Secara tradisional, alasan lain mengapa fisikawan mengabaikan ide perjalanan waktu adalah lantaran adanya paradoks waktu. Contoh, jika Anda pergi ke masa lalu dan membunuh orangtua Anda sebelum Anda dilahirkan, maka kelahiran Anda adalah mustahil. Oleh karenanya, Anda takkan mungkin pergi ke masa lalu untuk membunuh orangtua Anda. Ini penting, sebab sains didasarkan pada ide-ide yang konsisten secara logika; paradoks waktu yang tulen akan cukup untuk sepenuhnya menyingkirkan perjalanan waktu.
Paradoks-paradoks perjalanan waktu ini bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori:
Paradoks leluhur. Dalam paradoks ini, Anda mengubah masa lalu yang
sedikit-banyak menjadikan masa kini mustahil. Contoh, dengan pergi ke masa sangat lampau untuk menemui dinosaurus, Anda secara tak sengaja menginjak mamalia kecil berbulu yang merupakan leluhur manusia. Dengan membinasakan leluhur Anda, Anda secara logika tidak mungkin eksis.
Paradoks informasi. Dalam paradoks ini, informasi datang dari masa
depan, artinya tidak memiliki sumber. Contoh, katakanlah seorang ilmuwan menciptakan mesin waktu dan kemudian pergi ke masa lalu untuk memberikan rahasia perjalanan waktu kepada dirinya sendiri saat muda. Rahasia perjalanan waktu tersebut tidak memiliki sumber, karena mesin waktu yang dimiliki sang ilmuwan muda bukan diciptakan olehnya tapi diserahkan kepadanya oleh dirinya yang lebih tua.
Paradoks Bilker. Dalam paradoks jenis ini, seseorang mengetahui
masa depan dan melakukan sesuatu yang menjadikan masa depan mustahil. Contoh, Anda membuat mesin waktu untuk membawa Anda ke masa depan, dan Anda melihat bahwa Anda ditakdirkan menikahi seorang wanita bernama Jane. Namun, untuk mencoba-coba, Anda malah menikahi Helen, dengan demikian menjadikan masa depan Anda sendiri mustahil.
Paradoks jenis kelamin. Dalam paradoks ini, Anda adalah ayah
Anda sendiri, yang mana merupakan kemustahilan biologis. Dalam sebuah kisah yang ditulis oleh filsuf Inggris Jonathan Harrison, sang pahlawan dalam cerita bukan hanya ayah untuk dirinya sendiri, tapi juga mengkanibal dirinya sendiri. Dalam kisah klasik karangan Robert Heinlein, “All You Zombies”, sang pahlawan secara sekaligus adalah ibu, ayah, saudara perempuan, dan puteranya sendiri—dengan kata lain, pohon keluarga sampai pada dirinya. (Lihat catatan untuk detailnya. Mengurai paradoks jenis kelamin sebetulnya agak sulit, membutuhkan pengetahuan tentang perjalanan waktu dan mekanika DNA.)
Dalam The End of Eternity, Isaac Asimov membayangkan “polisi waktu” yang bertanggung jawab mencegah pradoks-paradoks ini. Film Terminator bergantung kepada paradoks informasi—sebuah mikrochip yang ditemukan dari robot masa depan dipelajari oleh ilmuwan, yang kemudian menciptakan ras robot yang menjadi sadar dan mengambil alih dunia. Dengan kata lain, desain untuk super robot ini tidak pernah diciptakan oleh penemu; melainkan berasal dari potongan puing yang tersisa dari salah satu robot masa depan. Dalam film Back to the Future, Michael J. Fox berusaha menghindari paradoks moyang ketika dia pergi ke masa lalu dan bertemu ibunya saat masih remaja,
yang jatuh cinta kepadanya. Tapi jika sang ibu menolak rayuan ayah masa depan Fox, maka eksistensi Fox terancam.
