkesulitan belajar atau learning disabilities artinya ketidakmampuan belajar. Definisi kesulitan belajar berasal dari negara pengembangan, Amerika Serikat. Pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of Education yang dikenal dengan Public Law (PL) 94-142 pada 1997 ( dalam Runtukahu, 2014: 19-24) yang menyatakan bahwa:

Kesulitan belajar khusus merupakan gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan.

Gangguan ini mungkin tampak sebagai ciri bentuk kesulitan dalam mendengar, berpikir, berbicara, mengeja atau berhitung. Batasan ini meliputi kondisi seperti gangguan perceptual, luka padtak, disklesia, dan atau afasia perkembangan. Batasan ini tidak mencakup anak-anak yang memiliki masalah belajar yang disebabkan oleh gangguan dalam penglihatan, pendengaran atau motorik, tunagrahita, gangguan emosional, atau karena kemiskinan ekonomi.

Beberapa faktor dapat menyebabkan kesulitan belajar. Faktor penyebab kesulitan belajar dapat dikemukakan sebagai berikut ini:

1) Keturunan

2) Otak tidak berfungsi

3) Lingkungan dan malnutrisi (kurang gizi) 4) Ketidakseimbangan biokimia

Kirk Gallagher (dalam Runtukahu, 2014: 22) mengemukakan empat penyebab kesulitan belajar, yaitu:

1) Faktor kondisi fisik. Kondisi fisik yang tidak menunjang anak belajar termasuk kurang penglihatan dan pendengaran, kurang dalam orientasi dan terlalu aktif.

2) Faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang tidak menunjang anak dalam belajar, antara lain keadaan keluargam masyarakat, dan pengajaran di sekolah yang tidak memadai. Kondisi ini dapat mengganggu proses psikologis, misalnya kurang perhatian dalam belajar menyebabkan anak sulit dalam belajar.

3) Faktor motivasi dan sikap. Kurang mutivasi belajar dapat menyebabkan anak kurang percaya diri dan menimbulkan perasaan-perasaan negatif terhadap sekolah.

4) Faktor psikplogis. Kurang persepsi, ketidakmampuan kognitif dan lambat dalam bahasa, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan belajar dalam bidang akademik.

e) Alat Peraga Pembelajaran

Pada subbab ini dipaparkan mengenai perngertian alat peraga, fungsi alat peraga, dan kriteria alat peraga.

a. Pengertian alat peraga

Alat peraga merupakan suatu media pembelajaran yang dapat mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Alat peraga digunakan untuk membantu siswa dalam memahami suatu materi pelajaran (Sastradiradja, 1971: 4).

b. Fungsi alat peraga:

1) Membantu murid belajar lebih banyak. 2) Membantu murid mengingat lebih lama.

3) Memperlengkapi rangsangan yang efektif untuk belajar. 4) Menjadikan belajar yang lebih kongkrit (nyata).

5) Membawa dunia ke dalam kelas.

6) Memberikan pendekatan-pendekatan bayangan yang tajam-tajam dari satu subyek yang sama (Sastradiradja, 1971: 1-3).

c. Kriteria alat peraga yang baik: 1) Kondisi guru

2) Sederhana

3) Jelas dan bentuk yang benar

4) Tidak membingungkan (Sastradiradja, 1971: 4-7).

Kriteria media pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tujuan mengajar

2. Bahan pelajaran 3. Metode mengajar

4. Tersedianya alat yang dibutuhkan 5. Jalan pelajaran

6. Penilaian hasil belajar 7. Pribadi guru

8. Minat kemampuan siswa

9. Situasi pengajaran yang sedang berlangsung (Hamalik, 1986: 16) Syarat-syarat alat peraga:

1. Rasionil, sesuai dengan akal dan mampu dipikirkan oleh kita. 2. Ilmiah, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

3. Ekonomis, sesuai dengan kemampuan pembiayaan yang ada, hemat. 4. Praktis, dapat digunakan dalam kondisi praktek di sekolah dan bersifat

5. Fungsionil, berguna dalam pelajaran, dapat digunakan oleh guru dan siswa (Hamalik, 1986: 18).

Menurut Rusefendi (1998: 34) mengemukakan Langkah-langkah yang harus diperhatikan agar alat peraga dapat digunakan secara efektif:

