• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mb : Berkarya melalui Sastra dan Taman Bacaan Istana Rumbia

dengan Remitansi Sosial Tyas Retno Wulan1 , Dalhar Shodiq, Soetji Lestari, dan Rili

Boks 1 Mb : Berkarya melalui Sastra dan Taman Bacaan Istana Rumbia

Di Wonosobo, tepatnya di Kecamatan Leksono, Mb (41) yang pernah bekerja di Hong Kong dan Taiwan kini aktif dalam Komunitas Sastra Terminal Tiga, dan empat buah novel telah diterbitkannya yaitu: Ranting Sakura (2007) dan Geliat Sang Kung Yang (2007), Sumi Gadis Buta (2008), Sajadah (2009) serta puluhan cerpen yang diterbitkan di majalah dan koran terbitan nasional. Mb kini juga tercatat sebagai anggota Panwas Pemilu Kabupaten Wonosobo.

Keberangkatan Mb pada tahun 1996 ke Hong Kong dilatarbelakangi persoalan ekonomi. Selain mengalami kebangkrutan karena usaha dagangnya di pasar Wonosobo dilalap api, dia juga harus membayar hutang yang ditinggalkan mantan suaminya sebesar 23 juta. Tahun 1998 kontrak pertamanya selesai dan semua uang hasil jerih payahnya digunakan untuk membayar hutang. Tahun 1998-2000 dia kembali bekerja di Taiwan. Setahun setelah selesai masa kontrak di Taiwan, tahun 2001-2004 dia kembali bekerja di Hong Kong untuk dua kali masa kontrak. Selama bekerja di Hong Kong pada periode ini, Mb memanfaatkan waktunya untuk memberdayakan diri dengan mengikuti kursus bahasa asing, belajar taekwondo, dan latihan menulis.

Kursus Taekwondo yang diikutinya selama bekerja di Hong Kong membuatnya terbebas dari palak di Terminal Tiga Jakarta. Pada saat pulang dari Hong Kong pada awal April 2005, Mb sengaja keluar lewat Terminal III, terminal yang sering menjadi momok para BMP karena banyaknya pungutan dan preman. Dengan bekal ketrampilan taekwondonya ia menantang preman yang menganggu dan ternyata preman itu tidak berani melawan. Lolos dari gangguan itu, bukan berarti Mb sudah aman, di tempat menunggu jemputan, masih di bandara Soekarno Hatta ia kembali diganggu preman lain, kali ini bukan jurus taekwondo yang dia keluarkan, tetapi kemampuan catur. Keberanian dan ketrampilan yang menjadi kekuatannya itu telah mengubah hidupnya. Kepandaian menulis awalnya adalah cara dia untuk menuangkan kegelisahan hatinya selama bekerja di rumah majikan. Saat di Hong Kong dan dalam kondisi tertekan, tidak ada yang bisa menjadi teman curhat selain kertas. Dimanfaatkannya

Migrasi Internasional: Realita dan Perubahan Kesejahteraan

kertas bekas atau kalender yang sudah tidak terpakai untuk menulis suara hatinya. Di kertas bekas itulah dia melahirkan karya sastra. Awalnya Mb tak pernah tertarik mengumpulkan hasil tulisannya, namun karena pertemuannya dengan Stv Ym, mahasiswa ilsafat UGM (yang kini jadi suaminya), tulisan-tulisan itu kemudian dikritisi dan dikirim ke mana-mana. Karena karya-karya sastranya itulah, dia sering diundang menjadi pembicara dalam bedah buku dan karya sastra antara lain: ”Baca Cerpen di Dewan Kesenian Jakarta (Surabaya 2005), ”Ngabuburit Budaya Hong Kong Indonesia (Wonosobo 2005), ”TKW Nyastra, Sastra Diasporavagansa Hong Kong-Indonesia (Yogyakarta 2006), Bedah Buku Cerpen Naga Kecil (Yogyakarta 2006), menjadi pembicara dalam mata kuliah Sosiologi Sastra di FISIP Unsoed Purwokerto (April 2008). Karena prestasinya itu, dia menjadi dekat dengan sastrawan terkenal tanah air seperti Ahmad Tohari dan Saut Situmorang. Sastrawan Ahmad Tohari, bahkan akhirnya mengubah persepsinya tentang perempuan, khususnya para BMP, yang mungkin selama ini dipandangnya sebelah mata, ketika sudah membaca karya sastra mereka-khususnya Mb yang dinilainya sangat bagus, baik dari segi kalimat ataupun gramatikalnya (Nabonenar, 2007). Prestasinya itulah yang kemudian membuat karya sastra buruh migran mendapat tempat tersendiri dalam ranah sastra di Indonesia dan juga menginspirasi para BMP yang lain untuk menulis. Pada saat tampil di KJRI Hong Kong sebagai pembicara dalam dialog multi pemangku kepentingan untuk perlindungan BMP pada bulan Juni 2007 misalnya, para BMP di Hong Kong berebut meminta tanda tangan dan berfoto dengannya.

Di kampung halamannya, Sunten Lipursari Wonosobo, selain keaktivannya sebagai anggota Panwaslu dan PKPP di Kecamatan, Mb juga mendirikan Istana Rumbia, taman bacaan dan tempat belajar untuk anak-anak. Masyarakat desanya awalnya juga tidak terlalu merespons ketika dia mendirikan taman bacaan Istana Rumbia di rumahnya, namun akhirnya justru banyak orang tua dari anak-anak yang rutin belajar di tempatnya menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasinya karena Maria telah membuat anak-anak mereka rajin belajar dan membaca. Rumah Baca “Istana Rumbia” berdiri sejak 1 Januari 2006 di rumah pribadi Mb.