Para penulis naskah tak segan melanggar hukum fisika dalam membuat film blockbuster Hollywood. Tapi di komunitas fisika, paradoks-paradoks semacam itu dipikirkan secara sangat serius. Solusi untuk paradoks ini harus sesuai dengan relativitas dan teori quantum. Contoh, agar sesuai dengan relativitas, sungai waktu tidak boleh berakhir. Anda tidak boleh membendung sungai waktu. Waktu, menurut relativitas umum, direpresentasikan dengan permukaan lembut dan tanpa ujung dan tidak boleh koyak atau robek. Ia boleh berubah topologi, tapi tidak boleh berhenti. Artinya bila Anda membunuh orangtua Anda sebelum Anda dilahirkan, Anda tidak boleh menghilang begitu saja. Ini akan melanggar hukum fisika.
Sekarang ini, fisikawan tengah berkerumun di seputar dua solusi potensial untuk paradoks waktu ini. Pertama, kosmolog Rusia, Igor Novikov, percaya bahwa kita dipaksa untuk bertindak dengan suatu cara yang menyebabkan paradoks tidak terjadi. Pendekatannya dikenal sebagai
self-consistency school. Bila sungai waktu menikung balik dirinya secara lembut
dan menciptakan pusaran air, dia menyatakan bahwa suatu macam “tangan tak terlihat” akan mengintervensi jika kita hendak melompat ke masa lalu dan hendak menciptakan paradoks waktu. Tapi pendekatan Novikov menghadirkan persoalan kehendak bebas. Jika kita pergi ke masa lalu dan menemui orangtua kita sebelum kita dilahirkan, kita mungkin berpikir bahwa kita mempunyai kehendak bebas dalam tindakan kita; Novikov percaya bahwa suatu hukum fisika yang belum diketemukan mencegah setiap tindakan yang akan mengubah masa depan (seperti membunuh orangtua Anda atau mencegah kelahiran Anda). Dia mencatat, “Kita tidak mungkin mengirim seorang pelancong waktu kembali ke Taman Eden untuk meminta Hawa agar tidak memungut apel dari pohonnya.”
Apakah gaya misterius yang mencegah kita mengubah masa lalu dan menciptakan paradoks ini? “Pembatasan terhadap kehendak bebas kita semacam itu tidak biasa dan misterius tapi tidak sepenuhnya tanpa keparalelan,” tulisnya. “Contoh, saya bebas berjalan di atas atap tanpa bantuan perlengkapan khusus. Hukum gravitasi mencegah saya melakukan ini; saya akan jatuh jika saya mencobanya, jadi kehendak bebas saya dibatasi.”
Tapi paradoks waktu bisa terjadi manakala materi mati (tanpa kehendak bebas sama sekali) dilemparkan ke masa lalu. Mari kita andaikan
bahwa persis sebelum pertempuran bersejarah antara Alexander the Great dan Darius III dari Persia pada tahun 330 SM, Anda mengirim senjata mesin ke masa lampau, memberikan instruksi cara penggunaannya. Kita berpotensi mengubah seluruh sejarah Eropa berikutnya (dan mungkin mendapati diri kita berbicara bahasa Persia, bukan Eropa).
Kenyataannya, gangguan sekecil apa pun terhadap masa lalu dapat menimbulkan paradoks tak terduga di masa kini. Chaos theory, misalnya, memakai metafora “butterfly effect”. Pada masa kritis pembentukan cuaca Bumi, kibaran sayap seekor kupu-kupu pun dapat mengeluarkan riakan/ desiran yang bisa memiringkan keseimbangan gaya dan menimbulkan badai hebat. Objek mati terkecil yang dikirim ke masa lampau pun tak pelak lagi akan mengubah masa lalu dengan cara yang tidak bisa diprediksi, mengakibatkan paradoks waktu.