1. Menentukan tujuan dan memilih bahan yang teliti 2. Persiapan guru

3. Persiapan kelas/murid 4. Penyajian bahan

5. Keaktifan dan pemakaian

6. Evaluasi pelajaran dan metoda penggunaan

Syarat dan kriteria media alat peraga menurut Sundayana (2015: 8) beberapa persyaratan alat peraga antara lain:

1. Tahan lama

2. Bentuk dan warnanya menarik 3. Sederhana dan mudah dikelola 4. Ukuran sesuai

5. Dapat menyajikan konsep matematika baik bentuk real, gambar, atau diagram.

6. Sesuai dengan konsep Matematika

7. Dapat memperjelas konsep Matematika dan bukan sebaliknya.

8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berfikir abstrak bagi siswa.

9. Menjadikan siswa belajar aktif dan mandiri dengan manipulasi alat peraga.

10.Bila mungkin alat peraga tersebut bisa berfaedah lipat (banyak).

Berdasarkan paparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa alat peraga merupakan suatu media pembelajaran yang berguna untuk membantu siswa dalam memahami materi pelajaran. Alat peraga juga memiliki syarat dan kriteria seperti alat peraga itu harus awet, dapat digunakan untuk belajar.

f) Alat peraga Matematika

Alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang pikiran, perasaan dan perhatian dan kemuan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar adalah pendapat dari Ali (dalam Sundayana, 1989: 7). Ahli lain Ruseffendi (1992: 5) mengatakan bahwa, alat peraga adalah alat yang menerangkan atau mewujudkan konsep matematika. Sejalan dengan Pramudjono (1992: 7) yang mengemukakan pendapatnya mengenai alat peraga, adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep matematika.

Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa alat peraga matematika merupakan benda yang dapat membantu untuk menjelaskan konsep matematika.

g) Sejarah Montessori

Maria Montessori diakui sebagai salah satu pendidik besar. Kisah seorang perempuan yang berdedikasi menggunakan kemampuan ilmiahnya, pengalamannya, dan wawasannya untuk mengembangkan sebuah metode pendidikan yang melawan pola-pola pendidikan konvensional.

Maria Montessori lahir pada 31 Agustus 1870 di Chiaravalle, kota bukit dengan pemandangan Laut Adriatik, provinsi Ancona di Italia. Dia adalah anak tunggal dari Alessandro Montessori , seorang manajer bisnis perusahaan tembakau milik negara; dan Renilde Stoppani, perempuan berpendidikan dari sebuah keluarga terpandang. Proses belajar yang dilalui Montessori membuatnya untuk melakukan kreasi belajar dan sering belajar mandiri.

Pada tahun 1883, Maria Montessori yang berusia 13 tahun diterima di Regia Secuola Technica Michelangelo Buonarroti, sebuah sekolah teknik negeri. Montessori lulus dari sekolah teknik tersebut pada musim semi tahun 1886, dengan nilai-nilai yang tinggi. Pada tahun 1890 Montessori diterima di Universitas Roma sebagai mahasiswa untuk bidang Fisika, Matematika, dan Ilmu-ilmu pengetahuan alam. Dia lulus ujian untuk diploma di Licenza tahun 1892. Montessori adalah perempuan pertama yang diterima di sekolah yang diterima di sekolah kedokteran tersebut karena sepenuhnya didominasi oleh kaum pria, Montessori menentang aturan-aturan dan praktik-praktik yang diskriminatif terhadap perempuan.

Montessori menentang sejarahwan dari Prancis Jules Michelet (1798-1878), yang berpendapat bahwa kaum perempuan secara alami bersifat lemah dan memerlukan pengawasan dan pelatihan dari kaum pria yang lebih kuat dan lebih cerdas. Menurut Montessori : “Pada akhirnya, kaum perempuan di masa depan akan memperoleh hak-hak yang setara dan sekaligus kewajiban-kewajiban. Dia akan memiliki sebuah kesadaran diri yang baru dan akan mendapati kekuatannya yang sesungguhnya dalam kepribadian perempuan yang merdeka. Kehidupan keluarga sebagaimana yang kita tahu dapat berubah, tetapi adalah absurb untuk berpikir bahwa feminisme akan menghancurkan rasa keibuan. Perempuan baru tersebut akan menikah dan memiliki anak-anak dengan pilihannya sendiri, bukan karena paksaan, dan dia akan melakukan kontrol atas kesehatan dan kesejahteraan generasi berikutnya dan membangun sebuah kerajaan perdamaian karena ketika dia dapat berbicara dengan jelas atas nama anak-anaknya dan untuk kepentingan hak-haknya, kaum pria akan mendengarnya.

