Hukum fisika menyebutkan bahwa makhluk berakal di alam semesta akan menghadapi ajal ini. Tapi hukum evolusi menyebutkan bahwa ketika lingkungan berubah, makhluk hidup pasti pergi, atau beradaptasi, atau mati. Karena mustahil untuk beradaptasi dengan alam semesta yang sedang membeku menuju kematian, satu-satunya opsi adalah mati—atau meninggalkan alam semesta itu sendiri. Ketika menghadapi ajal alam semesta, mungkinkah peradaban-peradaban triliunan tahun di depan kita akan menciptakan teknologi untuk meninggalkan alam semesta kita dengan “sekoci” dimensi lalu pergi menuju alam semesta lain yang lebih muda dan lebih hangat? Atau akankah mereka menggunakan teknologi superior mereka untuk membuat “lengkungan waktu” kemudian pergi ke masa lalu mereka, ketika temperatur jauh lebih hangat?
Beberapa fisikawan telah mengajukan sejumlah skema masuk akal, meski sangat spekulatif, dengan menggunakan ilmu fisika paling maju yang tersedia, untuk menyediakan pandangan paling realistis terkait gerbang atau portal dimensi menuju alam semesta lain. Papan tulis-papan tulis di laboratorium fisika di seluruh dunia penuh dengan persamaan abstrak, sejak para fisikawan memperhitungkan kemungkinan seseorang menggunakan “energi eksotis” dan black hole untuk menemukan jalan ke alam semesta lain. Bisakah sebuah peradaban maju, mungkin jutaan hingga miliaran tahun di depan kita dalam hal teknologi, mengeksploitasi hukum fisika untuk memasuki alam semesta lain?
Kosmolog Stephen Hawking dari Cambridge University pernah bergurau, “Wormhole, seandainya ia eksis, akan sangat ideal untuk perjalanan antariksa
secara cepat. Anda bisa melewati wormhole untuk menuju sisi lain galaksi dan pulang kembali untuk makan malam.”
Dan seandainya wormhole dan portal dimensi terlalu kecil untuk melintaskan eksodus terakhir dari alam semesta kita, maka ada satu opsi lain: menurunkan kandungan informasi suatu peradaban cerdas nan maju sampai level molekular dan memasukkannya melalui gerbang tersebut, yang kemudian akan menyusun sendiri di sisi lain. Dengan cara ini, sebuah peradaban dapat memasukkan benihnya melalui gerbang dimensi dan menyusun ulang dirinya, beserta seluruh kejayaannya. Hyperspace, bukan sekadar mainan para fisikawan teoritis, kemungkinan besar dapat menjadi jalan keselamatan bagi makhluk berakal di alam semesta yang sedang menuju ajalnya.
Tapi untuk benar-benar memahami implikasi peristiwa ini, kita harus pertama-tama memahami bagaimana para kosmolog dan fisikawan telah tiba, dengan susah payah, pada kesimpulan-kesimpulan mengejutkan ini. Sepanjang Parallel Worlds ini, kita mengulas sejarah kosmologi, memuncak dalam teori inflasi, yang, seraya konsisten dengan semua data eksperimen, memaksa kita mempunyai konsep multiple universes.
Seandainya saya hadir pada saat penciptaan, saya akan memberikan beberapa petunjuk berguna untuk penyusunan alam semesta yang lebih baik.
—Alphonse the Wise
Tata surya terkutuk. Cahayanya jelek; planet-planet terlalu jauh; terusik dengan komet-komet; susunan yang lemah; saya bisa membuat [alam semesta] yang lebih baik.
—Lord Jeffrey
D
ALAM SANDIWARA As You Like It, Shakespeare menulis kata-kata abadi berikut:Dunia ini hanyalah panggung,
semua pria dan wanita hanya pemain. Mereka punya pintu keluar dan masuk.
Selama Abad Pertengahan, dunia benar-benar menjadi sebuah panggung, namun kecil dan statis, yang terdiri dari Bumi kecil dan flat yang di sekelilingnya benda-benda angkasa bergerak secara misterius dalam bulatan sempurna mereka. Komet-komet dipandang sebagai pertanda yang meramalkan kematian raja. Ketika komet tahun 1066 meluncur di atas Inggris, hal itu menakutkan para prajurit Saxon Raja Harold, yang lekas kalah oleh pasukan William Sang Penakluk yang terus merangsek maju, dan ini menentukan tahap awal pembentukan Inggris modern.
Komet yang sama meluncur sekali lagi di atas Inggris pada tahun 1682, dan lagi-lagi membangkitkan ketakjuban dan kekhawatiran di seluruh Eropa. Semua orang, sepertinya, dari petani sampai raja, terhipnotis oleh pengunjung
dari angkasa yang tak terduga ini, yang melintas di langit. Dari mana komet itu berasal? Ke mana ia pergi, dan apa artinya ini?