Cara kedua untuk memecahkan paradoks waktu ini adalah apabila sungai waktu bercabang secara halus menjadi dua sungai, atau anak sungai, membentuk dua alam semesta berbeda. Dengan kata lain, jika Anda hendak pergi ke masa lalu dan menembak orangtua Anda sebelum Anda dilahirkan, Anda akan membunuh orang di alam semesta lain yang secara genetis sama dengan orangtua Anda, alam semesta yang takkan pernah menjadi tempat lahir Anda. Tapi orangtua Anda di alam semesta asli Anda tidak akan terpengaruh.
Hipotesis kedua ini disebut “many world theory”—ide bahwa mungkin saja eksis semua dunia quantum potensial. Ini menyingkirkan divergensi tak terhingga yang ditemukan oleh Hawking, sebab radiasi tidak berulang kali menerobos wormhole seperti di ruang Misner. Ia hanya menerobos sekali. Setiap kali ia melewati wormhole, ia memasuki alam semesta baru. Dan paradoks ini mengarah ke pertanyaan yang barangkali terdalam dalam teori quantum: bagaimana bisa seekor kucing mati dan hidup pada waktu yang sama?
Untuk menjawab pertanyaan ini, fisikawan terpaksa mengadakan dua solusi memalukan: terdapat suatu kesadaran kosmik yang mengawasi kita semua, atau terdapat alam semesta quantum dalam jumlah tak terhingga.
Tak salah kalau saya mengatakan bahwa tak ada seorang pun yang memahami mekanika quantum.
—Richard Feynman
Seseorang yang tidak terguncang oleh teori quantum berarti tidak memahaminya.
—Niels Bohr
Infinite Improbability Drive adalah metode baru yang menakjubkan untuk menyeberangi jarak antarbintang dalam waktu sepernol detik saja, tanpa memerlukan kotoran membosankan tentang hyperspace itu.
—Douglas Adams
D
ALAM novel sains fiksi gila, tidak sopan, dan bestseller karangan Douglas Adams, Hitchhiker’s Guide to the Galaxy, si pahlawan menemukan metode paling cerdik untuk bepergian menuju bintang-bintang. Bukannya menggunakan wormhole, hyperdrive, atau portal dimensi untuk bepergian antar galaksi, dia berpikir memanfaatkan prinsip ketidakpastian untuk melesat menyeberangi luasnya ruang antargalaksi. Bila kita dengan suatu cara bisa mengendalikan probabilitas peristiwa-peristiwa improbabel tertentu, maka segala sesuatu, termasuk perjalanan melebihi kecepatan cahaya, dan bahkan perjalanan waktu, menjadi mungkin. Menjangkau bintang-bintang jauh dalam hitungan detik sangat tidak mungkin, tapi manakala seseorang bisa mengendalikan probabilitas quantum sekehendak hati, maka sesuatu yang mustahil sekali pun bisa menjadi lumrah.Teori quantum didasarkan pada ide bahwa semua kemungkinan peristiwa memiliki probabilitas untuk terjadi, tak peduli seberapa fantastik atau pandirnya peristiwa itu. Ini, pada gilirannya, terletak di jantung teori alam
semesta berinflasi—ketika big bang awal terjadi, terdapat transisi quantum menuju status baru di mana alam semesta tiba-tiba berinflasi luar biasa besar. Keseluruhan alam semesta kita, kelihatannya, muncul dari lompatan— yang sangat tidak mungkin—quantum. Walaupun Adams menulis dengan bergurau, kita fisikawan menyadari bahwa bila kita bisa, dengan suatu cara, mengendalikan probabilitas-probabilitas ini, seseorang bisa melakukan perbuatan luar biasa yang tak dapat dibedakan dari sulap. Tapi untuk saat ini, pengubahan probabilitas peristiwa berada jauh di luar jangkauan teknologi kita.