”Montessori membuka sekolah pertamanya yang bernama Casa dei Bambini,

atau Rumah Anak-Anak. Casa dei Bambini merupakan dua bentuk usaha untuk mengurangi kesukaan dan kesengsaraan kaum miskin melalui usaha-usaha filantropis dan pendidikan. Montessori memiliki beberapa motif ketika mendirikan Casa dei Bambini, yaitu: 1) motif sosial & ekonomi untuk menghasilkan reformasi sosial, khususnya peningkatan kondisi dari kelas pekerja, 2) motif bahwa sekolah merupakan alat untuk membantu para ibu pekerja yang akan berkontribusi bagi gerakan untuk memperjuangkan kesetaraan dan hak-hak bagi kaum perempuan.

Pada tahun 1910 Montessori telah memperoleh pengakuan sebagai seorang pendidik inovatif yang signifikan di tanah kelahirannya Italia, dimana memimpin sebuah sekolah percontohan dan sebuah institut pelatihan bagi para direktris. Salah satu ciri pendekatan Montessori dalam pendidikan pengajar adalah bahwa metode Montessori harus dipelajari dan digunakan tanpa penyimpangan dari bentuk yang asli.

Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dari sejarah Montessori, Montessori menggunakan suatu metode dalam proses pembelajarannya metode tersebut merupakan suatu metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk membuat anak aktif, kreatif, dan reflektif.

h) Alat Peraga Montessori

Maria Montessori merumuskan lima ciri utama alat peraga yang baik sesuai dengan tingkat perkembangan anak (Montessori, 2002: 171-175). Karakteristik tersebut adalah memiliki ciri menarik, bergradasi, mempunyai pengendali kesalahan, dan dapat digunakan secara mandiri. Lima ciri alat peraga Montessori dijelaskan berikut ini, yaitu:

1) Ciri yang pertama adalah menarik, Montessori melakukan penelitian dan warna-warna yang digunakan pada alat peraga Montessori, warna-warna tersebut merupakan hasil dari penelitian terhadap anak. Warna-warna yang digunakan dalam alat peraga Montessori disesuaikan dengan ketertarikan anak pada warna tersebut. Alat peraga Montessori dibuat dengan memperhatikan keindahan di dalamnya, sehingga anak tertarik untuk belajar.

2) Ciri yang kedua adalah bergradasi, alat peraga Montessori dibuat dengan memperhatikan gradasi. Montessori menyebutkan bahwa ada dua jenis gradasi yaitu gradasi umur dan gradasi rangsangan rasional. Gradasi umur dapat dilihat dari penggunaan alat untuk jenjang kelas sebelumnya maupun untuk jenjang kelas selanjutnya. Gradasi rangsangan rasional dapat terlihat pada penggunaan alat yang melibatkan beberapa indera.

3) Ciri yang ketiga adalah memiliki pengendali kesalahan (auto correction). Alat peraga Montessori dibuat dengan memperhatikan pengendali kesalahan, sehingga siswa tahu ketika melakukan kesalahan dalam menggunakan alat peraga tanpa ada arahan dari guru. Misalnya pada alat peraga knope silider, jika siswa salah dalam menyusunnya dari kecil ke besar atau besar ke kecil. Maka bentuk susunannya terlihat tidak teratur dan tidak indah.

4) Ciri yang keempat adalah kemandirian (auto education). Alat peraga Montessori dibuat juga dengan memperhatikan kemandirian yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dalam menggunakan alat tersebut. Alat peraga disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yang membuat siswa tidak kesulitan untuk membawa dan menggunakannya.

5) Ciri-ciri yang kelima yaitu kontekstual. Montessori mengisi kelas dengan bahan-bahan pembelajaran yang dekat dengan lingkungan siswa. Menurut Lillard (2005: 32) proses belajar seharusnya disesuaikan dengan konteks yang ada. Konteks berarti pola hubungan dalam lingkungan langsung seseorang (Johnson, 2010: 34). Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang lingkungan sekitar (Hainstock, 1997: 83).

Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa alat peraga Montessori merupakan alat peraga yang dirancang untuk membantu anak belajar dan memahami materi pembelajaran.

Dokumen terkait