Dalam bidang ekonomi, Mb kini juga memberdayakan lingkungannya

melalui usaha rumah tangga yang dilakukannya dengan membuat singkong rasa gadung yang sudah dipasarkan sampai Kreteg dan Banjarnegara. Industri rumah tangga pembuatan singkong rasa gadung ini baru ditekuninya sekitar empat bulan yang lalu, tetapi omzetnya sudah mencapai satu ton setiap bulan. Selain memberdayakan ekonomi tetangganya melalui kegiatan ini, industri ini juga membuat harga singkong di desa Sunten yang tadinya hanya Rp 200,00 perkilogram, kini menjadi Rp 1.000,00 perkilogram. Kini cita-citanya adalah memperluas pangsa pasar sampai ke kabupaten lain, hanya saja masih terkendala belum adanya transportasi yang memadai.

Proses bagaimana Mb bisa memanfaatkan kemampuan bermain catur dan taekwondo untuk melawan pemerasan di Terminal III, memanfaatkan kemampuan komputernya sampai membuat kepala desanya belajar darinya, memanfaatkan jejaring sosialnya di dunia sastra

untuk mencerdaskan anak-anak di kampungnya, serta proses bagaimana membuat industri rumah tangga pembuatan singkong yang digelutinya bisa menafkahi warga desanya adalah usaha dia tanpa henti untuk memanfaatkan segala potensi remitansi sosial yang dimilikinya.

Rm: Menjadi Kepala Desa Tanpa “Uang Saweran”

Rm1 adalah mantan BMP asal Desa Larangan Lor, Kecamatan Garung, Wonosobo. Desanya dikenal sebagai daerah minus. Keterbelakangan daerahnya itu justru memotivasi Rm untuk melanjutkan sekolah sampai SMA. Rm ternyata tidak saja mampu menamatkan pendidikan SMAnya, namun berhasil pula menembus anggapan budaya dan agama yang melarang perempuan menjadi pemimpin. Pada bulan September tahun 2002 yang lalu, atas desakan warga masyarakatnya Rm mencalonkan diri menjadi kepala desa. Hal ini dilakukan karena warga menilai, kepala desa yang lama tidak bisa mempertanggungjawabkan dana pembangunan Desa Larangan Lor. Awalnya dia ragu karena

4 Berdasarkan wawancara dengan Rm dan kutipan proil Rm yang pernah dimuat dalam buku Menggalang Perubahan: Perlunya Perspektif Gender dalam Otonomi Daerah, editor Gadis Arivia dan Adriana Venny, diterbitkan Yayasan Jurnal Perempuan 2004

Migrasi Internasional: Realita dan Perubahan Kesejahteraan

menjadi kepala desa di tengah masyarakat yang sedang mengalami perubahan adalah tidak mudah. Namun, karena diyakinkan warga desa bahwa dia adalah sosok yang tepat, maka keraguannya pun surut dan keberaniannya timbul. Karena semua syarat telah dipenuhi, akhirnya ia lolos menjadi salah seorang dari tiga calon kepala desa. Akhirnya, karena keyakinan yang kuat untuk membangun desanya, walaupun tanpa didukung ”uang saweran”, dari sekitar 400 pemilih dari Desa Larangan, 55 persen percaya bahwa Rm adalah igur pemimpin masa depan. Akhirnya mantan BMP dari Singapura yang fasih berbahasa Inggris ini menjadi penggerak pembangunan di desanya karena dia terpilih menjadi Kepala Desa periode 2002-2007. Menurut penuturan Rm, awalnya tidak mudah baginya yang seorang perempuan dari keluarga miskin pula untuk bisa menembus tradisi di desanya, namun karena kemampuannya meyakinkan masyarakatnya, dia berhasil menembus budaya itu. Kepandaiannya berbahasa Inggris dan cara pandangnya tentang perempuan yang maju dan mandiri membuat warga Garung terpesona dan memilihnya menjadi kepala desa. Saat bertemu dengan peneliti pada bulan September 2007, Rm hampir menghabiskan masa jabatannya. Menurutnya, perjalanan selama lima tahun memimpin Desa Larangan sangatlah tidak mudah, berbagai upaya untuk menjatuhkan posisinya adalah bagian dari dinamika politik desa yang harus dihadapinya. Namun, bagi perempuan beperawakan kurus kecil ini, semua adalah bagian dari proses perjuangan yang harus dilalui. Rm juga bercerita, pengalaman bekerja dengan majikannya selama di Singapura yang sangat disiplin dan selalu bekerja keras telah membuatnya banyak belajar. Mengamati pola kerja majikannya yang pedagang alat-alat bangunan dengan persaingan yang ketat baginyaadalah proses belajar luar biasa. Kiat-kiat berbisnis yang penuh dengan tipu muslihat dan nilai-nilai dagang dan strategi berhubungan dengan konsumen adalah nilai-nilai berharga yang dipelajarinya selama bekerja di Singapura. Pengalaman hidup yang keras selama bekerja di luar negeri membuat dia relatif tenang dan lebih dewasa ketika ada yang ”menggoyang” jabatannya sebagai kepala desa.

Fenomena yang kemudian menarik adalah, setelah masa jabatannya habis, Rm digantikan

oleh kepala desa perempuan lagi dan juga mantan BMP. Berikut akan ditampilkan proil St Syh.

Boks 3 St Syh: Mengalahkan Suami dalam Pemilihan Kepala