Seorang pria kaya, Edmund Halley, yang juga astronom amatir, begitu terpesona oleh komet tersebut sehingga dia meminta pendapat salah satu ilmuwan terbesar, Isaac Newton. Ketika dia bertanya kepada Newton tentang kekuatan apa yang mengendalikan gerakan komet tersebut, Newton dengan tenang menjawab bahwa komet tersebut bergerak secara elips sebagai konsekuensi dari hukum gaya inverse square (kuadrat terbalik) (yaitu gaya pada komet dikurangi dengan kuadrat jaraknya dari matahari). Selain itu, Newton telah menelusuri komet tersebut dengan sebuah teleskop yang dia ciptakan sendiri (teleskop reflektor yang hari ini digunakan oleh astronom di seluruh dunia) dan garis edarnya mengikuti hukum gravitasi yang telah dia kembangkan dua puluh tahun sebelumnya.
Halley terkejut tak percaya. “Bagaimana Anda tahu?” tanya Halley. “Saya telah mengkalkulasikannya,” jawab Newton. Halley sama sekali tak pernah menduga akan mendengar bahwa rahasia benda-benda angkasa, yang telah membingungkan manusia sejak pertama kali manusia memandang langit, bisa dijelaskan oleh hukum gravitasi yang baru itu.
Terperanjat oleh terobosan monumental ini, Halley dengan murah hati menawarkan pembiayaan untuk penerbitan teori baru ini. Pada 1687, dengan dorongan dan pendanaan Halley, Newton menerbitkan karya epiknya,
Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (Mathematical Principles of Natural Philosophy). Ini telah diakui sebagai salah satu karya terpenting yang
pernah dipublikasikan. Dalam satu pukulan, para ilmuwan yang sebelumnya mengabaikan hukum tata surya tiba-tiba mampu memprediksikan, dengan ketelitian tepat, gerakan benda-benda angkasa.
Dampak Principia itu begitu besar di salon-salon dan istana-istana Eropa sehingga penyair Alexander Pope menulis:
Alam dan hukum alam tersembunyi di malam hari,
Tuhan berkata, “Jadilah Newton!” lalu semua menjadi terang.
(Halley menyadari bahwa seandainya orbit komet adalah elips, seseorang dapat mengkalkulasi kapan ia akan melayang di atas London lagi. Memeriksa catatan lama, dia menemukan bahwa komet tahun 1531, 1607, dan 1682 merupakan komet yang sama. Komet yang begitu penting bagi
pembentukan Inggris modern pada tahun 1066 tersebut terlihat oleh orang-orang di sepanjang catatan sejarah, termasuk Julius Caesar. Halley memprediksikan bahwa komet itu akan kembali pada 1758, jauh setelah Newton dan Halley wafat. Ketika komet itu betul-betul kembali pada Hari Natal tahun tersebut sesuai jadwal, ia dinamai komet Halley.)
Newton menemukan hukum gravitasi universal 20 tahun sebelumnya, ketika wabah hitam melanda Universitas Cambridge dan dia terpaksa mengasingkan diri ke perkebunan pedesaan di Woolsthorpe. Dia mengenang dengan penuh gairah bahwa saat berjalan-jalan di perkebunannya, dirinya melihat apel jatuh. Saat itu dia menanyakan pada dirinya sendiri sebuah pertanyaan yang kemudian mengubah sejarah manusia: jika sebuah apel jatuh, apakah bulan juga jatuh? Dengan ilham brilian, Newton menyadari bahwa apel, bulan, dan planet semuanya mematuhi hukum gravitasi yang sama, bahwa mereka semua mematuhi hukum kuadrat terbalik. Saat Newton mendapati bahwa matematika abad 17 terlalu primitif untuk memecahkan hukum gaya ini, dia menemukan cabang matematika baru, kalkulus, untuk menetapkan gerakan apel jatuh dan bulan.
Dalam Principia, Newton juga menuliskan hukum mekanika, hukum gerak yang menetapkan trayektori semua benda bumi dan angkasa. Hukum ini meletakkan dasar untuk perancangan mesin, pemanfaatan tenaga uap, dan pembuatan lokomotif, yang pada gilirannya membantu membuka jalan untuk Revolusi Industri dan peradaban modern. Hari ini, setiap gedung pencakar langit, setiap jembatan, dan setiap roket, semuanya dikonstruksi menggunakan hukum gerak milik Newton.
Newton tak hanya memberi kita hukum gerak yang abadi; dia juga menjungkir-balikkan pandangan keduniaan kita, memberi kita gambaran yang sama sekali baru mengenai alam semesta di mana hukum misterius yang mengatur benda-benda angkasa sangat identik dengan hukum yang mengatur Bumi. Panggung kehidupan tak lagi dikelilingi oleh pertanda angkasa yang menakutkan; hukum yang sama yang berlaku pada aktor juga berlaku pada set panggung.