Saya terkadang mengajukan pertanyaan sederhana kepada mahasiswa Ph.D. kami di universitas, seperti misalnya, kalkulasikan probabilitas bahwa diri mereka akan tiba-tiba lenyap dan mewujud kembali (rematerialize) di sisi lain sebuah dinding batu bata. Menurut teori quantum, terdapat probabilitas kecil, namun dapat dikalkulasi, bahwa ini bisa terjadi. Atau, sebetulnya, bahwa kita akan lenyap di ruang tinggal rumah kita dan berakhir di Mars. Menurut teori quantum, seseorang pada prinsipnya dapat secara tiba-tiba mewujud kembali di planet merah tersebut. Tentu saja, probabilitasnya begitu kecil sehingga kita harus menanti lebih lama dari umur alam semesta. Alhasil, dalam kehidupan sehari-hari kita, kita bisa mengabaikan peristiwa seimprobabel itu. Tapi di level subatom, probabilitas semacam itu sangat krusial untuk keberfungsian alat elektronik, komputer, dan laser.
Elektron, kenyataannya, lenyap (dematerialize) secara teratur dan mendapati diri mereka mewujud kembali (rematerialize) di sisi lain dinding di dalam komponen-komponen PC dan CD Anda. Peradaban modern akan runtuh, kenyataannya, jika elektron-elektron tidak diperkenankan berada di dua tempat pada waktu yang sama. (Molekul-molekul tubuh kita juga akan kolaps tanpa prinsip ganjil ini. Bayangkan dua tata surya bertubrukan di ruang angkasa, mematuhi hukum gravitasi Newton. Tata surya yang bertubrukan itu akan kolaps menjadi secampur-adukan planet-planet dan asteroid-asteroid yang chaos. Demikian pula, bila atom-atom mematuhi hukum Newton, mereka akan berdisintegrasi kapan pun mereka menubruk atom lain. Yang menjaga dua atom tetap terkunci dalam sebuah molekul stabil adalah fakta bahwa elektron-elektron dapat secara simultan berada di begitu banyak tempat pada waktu yang sama sehingga membentuk “awan” elektron yang mengikat atom-atom. Dengan demikian, alasan mengapa molekul-molekul bersifat stabil dan alam semesta tidak berdisintegrasi adalah bahwa elektron-elektron bisa berada di banyak tempat pada waktu yang sama.)
Tapi jika elektron bisa eksis dalam status paralel yang melayang antara eksis dan tak eksis, maka mengapa alam semesta tidak? Bagaimanapun juga, pada satu titik, alam semesta pernah lebih kecil dari elektron. Sekali kita memperkenalkan kemungkinan penerapan prinsip quantum pada alam semesta, kita terpaksa mempertimbangkan adanya alam semesta paralel.
Kemungkinan inilah persisnya yang digali dalam kisah sains fantasi menggelisahkan karangan Phillip K. Dick, The Man in the High Castle. Menurut buku tersebut, terdapat sebuah alam semesta lain yang terpisah dari alam semesta kita lantaran satu peristiwa penting. Pada 1933, di alam semesta tersebut, sejarah dunia berubah tatkala sebuah peluru seorang pembunuh bayaran menewaskan Presiden Roosevelt pada tahun pertama jabatannya. Wakil Presiden Garner mengambil alih dan menetapkan kebijakan isolasionis yang memperlemah Amerika Serikat secara militer. Tak siap menghadapi serangan terhadap Pearl Harbor, dan tak mampu pulih dari kehancuran seluruh armada AS, pada 1947 AS terpaksa menyerah kepada Jerman dan Jepang. AS akhirnya terpecah menjadi tiga bagian: Reich Jerman menguasai pantai timur, Jepang menguasai pantai barat, dan buffer state8 Rocky Mountain yang tak tenang di antaranya. Di alam semesta paralel ini, sesosok misterius menulis sebuah buku, berjudul The Grasshoper Lies Heavy, berlandaskan dialog dalam Bibel, yang mana dilarang oleh Nazi. Buku itu membahas alam semesta lain di mana Roosevelt tidak dibunuh, dan AS dan Inggris mengalahkan Nazi. Misi pahlwan wanita dalam kisah ini adalah untuk mengetahui apakah ada kebenaran di alam semesta lain di mana berlaku demokrasi dan kebebasan, ketimbang tirani dan rasisme.